A. Hakikat Demokrasi Secara Umum
Demokrasi merupakan sebuah nilai dan
sistem politik yang telah teruji dan diakui, yang paling realistik dan rasional
untuk mewujudkan tatanan sosial, ekonomi dan politik yang adil, egaliter dan
manusiawi. Banyak penguasa-penguasa otoriter dan totaliter menyebut kekuasaan
atau sistem yang dibangunnya sebagai kekuasaan atau sistem yang demokratis.
Oleh para penguasa otoriter demokrasi dimanipulasi hanya sebatas pada
prakteknya secara prosedural-formal, tetapi secara substantif demokrasi tidak
nyata.1 Selain itu
demokrasipun dijadikan sebuah sistem nilai dalam segala aspek kehidupan
bermasyarakat, ekonomi, agama termasuk dalam hal ini pendidikan.
Konsep demokrasi sebagai paradigma
dalam sistem pendidikan, sudah banyak ditulis dalam literatur-literatur
pendidikan yang memaparkan akan pentingnya sebuah sistem pendidikan yang
demokratis. Dalam bab ini, tema-tema penting yang akan diangkat berkaitan
dengan demokrasi adalah: pengertian
demokrasi, alam pemikiran barat tentang demokrasi, nilai-nilai
demokrasi, perkembangan pemikiran demokrasi dalam Islam, dan terakhir
prinsip-prinsip demokrasi dalam Islam.
1.
Pengertian Demokrasi
Dalam Ensiklopedi Umum, kata demokrasi diambil dari
bahasa Yunani: demokratia, demos yang artinya rakyat, kratien
yang artinya memerintah.2
Jadi demokrasi berdasarkan pengertian secara etimologi berarti pemerintahan
dengan penguasaan rakyat, rakyat berposisi sebagai obyek dan subyek dalam
pemerintahan atau lazim yang dikenal adalah pemerintahan oleh dan untuk rakyat.
Secara terminologi ada banyak definisi tentang demokrasi.
Namun yang paling populer adalah yang dirumuskan oleh Abraham Lincoln pada
tahun 1863. Menurut Lincoln, demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh
rakyat dan untuk rakyat (government of the people, by the people, for the
people).3 Intinya
demokrasi adalah suatu tata pemerintahan di mana rakyat, baik secara langsung
maupun tidak, berkuasa dan berdaulat penuh.
Di sini demokrasi harus dilihat dari dua sisi. Sisi
pertama adalah dari sisi substansial (nilai hakiki), di mana demokrasi hanya
bisa memiliki kedaulatan dalam arti yang sesungguhnya. Misalnya kebebasan dan
budaya menghormati kebebasan orang lain, adanya pluralisme dan toleransi, anti
kekerasan dan sebagainya. Sisi kedua adalah dimensi prosedural (aturan dan tata
cara), di mana demokrasi hanya bisa tegak jika ada prosedural-prosedural formal
yang memungkinkan nilai dan budaya demokrasi itu ada dan berjalan. Pemilihan
umum yang bebas, adanya Dewan Perwakilan Rakyat yang kuat, lembaga Yudikatif
yang independent, adalah termasuk aspek prosedural demokrasi.4
Penjelasan dari konsep pemerintah dari rakyat, oleh
rakyat dan untuk rakyat adalah sebagai berikut:
Pemerintahan dari rakyat (goverment of the people),
pemerintah dari rakyat berhubungan dengan legitimasi. Legitimasi berarti suatu
pemerintahan dan kekuasaan baru sah kalau kekuasaan itu diberikan oleh rakyat,
memilih orang-orang yang harus duduk di dalam kelompok yang memegang kekuasaan.5 Namun suatu
mandat dari rakyat hanya dapat dianggap sah, jika mandat itu diberikan melalui
mekanisme yang demokratis.6
Pemerintah oleh rakyat (government by the people),
pemerintah oleh rakyat berarti bahwa suatu pemerintah menjalankan kekuasaan
atas nama rakyat dan juga pengawasan yang dilakukan oleh mereka.”7 Di dalam sebuah
negara demokrasi, pemerintahan oleh rakyat dijalankan oleh kelompok elit yang
dipilih oleh rakyat, tidak dijalankan rakyat secara langsung, karena hal itu
tidak mungkin dilaksanakan. Karena itu, pemerintah demokrasi pada dasarnya juga
obligasi (pemerintah oleh kelompok elit). Sedangkan pengawasan jalannya
pemerintahan bisa dijalankan rakyat secara langsung, tetapi bisa juga
dijalankan melalui prosedur demokrasi yang mapan, yaitu oleh lembaga
legislatif.8
Pemerintah untuk rakyat (government for the people).
Di sini yang dipersoalkan adalah kekuasaan yang diberikan oleh rakyat kepada
pemerintah itu dipakai untuk apa? Pemerintah untuk rakyat adalah pemerintah
yang menghasilkan dan menjalankan kebijakan-kebijakan yang diarahkan untuk
kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Pemerintah untuk rakyat berarti juga
pemerintah yang dijalankan berdasarkan aspirasi yang datang dari rakyat.9 Kalau suatu
pemerintahan dijalankan tidak berdasarkan kepentingan rakyat dan kesejahteraan,
maka pemerintahan yang bersangkutan merupakan yang korup.
Jadi, pemerintahan yang tidak berasal dari rakyat disebut
pemerintahan yang tidak mempunyai legitimasi. Pemerintahan yang tidak
dijalankan oleh rakyat disebut pemerintahan otoriter. Pemerintahan yang dijalankan
tidak untuk rakyat adalah pemerintahan yang korup.10
Joseph Schumpeter mendefinisikan demokrasi sebagai
pengaturan kelembagaan untuk mencapai keputusan-keputusam politik di mana
individu-individu melalui perjuangan memperebutkan suara rakyat pemilih, memperoleh
kekuasaan untuk membuat keputusan.11
Larry Diamond, Juan J. Linz, dan Sey Mour Martin Lipset
memaknai demokrasi sebagai suatu sistem pemerintahan yang memenuhi tiga syarat:
(1). Kompetisi yang sungguh-sungguh dan meluas di antara individu-individu dan
kelompok-kelompok organisasi (terutama partai politik) untuk merebutkan
jabatan-jabatan pemerintahan yang memiliki kekuasaan efektif, pada jangka waktu
yang reguler (teratur/tetap) dan tidak melibatkan penggunaan daya paksa; (2).
