T
A H L I L A N.....
3 hari
7 hari
25
hari
40
hari
100
hari
1000
Hari
Tak
henti-hentinya Wahabi Salafi menyalahkan Amaliyah ASWAJA, khususnya di
Indonesia ini. Salah satu yang paling sering juga mereka fitnah adalah Tahlilan
yang menurutnya tidak berdasarkan Dalil bahkan dianggap rujukannya dari kitab
Agama Hindu. Untuk itu, kali ini saya tunjukkan Dalil-Dalil Tahlilan 3, 7, 25,
40, 100, Setahun & 1000 Hari dari Kitab Ulama Ahlussunnah wal Jamaah, bukan
kitab dari agama hindu sebagaimana tuduhan fitnah kaum WAHABI
ﻗﺎﻝ
ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻫﺪﻳﺔ ﺇﻟﻰﺍﻟﻤﻮتى
ﻭﻗﺎﻝ
ﻋﻤﺮ : ﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﺑﻌﺪ ﺍﻟﺪﻓن ﺛﻮﺍﺑﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻳﺎﻡ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻓﻰ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻳﺎﻡ ﻳﺒﻘﻰ ﺛﻮﺍﺑﻬﺎ ﺇﻟﻰ
ﺳﺒﻌﺔ ﺃﻳﺎﻡ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﺴﺎﺑﻊ ﻳﺒﻘﻰ ﺛﻮﺍﺑﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﺧﻤﺲ ﻭﻋﺸﺮﻳﻦ ﻳﻮﻣﺎ ﻭﻣﻦ ﺍﻟﺨﻤﺲ ﻭﻋﺸﺮﻳﻦ ﺇﻟﻰ
ﺃﺭﺑﻌﻴﻦ ﻳﻮﻣﺎ ﻭﻣﻦ ﺍﻷﺭﺑﻌﻴﻦ ﺇﻟﻰ ﻣﺎﺋﺔ ﻭﻣﻦ ﺍﻟﻤﺎﺋﺔ ﺇﻟﻰ ﺳﻨﺔ ﻭﻣﻦ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﺇﻟﻰ ﺃﻟﻒ عام
(الحاوي للفتاوي ,ج:۲,ص: ١٩٨
Rasulullah
saw bersabda: “Doa dan shodaqoh itu hadiah kepada mayyit.”
Berkata
Umar: “shodaqoh setelah kematian maka pahalanya sampai tiga hari dan shodaqoh
dalam tiga hari akan tetap kekal pahalanya sampai tujuh hari, dan shodaqoh di
hari ke tujuh akan kekal pahalanya sampai 25 hari dan dari pahala 25 sampai 40
harinya lalu sedekah dihari ke 40 akan kekal hingga 100 hari dan dari 100 hari
akan sampai kepada satu tahun dan dari satu tahun sampailah kekalnya pahala itu
hingga 1000 hari.”
Referensi
: (Al-Hawi lil Fatawi Juz 2 Hal 198)
Jumlah-jumlah
harinya (3, 7, 25, 40, 100, setahun & 1000 hari) jelas ada dalilnya, sejak
kapan agama Hindu ada Tahlilan ?
Berkumpul
ngirim doa adalah bentuk shodaqoh buat mayyit.
