ANALISIS PENERAPAN PEMIKIRAN
H. ALI AKBAR TENTANG PENCEGAHAN FREE SEX DALAM HUBUNGANNYA DENGAN BIMBINGAN
KONSELING ISLAMI
A.
Analisis Pemikiran H. Ali Akbar Tentang Free Sex
Manusia dibentuk sebagai makhluk sosial
sejak masih berupa janin (prenatal priod).
Pada periode ini perkembangan manusia sebagai makhluk seksual semata-mata masih
ditentukan oleh faktor biologis, yaitu gen dari ayah dan ibu janin yang
bersangkutan. Kombinasi dari gen inilah yang bakal menentukan jenis kelamin
prosesnya disebut sexual differentiation.[1]
Inilah priode palaing awal dari proses karakterisasi seks yang bakal terus
berlanjut sepanjang hidup manusia seperti dikatakan oleh Master dan Johnson:
From the first day
of infancy and perhaps even before birth we are all sexual being. In the first
year of life, many babies seem to get pleasure from fondling their genitals....[2]
Artinya: Sejak hari pertama dimasa
kanak-kanak, dan mungkin bahkan sebelum kelahiran kita semua adalah makhluk
seksual. Di tahun pertama, banyak bayi terlihat sudah mencoba mendapatkan
kesenagan dari alat kelamin mereka....
Dalam proses seksual differentiation, perbedaan-perbedaan
antara lelaki dan perempuan ditentukan oleh promosom seks, kemudian hormon
seks, anatomi seks dan akhirnya karakteristik seks yang kesemuanya itu
merupakan faktor biologis dari keseluruhan proses perkembangan seksualitas
manusia.
Dalam karakterisasi seks, khususnya
dalam pembahasan tentang aspek eksistensialnya, peran orang tua memang sangat
sentral seperti disinyalir Sigmund Freud dalam teorinya tentang perkembangan
seksualitas dengan mengenalkan istilah Oedipus
Complex.[3]
Lengkapnya Sigmund Freud membagi perkembangan seksualitas manusia menjadi lima
tahap yaitu:
Tahap pertama disebut oral stage yang berlangsung pada tahun
pertama setelah kelahiran. Di tahap ini, mulut menjadi fokus utama dari hasrat
seksual, ini diperlihatkan Sigmund Freud dengan menujukkan perilaku bayi yang
senang memasukkan segala sesuatu ke mulutnya.
Tahap kedua, disebut anal stage
berlangsung dari usia satu sampai tiga tahun. Pada masa ini pusat kesenangan
seksual berpindah ke daerah anus yaitu dimulai ketika seorang anak menyadari
kesempatan pertamanya untuk lepas dari pengawasan orang tuanya di saat ia mulai
belajar buang air sendiri di toilet.
Tahap ketiga, disebut phallic stage,
berlangsung kurang lebih mulai umur 3-5 tahun dimana ketertarikan erotis mulai
berpindah ke alat kelamin. Pada tahap ini seorang anak mulai mengenal
masturbasi yang kemudian mengembangkan fantasi seks.
Tahap keempat, pada usia 6 tahun anak
mulai memasuki masa latencay stage. Pada tahap keempat ini problem psikologis Oedipus Complex dan Electra Complex sudah berlalu karena perhatian anak mulai beralih
pada hal-hal non seksual seperti kegiatan intelektual atau sosial. Tahapan ini
berlangsung sampai pada masa puber atau usia remaja.
Tahap kelima adalah genital stage. Di
sini secara biologis seorang anak sudah mulai dianggap dewasa dan mulai belajar
memusatkan ketertarikan seksualnya pada lawan jenis atau hetroseksual relations.
