IBADAH
HAJI MENGINGATKAN RUMAH
Membaca al Qur’an surat
Ali Imran ayat 96, memperoleh pengertian bahwa rumah yang dinyatakan pertaka
kali untuk manusia berada di Bakkah atau Makkah, tempat yang berkah dan menjadi
petunjuk bagi seisi alam, yakni semua manusia. Rumah dimaksudkan itu berada
sejak sebelum manusia ada, dan kemudian baru ditinggikan oleh Nabi Ibrahim dan
putranya, ialah Ismail.
Memang pada awalnya, yang
dimaksudkan rumah, bukan berarti dalam bentuk tempat tinggal sebagaimana yang
dapat dilihat dan ditempati seperti sekarang ini. Tempat itu dipandang mulia
dan pada saat ini ditandai dengan bangunan ka’bah. Rumah dimaksud dikenal
dengan nama Baitullah. Pada tempat itulah digunakan untuk beribadah bagi semua
manusia. Juga disebutkan di dalam al Qur’an bahwa siapa saja yang memasuki
tempat itu akan merasa aman.
Rumah tersebut oleh Nabi
Ibrahim dan putranya, yaitu Ismail dibangun dengan cara ditinggikan. Hanya
saja, oleh karena dimakan usia yang sedemikian lama dan sebab lainnya, banjir
misalnya, bangunan tersebut menurut sejarahnya pernah hancur. Bahkan menurut
suatu kisah, penguasa setempat, pada saat masih di zaman jahiliyah, memiliki
inisiatif untuk membangun kembali dengan cara mengumpulkan sumbangan dari
orang-orang yang berkecukupan di sekitar wilayah itu.
Terkait dengan
pembangunan ka’bah tersebut, ada pelajaran penting bahwa sekalipun masyarakat
di sekitarnya masih disebut jahiliyah, namun berbagai jenis sumbangan untuk
memperbaiki kembali bangunan suci tersebut tidak ada yang berani memberikan
hartanya dari yang tidak jelas asal muasalnya. Semua yang digunakan untuk
pembangunan ka’bah harus halal. Orang jahiliyah sekalipun ternyata tidak berani
memberikan hartanya yang tidak halal untuk kepentingan ka’bah, yakni rumah yang
dinyatakan pertama kali bagi semua manusia.
Memperhatikan sejarah
tersebut, maka sebenarnya manusia selalu memiliki tiga jenis rumah. Yaitu
pertama, adalah rumah pribadi yang sehari-hari ditempati bersama keluarganya.
Kedua, rumah berasama yang biasanya digunakan untuk melakukan kegiatan ritual
atau beribadah bersama-sama, yaitu bagi umat Islam dikenal dengan sebutan
masjid. Dan ketiga, adalah rumah bagi seluruh umat manusia, yaitu bernama
Baitullah atau disebut dengan nama Ka’bah.
Sebagai sebuah rumah pada
umumnya harus ditempati atau setidaknya selalu didatangi. Bangunan rumah yang
tidak pernah didatangi, maka akan menjadi kotor dan cepat rusak. Kita
sehari-hari dapat menyaksikan, bahwa rumah yang tidak ditempati biasanya akan
cepat rusak, dan sangat berbeda jika rumah itu dihuni atau paling tidak selalu
dikunjunginya.
Hal demikian tersebut
kiranya juga dialami oleh jenis rumah lainnya, misalnya tempat ibadah berupa
masjid atau bahkan ka’bah sekalipun. Untungnya, banyak masjid atau tempat
ibadah, sekalipun misalnya tidak maksimal, selalu dimanfaatkan oleh jama’ahnya.
Apalagi Masjidil Haram atau Ka’bah, bahwa bangunan tersebut tidak pernah sepi
dari pengunjung. Pada setiap waktu, ribuan orang dan apalagi pada musim haji,
tempat ibadah dimaksud dikunjungi hingga mencapai jutaan orang jumlahnya.
Setiap orang yang datang
ke Baitullah, mereka mengelilinginya atau kegiatan itu disebut tawwaf. Pada
saat melakukan kegiatan tersebut, mereka merasa haru, gembira, dan tentu ingin
datang kembali. Kaum muslimin dalam menjalankan shalat, wajahnya diarahkan ke
tempat mulia itu. Siapapun kiranya dapat merasakan, bahwa Baitullah memiliki
kekuatan luar biasa, yaitu mampu menumbuhkan perasaan, benar-benar sebagai
tempat yang menjadikan hati dan jiwanya tenang dan aman. Pada rangkaian ibadah
haji, siapapun berada di tempat itu, ialah rumah yang dinyatakan sebagai
pertama kali bagi manusia. Wallahu a’lam
SUMBER FB : PROF. IMAM SUPRAYOGO SATU
0 Response to "IBADAH HAJI MENGINGATKAN RUMAH PERTAMA BAGI MANUSIA"
Post a Comment