ﻓﻠﻤﺎ
ﺍﺣﺘﻀﺮﻋﻤﺮ ﺃﻣﺮ ﺻﻬﻴﺒﺎ ﺃﻥ ﻳﺼﻠﻲ ﺑﺎﻟﻨﺎﺱ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻳﺎﻡ ، ﻭﺃﻣﺮ ﺃﻥ ﻳﺠﻌﻞ ﻟﻠﻨﺎﺱ ﻃﻌﺎما، ﻓﻴﻄﻌﻤﻮﺍ
ﺣﺘﻰ ﻳﺴﺘﺨﻠﻔﻮﺍ ﺇﻧﺴﺎﻧﺎ ، ﻓﻠﻤﺎ ﺭﺟﻌﻮﺍ ﻣﻦ ﺍﻟﺠﻨﺎﺯﺓ ﺟﺊ ﺑﺎﻟﻄﻌﺎﻡ ﻭﻭﺿﻌﺖ ﺍﻟﻤﻮﺍﺋﺪ ! ﻓﺄﻣﺴﻚ ﺍﻟﻨﺎﺱ
ﻋﻨﻬﺎ ﻟﻠﺤﺰﻥ ﺍﻟﺬﻱ ﻫﻢ ﻓﻴﻪ ، ﻓﻘﺎﻝ ﺍﻟﻌﺒﺎﺱ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻤﻄﻠﺐ : ﺃﻳﻬﺎ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺇﻥ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ
ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺪ ﻣﺎﺕ ﻓﺄﻛﻠﻨﺎ ﺑﻌﺪﻩ ﻭﺷﺮﺑﻨﺎ ﻭﻣﺎﺕ ﺃﺑﻮ ﺑﻜﺮ ﻓﺄﻛﻠﻨﺎ ﺑﻌﺪﻩ ﻭﺷﺮﺑﻨﺎ ﻭﺇﻧﻪ ﻻﺑﺪ
ﻣﻦ ﺍﻻﺟﻞ ﻓﻜﻠﻮﺍ ﻣﻦ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻄﻌﺎﻡ ، ﺛﻢ ﻣﺪ ﺍﻟﻌﺒﺎﺱ ﻳﺪﻩ ﻓﺄﻛﻞ ﻭﻣﺪ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺃﻳﺪﻳﻬﻢ ﻓﺄﻛﻠﻮﺍ
Ketika
Umar sebelum wafatnya, ia memerintahkan pada Shuhaib untuk memimpin shalat, dan
memberi makan para tamu selama 3 hari hingga mereka memilih seseorang, maka
ketika hidangan–hidangan ditaruhkan, orang – orang tak mau makan karena
sedihnya, maka berkatalah Abbas bin Abdulmuttalib:
Wahai
hadirin.. sungguh telah wafat Rasulullah saw dan kita makan dan minum
setelahnya, lalu wafat Abubakar dan kita makan dan minum sesudahnya, dan ajal
itu adalah hal yang pasti, maka makanlah makanan ini..!”, lalu beliau mengulurkan
tangannya dan makan, maka orang–orang pun mengulurkan tangannya masing–masing
dan makan.
Referensi:
[Al Fawaidussyahiir Li Abi Bakar Assyafii juz 1 hal 288, Kanzul ummaal fii
sunanil aqwaal wal af’al Juz 13 hal 309, Thabaqat Al Kubra Li Ibn Sa’d Juz 4
hal 29, Tarikh Dimasyq juz 26 hal 373, Al Makrifah wattaarikh Juz 1 hal 110]
Kemudian
dalam kitab Imam As Suyuthi, Al-Hawi li al-Fatawi:
ﻗﺎﻝ
ﻃﺎﻭﻭﺱ : ﺍﻥ ﺍﻟﻤﻮﺗﻰ ﻳﻔﺘﻨﻮﻥ ﻓﻲ ﻗﺒﻮﺭﻫﻢ ﺳﺒﻌﺎ ﻓﻜﺎﻧﻮﺍ ﻳﺴﺘﺤﺒﻮﻥ ﺍﻥ ﻳﻄﻌﻤﻮﺍ ﻋﻨﻬﻢ ﺗﻠﻚ ﺍﻻﻳﺎﻡ
Imam
Thawus berkata: “Sungguh orang-orang yang telah meninggal dunia difitnah dalam
kuburan mereka selama tujuh hari, maka mereka (sahabat) gemar menghidangkan
makanan sebagai ganti dari mereka yang telah meninggal dunia pada hari-hari
tersebut.”
ﻋﻦ
ﻋﺒﻴﺪ ﺑﻦ ﻋﻤﻴﺮ ﻗﺎﻝ : ﻳﻔﺘﻦ ﺭﺟﻼﻥ ﻣﺆﻣﻦ ﻭﻣﻨﺎﻓﻖ , ﻓﺎﻣﺎ ﺍﻟﻤﺆﻣﻦ ﻓﻴﻔﺘﻦ ﺳﺒﻌﺎ ﻭﺍﻣﺎﺍﻟﻤﻨﺎﻓﻖ ﻓﻴﻔﺘﻦ
ﺍﺭﺑﻌﻴﻦ ﺻﺒﺎﺣﺎ
Dari
Ubaid bin Umair ia berkata: “Dua orang yakni seorang mukmin dan seorang munafiq
memperoleh fitnah kubur. Adapun seorang mukmin maka ia difitnah selama tujuh
hari, sedangkan seorang munafiq disiksa selama empat puluh hari.”