Dengan kata lain seorang anak mulai punya hasrat untuk bersetubuh.[4]
Demikian secara singkat teori Sigmund
Freud tentang perkembangan seksualita dan dari sini kiranya cukup jelas
bagaimana proses karakterisasi seks berlangsung dilihat dari aspek
eksistensialnya. Dari sini pula menjadi indikasi bahwa perkembangan hidup seks
manusia, jika tidak dikendalikan oleh pendidikan agama dan pendidikan seks,
maka seks akan menjada liar, sehingga sangat membuka terjadinya free sex. Untuk itu Sebagaimana telah
diungkapkan dalam bab III sub C, bahwa
H. Ali Akbar mengambil suatu kesimpulan sebagai upaya mencegah terjadinya free sex adalah dengan cara menanamkan
pendidikan agama dan pendidikan seks.[5]
(1)
Solusi yang
pertama yaitu dengan menanamkan pendidikan agama.Terhadap solusi ini H. Ali
akbar memberikan argumentasi, karena pendidiakn seks apapun macam dan isinya
tidak akan mengurangi kejahatan seksuil tanpa
didasarkan kepada iman. [6] Iman sebagai bagian dari dienul Islam mampu
mewarnai prilaku manusia.[7]
Maka dalam hubungan ini, penulis setuju dengan pendapat H. Ali Akbar, karena
agama dalam kehidupan individu berfungsi sebagai suatu sistem nilai yang memuat
norma-norma tertentu. Secara umum norma-norma tersebut menjadi kerangka acuan
dalam bersikap dan bertingkah laku agar sejalan dengan keyakinan agama yang
dianut. Sebagai sistem nilai, agama
memiliki arti yang khusus dalam
kehidupan individu serta dipertahankan sebagai bentuk ciri khas.[8]
Dilihat dari fungsi dan peran agama
dalam memberi pengaruhnya terhadap individu baik dalam bentuk sistem nilai,
motifasi maupun pedoman hidup, maka pengaruh yang paling penting adalah sebagai
pembentuk kata hati (conscience). Kata
hati menurut (Eric Fromm) adalah panggilan kembali manusia kepada dirinya.[9]
Jika kita kaji, pencegahan free sex
melalui upaya menanamkan pendidikan agama adalah suatu hal yang mutlak. Karena
agama tidak hanya menyangkut aspek duniawi tapi juga meliputi aspek ukhrawi.
Disamping itu, agama mempunyai pengaruh sebagai motifasi dalam mendorong
individu untuk melakukan suatu aktifitas,
karena perbuatan yang dilakukan dengan latar belakang keyakinan agama dinilai
mempunyai unsur kesucian, serta ketaatan. Keterkaitan ini akan memberi pengaruh
pada diri seseorang untuk berbuat sesuatu. Sedangkan agama sebagai nilai etik
karena dalam melakukan sesuatu tindakan seseorang akan terikat kepada ketentuan
antara mana yang boleh dan mana yang tidak boleh menurut ajaran agama yang
dianutnya.[10]
Sebaliknya agama juga sebagai pemberi harapan bagi peklakunya. Seseorang yang
melaksanakan perintah agama umumnya karena adanya suatu harapan terhadap
pengampunan atau kasih sayang dari sesuatu yang gaib (supranatural).
Motivasi mendorong seseorang untuk
berkreasi, berbuat kebajikan maupun berkorban. Sedangkan nilai etik mendorong
seseorang untuk berlaku jujur, menepati janji, menjaga amanat dan sebagainya.
Sedangkan harapan mendorong seseorang untuk bersikap ikhlas menerima cobaan
yang berat ataupun berdoa. Sikap seperti itu akan lebih terasa secara mendalam
jika bersumber dari keyakinan terhadap agama.
Agama selain berfungsi dalam kehidupan individu, juga
masyarakat. Masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama, yang menghasilkan
kebudayaan.[11]
Masalah agama tak akan mungkin dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat,
karena agama itu sendiri diperlukan dalam kehidupan masyarakat. Dalam
prakteknya fungsi sgama dalam masyarakat antara lain: berfungsi edukatif,
penyelamat, sebagai perdamaian, sebagai sosial kontrol, sebagai pemupuk rasa
solidaritas, berfungsi transformatif, kreatif, dan sublimatif.[12]
Dengan demikian pencegahan free sex
melalui penanaman pendidikan agama sebagaimana diamanatkan oleh H. Ali akbar
dapat penulis dukung, mengingat agama sebagai conditio sine qua non dan utama dalam membentuk prilaku seseorang
agar ia mampu menahan diri untuk berbuat free sex.
(2)
Solusi kedua
yaitu pencegahan free sex melalui pendidikan seks. Menurut H. Ali akbar
pendidikan seks harus diberikan dan dipahami oleh setiap muslim dan diajarkan
sejak ia lahir. Sedangkan orang yang pertama bertanggung jawab atas pendidikan
seks adalah orang tua, dan tempat pendidikan seks utama ialah rumah tangga.
Untuk memperkuat pendapatnya, H. Ali Akbar mengemukakan ayat al-Qur’an dan
hadits. Ayat al-Qur’an yang dimaksud yaitu surat at-Tahrim ayat 6:
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
Artinya: Peliharalah dirimu
dan keluargamu dari api neraka.