Partisipasi politik yang melibatkan sebanyak mungkin warga negara dalam
pemilihan pemimpin atau kebijakan, paling tidak melalui pemilihan umum yang
diselenggarakan secara reguler dan adil sedemikian rupa sehingga tidak satupun
kelompok sosial (warga negara dewasa) dikecualikan; (3). Suatu tingkat
kebebasan sipil dan politik, yaitu kebebasan untuk membentuk dan bergabung ke
dalam organisasi yang cukup untuk menjamin integritas kompetisi dan partisipasi
politik.12
Di Indonesia juga ada beberapa tokoh yang mencoba
merumuskan definisi tentang demokrasi di antaranya: Abdurrahman Wahid, tokoh
yang konsisten membela demokrasi dan mantan ketua umum pengurus besar Nahdlatul
Ulama yang terpilih sebagai presiden ke-4 RI pada 20 Oktober 1999. Secara tegas
Abdurrahman Wahid menyatakan bahwa demokrasi: (1). Merupakan suatu sistem dan
nilai yang mendukung peradaban tinggi, karena ia mementingkan dan melindungi
hak-hak dasar manusia atas kehidupan. (2). Melindungi mereka yang minoritas dan
berpendapat berbeda dari kelompok mayoritas. (3). Mempersatukan beragam arah
kecenderungan kekuatan-kekuatan bangsa. (4). Mengubah keterceraiberaian arah
masing-masing kelompok menjadi berputar bersama-sama menuju arah kedewasaan,
kemajuan, dan integritas bangsa.13
Jadi menurut Gus Dur demokrasi sedemikian penting dalam sebuah negara
pluralistik, karena perikehidupan kebangsaan yang utuh hanya bisa tercapai dan
tumbuh dalam suasana demokrasi.
M. Amin Rais, juga memiliki alasan yang sama rasional dan
realistik dengan Abdurrahman Wahid dalam menerima dam membela demokrasi. Inilah
tiga alasannya: (1). Demokrasi merupakan bentuk vital dan terbaik pemerintah
yang mungkin diciptakan, dan merupakan doktrin publik luhur yang akan
memberikan manfaat bagi banyak orang. (2). Demokrasi sebagai sistem politik dan
pemerintahan dianggap memiliki akar sejarah yang panjang sampai ke zaman Yunani
kuno, sehingga ia tahan bantingan zaman dan dapat terjamin terselenggaranya
suatu lingkungan politik yang stabil. (3). Demokrasi merupakan sistem yang
paling alamiah dan manusiawi. 14
Dari beberapa definisi demokrasi di atas, tampaknya
demokrasi tidak bisa dilepaskan dari politik, karena memang mainstream
demokrasi dalam prespektif sejarah lahir dan berkembang dari realitas politik,
yang hal ini semua akan dibahas dalam sejarah perkembangan demokrasi.
2.
Perkembangan Alam Pemikiran Barat
Tentang Demokrasi
Kisah demokrasi modern, kata Franz Magnis Suseno, seorang
rohaniawan, dimulai kurang lebih 2500 tahunan yang lalu dalam lingkungan budaya
sebuah bangsa kecil, bangsa Yunani. Tepatnya tahun 508 SM, seorang yang bernama
Klaistenis mengadakan beberapa pembaharuan dalam sistem pemerintahan kota
Athena. Bentuk pemerintahan itu kemudian dinamakan demokratia, yang
artinya pemerintah (oleh) rakyat. Jadi demokrasi itu sudah ada sebelum Kristen
dan Islam lahir sebagai agama Islam di dunia.15
Menurut sejarah, istilah demokrasi sudah dikenal sejak
abad ke-5 SM, yang pada awalnya sebagai respons terhadap pengalaman buruk
monarki dan kediktatoran di negara kota Yunani kuno. Pada waktu itu, demokrasi
dipraktekkan sebagai sistem di mana seluruh warga negara membantu lembaga
legislatif. Hal ini dimungkinkan oleh kenyataan jumlah penduduk negara-negara
kurang lebih 10.000 jiwa, tidak termasuk wanita, anak kecil dan budak, karena
mereka tidak mempunyai hak politik. Tidak ada pemisahan kekuasaan ketika itu,
semua pejabat bertanggung jawab sepenuhnya kepada majelis rakyat yang memenuhi
syarat untuk mengkontrol berbagai
persoalan eksekutif, yudikatif, dan legislatif.16
Pada permulan pertumbuhan, demokrasi telah mencakup
beberapa asas dan nilai yang diwariskan kepadanya dari masa lampau, yaitu
gagasan mengenai demokrasi dari kebudayaan Yunani dan gagasan mengenai
kebebasan beragama yang dihasilkan oleh aliran serta perang-perang agama yang
menyusulnya.17
Sistem demokrasi yang terdapat di negara-kota
(city-state) Yunani kuno (abad ke-6 sampai abad ke-3 SM) merupakan demokrasi
langsung (Direct Democracy)”.18
Kala itu, semua warga negara melibatkan diri untuk membuat keputusan-keputusan
politik yang dijalankan secara langsung yang berdasarkan kesepakatan suara
terbanyak. Yunani ketika itu (city state) berpenduduk sekitar 300.000
jiwa, sehingga demokrasi langsung bisa berjalan. Sebab ketentuan-ketentuan
demokrasi hanya berlaku bagi warga negara resmi, yang sesungguhnya hanya bagian
kecil saja dari penduduk.19
Untuk mayoritas yang terdiri budak belian dan pedagang asing demokrasi tidak
berlaku. Dalam negara modern demokrasi tidak lagi bersifat langsung, tetapi
bersifat demokrasi perwakilan (representatif democracy).20
Demokrasi Yunani mulai menghilang dari panggung sejarah
ketika bangsa Romawi dikalahkan oleh suku bangsa Eropa Barat dan Benua Eropa
memasuki abad pertengahan (600-1400 M). Pada abad ini, tepatnya tahun 1215,
lahir Magna Charta di Inggris.21
Magna Charta adalah
kontrak antara beberapa bangsawan Inggris dan Raja John di mana untuk pertama
kali seorang raja mengakui dan menjamin hak-hak istimewa para bangsawan
(bawahannya), sebagai imbalan untuk penyerahan dana bagi keperluan perang dan
sebagainya. Dalam Magna Charta juga ada aturan yang melarang penahanan,
hukuman, dan perampasan harta benda secara sewenang-wenang. Dari sinilah
terjadi tradisi “negara hukum” mulai dibangun.22
Selain itu akibat dari sistem feodal yang menindas,
kemudian muncul peradaban renaisans (1350-1600). Renaisans adalah aliran
yang menghidupkan kembali minat pada kesusasteran dan kebudayaan Yunani kuno
yang selama abad pertengahan disisihkan, dari sinilah kemudian muncul gerakan
kebebasan beragama serta gagasan pemisahan antara gereja dan agama. Gagasan ini
kemudian diperkuat oleh Martin Luther pada tahun 1517. Ia menerbitkan 97 tesis
sebagai protes terhadap gereja yang isinya kritik terhadap gereja-gereja
Katholik atas keterlibatan mereka dalam politik status Quo. Copernicus pada
tahun 1543, juga “mendekonstruksi” keyakinan dasar-dasar ilmiah agama.23
Setelah bergulat di masa renaisans, demokrasi di Eropa
Barat kemudian memasuki masa “abad pemikiran” (Aufklarung) dan Rasionalisme.