Dalam
tafsir Ibn Katsir (Abul Fida Ibn Katsir al Dimasyqi Al Syafi’i) 774 H beliau
mengomentari ayat 39 surah an Najm (IV/236: Dar el Quthb), beliau mengatakan
Imam Syafi’i berkata bahwa tidak sampai pahala itu, tapi di akhir2 nya beliau
berkomentar lagi
ﻓﺄﻣﺎ
ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻓﺬﺍﻙ ﻣﺠﻤﻊ ﻋﻠﻰ ﻭﺻﻮﻟﻬﻤﺎ ﻭﻣﻨﺼﻮﺹ ﻣﻦ ﺍﻟﺸﺎﺭﻉ ﻋﻠﻴﻬﻤﺎ
bacaan
alquran yang dihadiahkan kepada mayit itu sampai, Menurut Imam Syafi’i pada
waktu beliau masih di Madinah dan di Baghdad, qaul beliau sama dengan Imam
Malik dan Imam Hanafi, bahwa bacaan al-Quran tidak sampai ke mayit, Setelah
beliau pindah ke mesir, beliau ralat perkataan itu dengan mengatakan bacaan
alquran yang dihadiahkan ke mayit itu sampai dengan ditambah berdoa “Allahumma
awshil.…dst.”, lalu murid beliau Imam Ahmad dan kumpulan murid2 Imam Syafi’i
yang lain berfatwa bahwa bacaan alquran sampai.
Pandangan
Hanabilah, Taqiyuddin Muhammad ibnu Ahmad ibnu Abdul Halim (yang lebih populer
dengan julukan Ibnu Taimiyah dari madzhab Hambali) menjelaskan:
ﺍَﻣَّﺎ
ﺍﻟﺼَّﺪَﻗَﺔُ ﻋَﻦِ ﺍﻟْﻤَﻴِّﺖِ ﻓَـِﺎﻧَّﻪُ ﻳَﻨْـﺘَـﻔِﻊُ ﺑِﻬَﺎ ﺑِﺎﺗِّـﻔَﺎﻕِ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴْﻦَ.
ﻭَﻗَﺪْ ﻭَﺭَﺩَﺕْ ﺑِﺬٰﻟِﻚَ ﻋَﻦِ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪ ُﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺍَﺣَﺎ ﺩِﻳْﺚُ
ﺻَﺤِﻴْﺤَﺔٌ ﻣِﺜْﻞُ ﻗَﻮْﻝِ ﺳَﻌْﺪٍ ( ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ ﺍِﻥَّ ﺍُﻣِّﻲْ ﺍُﻓْﺘـُﻠِﺘـَﺖْ
ﻧَﻔْﺴُﻬَﺎ ﻭَﺍَﺭَﺍﻫَﺎ ﻟَﻮْ ﺗَـﻜَﻠَّﻤَﺖْ ﺗَﺼَﺪَّﻗَﺖْ ﻓَﻬَﻞْ ﻳَﻨْـﻔَـﻌُﻬَﺎ ﺍَﻥْ ﺍَﺗَـﺼَﺪَّﻕَ
ﻋَﻨْﻬَﺎ ؟ ﻓَﻘَﺎﻝَ: ﻧَـﻌَﻢْ , ﻭَﻛَﺬٰﻟِﻚَ ﻳَـﻨْـﻔَـﻌُﻪُ ﺍﻟْﺤَﺞُّ ﻋَﻨْﻪُ ﻭَﺍْﻻُ ﺿْﺤِﻴَﺔُ
ﻋَﻨْﻪُ ﻭَﺍﻟْﻌِﺘْﻖُ ﻋَﻨْﻪُ ﻭَﺍﻟﺪُّﻋَﺎﺀُ ﻭَﺍْﻻِﺳْﺘِـْﻐﻒُﺭﺍَ ﻟَﻪُ ﺑِﻼَ ﻧِﺰﺍَﻉٍ ﺑَﻴْﻦَ
ﺍْﻷَﺋِﻤَّﺔِ .
“Adapun
sedekah untuk mayit, maka ia bisa mengambil manfaat berdasarkan kesepakatan
umat Islam, semua itu terkandung dalam beberapa hadits shahih dari Nabi Saw.
seperti perkataan sahabat Sa’ad “Ya Rasulallah sesungguhnya ibuku telah wafat,
dan aku berpendapat jika ibuku masih hidup pasti ia bersedekah, apakah bermanfaat
jika aku bersedekah sebagai gantinya?” maka Beliau menjawab “Ya”, begitu juga
bermanfaat bagi mayit: haji, qurban, memerdekakan budak, do’a dan istighfar
kepadanya, yang ini tanpa perselisihan di antara para imam”.