(at-Tahrim: 6)[13]
Sabda Rasulullah SAW:[14]
Artinya: Dari Abu
Hurairah ra bersabda: ketika rasulullah SAW ditanya orang, apakah yang banyak
memasukkan orang ke dalam surga? Beliau menjawab: taqwa kepada allah, dan
akhlaq yang baik. Selanjutnya ditanya lagi, apakah yang banyak memasukkan orang
ke dalam neraka? Belau menjawab: mulut dan faraj. (HR. Turmudzi)
Berbicara mengenai
pendidikan seks tak lepas dari sikap pro kontra di samping orang yang
menyetujui disosialisasikannya pendidikan seks, ada sebagian anggota masyarakat
yang menolaknya. Dengan dasar itu, meskipun penulis sependapat dan mendukung
solusi yang ditawarkan H. Ali akbar, namun kenyataan membuktikan adanya
anggapan yang cukup hampir mendarah daging bahwa mensosialisasikan pendidikan
seks adalah tabu. Di sini artinya mensosialisasikan pendidikan seks tidak
sesederhana apa yang ada dalam benak masing-masing orang. Bagi mereka yang
menolak, mereka menganggap seks adalah kotor cabul dan porno. Karena itu menurut mereka, seks tidak perlu
diajarkan.[15]
Tumbuhnya persepsi semacam itu, antara
lain disebabkan merembesnya paham-paham ajaran Gereja Masehi pada abad
pertengahan di Eropa ke dalam benak umat Islam.[16]
Di samping itu, juga karena pendapat mereka sedikit banyak mendapa dorongan
secara nyata dengan meluasnya dekadensi moral dan gejala yang tidak sehat dalam
masyarakat, seperti kebejatan moral di kalangan remaja, pemerkosaan, free sex
dan lain sebagainya.
Betapapun banyak orang beranggapan bahwa
masalah seks amatlah tabu untuk dibicarakan, namun kenyataan sehari-hari,
manusia tidak lepas dari kebutuhan seks. Seks adalah kebutuhan asasi yang tidak
dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. “ Kebutuhan seksual pada diri manusia
merupakan kebutuhan dasar”.[17]
Di dalam Islam,
dorongan seks juga tidak dipandang kotor dan maksiat.[18]
Tujuan dari pendidikan seks di dalam Islam ialah untuk mencapai hidup bahagia
di dalam membentuk rumah tangga, yang akan memberikan “sakinah”, ketenangan,
“mawadah”, cinta, “rahmah”, kasih sayang, serta keturunan muslim yang taat
kepada allah dan selalu mendoakan orang tuanya.[19]
Pendidikan seks dalam Islam meliputi
ilmu:
1.
Tentang
anatomi, fisiologi dan psikologi umum tentang alat-alat tubuh yang berhubungan
dengan seks sebagai perbedaan antara laki-laki dan perempuan sejak dari bayi
sampai dewasa, ihtilam buat laki-laki dan haidh buat perempuan, aktivitas
koitus, hamil dan melahirkan.
2.
Tuntunan
Islam dalam hubungan antara laki-laki dan perempuan, sebagai pribadi dan
sebagai suami istri.
3.
kebersihan
seks, seperti istinja’, mandi wajib dan khitan.
Dengan bertitik tolak dari uraian di
atas, penulis menganggap efektif bila pemikiran H. Ali akbar diaplikasikan oleh
semua pihak yang berkompeten mensosialisasikan pendidikan seks dan pendidiakn
agama guna mencegah terjadinya free sex.
B.
Analisis Penerapan Pemikiran H. Ali Akbar Dalam Mencegah
Terjadinya Free Sex Dihubungkan Dengan
Bimbingan Konseling Islami
konseling menurut John D. Krumboltz dan
Carl E. Thoresen mengemukakan:
Counseling is a process of helping people with their
troubles. Although counseling is known by many names, like “therapy” or
“helping”, it is an attempt to encourage change. A troubled person comes to a
couselor because he or she is unable to figure out a solution alone. Sometimes
the person cannot define exactly what is wrong. He or she knows that something
is wrong – that things are not going well. The counselor is often considered to
be an expert at helping people to clarify problems and to find solutions to
their troubles. The counselor is presumed to be an expert because he has
mastered some generally accurate theories, laws, or conceptual models, which he
can then apply to the specific problems presented by the client.[20]
Sejalan dengan itu, Williamsom
mengartikan konseling sebagai suatu bentuk khas dari pada hubungan antara klien
yang relatif dalam waktu singkat dengan mentor (konselor) yang memiliki
pengalaman-pengalaman yang cukup memadai bagi pemecahan problema yang berhubungan
dengan perkembangan seseorang dan tentang cara-cara untuk memperlancar
perkembangan tersebut di satu pihak dan klien (yang sedang belajar) dipihak
lain yang sedang menghadapai kesulitan yang jelas maupun yang tak jelas dalam
upaya mencapai pengendalian dan pengarahan dirinya ke arah perkembangan yang di
inginkan.[21]
- Pendekatan rasional
Dalam sistem Pendekatan rasional ini,
berkembang pula pendekatan rasional lainnya yang menitikberatkan pada
kepribadian client yang dipelopori oleh
Frederick Charles Thorne, dengan menerapkan metode logis dan ilmiah.
