Buku, Ilmu, Harta, Dan Kesombongan
Tentu semua orang yakin
bahwa buku adalah penting untuk dijadikan bacaan dan telaahan sehingga
menjadikan yang bersangkutan semakiin bertambah wawasan, pengetahuan dan
akhirnya menjadi pintar. Atas keyakinan itu, banyak orang menyenangi buku.
Pergi kemana-mana, merasakan belum sempurna jika belum berbelanja buku. Oleh
karena rajin membeli buku, maka di rumahnya banyak disimpan berbagai jenis
bacaan.
Akan tetapi sebenarnya,
banyaknya buku di rumah tidak menjamin yang bersangkutan memiliki pengetahuan
luas. Buku baru akan memberi manfaat bagi pemiliknya, jika dibaca dan dipahami
isinya. Namuin pada kenyataannya tidak sedikit orang menyukai berbelanja buku,
tetapi tidak selalu mau menyentuh dan membacanya. Buku yang baru dibeli,
setelah dilihat judul dan daftar isinya, segera disimpan di perpustakaan
pribadinya.
Tidak sedikit orang
menyukai buku, hingga keadaan rumahnya bagaikan perpustakaan. Akan tetapi
buku-buku yang disimpan itu tidak selalu disentuh dan apalagi dibaca. Di dalam
al Qur’an terdapat ungkapan, yaitu bagaikan khemar membawa kitab. Padahal mana
ada hewan membawa buku. Hal itu bisa saja untuk menyindir seseorang yang banyak
memiliki buku tetapi tidak berusaha membaca dan memahaminya. Gambarannya
seperti khemar. Kaya buku tetapi tidak banyak mendapatkan manfaat dari apa yang
dimilikinya itu.
Secara lebih sederhana,
orang yang kaya buku tetapi tidak pernah menyentuhnya, hanya akan seperti
penjaga perpustakaan dan atau pemilik toko buku. Sehari-hari mereka bersama
buku, merawat, melayani siapa saja orang yang sedang membutuhkannya, tetapi
belum tentu paham apa yang ada di sekelilingnya itu. Oleh karena itu, siapa
saja, dan apalagi mahasiswa atau juga dosen yang hanya rajin membeli buku,
tetapi tidak memanfaatkannya, maka akan sama dengan penjaga perpustaan atau
pemilik toko buku dimaksud.
Gambaran tersebut
sebenarnya sama dengan orang yang rajin mencari ilmu. Atas usahanya mencari
ilmu, mereka menjadi pintar, akan tetapi kepintarannya tidak akan memberi
manfaat jika ilmu yang diperolehnya itu tidak dijadikan petunjuk atau pedoman
dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Ilmu adalah penting, tetapi baru akan
memberi manfaat jika telah diimplementasikan. Oleh karena itu, para ulama yang
ada di pesantren selalu memberikan nasehat kepada para santrinya, agar dalam
mencari ilmu hendaknya memilih yang sekiranya membawa manfaat.
Ilmu pengetahuan tanpa
dimanfaatkan tidak akan berguna. Sama dengan buku, sekedar dikumpulkan tanpa
dibaca dan ditelaah, maka hanya akan menambah beban bagi pemiliknya untuk
memelihara dan merawatnya. Bahkan bukan saja buku, harta kekayaan pun jika
hanya dikumpulkan dan disimpan, maka sebenarnya juga tidak akan memberi manfaat
apa-apa terhadap pemiliknya. Banyak orang kaya, memiliki banyak rumah, tabungan
hingga jumlahnya tidak terhitung, tanah, dan lainnya, tetapi tidak
dimanfaatkan. Kekayaan semacam itu hanya akan menjadi beban bagi pemiliknya.
Buku agar menjadikan
pemiliknya semakin pintar, maka harus dibaca dan ditelaah. Demikian pula
kepintaran dan juga harta kekayaan. Jika semua itu tidak dimanfaatkan, maka
hanya akan berfungsi sebatas mengantarkan pemiliknya dikenal sebagai orang yang
kaya buku, kaya ilmu, dan kaya harta. Buku yang dimilikinya tidak mencerdaskan,
ilmunya tidak memberi petunjuk dan menerangi hatinya, dan demikian pula
hartanya juga tidak mengkayakan dan menolong dirinya. Namun masih beruntung,
umpama semua kelebihan itu tidak melahirkan kesombongannya. Wallahu a’lam
SUMBER FB : PROF. IMAM SUPRAYOGO
SUMBER FB : PROF. IMAM SUPRAYOGO
0 Response to "Buku, Ilmu, Harta, Dan Kesombongan"
Post a Comment