Suatu masa atau aliran yang ingin memerdekakan pikiran manusia dari batas-batas
yang ditentukan gereja dan mendasarkan pemikiran dari batas-batas yang
ditentukan gereja dan mendasarkan pemikiran atas akal semata-mata. Kebebasan
berpikir ini juga berpengaruh di wilayah politik yang kemudian muncul tuntutan
perlindungan hak-hak politik rakyat dari kekuasaan yang sewenang-wenang. Dari
sinilah kemudian lahir teori kontrak sosial (Social contract).24
Sebenarnya timbulnya demokrasi modern saat ini merupakan
refleksi pendidikan terhadap kedudukan raja-raja absolut, yang didasarkan atas
suatu teori rasionalitas yang umumnya dikenal sebagai kontrak sosial (social
contract). Salah satu asas dari gagasan kontraksional ialah, bahwa dunia
dikuasai oleh hukum yang timbul dari alam (nature) yang mengandung
prinsip-prinsip keadilan yang universal: artinya berlaku untuk semua waktu
serta semua manusia, apakah raja-raja, bangsawan atau rakyat jelata.25
Unsur universalisme inilah yang diterapkan pada
masalah-masalah politik. Teori kontrak sosial beranggapan bahwa hubungan antara
raja dan rakyat didasari oleh kontrak yang ketentuan-ketentuannya mengikat
kedua belah pihak. Kontrak sosial menentukan di satu pihak bahwa raja diberi
kekuasaan oleh rakyat untuk menyelenggarakan penertiban dan menciptakan suasana
di mana rakyat dapat menikmati hak-hak alamnya (natural right) dengan
aman. Di pihak lain rakyat akan menaati pemerintahan raja asal hak-hak alam itu
terjamin.26
Pada hakekatnya teori-teori kontrak sosial merupakan
usaha untuk mendrobak dasar dari pemerintahan absolut dan menetapkan hak-hak
politik rakyat. Filsuf-filsuf yang mencetuskan gagasan ini antara lain, John
Lock dari Inggris (1632-1704) dan Montesqie dari Prancis (1789-1755). Menurut
John Lock hak-hak politik mencakup hak atas hidup, atas kebebasan dan hak untuk
mempunyai milik (life, liberaty, and property). Montesqie mencoba
menyusun suatu sistem yang dapat menjamin hak-hak politik itu, yang kemudian
dikenal dengan trias politika.”27
Sebagai akibat dari pergolakan dinamika demokrasi
tersebut di atas, maka pada akhir abad ke-19 gagasan mengenai demokrasi
mendapat wujud yang konkrit sebagai program dari sistem politik. Demokrasi pada
tahap ini semata-mata bersifat individu, kesamaan hak (equal rights)
serta hak pilih untuk semua warga negara (universal suffrage).28
3.
Nilai-nilai Demokrasi
Abdurrahman Wahid berpendapat, “demokrasi itu sendiri ada
yang sifatnya pokok dan ada yang sifatnya derifasi atau lanjutan dari yang
pokok itu. Nilai demokrasi yang pokok adalah kebebasan, persamaan dan
permusyawaratan. Menurut Syekh Ali Abdurraziq, inti demokrasi adalah kebebasan,
keadilan, dan syura.29
Pendapat Syekh Ali Abdurraziq inilah yang dijadikan referensi Abdurrahman Wahid
dalam mengemukakan pendapatnya tentang nilai-nilai demokrasi.
Lebih luas Henry B. Mayo memaparkan, bahwa demokrasi
didasari oleh beberapa nilai (values), Henry B. Mayo mencoba merinci
nilai-nilai demokrasi ini, dengan catatan bahwa rincian ini tidak berarti bahwa
setiap masyarakat demokrasi menganut semua nilai yang dirinci itu, bergantung
pada perkembangan sejarah serta budaya politik masing-masing. Adapun
nilai-nilai demokrasi yang dimaksud sebagai berikut.30
Pertama, menyelesaikan
perselisihan dengan damai dan secara melembaga (institutionalized peaceful
element of conflict). Dalam setiap masyarakat terdapat perselisihan pendapat
serta kepentingan yang dalam alam demokrasi dianggap wajar untuk diperjuangkan.
Perselisihan-perselisihan ini harus dapat diselesaikan melalui perundingan
serta dialog terbuka dalam usaha untuk mencapai kompromi, konsensus atau
mufakat.
Kedua,
menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang
sedang berubah (peaceful change in changing society). Dalam setiap
masyarakat yang memodernisasikan diri terjadi perubahan sosial, yang disebabkan
faktor-faktor seperti majunya teknologi, perubahan-perubahan dalam pola
kepadatan penduduk, dalam pola-pola perdagangan dan sebagainya.
Ketiga,
menyelenggarakan pergantian pimpinan secara teratur (orderly succession of
rulers). Pergantian atas dasar keturunan, atau dengan jalan mengangkat diri
sendiri ataupun melalui kudeta, dinggap tidak wajar dalam demokrasi.
Keempat,
membatasi pemakaian kekerasan sampai minimum (minimum of coercion).
Golongan-golongan minoritas yang sedikit banyak akan terkena paksaan akan lebih
menerimanya kalau diberi kesempatan untuk turut serta dalam diskusi-diskusi
yang terbuka dan kreatif, karena mereka merasa turut bertanggung jawab.
Kelima,
mengikuti serta menganggap wajar adanya keanekaragaman (diversity) dalam
masyarakat yang tercermin dalam keanekaragaman pendapat, kepentingan serta
tingkah laku. Untuk hal itu perlu terselenggaranya suatu masyarakat terbuka (open
society) serta kebebasan-kebebasan politik (polical liberaties),
yang mana akan memungkinkan timbulnya fleksibilitas dan tersedianya alternatif
dalam jumlah yang cukup banyak. Dalam hubungan ini demokrasi sering disebut
suatu gaya hidup (way of life).
Keenam,
menjamin tegaknya keadilan. Dalam suatu demokrasi umumnya pelanggaran terhadap
keadilan tidak akan terlalu sering terjadi, oleh karena golongan-golongan
terbatas diwakili dalam lembaga-lembaga perwakilan, tetapi tidak dapat
dihindarkan bahwa beberapa golongan akan merasa diperlakukan tidak adil. Maka
yang dapat dicapai secara maksimal ialah suatu keadilan yang relatif (relative
justice). Keadilan yang dapat dicapai barangkali lebih bersifat keadilan
dalam jangka panjang.