Pendekatan ini disebut counseling kepribadian
(personality counseling). Client
harus dipandang sebagai orang yang memiliki kepribadian yang bulat. Kepribadian
client adalah sosok kepribadian yang bersifat total dan bulat yang harus dapat
melakukan proses interaksi dengan lingkungannya, dengan cara-cara unik (khas) yang bercorak individual.
Pendekatan psikoterapi yang rasional
dan emosional bersamaan (Rational-Emotive
Psycoterapy). Pendekatan ini dipelopori
oleh Albert Ellis (1913) yang memeperoleh promosi Doktor dari Universitas
Columbia, New York, Amerika Serikat th 1947. Psikoterapi yang dikembangkan oleh Albert Ellis bercorak Neo
Freudian dan Psikoanalaitis. Client yang ditangani adalah orang-orang yang
menderita penyakit saraf yang dikenal dengan penyakit Neuropatik.
Akhirnya ia beralih kepada pendekatan
berdasarkan teori belajar (learning
theory) yang ia kembangkan pada th 1954. learning theory ini memberikan
inspirasi yang hasilnya lebih efektif. Metoda dari teori ini antara lain berupa
pemberian reinforcement (dorongan, peneguhan) dan mengarahkan client (pasien)
kepada kegiatan yang tetap dan tekun.
- Pendekatan Atas Dasar Teori Belajar
Dalam Counseling
Kebanyakan pendekatan counseling dan
psikoterapi yang banyak dilaksanakan dalam klinik atau lembaga-lembaga
penyembuhan jiwa, kurang memperhatikan “teori belajar”, sehingga pendekatan
mereka tidak dievaluasi dari sudut teori belajar.
- Pendekatan Psikoanalitis Dalam
Counseling
Pendekatan ini terdiri dari beberapa teori:
a.
Counseling
berdasarkan psikologi (psichological
counseling) yang dipelori oleh Edward S. Bordin (1913-...) yang menerima
gelar Ph.D dari Ohio State University th 1942. ia pernah bekerja pada biro
counseling di Universitas Minesota sebagai direktur biro tersebut pada tahun
1946-1948. dan menjadi profesor bidang psikoogi pada Washington State College,
A.S pada tahun 1946-1948. jug aahli counseling dengan diploma dari counseling
American Board of Examiners in Professional Psychology. Bukunya antara lain “Psychological Counseling” yang membeberkan pandangannya tentang
tugas-tugas psycheatrik, pendidikan dan sosial dalam proses counseling yang
harus didasari dengan psikologi.
b.
Teori yang
berdasarkan atas Therapy Psikoanalitis (penyembuhan berdasarkan psikologi
analitis) yang dipelopori oleh Franz
Alexander (1891-1963). Ia lahir di Budapest, Hungaria dan memperoleh gelar M.D.
(Doktor of Medicine) dari Universitas Budapest (1913).
Bukunya yang ditukis antara lain ‘Mental Hygine and Criminologiy” (1930), The Medical Value Of Psychoanalysis” (1936);
The Medical Analytic Therapy (1946) dan lain-lain.
- Pendekatan Atas Dasar Teori Persepsi
Fenomenologis Dalam Counseling
Teori yang berdasarkan pendekatan perceptual-fenomenologis
ini berdasarkan pada kepribadian client yang berpusat pada persepsi (pandangan)
individual. Persepsi individual client
perlu dipahami dan dirasakan situasi psikologisnya oleh counselor sehinga
pendekatannya dititik beratkan pada suasana hidup individu client, bukan pada counselor.
- Pendekatan Psikoterapi Exsistensial
Sistem pendekatan tersebut adalah berorientasi kepada
prisip pandangan existentialisme, yaitu pandangan yang menganggap bahwa manusia
bukan hanya makhluk rasional dan intelektual atau irrasionalsemata-mata, akan tetapimanusia
adalah makhluk yang sevara psikologis selalu berada dalam situasi berkembang,
berubah-ubah dan menjadikan dirinya sendiri
(self bicoming) dalam waktu
yang tepat.
Dalam hubungannya dengan Islam, maka
konseling islami adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar
menyadari kembali akan eksistensinya sebagai makhluk Allah yang seharusnya
hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah sehingga dapat mencapai
kebahagiaan di dunia dan di akhirat.[22]
Adapun yang menjadi metode bimbingan dan
konseling Islam dapat disebutkan secara garis besarnya sebagai berikut:
1.
