FILSAFAT ILMU DAN STUDI ISLAM


Warta Madrasah - sahabat warta madrasah pada kesempatan ini kita akan mengkaji tentang  FILSAFAT ILMU DAN STUDI ISLAM. berikut selengkapnya
Urgensi studi islam itu pemahaman Islam yang universal, inklusif, dan Islam yang rahmatan li al-‘alamin, memiliki aqidah yang kuat dan ibadah yang baik, sekaligus memiliki pemahaman Islam yang komprehensif. Hal ini penting karena dalam kajian keagamaan kontemporer, agama termasuk di dalamnya Islam, mempunyai banyak wajah (multifaces) . Artinya, ia tidak hanya terkait dengan persoalan ketuhananan tetapi juga terkait dengan persoalan sosial dan histroris kultural. Oleh karena itu, pendekatan dan metode dalam ilmu-ilmu sosial sangat membantu sekali dalam memahami Islam secara komprehensif. Studi Islam dalam istilah Arab: Dirāsā t Islāmiy ya h . Di Barat disebut Islamic Studies, secara harfiyah adalah kajian tentang hal-hal yang berkaitan dengan keislaman. Secara terminologis adalah kajian secara sistematis dan terpadu untuk mengetahui, memakai dan menganalisis secara mendalam hal-hal yang berkaitan dengan agama Islam, pokok-pokok ajaran Islam, sejarah Islam maupun realitas pelaksanaannya dalam kehidupan.
Contoh urgensi berupa, sejarah, doktrin, pemikiran dan institusi keislaman dengan menggunakan pendekatan-pendekatan tertentu,seperti kalam, fiqh, filsafat, dan tasawuf.[1]
Islam sebagai agama yang Rahmatan lil’alamin tentunya mempunyai kosep-konsep atau ajaran-ajaran yang bersifat manusiawi dan universal,yang dapat menyelamatkan umat manusia dan alam semesta dari kehancurannya.Disinlah urgensinya studi islam,untuk menggali kembali ajaran-ajaran islam yang asli dan murni,dan  bersifat manusiawi dan universal,yang mempunyai daya untuk mewujudkan dirinya sebagai rahmatan lil’alamin.Dari situ kemudian dididikan dan ditransformasikan kepada generasi penerusnya dan dihadapkan dengan budaya peradapan modern,agar mampu berhadapan dan beradaptasi dengannya.[2]