Akhirnya dapat dibentangkan di sini, bahwa untuk
melaksanakan nilai-nilai demokrasi perlu diselenggarakan beberapa lembaga
sebagai berikut: (1). Pemerintahan yang bertanggung jawab; (2). Suatu dewan
perwakilan rakyat yang mewakili golongan-golongan dan kepentingan-kepentingan
dalam masyarakat, dan yang dipilih dengan pemilihan umum yang bebas dan
rahasia, dan perwakilan ini mengadakan pengawasan (kontrol), mementingkan
oposisi yang konstruktif dan memungkinkan penilaian terhadap kebijaksanaan
pemerintah secara kontinu; (3). Suatu organisasi politik yang mencakup satu
atau lebih partai politik (sistem dwi partai-multi partai). Partai-partai
menyelenggarakan hubungan yang kontinyu antara masyarakat umumnya dan
pemimpin-pemimpinnya; (4). Pers dan media massa yang bebas untuk menyatakan
pendapat; (5). Sistem peradilan yang bebas untuk menjamin hak-hak asasi dan
mempertahankan keadilan.
Selain nilai kebebasan, keadilan dan persamaan, cinta
kasih, kemanusiaan, patriotisme, moralitas, jati diri, harga diri,
keintelektualan, kerohanian, kejasmanian, ilmu pengetahuan, keagamaan dan masih
banyak seperangkat nilai-nilai yang lain merupakan nilai tersendiri yang ada
dalam demokrasi.
B.
Demokrasi
dalam Prespektif Islam
1.
Perkembangan Pemikiran Demokrasi
dalam Islam
Usia paham, konsep, dan istilah demokrasi itu sendiri
lebih tua dari pada Islam, karena telah berkembang sejak jaman Plato serta
Arsitoteles (300-400 SM), ketika al-Qur'an dan ajaran Islam belum diturunkan
oleh Allah bagi manusia di dunia. Oleh karena itu, perkembangan dan paham dan
konsep demokrasi lazim dikaitkan dengan pola perkembangan pandangan skulerisme
barat liberalisme, kapitalisme-individualisme, tampaknya benar bila ia
dikatagorikan kurang sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran Islam. Namun bukan
berarti tidak ada demokrasi Islam serta prinsip dan pelaksanaan demokrasi
Islam.31
Ada beberapa alasan Islam disebut sebagai agama
demokrasi:
a.
Islam adalah agama hukum, dengan
pengertian agama Islam berlaku bagi semua orang tanpa memandang kelas, dari
pemegang jabatan tertinggi. Jadi rakyat jelata dikenakan hukum yang sama.
b.
Islam memiliki asas permusyawaratan
“Amruhum Syuraa Bainahum.”
c.
Islam selalu berpandangan
memperbaiki kehidupan.”32
Lebih luas, titik tolak dalam pembahasan ini adalah
sumber-sumber konseptual dan idiologi terhadap demokratisasi di dalam tradisi
Islam. Sebagaimana semua pandangan dunia dan tradisi keagamaan utama yang lain,
Islam memiliki seperangkat simbol dan konsep yang potensial untuk menumbuhkan
baik absolutisme dan hierarki maupun kebebasan dan persamaan.33
Demokratisasi di dunia Islam berlangsung dalam kerangka
sistem negara yang ada. Dengan tingkat pengaruh yang begitu kuat,
batasan-batasan politik yang diterapkan oleh politik imperalisme dan
nasionalisme, pada paro pertama abad kedua puluh masih sangat mewarnai
batasan-batasan politik pada era 1990-an.34
Dalam paruh pertama abad keduapuluh tersebut,
gerakan-gerakan baru model ikhwan dan jama’at ini mulai bermunculan, tetapi
belum begitu kuat. Kecenderungan utama dalam pemikiran dan aksi politik saat
itu mengarah pada program dan prespektif yang semakin sekuler. Meskipun
gerakan-gerakan nasionalis yang muncul juga mengandung unsur-unsur muslim yang
penting, baik dari segi keanggotaan maupun konsep, nasionalisme tidak
disuarakan dalam pengertian Islam secara signifikan. Demikian pula dalam masa
pasca perang dunia II, ketika kebanyakan negara muslim telah merdeka dari
penjajahan Eropa, idiologi utama gerakan protes dan pembaharuan radikal
dibentuk oleh prespektif barat, baik itu demokrasi sosialis maupun marxisme.35
Dalam perkembangannya dewasa ini, terdapat tiga macam
pandangan serta persepsi tokoh Islam terhadap konsep dan kegiatan yang
berkaitan dengan demokrasi. Kelompok pertama berpandangan bahwa konsepsi ajaran
Islam sejalan dengan konsepsi paham demokrasi, bahwa konsep demokrasi
sebenarnya melekat dalam ajaran Islam. Kelompok kedua melihat demokrasi sebagai
paham dan konsep yang mulia, tetapi mengakui kenyataan bahwa demokrasi
komtemporer mengandung bias sekuler pemikiran Barat, sehingga perlu diisi dan
di beri jiwa Islami. Kelompok yang ketiga adalah yang menentang dan menolak
demokrasi, karena menurut kelompok ini, demokrasi merupakan pemikiran sekuler
yang berprinsip bahwa hukum dan undang-undang ditetapkan oleh wakil rakyat
bukan dari Allah.36
Apapun argumentasinya, beberapa pandangan dan persepsi
tokoh Islam tentang demokrasi Islam, merupakan khasanah tersendiri yang dinilai
dari berbagai sudut pandang, baik idiologi demokrasi itu sendiri, asal mula
demokrasi lahir maupun sistem pemerintahan. Hal ini diperkuat oleh pandangan
Karl Marx dan Nitziche tentang hubungan demokrasi dengan agama, termasuk dalam
hal ini agama Islam.
Secara netral dari realitas sejarah, Karl Marx dan
Nitzche berpendapat bahwa dalam sejarah ada beberapa model hubungan agama
dengan demokrasi, ada tiga hubungan antara agama dan demokrasi: yaitu hubungan
negatif, netral, dan hubungan positif.
Pertama,
hubungan negatif antara agama dan demokrasi: menurut pandangan ini, agama dan
demokrasi tidak bisa dipertemukan, bahkan berlawanan. Demokrasi adalah sistem
dunia (empirik-profan) yang dibuat oleh rakyat berdasarkan kehendak
bebas mereka (kedaulatan rakyat). Sedangkan agama merupakan nilai-nilai dan
doktrin yang berasal dari Tuhan.
