NABI IBRAHIM : MEMENUHI PERINTAH TUHAN APAPUN DIKURBANKAN
Contoh menjalankan kurban
adalah luar biasa. Dilakukan oleh Nabi Ibrahim berupa mengorbankan anaknya
dengan cara disembelih. Siapa yang berani dan tega menjalankan itu, kecuali
seorang Nabi. Bagi Nabi Ibrahim, oleh karena kekokohan imannya, seberat apapun
perintah itu dijalaninya.
Pertanyaannya, mengapa
perintah itu sedemikian berat. Ada makna apa di balik contoh itu. Apakah
mungkin saja, menjalankan kurban selalu dirasa sedemikian berat. Maka contohnya
juga sedemikian berat. Tidak akan mungkin bagi orang biasa mampu menjalankan
perintah seberat itu. Jangankan mengorbankan anak, sedangkan mengorbankan
tabungan saja dirasakan tidak ringan.
Sementara ini,
mengorbankan kambing atau juga sapi, sudah banyak orang yang melakukannya.
Namun hanya dilakukan setahun sekali, yakni pada setiap hari raya haji. Umpama
kurban itu harus dilakukan lebih sering lagi, maka belum tentu banyak orang
yang melaksanakannya.
Padahal umpama, orang
kaya mau mengorbankan sebagian hartanya, maka tanpa terlalu merepotkan
pemerintah, persoalan kemiskinan, pengangguran, dan pendidikan bermutu akan
terselesaikan. Semua persoalan itu tidak kunjung selesai dan bahkan sebaliknya,
bertambah besar oleh karena tidak banyak orang yang dengan ringan mau
berkorban.
Mereka yang sudah kaya
justru sibuk menambah kekayaannya, dan bahkan juga memanfaatkan orang miskin
bekerja padanya. Akibatnya, yang kaya bertambah kaya, sementara itu yang miskin
akan tetap miskin. Mereka yang telah berhasil menumpuk hartanya berharap
mendapatkan kebahagiaan dari menumpuk kekayaannya itu. Padahal kenyataannya
tidak selalu memperolehnya.
Kekayaan yang seakan-akan
tidak terbatas jumlahnya itu ketika ditinggal mati sewaktu-waktu juga tidak
akan memberi manfaat apa-apa. Harta yang ditinggal itu justru menjadi tidak
jelas, siapa yang kemudian akan memilikinya. Umpama para ahli warisnya bisa
membagi dengan adil, maka tidak akan melahirkan sesuatu yang tidak diinginkan.
Sebaliknya, jika rasa keadilan tidak diperoleh, maka harta itu justru akan
menjadi bahan rebutan di antara ahli waris dan akan beresiko menjauhkan di
antara mereka yang berebut itu.
Padahal umpama saja
mengikuti contoh yang diberikan oleh Nabi Ibrahim, as., maka harta itu akan
jauh bermanfaat, baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain yang sangat
memerlukannya. Harta itu bisa digunakan untuk mengentaskan kemiskinan, membuka
lapangan kerja, dan juga membangun lembaga pendidikan yang bermutu. Selain itu,
kesenjangan sosial juga akan terkurangi.
Sekarang ini pemabndangan
yang dengan mudah dapat dilihat, beberapa orang terlalu kaya, dan sebaliknya,
sejumlah besar orang hanya menjadi penonton sebagian kecil orang yang memiliki
kekayaan melimpah. Maka yang sebenarnya terjadi di tengah masyarakat adalah
adanya kemiskinan kepedulian antar sesama. Semangat berkorban demi kepentingan
orang lain masih menjadi barang langka. Padahal diajarkan oleh agama, bahwa
antar sesama harus saling berbagi kasih sayang, bertolong menolong, berpeduli,
dan semacamnya.
Sementara itu yang tampak
di tengah masyarakat, adalah nafsu menumpuk harta masih dominan dibanding
kemauan berbagi, semangat mengalahkan lebih kuat dibanding mengajak
bersama-sama, dan mementingkan diri sendiri lebih diutamakan daripada berkorban
untuk menolong orang lain. Juga, suara hati nurani masih terkalahkan oleh
ajakan hawa nafsu dunia setan yang selalu menyesatkan. Contoh berkorban yang
dilakukan oleh Nabi Ibrahim as., baru bisa disebut-sebut dan diceritakan,
tetapi belum ditiru sepenuhnya. Wallahu a’lam
0 Response to "NABI IBRAHIM : MEMENUHI PERINTAH TUHAN APAPUN DIKURBANKAN"
Post a Comment