B.  Model Berpikir Study (kajian) Islam
Dalam mengkaji suatu objek maka dibutukan pola pikir yang tepat atau mendukung. Jika dalam model berpikir (epistemologi) umum terdapat tiga model berpikir yang berkembang dalam sejarah (khasanah umat manusia), dan sekaligus menjadi tolak ukur kebenaran, yakni model berpikir rasional, empirikal, dan irrasional. Maka di dalam kajian Islam sendiri juga terdapat tiga model epistemologi. Berikut diuraikan secara singkat model berpikir yang umum dipakai dalam kajian atau study islam, yakni model linguistik atau tekstual (bayani), demonstratif (burhani), dan gnostik atau intuitif (‘irfani).
1.      Epistemologi Bayani
Epistemologi bayani adalah pendekatan dengan cara menganalisis teks. Maka sumber epistemologi bayani adalah teks. Sumber teks dalam study islam  dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni:
a.       Teks nash (al-Qur’an dan Hadist)
b.      Teks non-nash berupa karya para ulama
Adapun corak berpikir dalam ilmu ini cenderung deduktif, yakni mencari (apa) isi dari teks (analisis content).
2.      Epistemologi Burhani
Maksud dari epistemologi burhani adalah, bahwa untuk mengukur  benar atau tidaknya sesuatu adalah dengan berdasarkan komponen kemampuan alamiahnya manusia berupa pengalaman dan akal tanpa dasar teks wahyu suci. Maka sumber pengetauan dengan nalar burhani adalah realitas dan empiris, alam sosial, dan humanities. Corak berpikir yang digunakan adalah induktif, yakni generalisasi dari hasil-hasil penelitian empiris.
3.      Epistemologi Irfani
Epistemologi irfani adalah pendekatan yang bersumber pada intuisi (kasf/ilham).
Filsafat hukum Islam berusaha menemukan nilai kebijaksanaan atau nilai filosofis dalam nash. Karena itu, filsafat hukum Islam yang tidak murni rasio. Filsafat hukum Islam dapat disebut rasionalitas dari nash. Maka rasionalitas yang  ingin dibangun filsafat hukum Islam adalah adalah rasionalitas yang ditunjukan oleh indikator-indikator  yang ditunjukan nash.[3]
C.  Signifikansi Filsafat Ilmu bagi Studi Islam
Di mana posisi filsafat ilmu ketika dihadapkan dengan Islamisasi ilmu pengetahuan. Pada dasarnya filsafat ilmu bertugas memberi landasan filosofi untuk minimal memahami berbagai konsep dan teori suatu disiplin ilmu, sampai membekalkan kemampuan untuk membangun teori ilmiah. Secara substantif fungsi pengembangan tersebut memperoleh pembekalan dan disiplin ilmu masing-masing agar dapat menampilkan teori subtantif. Selanjutnya secara teknis dihadapkan dengan bentuk metodologi, pengembangan ilmu dapat mengoprasionalkan pengembangan konsep tesis, dan teori ilmiah dari disiplin ilmu masing-masing.
Sedangkan kajiaan yang dibahas dalam filsafat ilmu adalah meliputi hakekat (esensi) pengetahuan, artinya filsafat ilmu lebih menaruh perhatian terhadap problem-problem mendasar ilmu pengetahuan seperti; ontologi ilmu, epistimologi ilmu dan aksiologi ilmu. Dari ketiga landasan tersebut bila dikaitkan dengan Islamisasi ilmu pengetahuan maka letak filsafat ilmu itu terletak pada ontologi dan epistimologinya. Ontologi disini titik tolaknya pada penelaahan ilmu pengetahuan yang didasarkan atas sikap dan pendirian filosofis yang dimiliki seorang ilmuwan, jadi landasan ontologi ilmu pengetahuan sangat tergantung pada cara pandang ilmuwan terhadap realitas.
Manakala realitas yang dimaksud adalah materi, maka lebih terarah pada ilmu-ilmu empiris. Manakala realitas yang dimaksud adalah spirit atau roh, maka lebih terarah pada ilmu-ilmu humanoria. Sedangkan epistimologi titik tolaknya pada penelaahan ilmu pengetahuan yang di dasarkan atas cara dan prosedur dalam memperoleh kebenaran.[4]
Masuknya pemikiran filosofis ke dalam Islam mengakibatkan agama ini dikaji dari perspektif rasional. Pakar-pakar semisal Al Kindi, Al Farabi, dan Ibnu Sina mencoba melihat agama ini secara rasional, kendati konsepnya berbeda-beda. Tetapi setelah muncul teolog-teolog yang tidak respek terhadap filsafat semisal Al Ghazali, menggiring interaksi antara pemikiran filsafat dan dogma tersebut ke arah runtuhnya rasionalisme teologis. Bahkan dalam keyakinan yang umumnya berkembang di Barat, setelah Al Ghazali menyerang para filosof, filsafat dalam dunia Islam mengalami kematiannya.