Kedua,
hubungan yang bersifat netral antara agama dan demokrasi: dalam hubungan ini,
agama dan politik berjalan sendiri-sendiri, atau agama dipisahkan dari politik
(sekulerisme politik). Masyarakat modern yang mendukung sekulerisasi politik
tidak mesti dihakimi sebagai menolak dan anti agama, karena orang modern tetap
beragama. Namun kehidupan agama secara formal-institusional dalam politik tidak
menerima, karena hal ini seringkali membuat agama mudah dipolitisasi untuk
kepentingan politik.
Ketiga,
hubungan positif antara agama dan demokrasi menurut pandangan ini, agama baik
secara teologis maupun sosiologis, sangat mendukung proses demokratisasi
politik, ekonomi maupun budaya. Semua agama, muncul dan berkembang dengan misi
untuk melindungi dan menjunjung tinggi harkat kemanusiaan. Karena itu, meski
agama tidak secara sistematis mengajarkan praktek demokrasi, namun agama
memberikan etos, spirit dan muatan doktrinal yang mendorong terwujudnya
kehidupan demokratis.37
Dari ketiga hubungan di atas antara agama dan demokrasi,
dalam skripsi ini penulis akan mencoba lebih mengedepankan hubungan agama dan
demokrasi yang bersifat positif, yaitu hubungan
yang ketiga, yang akhirnya akan mencapai suatu kesimpulan yang dapat
mengkorelasikan demokrasi dengan agama dengan nilai-nilai yang terkandung di
dalamnya.
2.
Prinsip-prinsip Demokrasi dalam
Islam
Kata demokrasi sebenarnya tidak ada di dunia Islam, dalam
arti tidak memiliki kata-kata Arab untuk demokrasi.38 Kita
menggunakan kata Yunani, dimuqrotiyyah. Namun demikian esensi demokrasi
yang telah diisukan oleh dunia terutama dunia barat seperti hak asasi manusia
(HAM), kebebasan berbeda pendapat, kebebasan menentukan sikap, dan pengakuan
terhadap kaum minoritas, sejak empat belas abad yang silam, Islam telah
menancapkan dasar-dasar semua itu baik di dalam kitab suci, hadits ataupun
dalam piagam Madinah, dimana dijelaskan sebagai berikut:
a.
Prinsip-prinsip Demokrasi dalam
Al-Qur’an
1)
Prinsip menegakkan kepastian hukum
dan keadilan
اِنَّ اللهَ يَاءْ مُرُكُمْ اَنْ تُؤَدُّو الاَمَانَاتِ اِ
لَىاَهْلِهَالا وَإِذَاحَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ اَنْ تَحْكُمُوا
بِالْعَدْلِ (النساء : 58)
Artinya : Sesungguhnya
Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan
apabila menetapkan hukum hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan
adil.39
يَآاَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوا كُوْنُوْا قُوَّامِيْنَ لِلّهِ
شُهَدَآءَ بِالْقِسْطِصلى وَلاَ يَجْرِ مَنَّكُمْ سَنَانُ قَوْمٍ
عَلَىاَلاَّ تَعْدِلُوا،صلى اِعْدِلُوْاقلى
هُوَاَقْرَبُ لِلتَّقْوَىصلى (المائدة : 8)
Artinya : Hai orang-orang yang beriman,
hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan (keadilan) karena
Allah akan menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencian
terhadap kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adil karena adil itu lebih dekat
kepada taqwa.40
اِنَّا اَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَبَ بِاالْحَقِّ لِتَحْكُمَ
بَبْنَ النَّاسِ بِمَا اَرَكَ اللهُقلى وَ لاَتَكُنْ لِلْخَائِنِيْنَ
خَصِيْمًا (ا لنساء : 105)
Artinya: Sesungguhnya
kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu
mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penentang (orang
yang tidak bersalah)
karena
(membela) orang-orang yang berhianat.41
2) Prinsip musyawarah
فَبِمَارَحْمَةٍ مِنَ اللهِ لِنْتَ لَهُمْج وَلَوْكُنْتَ
فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لاَانْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَ، فَاعْفُ عَنْهُمْ
وَاسْتَغْفِرْلَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِىاْلاَمْرِفَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ
عَلَى اللهِ اِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ.
(ال عمران
: 159)
Artinya: Maka disebabkan rahmat dari Allahlah kamu berlaku lemah lembut
terhadap mereka, sekiranya kami bersikap keras, lagi berhati kasar mereka
menjauhi dari sekeliling kamu, karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun
bagi mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu, kemudian
apabila kamu sudah membulatkan tekad, maka bertaqwalah kepada Allah
sesungguhnya Allah menyukai orang yang bertawakal kepada-Nya.42
وَالَّذِيْنَ اسْتَجَا بُوْا لِرَبِّهِمْ
وَاَقَاَمُوا الصَّلاَةَصلى وَاَمْرُهُمْ شُوْرَى بَيْنَهُمْ…… (الشورى
: 38)
Artinya: Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan
mendirikan Shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara
mereka.43
3) Prinsip Persamaan
يَآاَيُّهَاالنَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ
الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِنْ نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَاوَبَثَّ
مِنْهُمَارِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءَ……. (النساء :1)
Artinya: Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhan-mu yang telah
menciptakan kamu dari seorang diri yang satu, dan dari padanya. Allah
menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan
laki-laki dan perempuan yang banyak.44
يَآاَيُّهَاالنَّاسُ اِنَّا خَلَقْنَاكُمْ
مِنْ ذَكَرٍ وَاُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوْبًا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُواقلى (الحجرات : 13)
Artinya: Hai Manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling mengenal.45
4)
Prinsip
tolong menolong dan membela yang lemah
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىصلى
وَلاَتَعَاوَنُوا عَلَى اْلاِثْمِ وَاْلعُدْوَانِ (المائدة : 2)
Artinya: “Dan tolong menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan janganlah tolong menolong dalam berbuat
dosa dan pelanggaran.”46
5)
Prinsip
hak-hak asasi
a)
Hak
untuk hidup
وَلاَتَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِى حَرَّمَ
اللهُ اِلاَّبِالْحَقِّصلىوَمَنْ قُتِلَ مَظْلُو مًافَقَدْ جَعَلْنَا
لِوَلِيِّهِ سُلْطَنًا فَلاَيُسْرِفْ فِىالْقَتْلِقلى اِنَّهُ كَانَ
مَنْصُوْرًا. (الإسراء : 33)
Artinya : Dan
janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan
dengan suatu alasan yang benar. Dan barang siapa dibunuh secara dzalim maka
sesungguhnya kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya (atau penguasa
untuk menuntut si pelaku), tetapi janganlah ahli waris itu melampau batas dalam
membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.”47
b)
Hak
atas milik pribadi dan mencari nafkah
وَلاَتَاءْ كُلُوا أَمْوَالَكُمْ
بَيْنَكُمْ بِالْْبَاطِلِ وَتُدْلُوبِهَا اِلَىالْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيْقًا
مِنْ اَمْوَالِ النَّاسِ بِلإِثْمِ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ.