Referensi
: (Majmu’ al-Fatawa: XXIV/314-315)
Ibnu
Taimiyah juga menjelaskan perihal diperbolehkannya menyampaikan hadiah pahala
shalat, puasa dan bacaan al-Qur’an kepada:
ﻓَﺎِﺫَﺍ
ﺍُﻫْﺪِﻱَ ﻟِﻤَﻴِّﺖٍ ﺛَﻮَﺍﺏُ ﺻِﻴﺎَﻡٍ ﺍَﻭْ ﺻَﻼَﺓٍ ﺍَﻭْ ﻗِﺮَﺋَﺔٍ ﺟَﺎﺯَ ﺫَﻟِﻚَ
Artinya:
“jika saja dihadiahkan kepada mayit pahala puasa, pahala shalat atau pahala
bacaan (al-Qur’an / kalimah thayyibah) maka hukumnya diperbolehkan”.
Referensi
: (Majmu’ al-Fatawa: XXIV/322)
Al-Imam
Abu Zakariya Muhyiddin Ibn al-Syarof, dari madzhab Syafi’i yang terkenal dengan
panggilan Imam Nawawi menegaskan;
ﻳُﺴْـﺘَـﺤَﺐُّ
ﺍَﻥْ ﻳَـﻤْﻜُﺚَ ﻋَﻠﻰَ ﺍْﻟﻘَﺒْﺮِ ﺑَﻌْﺪَ ﺍﻟﺪُّﻓْﻦِ ﺳَﺎﻋَـﺔً ﻳَﺪْﻋُﻮْ ﻟِﻠْﻤَﻴِّﺖِ ﻭَﻳَﺴْﺘَﻐْﻔِﺮُﻝُﻩَ.
ﻧَـﺺَّ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍﻟﺸَّﺎﻓِﻌِﻰُّ ﻭَﺍﺗَّﻔَﻖَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍْﻻَﺻْﺤَﺎﺏُ ﻗَﺎﻟﻮُﺍ: ﻳُﺴْـﺘَـﺤَﺐُّ
ﺍَﻥْ ﻳَـﻘْﺮَﺃَ ﻋِﻨْﺪَﻩُ ﺷَﻴْﺊٌ ﻣِﻦَ ﺍْﻟﻘُﺮْﺃَﻥِ ﻭَﺍِﻥْ خَتَمُوْا اْلقُرْآنَ
كَانَ اَفْضَلَ ) المجموع جز 5 ص 258(
“Disunnahkan
untuk diam sesaat di samping kubur setelah menguburkan mayit untuk mendo’akan
dan memohonkan ampunan kepadanya”, pendapat ini disetujui oleh Imam Syafi’i dan
pengikut-pengikutnya, dan bahkan pengikut Imam Syafi’i mengatakan “sunnah
dibacakan beberapa ayat al-Qur’an di samping kubur si mayit, dan lebih utama
jika sampai mengha tamkan al-Qur’an”.
Selain
paparannya di atas Imam Nawawi juga memberikan penjelasan yang lain seperti
tertera di bawah ini;
ﻭَﻳُـﺴْـﺘَﺤَﺐُّ
ﻟِﻠﺰَّﺍﺋِﺮِ ﺍَﻥْ ﻳُﺴَﻠِّﻢَ ﻋَﻠﻰَ ﺍْﻟﻤَﻘَﺎﺑِﺮِ ﻭَﻳَﺪْﻋُﻮْ ﻟِﻤَﻦْ ﻳَﺰُﻭْﺭُﻩُ ﻭَﻟِﺠَﻤِﻴْﻊِ
ﺍَﻫْﻞِ ﺍْﻟﻤَﻘْﺒَﺮَﺓِ. ﻭَﺍْﻻَﻓْﻀَﻞُ ﺍَﻥْ ﻳَﻜُﻮْﻥَ ﺍﻟﺴَّﻼَﻡُ ﻭَﺍﻟﺪُّﻋَﺎﺀُ ﺑِﻤَﺎ ﺛَﺒـَﺖَ
ﻣِﻦَ ﺍْﻟﺤَﺪِﻳْﺚِ ﻭَﻳُﺴْـﺘَـﺤَﺐُّ ﺍَﻥْ ﻳَﻘْﺮَﺃَ ﻣِﻦَ ﺍْﻟﻘُﺮْﺃٰﻥِ ﻣَﺎ ﺗَﻴَﺴَّﺮَ ﻭَﻳَﺪْﻋُﻮْ
ﻟَﻬُﻢْ ﻋَﻘِﺒَﻬَﺎ ﻭَﻧَﺺَّ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍﻟﺸَّﺎِﻓﻌِﻰُّ ﻭَﺍﺗَّﻔَﻖَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍْﻻَﺻْﺤَﺎﺏُ.