Metode
langsung
Metode langsung (metode komunikasi
langsung) adalah metode di mana pembimbing melakukan komunikasi langsung
(bertatap muka) dengan orang yang dibimbingnya. Metode ini dapat dirinci lagi
menjadi:
a.
Metode
individual
Pembimbing dalam hal ini melakukan
komunikasi langsung secara individual dengan pihak yang dibimbingnya. Hal ini
dapat dilakukan dengan mempergunakan teknik:
1.
Percakapan
pribadi, yakni pembimbing melakukan dialog langsung tatap muka dengan pihak
yang dibimbing;
2.
Kunjungan ke
rumah (home visit), yakni pembibing mengadakan dialog dengan kliennya tetapi
dilaksanakan di rumah klien sekaligus untuk mengamati keadaan rumah klien dan
lingkungannya;
3.
Kunjungan dan
observasi kerja, yakni pembimbing /
konseling jabatan melakukan percakapan individual sekaligus megamati kerja
klien dan lingkungannya.
b.
Metode
kelompok
Pembimbing melakukan komunikasi langsung
dengan klien dalam kelompok. Hal ini dapat dilakukan dengan teknik-teknik:
1.
Diskusi
kelompok, yakni pembimbing melaksanakan bimbingan dengan cara mengadakan
diskusi dengan / bersama kelompok klien yang mempunyai masalah yang sama.
2.
Karya wisata,
yakni bimbingan kelompok yang dilakukan secara langsung dengan mempergunakan ajang
karya wisata sebagai forumnya.
3.
Sosiodrama,
yakni bimbingan / konseling yang dilakukan dengan cara bermain peran untuk
memecahkan / mencegah timbulnya masalah (psikologis).
4.
Psikodrama, yakni bimbingan / konseling yang
dilakukan dengan cara bermain peran untuk memecahkan / mencegah timbulnya
masalah (psikologis).
5.
Group
teaching, yakni pemberian bimbingan / konseling dengan memberikan materi
bimbingan / konseling tertentu (ceramah) kepada kelompok yang telah disiapkan.
Di dalam bimbingan pendidikan, metode kelompok ini
dilakukan pula secara klasikal, karena sekolah umumnya mempunyai kelas-kelas
belajar.
2.
Metode tidak
langsung
Metode tidak langsung (metode komunikasi
tidak langsung) adalan metode bimbingan / konseling yang dilakukan melalui
media komunikasi massa. Hal ini dapat dilakukan secara individual maupun
kelompok, bahkan massal.
a.
Metode
individual
1.
Melalui surat
menyurat.
2.
Melalui
telepon dan sebagainya.
b.
Metode
kelompok / massal
1.
Melalui papan
bimbingan.
2.
Melalui surat
kabar / majalah.
3.
Melalui brosur.
4.
Melalui radio
(media audio).
5.
Melalui
televisi.
Metode dan teknik mana yang dipergunakan
dalam melaksanakan bimbingan atau konseling, tergantung pada :
1.
Masalah /
problem yang sedang dihadapi / digarap.
2.
Tujuan
penggarapan masalah.
3.
Keadaan yang
dibimbing / klien.
4.
Kemampuan
pembibing / konselor mempergunakan metode / teknik.
5.
Sarana dan
prasarana yang tersedia.
6.
Kondisi dan
situasi lingkungan sekitar.
7.
Organisasi
dan administrasi layanan bimbingan dan konseling.
8.
Biaya yang
tersedia.[23]
Dengan melihat uraian di atas,
metode-metode yang telah diuraikan itu bukanlah satu-satunya metode yang
digunakan oleh para ahli, mengingat masih ada penjabaran lain dengan variasi
yang lain pula meskipun subtansinya
sama.[24]
Jika kita kaji pendapat H. Ali Akbar
tentang upaya mencegah free sex yaitu melalui pendidikan agama dan pendidikan
seks, maka pendapatnya sesuai dengan bimbingan konseling Islam. Kesesuaian
tersebut dapat dirinci di bawah ini:
1.
Pemikiran
H.Ali Akbar sesuai dengan latar belakang perlunya bimbingan konseling Islam.
Manusia sesuai dengan hakikatnya,
diciptakan dalam keadaan yang terbaik, termulia, tersempurna, dibandingkan
makhluk lainnya, tetapi sekaligus memiliki hawa nafsu dan perangai atau sifat
tabiat buruk, misalnya suka menuruti hawa nafsu, lemah, aniaya, terburu nafsu,
membantah dan lain-lain, karena manusia dapat terjerumus ke dalam lembah
kenistaan, kesengsaraan dan kehinaan. Dengan kata lain, manusia bisa bahagia
hidupnya di dunia maupun akhirat bisa pula sengsara atau tersiksa.