(البقرة : 188)
Artinya : Dan
janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan
jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim,
supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan jalan
(berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.48
فَاِذَا قُضِيَتِ الصَّلَوةُ فَانْتَشِرُوا
فِىاْلاَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللهِ وَاذْكُرُوا اللهَ كَثِيْرًا
لَعَلَكُمْ تُفْلِحُوْنَ. (الجمعة : 10)
Artinya : Apabila
telah tunaikan shalat, maka bertebaranlah di muka bumi, dan carilah karunia
Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.49
c)
Hak
atas penghormatan dan kedudukan pribadi
يَآاَيُّهَاالَّذِيْنَ اَمَنُوالاَيَسْخَرْ
قَوْمٌ عَسَى اَنْ يَكُوْنُوْاخَيْرً مِنْهُمْ وَلاَنِسَاءٌ مِنْ نِسَآءٍ عَسَى
اَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَ وَلاَتَلْمِزُوا اَنْفُسَكُمْ وَلاَتَنَابَزُو ا
بِاْلاَلْقَابِقلى (الحجرات :
11)
Artinya : “Hai
orang-orang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-ngolok kaum yang lain
(karena) boleh jadi mereka (orang yang diolok-olok) lebih baik dari mereka
(yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-ngolok) wanita
lain (karena) boleh jadi (wanita yang diperolok-olok) lebih baik dari wanita
(yang mengolok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri (sesama mukmin) dan
janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk.”50
d)
Hak
berpendapat dan berserikat
فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِى شَئٍْ
فَرُدُّوْهُ اِلَى اللهِ وَالرَسُوْلِ. (النساء : 59)
Artinya : Jika
kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikan ia kepada Allah
(al-Qur'an) dan Rasul (Sunnah).51
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ اُمَّةٌ يَدْعُوْنَ
اِلَى الْخَيْرِ وَيَاءْ مُرُوْنَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ اْلمُنْكَرصلى
وَاوُلَئِكَ هُمُ المُفْلِحُوْنَ.
(ال عمران : 104)
Artinya : Dan
hendaklah di antara kamu ada segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah
orang-orang yang beruntung.52
e)
Hak
kebebasan beragama, toleransi atas agama dan hubungan antar pemeluk agama
لاَاِكْرَاهَ فِىالدِّيْنَ،قلى قَدْتَبَيَّنَ
الرُّشْدُ مِنَ اْلغَىّ.…
(البقرة : 256)
Artinya : Tidak
ada paksaan untuk memasuki agama Islam: sesungguhnya telah jelas jalan yang
benar dari pada jalan yang salah.53
f)
Hak
persamaan di depan hukum dan membela diri
وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ اَنْ
تَحْكُمُوا بِاْلعَدْلِ. (النساء : 58)
Artinya : Apabila
menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.54
وَلَمَنِ انْتَصَرَ بَعْدَ ظُلْمِهِ
فَأُولَئِكَ مَاعَلَيْهِمْ مِنْ سَبِيْلٍ. (الشورى
: 41)
Artinya : Dan
sesungguhnya orang yang membela diri sesudah teraniaya, tidak ada suatu dosa
pun atas mereka.55
g)
Hak
kebebasan dari penganiayaan
قُلْ اِنَّمَاحَرَّمَ رَِبّىالْفَوَاحِشَ
مَاظَهَرَمِنْهَاوَمَابَطَنَ وَالاِثْمَ وَالْبَغْىَبِغَيْرِ الْحَِقّ. (الاعراف:
33)
Artinya : Katakanlah:
Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak maupun yang
tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak kemanusiaan tanpa alasan yang
benar.56
h)
Hak
kebesasan dari rasa takut
وَمَنْ اَحْيَاهَا
فَكَأَنَّمَآاَحْيَاالنَّاسَ جَمِيْعًا. (المائده: 32)
Artinya : Dan
barang siapa yang memelihara kehidupan seseorang manusia, maka seolah-olah dia
telah memelihara kehidupan manusia semuanya.57
b.
Prinsip-prinsip
dari Al-Hadits.
1)
Prinsip
Tanggung jawab seorang pemimpin
عن
الليث عن نافع ابن عمرعن النبى ص.م. انه قال: ألاكلكم
راع وكلكم مسؤل عن رعيته فالأمير الذى على الناس راع وهو مسؤل عن رعيته والرجل راع
على أهل بيته وهومسؤل عنهم والمراة رعيته على بيت بعلها وولده وهىمسؤلة عنهم
والعبدراع علىمال سيده وهومسؤل عنه ألافكلكم راع وكلكم مسؤل عن رعيته.
(رواه
- مسلم)
Artinya : Tiap-tiap
kamu adalah pemimpin dan bertanggung jawab terhadap yang dipimpinnya, seorang
kepala negara yang memimpin rakyat bertanggung jawab atas mereka, dan seorang
laki-laki adalah pemimpin penghuni rumahnya dan bertanggung jawab atas mereka,
seorang wanita adalah seorang pemimpin di rumah suaminya dan dia bertanggung
jawab atasnya, dan seorang pelayan (pembantu) adalah pemimpin harta tuannya dan
dia bertanggung jawab atasnya, maka setiap kalian adalah pemimpin dan akan
diminta pertanggung jawabannya.”58
2)
Prinsip
hubungan antar pemimpin dan yang dipimpin
عن الاوزاعى عن يزيدبن جابر عن زريق بن
خيان عن مسلم بن قرظة عن عوف بن مالك عن رسول الله ص.م. قال: حيار ائمتكم الذين
تحبونهم ويحبونكم ويصلون عليكم وتصلون عليهم وشرارأئمتكم الذين يبغضونهم ويبغضونكم
وتلعنويكم ويلعنونكم. (رواه مسلم)
Aritnya : Pemimpin-pemimpin kamu
yang baik adalah pemimpin-pemimpin
yang mencintai mereka (rakyat) dan mereka mencintai kamu, mereka mendo’akan
kamu dan kamu mendo’akan mereka. Dan pemimpin-pemimpin yang tidak baik adalah
para pemimpin yang kamu benci dan mereka yang membenci kamu, kamu melaknat
mereka dan mereka melaknat kamu.59
3)
Prinsip
Musyawarah
عن ابن عساكر عن انس قال: قال رسول الله
ص.م. ماخاب من استخار ولاندم من استشار ولاعال من اقتصد. (رواه طبرنى)
Artinya : Tidak ada sia-sia
orang yang meminta petunjuk dan tidak akan
menyesal orang yang bermusyawarah dan tidak akan fakir (melarat) orang yang hidup
sederhana.60
4)
Prinsip
kebebasan pendapat
عن جريرعن سهيل عن ابيه عن ابي هريرة قال: قال
رسول الله ص.م.، ان الله يرض لكم ثلاثا، ان تعبدوه ولاتشركوابه شيئا وان تعتصموا
بحبل الله جميعا ولاتفرقوا. (رواه مسلم)
Artinya : Sesungguhnya Allah
meridhai bagi kamu tiga hal: bahwa hendaklah
kamu menyembah-Nya dan janganlah menyekutukannya, bahwa berpegang kepada tali
Allah dan janganlah kamu terpecah belah, dan bahwa kamu memberi nasehat
(kritik) terhadap orang-orang yang menjadi pemimpin kamu. (HR. Muslim ). 61
c.