(ﺍﻟﻤﺠﻤﻮﻉ ﺟﺰ 5 ص 258 )
“Dan
disunnahkan bagi peziarah kubur untuk memberikan salam atas (penghuni) kubur
dan mendo’akan kepada mayit yang diziarahi dan kepada semua penghuni kubur,
salam dan do’a itu akan lebih sempurna dan lebih utama jika menggunakan apa
yang sudah dituntunkan atau diajarkan dari Nabi Muhammad Saw. dan disunnahkan
pula membaca al-Qur’an semampunya dan diakhiri dengan berdo’a untuknya,
keterangan ini dinash oleh Imam Syafi’i (dalam kitab al-Um) dan telah
disepakati oleh pengikut-pengikutnya”.
Referensi
: (al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab, V/258)
Al-‘Allamah
al-Imam Muwaffiquddin ibn Qudamah dari madzhab Hambali mengemukakan pendapatnya
dan pendapat Imam Ahmad bin Hanbal
ﻗَﺎﻝَ
: ﻭَﻻَ ﺑَﺄْﺱَ ﺑِﺎﻟْﻘِﺮﺍَﺀَﺓِ ﻋِﻨْﺪَ ﺍْﻟﻘَﺒْﺮِ . ﻭَﻗَﺪْ ﺭُﻭِﻱَ ﻋَﻦْ ﺍَﺣْﻤَﺪَ ﺍَﻧَّـﻪُ
ﻗَﺎﻝَ: ﺍِﺫﺍَ ﺩَﺧَﻠْﺘﻢُ ﺍﻟْﻤَﻘَﺎﺑِﺮَ ﺍِﻗْﺮَﺋُﻮْﺍ ﺍَﻳـَﺔَ ﺍْﻟﻜُـْﺮﺳِﻰِّ ﺛَﻼَﺙَ ﻣِﺮَﺍﺭٍ
ﻭَﻗُﻞْ ﻫُﻮَ ﺍﻟﻠﻪ ُﺍَﺣَﺪٌ ﺛُﻢَّ ﻗُﻞْ ﺍَﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺍِﻥَّ ﻓَﻀْﻠَﻪُ ِﻷَﻫْﻞِ ﺍﻟْﻤَﻘَﺎﺑِﺮِ .
Artinya
“al-Imam Ibnu Qudamah berkata: tidak mengapa membaca (ayat-ayat al-Qur’an atau
kalimah tayyibah) di samping kubur, hal ini telah diriwayatkan dari Imam Ahmad
ibn Hambal bahwasanya beliau berkata: Jika hendak masuk kuburan atau makam,
bacalah Ayat Kursi dan Qul Huwa Allahu Akhad sebanyak tiga kali kemudian
iringilah dengan do’a: Ya Allah keutamaan bacaan tadi aku peruntukkan bagi ahli
kubur.
Referensi
: (al-Mughny II/566)
Dalam
al Adzkar dijelaskan lebih spesifik lagi seperti di bawah ini:
ﻭَﺫَﻫَﺐَ
ﺍَﺣْﻤَﺪُ ْﺑﻦُ ﺣَﻨْﺒَﻞٍ ﻭَﺟَﻤَﺎﻋَﺔٌ ﻣِﻦَ ﺍْﻟﻌُﻠَﻤَﺎﺀِ ﻭَﺟَﻤَﺎﻋَﺔٌ ﻣِﻦْ ﺍَﺻْﺤَﺎﺏِ
ﺍﻟﺸَّﺎِﻓـِﻌﻰ ﺍِﻟﻰَ ﺍَﻧـَّﻪُ ﻳَـﺼِﻞ
rizqi
yang halal dan berkah adalah
TAHLILAN
0 Response to "DALIL TAHLILAN"
Post a Comment