Mengingat berbagai sifat seperti itu,
maka diperluka adanya upaya untuk menjaga agar
manusia tetap menuju ke arah bahagia, menuju ke citranya yang terbaik,
ke arah “ahsanitaqwim”, dan tidak trjerumus ke keadaan yang hina atau ke “asfal
safilin” seperti dilukiskan allah SWT dalam surat at-thin dan surat al-Asr yang
dapatlah dikatakan sebagai latar belakang utama mengapa bimbingan dan konseling
Islam itu diperlukan.
لَقَدْ
خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ(4)ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ
سَافِلِينَ(5)إِلَّا الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ
أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ(6)
Artinya: Sesungguhnya Kami
telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami
kembaliakn dia ke tempat
serendah-rendahnya (neraka), kecuali orang-orang beriman dan mengerjakan
amal shalih, maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya. (QS. At-Thin:
4-6)[25]
وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ
لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (3)
Artinya: Demi
masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan nasihat menasihati
supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.
(QS. Al-Ashr:1-3)[26]
Jika dirinci lebih lanjut, yang menjadi
latar belakang perlunya bimbingan dan konseling Islami itu dapat dijelaskan
seperti yang tertera dalam uraian berikut yang urutannya disesuaikan dengan
uraian mengenai hakikat manusia, yaitu pertama,
manusia sebagai makhluk yang memiliki unsur jasmaniyah (biologis) dan
psikologis atau mental (rohaniah). Kedua,
manusia sebagai makhluk individu, sosial, berbudaya, dan sebagai makhluk
Ttuhan (religius).[27]
2.
Pemikiran
H.Ali Akbar sesuai dengan asas-asas bimbingan
dan konseling Islam yaitu :
(a)
Asas
kebahagiaan dunia dan akherat.
Bimbingan dan konseling islami tujuan akhirnya adalah
membantu klien, atau konseli, yakni orang yang dibimbing, mencapai kebahagian
hidup yang senantiasa didambakan oleh setiap muslim. Yaitu firman allah SWT:
وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا
ءَاتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ
النَّارِ(201)
Artinya: Dan di
antara mereka ada orang yang berdoa: ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di
dunia dan kebaikan di akherat dan peliharalah kami dari siksa neraka. (QS.
Al-Baqarah: 201)[28]
(b)
Asas fitrah.
Bimbingan dan konseling islami merupakan bantuan kepada
klien atau konseli untuk mengenal, memahami dan menghayati fitrahnya, sehingga
segala gerak tingkah laku dan tindakannya sejalan dengan fitrah tersebut.
Sesuai dengan hadits di bawah ini:[29]
Artinya : Setiap
manusia dilahirkan ibunya dalam keadaan fitrah. Maka kemudian ayah ibunya yang menjadikannya
Yahudi, Nasrani dan majusi. Dan jika ayah ibunya seorang muslim maka jadilah
(si anak) seorang muslim. (HR. Muslim)
(c)
Asas pembinaan akhlaqul karimah.
Manusia, menurut pandangan Islam,
memiliki sifat-sifat yang baik (uliya dan sebagainya), sekaligus mempunyai
sifat-sifat, lemah seperti telah dijelaskan mengenai citra manusia. Sifat-sifat
yang baik merupakan sifat yang dikembangkan oleh bimbingan dan konseling islami. Bimbingan dan konseling islami membantu klien atau yang
dibimbing, memelihara, mengembangkan, menyepurnakan sifat baik tersebut. Sejalan dan tugas fungsi Rasulullah
SAW diutus oleh Allah SWT seperti disebutkan salah satu haditsnya, dan juga
sepeti di firmankan oleh Allah SWT sebagai berikut:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ
اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ
وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا (21)
Artinya :
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah SAW itu suri tauladan yang baik
bagimu (yaitu bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia
banyak menyebut Allah. (QS al-Ahzab: 21)[30]
(d)
Asas kesatuan jasmaniah dan rohaniah.
Manusia dalam hidupnya di dunia
merupakan satu kesatuan jasmaniah – rohaniah.
Bimbingan dan konseling islami
memperlakukan kliennyua sebagai makhluk jasmaniah – rohaniah tersebut, tidak memandang sebaghai makhluk
biologis semata, atau makhluk rohaniah semata. Bimbingan dan konseling islami membantu individu untuk
hidup dalam keseimbangan jasmaniah dan rohaniah tersebut. Allah telah
memberikan contoh dengan kasus seperti yang digambarkan al-Qur’an sebagai
berikut:
أُحِلَّ
لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ
وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ
أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ فَالْآنَ بَاشِرُوهُنَّ
وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ
لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ
أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ
عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَقْرَبُوهَا كَذَلِكَ
يُبَيِّنُ اللَّهُ ءَايَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ(187)
Artinya :
Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istri
kamu; mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamupun pakaian bagi mereka. Allah mengetahui
bahwasannya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan
memberikan maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang
telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang
putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai
malam, tetapi janganlah kamu campuri mereka itu sedang kamu beri’tikaf dalam
masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah
Allah menerangkan ayat-ayatnya kepada manusia, supaya mereka bertaqwa. (QS.