Prinsip-Prinsip
dari Piagam Madinah
1)
Prinsip
persamaan
وانه من تبعنا من يهود فان له النصرالاسوة
غير مظلومين ولامتنا صرعليهم.
Artinya : Dan
bahwa orang Yahudi yang mengikuti kamu akan memperoleh hak perlindungan dan hak persamaan tanpa ada
penganiayaan dan tidak ada orang yang membantu memusuhi mereka. (Pasal 16) 62
وان يهود الاوس مواليهم وانفسهم علىمثل
مالاهل هذه الصحيفة مع البر الحسن من اهل هذه الصحيفة وإن البردون الاثم.
Artinya
: Dan bahwa Yahudi al-Aus, sekutu mereka dan diri (jiwa) mereka memperoleh hak
seperti apa yang terdapat bagi pemilik shahifah ini serta memperoleh kebaikan
yang dari pemilik shahifah ini. 63
2)
Prinsip-prinsip
kebebasan
وانه لاينحجز على ثار جرح
Artinya
: Dan bahwa tidak ada orang yang
boleh menghalangi seseorang menuntut haknya (balas karena dilukai).64
Dengan ketetapan ini, seluruh penduduk
Madinah mendapat hal jaminan keamanan dan kebebasan dari penganiayaan.
وانه من خرج أمن ومن قعد أمن بالمدينة
الامن ظلم واثم
Artinya
: Bahwa siapa saja yang keluar
dari Madinah atau tetap tinggal (di dalamnya) ia akan aman, kecuali orang yang
berbuat dhalim dan dosa. 65
Ketetapan ini merupakan pengakuan
akan hak atas hidup dan keselamatan diri, hak atas perlindungan diri, hak atas
kebebasan dan keamanan diri pribadi setiap penduduk Madinah.
وان بينهم النصح والنصيحة والبردون الاثم
Artinya
: Dan bahwa di antara mereka
saling memberi saran dan menasehati yang baik dan berbuat kabaikan, tidak dalam
perbuatan dosa.” (Pasal 37). 66
Dari
teks tersebut dapat dipahami bahwa teks ini mengisyaratkan adanya jaminan
kebebasan berbicara dan menyatakan pendapat bagi penduduk Madinah. Di samping
itu, piagam Madinah juga membicarakan kebebasan beragama. Manusia mempunyai hak
kebebasan personal untuk memilih kayakinan atau ideologi mana saja. Kebebasan
ini harus dilindungi dan dihormati oleh orang lain.
Hal
yang sama berlaku bagi Yahudi Bani Sa’idat (pasal 28), Yahudi Bani Jusyam
(pasal 29), Yahudi Bani Aus (pasal 30), Yahudi Bani Tsa’labat (pasal 31),
Jafnat keluarga Bani Tsa’labat (pasal 32), Yahudi Bani Syutha’hat (pasal 34),
orang-orang dekat atau teman kepercayaan kaum Yahudi (pasal 35). 67
3)
Prinsip-prinsip Musyawarah
Prinsip
ini tidak disebut secara tegas oleh piagam Madinah, tetapi bila dipahami salah
satu pasalnya, yakni pasal 17, telah menyatakan “Bahwa bila orang mukmin hendak
mengadakan perdamaian harus atas dasar persamaan dan adil diantara mereka”.
Mengandung konotasi bahwa untuk mengadakan perdamaian itu harus disepakati dan
diterima bersama. Hal ini tentu saja hanya bisa dicapai melalui prosedur, yaitu
musyawarah di antara mereka. 68
4)
Prinsip-Prinsip keadilan
Prinsip
ini mendapat posisi dalam piagam Madinah yang dinyatakan secara tegas sebagai
sistem perundang-undangan dalam kehidupan masyarakat Madinah. Dalam pasal 2 –
10 dinyatakan bahwa orang-orang mukmin harus berlaku adil dalam membayar diyat
dan menebus tawanan.69
Tidak boleh ada pihak yang dirugikan. Esensi ketetapan pasal-pasal tersebut
agar permusuhan dan dendam tidak berkelanjutan diantara pihak-pihak yang
bersengketa, sehingga hubungan sosial dan silaturrahmi mereka tetap harmonis.
1Umarudin Masdar, et.al, Menggagas
Naluri Publik Memahami Nalar Politik, LKiS, Yogyakarta, 1999, hal. 79.
3Erman Hermawan dan Umarudin Masdar, Demokrasi
untuk Pemula, Yayasan dan Layanan Informasi untuk Kedaulatan Rakyat
(Klik), Yogyakarta, Cet. Ke-1. 2000, hal. 28.
5Ignas Kleden, Melacak Akar Konsep
Demokrasi: Suatu Tinjauan Kritis, dalam Ahmad Suedy (Edi), Pergaulan Pesantren
dan Demokrasi, LKiS, Yogyakarta, Cet. Ke-1, 2000, hal. 5.
6Erman Hermawan dan Umarudin Masdar, Op.
Cit., hal. 31.
7Ignas Kleden, Op. Cit.,
hal. 6.
8Erman Hermawan dan Umarudin Masdar, Op.
Cit., hal. 33.
10Ignas Kleden, Op. Cit., hal
7.
11Umarudin Masdar, Op. Cit.,
hal 81.
13Erman Hermawan dan Umarudin Masdar, Op.
Cit., hal. 9-10.
15Erman Hermawan dan Umarudin Masdar, Op.
Cit., hal. 18
16Masykuri Abdillah, Responses of
Indonesian Muslim Intelektuals to the Concep of Demokrasi (1996-1993),
terj. Wahid Wahab, Demokrasi di Persimpangan Makna: Respons Intelektul Muslim Indonesia Terhadap
Konsep Demokrasi (1996-1993), Tiara Wacana,
Yogyakarta, cet ke-Islam, 1999, hal. 71.