Mencermati apa yang dikritisi oleh para pakar pemikir muslim kontemporer seperti Fazlur Rahman, Mohammed Arkoun, Muhammad Abid al-Jabiri, Hassan Hanafi, dan Muhammad Shahrour, dapat dikatakan bahwa sumber kegelisahan intelektual mereka bertumpu pada persoalan-persoalan yang didiskusikan dalam filsafat ilmu. Artinya sebelum mereka melontarkan kritisisme, mereka sudah memahami dengan baik berbagai persoalan yang dipertanyakan dalam filsafat ilmu dan karenanya menyadari arti pentingnya bagi usaha pengembangan studi Islam.
Signifikansi Filsafat ilmu bagi pengembangan studi Islam yaitu dengan berusaha mencermati hakikat ilmu baik dari segi metode-metodenya, asumsi-asumsinya, tolok ukur kebenarannya, dan segala sesuatu yang melandasi tegaknya ilmu tersebut lewat penelaahan ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Dengan demikian, filsafat ilmu berusaha mengkritisi perkembangan ilmu pengetahuan. Studi Islam, sebagai bagian dari ilmu pengetahuan, secara mutlak harus bisa didekati oleh filsafat ilmu. Dari segi ontologis filsafat ilmu akan menggali tentang hakikat studi Islam itu sendiri. Dari segi epistemologis filsafat ilmu akan mengkritisi tentang sumber dan metode yang digunakan oleh studi Islam tersebut. Sedangkan dari segi aksiologis filsafat ilmu akan mengkritisi tentang nilai kepatutan dan kelayakannya setelah memantau tingkat perkembangan dan pengaruh yang ditimbulkannya bagi masyarakat.[5]
BAB III
PENUTUP
v  Kesimpulan
§  Studi Islam adalah usaha sadar dan sistematis untuk mengetahui  dan memahami  serta  membahas secara mendalam tentang seluk beluk atau hal-hal yang berhubungan dengan agama islam,baik ajaran-ajarannya,sejarahnya maupun praktek-praktek pelaksanaanya secara nyata dalam kehidupan sehari-hari,sepanjang sejarahnya.
§  Tujuan studi Islam diantaranya yaitu:
Untuk mempelajari secara mendalam tentang apa yang sebenarnya (hakekat) agama islam itu,dan bagaimana posisi serta hubungannya dengan agama –agama lain dalam kehidupan budaya manusia, untuk mempelajari secara mendalam pokok-pokok isi ajaran agama islam yang asli,dan bagaimana penjabaran dan operasionalisasinya dalam pertumbuhan dan perkembangan budaya dan peradapan islam sepanjang sejarahnya, sebagai sumber dasar ajaran agama islam yang tetap abadi dan dinamis,dan bagaimana aktualisasinya sepanjang sejarahnya, serta sebagai prinsip-prinsip dan nilai-nilai dasar ajaran agama islam,dan bagaimana realisasinya dalam membimbing dan mengarahkan serta mengontrol perkembangan budaya dan beradapan manusia pada zaman modern ini.
§   Urgensi studi islam ialah untuk menggali kembali ajaran-ajaran islam yang asli dan murni,dan  bersifat manusiawi dan universal,yang mempunyai daya untuk mewujudkan dirinya sebagai rahmatan lil’alamin.Dari situ kemudian dididikan dan ditransformasikan kepada generasi penerusnya dan dihadapkan dengan budaya peradapan modern,agar mampu berhadapan dan beradaptasi dengannya.
§   Model berpikir studi Islam ada 3 yaitu: epistemologi bayani, epistemologi burhani, dan epistemologi irfani
§   Signifikansi filsafat ilmu bagi studi Islam yaitu berusaha mencermati hakikat ilmu baik dari segi metode-metodenya, asumsi-asumsinya, tolok ukur kebenarannya, dan segala sesuatu yang melandasi tegaknya ilmu tersebut lewat penelaahan ontologis, epistemologis, dan aksiologis.

Daftar Pustaka
Nasution, Khoirudin. 2009. Pengantar Studi Islam. Yogyakarta: Academia dan Tazzafa
Sibawaihi. 2011. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Tadjib. 1994. Dimensi-Dimensi Islam. Surabaya: Karya Abditama

Alimamah.blogspot.com/2012/11/filsafat-ilmu-definisi-tujuan-implikasi.html


[2] Tadjab, Dimensi-Dimensi Islam (Surabaya: Karya Abditama, 1994), hlm. 13-18
[3] Khoirudin Nasution, Pengantar Studi Islam (Yogyakarta: Academia dan Tazzafa, 2009), hlm. 43
[4] Alimamah.blogspot.com/2012/11/filsafat-ilmu-definisi-tujuan-implikasi.html
[5] Sibawaihi, Filsafat Ilmu (Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, 2011), hlm. 50-53

0 Response to "FILSAFAT ILMU DAN STUDI ISLAM"

Post a Comment