Al-Baqarah : 187)[31]
(e)
Asas keseimbangan rohaniah.
Rohani manusia memiliki unsur daya
kemampuan fikir, merasakan atau menghayati dan kehendak atau hawa nafsu serta
juga akal. Kemampuan ini merupakan sisi lain kemampuan fundamental potensial
untuk: (1) mengetahui; (2) memperhatikan atau menganalisis; dan (3) menghayati.
Bimbingan dan koseling islami menyadari
keadaan kodratai manusia tersebut, dan dengan berpijak pada firman-firman Tuhan
serta hadits nabi, membantu klien atau yang dibimbing memperoleh keseimbangan
diri dalam segi mental rohaniah tersebut. Firman Allah SWT:
وَلَقَدْ
ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا
يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ ءَاذَانٌ لَا
يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ
الْغَافِلُونَ(179)
Artinya : Dan
sesungguhnya kami jadikan untuk isi neraka jahanam kebanyakan dari jin dan
manusia, mereka mempunyai hati tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami
(ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata tetapi tidak dipergunakannya untuk
melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi)
tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah), mereka itu sebagai binatang ternak,
bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (QS.
Al-A’raf : 179)[32]
Orang yang dibimbing diajak untuk
mengetahui apa-apa yang perlu diketahuinya, kemudian memikirkan apa-apa yang
perlu dipikirkannya, sehingga memperoleh keyakinan, tidak menerima begitu saja,
tetapi juga tidak menolak begitu saja. Kemudian diajak memahami apa yang perlu
dipahami dan dihayatinya berdasarlkan pemikiran dan analisis yang jernih
diperoleh keyakinan tersebut.
Orang yang dibimbing diajak untuk
menginternalisasikan norma dengan mempergunakan semua kemampuan rohaniah
potensialnya tersebut, bukan cuma mengikuti hawa nafsu (perasaan dangkal,
kehendak) semata.
Berpijak pada uraian di atas kesimpulan
yang dapat diambil, bahwa dalam menanamkan pendidikan agama dan pendidikan
seks, selain menggunakan konsep-konsep dan asas-asas yang tertuang dalam
bimbingan dan konseling keagamaan islami juga harus melalui sarana dakwah.
Dakwah yang dimaksud di sini tentunya dengan catatan disampaikan secara arif dan bijaksana.
Sebagai diketahui, dakwah menurut arti
istilah mengandung arti yang beraneka ragam. Banyak ahli ilmu dakwah dalam
memberikan pengertian atau definisi terhadap istilah dalam perspektif yang
beragam. Hal ini tergantung pada sudut pandang mereka di dalam memberikan
pengertian kepada istilah tersebut. Sehingga antara definisi menurut ahli yang
satu dengan lainnya senantiasa terdapat perbedaan dan kesamaan.[33]
Menurut Hamzah Yaqub, dakwah dalam Islam
ialah mengajak umat manusia dengan hikmah kebijaksanaan untuk mengikuti
petunjuk Allah dan Rasulnya.[34]
Dalam al-Qur’an surat an-Nahl ayat 125
disebutkan bahwa dakwah adalah mengajak umat manusia ke jalan Allah dengan cara
yang bijaksana, nasehat yang baik serta berdebat dengan cara yang baik pula.
ادْعُ
إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ
بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ج ...
Artinya : Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu
dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.)An-Nahl:
125) [35]
Bertolak dari uraian di atas, bahwa
upaya mencegah free sex adalah dengan menanamkan “pendidikan agama dan pendidikan seks” pada diri sendiri, anak dan istri melalui
sarana bimbingan dan konseling keagamaan islami serta melalui dakwah bil hal
dan bil lisan.
[1] William H. Master, Virginia E. Johnson, Robert C. Kolodny, Human
Sexuality, Toronto, Little Brown & Co. 1982, hlm. 152. lihat
juga FX Rudi Gunawan, Filsafat
Seks, Bentang Intervisi Utama, PT Perum, Sonosewu Baru Yogyakarta,
1993, hlm. 27.