17Miriam Budiardjo, Dasar-dasar
Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta, Cet. Ke-15, 1993, hal. 53.
19Erman Hermawan dan Umarudin Masdar, Op.Cit.,
hal 19.
20Miriam Budiardjo, Op.Cit.,
hal. 54.
21Erman Hermawan dan Umarudin Masadar,
Op.Cit., hal. 20.
23Erman Hermawan dan Umarudin Masadar,
Op.Cit, hal. 22-23.
25Miriam Budiardjo, Op.Cit.,
hal. 55.
26 Miriam Budiardjo, Op.Cit.,
hal. 56.
29M. Mansyur Amin dan Mohammad Najib,
Agama, Demokrasi dan Transformasi Sosial, LKPSM NU DIY, Yogyakarta,
1993, hal. 89.
31Abu Zahra, Politik Demi Tuhan,
Nasionalisme Religius dan Demokrasi, Pustaka Hidayah, Bandung, 1999, hal.
361.
32Singgih Agung dan Henry Raymond, Islam,
Negara dan Demokrasi, gelora Aksara Pratama, Jakarta, 1999, hal. 87-88.
33John. L. Esposito dan John O. Voll, Demokrasi
Negara-negara Muslim, Problem dan Prospek, Mizan, Bandung, 1999, hal. 6.
34 John. L. Esposito dan John O. Voll,
Op. Cit, hal 7.
38Fatima Mernisi, Islam and
Democracy for The Modern World, ter. Amiruddin Arrani, Islam dan Demokrasi:
Analogi Ketahutan, Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKiS), Yogyakarta, Cet.
Ke-1, 1994, hal. 62.
39Al-Qur’an, Surat An-Nisa’ Ayat 58,
Yayasan Penyelenggara Penafsir Al-Qur’an, al-Qur'an dan Terjemahnya,
Depag. RI, 1989, hal. 162.
40Al-Qur’an, Surat Al-Maidah Ayat 8,
Yayasan Penyelenggara Penafsir Al-Qur’an, al-Qur'an dan Terjemahnya,
Depag. RI, 1989, hal. 203.
41Al-Qur’an, Surat An-Nisa’ Ayat 105,
Yayasan Penyelenggara Penafsir Al-Qur’an, al-Qur'an dan Terjemahnya,
Depag. RI, 1989, hal. 177.
42Al-Qur’an, Surat Ali Imron Ayat 109,
Yayasan Penyelenggara Penafsir Al-Qur’an, al-Qur'an dan Terjemahnya,
Depag. RI, 1989, hal. 130.
43 Al-Qur’an, Surat Asy-Syu’ara Ayat
38, Yayasan Penyelenggara Penafsir Al-Qur’an, al-Qur'an dan Terjemahnya,
Depag. RI, 1989, hal. 976.
44Al-Qur’an, Surat An-Nisa’ Ayat 1,
Yayasan Penyelenggara Penafsir Al-Qur’an, al-Qur'an dan Terjemahnya,
Depag. RI, 1989, hal 14.
45Al-Qur’an, Surat Al-Hujurat Ayat 13,
Yayasan Penyelenggara Penafsir Al-Qur’an, al-Qur'an dan Terjemahnya,
Depag. RI, 1989, hal 1041.
46Al-Qur’an, Surat Al-Maidah Ayat 52,
Yayasan Penyelenggara Penafsir Al-Qur’an, al-Qur'an dan Terjemahnya,
Depag. RI, 1989, hal. 200.
47Al-Qur’an, Surat Al-Isra’ Ayat 33,
Yayasan Penyelenggara Penafsir Al-Qur’an, al-Qur'an dan Terjemahnya,
Depag. RI, 1989, hal. 544.
48Al-Qur’an, Surat Al-Bawarah Ayat
188, Yayasan Penyelenggara Penafsir Al-Qur’an, al-Qur'an dan Terjemahnya,
Depag. RI, 1989, hal. 56.
49Al-Qur’an, Surat AlJumu’ah Ayat 10,
Yayasan Penyelenggara Penafsir Al-Qur’an, al-Qur'an dan Terjemahnya,
Depag. RI, 1989, hal. 1134.
50Al-Qur’an, Surat Al-Hujurat Ayat 11,
Yayasan Penyelenggara Penafsir Al-Qur’an, al-Qur'an dan Terjemahnya,
Depag. RI, 1989, hal. 1040.
51Al-Qur’an, Surat An-Nisa’ Ayat 59,
Yayasan Penyelenggara Penafsir Al-Qur’an, al-Qur'an dan Terjemahnya,
Depag. RI, 1989, hal. 162.
52Al-Qur’an, Surat Ali Imron Ayat 104,
Yayasan Penyelenggara Penafsir Al-Qur’an, al-Qur'an dan Terjemahnya,
Depag. RI, 1989, hal. 116.
53Al-Qur’an, Surat Al-Baqarah Ayat
106, Yayasan Penyelenggara Penafsir Al-Qur’an, al-Qur'an dan Terjemahnya,
Depag. RI, 1989, hal. 79.
54Al-Qur’an, Surat An-Nisa’ Ayat 58,
Yayasan Penyelenggara Penafsir Al-Qur’an, al-Qur'an dan Terjemahnya,
Depag. RI, 1989, hal. 162.
55Al-Qur’an, Surat Asyura Ayat 41,
Yayasan Penyelenggara Penafsir Al-Qur’an, al-Qur'an dan Terjemahnya,
Depag. RI, 1989, hal. 976.
56Al-Qur’an, Surat Al-A’raf Ayat 33,
Yayasan Penyelenggara Penafsir Al-Qur’an, al-Qur'an dan Terjemahnya,
Depag. RI, 1989, hal. 294.
57Al-Qur’an, Surat Al-Maidah Ayat 32,
Yayasan Penyelenggara Penafsir Al-Qur’an, al-Qur'an dan Terjemahnya,
Depag. RI, 1989, hal. 210-211.
60 Al-Hadis, Sahih Muslim, Toha
Putera, Juz 2, hal. 145.
61 Al-Hadis, Sahih Muslim, Toha
Putera, Juz 2, hal. 61.
63 Al-Hadis, Sahih Muslim, Toha
Putera, Juz 2, hal. 19.
64 Al-Hadis, Sahih Muslim, Toha
Putera, Juz 2, hal. 159.
65 Al-Hadis, Sahih Muslim, Toha
Putera, Juz 2, hal.. 160.
67Suyuti Pulungan, Prinsip-Prinsip
Pemerintahan dalam Piagam Madinah ditinjau dari pandangan al-Qur’an, Op.Cit, hal
166.
0 Response to "DEMOKRASI"
Post a Comment