[3] Oedipus dan Electra adalah
nama-nama yang diambil dari cerita legenda Yunani. Oedipus adalah seseorang
yang membunuh ayahnya dan kemudian mengawini ibunya tanpa mengetahui bahwa
mereka adalah orang tuanya. Electra adalah seorang putri yang membantu membunuh
ibunya sendiri.
[4] Laihat Sigmund Preod, a General Intrucdution to Psycoanalisis
Garden City Publish hing, New york, 1943, hlm. 80.
[5] H. Ali Akbar, Merawat Cinta Kasih, Cet. 5, Pustaka
Antara, Jakarta, 1978, hlm. 99. lihat juga H. Ali Akbar, Seksualitas di
Tinjau Dari Hukum Islam, Pustaka
Antara, Jakarta, 1990, hlm. 40. Bandingkan pula. Akhmad Azhar Abu Miqdad, Pendidikan
Seks Bagi Remaja Menurut Hukum Islam, Cet. 2, Mitra Pustaka, Jakarta,
2000, hlm. 43-47.
[7] Endang Saifudin, Kuliah al-Islam, Pendidikan Agama Islam di
Perguruan Tinggi, Cet. 3, CV. Rajawali, Jakarta, 1982, hlm. 86.
[9] Eric Fromm, To Have Or To Be?, Harper And Row,
New York, Hagerstown Sanfranssisco, London, 1976, hlm. 110. lihat juga.
Jalaluddin, Op. Cit, hlm. 228.
[12] H. Ramayulis, Pengantar
Psikologi Agama, Cet. 6, Kalam Mulia, Jakarta Pusat, 2002, hlm. 161-163
[13] DEPAG RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, Surya Cipta Aksara,
Surabaya, 1993, hlm. 951.
[14] Al-Imam Abu Isa Muhammada Ibn ‘Isa Ibn Saurah Ibn Musa Ibn ad-Dahak
as-Salami at-Turmudzi, al-Jami’u al-Mukhtasar Min al-Sunani ‘An
Rasulullahi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam, Masriyah, Kairo, 1931, hlm.
433.
[15] Akhmad Ajhar Abu Miqdad, Pendidikan
Seks Bagi Remaja, Cet.2, Mitra Pustaka Yogyakarta, hlm. 1. Cf. Mahfudli
Sahli, Moral Agama Dalam Kehidupan Seksuil Suami Istri, Mujahidin
Semarang, tt, hlm. 7.
[16] Ayib Syafruddin, Islam
Dan Pendidikan Seks Anak, CV. Pustaka Mantiq, Solo, 1991, hlm. 25.
lihat juga Akhmad Ajhar Abu Miqdad, Loc. Cit.
[18] Abdullah Nashih Ulwan dan
Hassan Hathout, Pendidikan Seks,
Khalilullah Ahmas Masjkur Hakim, PT. Rosda Karya, Bandung, 1992, hlm. 129.
[21] HM. Arifin, Teori-Teori Konseling Agama dan Umum,
PT. Golden Terayon Press, Jakarta, 2003, hlm. 96.
[22] Thohari Musnamar, Op.Cit, hlm. 5.
[23] Thohari Musnamar, Op.Cit, hlm. 49 -51.
[24] Lihat HM. Ariffin, Op,Cit, hlm. 43 - 50.
[25] DEPAG RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, Surya Cipta Aksara,
Surabaya, 1993, hlm. 1076.
[27] H. Thohari Musnamar, et al, Dasar-Dasar Konseptual Bimbingan dan
Konseling Islami, UII Press, Yogyakarta, 1992, hlm.12-13
[29] al-Imam Abul Husain Muslim Ibn al-Hajjaj al-qusyairi an-Naisaburi, Sahih
Muslim, Dar al-Fiqr, Beirut, 1408H/1988M, hlm. 421.
[33] Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam,
Al-Ikhlas, Surabaya, 1983, hlm. 19. Cf. Shalahuddin Sanusi, Pembahasan
Sekitar Prinsip-Prinsip Dakwah Islam, CV Ramadhani, Semarang, 1964,
hlm. 9-18. lihat juga Abdul Kadir Munsyi, Metode Diskusi Dalam Dakwah,
al Ikhlas Surabaya, 1981, hlm. 11-20/
[34] Hamzah Yaqub, Publisistik Islam, CV. Diponegoro,
Bandung, 1973, hlm. 67.
[35] DEPAG RI, al Qur’an dan Terjemahnya, Surya Cipta Aksara,
Surabaya, 1993, hlm. 421.
0 Response to "ANALISIS PENERAPAN PEMIKIRAN H. ALI AKBAR TENTANG PENCEGAHAN FREE SEX DALAM HUBUNGANNYA DENGAN BIMBINGAN KONSELING ISLAMI"
Post a Comment