Warta Madrasah - sahabat warta madrasah pada kesempatan ini kita akan membahas tentang Pandangan dan Keyakinan
Nahdlatul Ulama tentang Islam. Dari segi bahasa, kata Islam
memang sebentuk (musytaq) dengan Salam. Oleh karena itu pemahaman kulit Islam yang
paling luar adalah bahwa Islam identik dengan Salam (kedamian).
Islam merupakan kata kunci
yang menjadi penutup bagi sejarah agama-agama samawi, Islam merupakan bahasa
abadi Tuhan untuk seluruh manusia. Sebuah prestasi agung telah diperankan
dengan baik oleh seorang Rasul ”ummi” yang berhasil menancapkan bendera Islam sebagai
agama terbesar di dunia. Sebagai agama terakhir yang membawa misi abadi, baik dan
buruk dalam Islam bukanlah kata-kata subjektif dan relatif, tetapi merupakan
kebenaran mutlak dan cara berfikir, oleh karena itu Islam mampu menembus ke dalam
segala macam bentuk masyarakat dan budaya yang ada di seluruh permukaan bumi
tanpa harus merusaknya.
Ciri sikap Ahlussunah wal Jama’ah
adalah jalan damai, atau dalam bahasa Arab di sebut as-Salam. Setiap shalat kita
selalu memohonkan salam kepada Nabi dan hamba
Allah yang shaleh, yaitu pada saat membaca tahiyyat, setelah itu barulah
kita berbai’at dengan
membaca syahadatain. Hal ini
menunjukkan bahwa Islam harus kita sebarkan dengan jalan damai, walaupun Islam
juga harus kita pertahankan dengan jiwa dan raga. Sikap Ahlussunah wal Jama’ah adalah tidak memisah-misahkan
antara Iman, Islam, dan Ihsan, artinya bahwa antara keyakinan, pelaksanaan, dan peningkatan kualitas
menjadi satu kesatuan dan
tidak berdiri sendiri.
Sebagai seorang
Muslim Sunni, khususnya sebagai warga Nahdlatul Ulama, hendaknya kita
mempunyai keyakinan yang teguh terhadap kebenaran ajaran Nahdlatul Ulama. Keyakinan
disini bukan karena mengharapkan kemungkinan adanya
keuntungan dari Nahdlatul Ulama tetapi berupa keyakinan
yang tulus dan ikhlas. Artinya
keyakinan atas keyakinan itu
sendiri (yaqin li dzatihi bukan yaqin li ghoirihi). Hal ini sangat penting
kita pegangi mengingat
bahwa Nahdlatul Ulama dapat
memberikan berbagai harapan duniawi maupun ukhrawi. Keadaan seperti ini harus
kita syukuri dan jangan sampai bergeser kecintaan kita terhadap Nahdlatul Ulama
yang tulus murni sebagai kelanjutan dari keyakinan kita yang li dzatihi kepada keyakinan lain.
Keyakinan li dzatihi ini harus
dimiliki oleh setiap warga Nahdlatul Ulama, baik yang selama ini jelas ke NU-annya, maupun
yang baru belakangan ini berani menyatakan ke NU-annya
secara terang-terangan.
Bagaimanapun
adanya sikap bimbang, canggung, dan ragu-ragu terhadap satu kelompok akan
menyulitkan langkah diri sendiri lebih lanjut.
Oleh karena itu warga Nahdlatul Ulama yang berada
di berbagai kelompok manapun
hendaknya tetap memiliki kemantapan sikap. Kemantapan dan keyakinan ini tidak
boleh kelewat batas (tatharruf)
sehingga menganggap kelompok lain itu jelek. Dengan demikian antara warga
Nahdlatul Ulama yang satu dengan yang lainnya yang berbeda kelompok tidak perlu
terjadi konflik yang justru merugikan semua
pihak.
DASAR-DASAR PAHAM KEAGAMAAN NAHDLATUL
ULAMA
Dalam khittah Nahdlatul
Ulama hasil Muktamar NU ke-27 di Situbondo dalam bab Dasar-Dasar Paham
Keagamaan Nahdlatul Ulama disebutkan tiga hal berikut.
- Nahdlatul Ulama mendasarkan paham keagamaan pada sumber ajaran Islam: Alqur’an, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas.
- Dalam memahami, menafsirkan Islam dari sumber-sumbernya di atas, Nahdlatul Ulama mengikuti paham Ahlussunnah wal Jama’ah dan menggunakan jalan pendekatan madzhab:
- Di bidang aqidah, Nahdlatul Ulama mengikuti ahlussunnah wal Jama’ah yang dipelopori oleh Imam Abul Hasan al- Asy’ari dan Imam Manshur Al-Maturidi.
- Di bidang fiqh, Nahdlatul Ulama mengikuti jalan pendekatan (madzhab) salah satu dari madzhab Abu Hanifah, Imam Malik bin Anas, Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal.
- Di bidang tasawuf, mengikuti Imam al-Junaid al-Baghdadi dan Imam al-Ghazali serta imam-imam yang lain.
Nahdlatul Ulama mengikuti
pendirian (berpendirian) bahwa Islam adalah agama yang fitri, yang bersifat menyempurnakan
segala kebaikan yang sudah dimiliki manusia. Paham keagamaan yang dianut oleh
Nahdlatul Ulama bersifat menyempurnakan nilai-nilai baik yang sudah ada dan
menjadi milik serta ciri-ciri suatu kelompok manusia, seperti suku maupun bangsa.
Paham Nahdlatul Ulama adalah melestarikan semua nilai-nilai unggul kelompok dan
tidak bertujuan menghapus nilai-nilai tersebut.5 Paham keagamaan dalam NU terdapat
dua aspek dalam madzhab.
Pertama, metode yang dipakai
oleh para mujtahid dalam merumuskan hukum Islam (istinbath). Kedua, hasil dari penerapan
metode istinbath tersebut.
Nahdlatul Ulama memformulasikan keduanya sebagai
metode pemecahan hukum yang
berlaku di kalangan nahdliyin. Dari sinilah ada yang disebut dengan madzhab qauli
dan madzhab manhaji.
Madzhab Qauli
Menurut madzhab ini, pendapat
keagamaan ulama yang teridentitas sebagai ulama Aswaja dikutip secara utuh qaulnya
dari kitab mu’tabar dalam madzhab, sepert mengutip dari kitab Al-Iqtishad fi al-I’tiqad karangan
al-Ghazali, atau al-Umm karya asy-Syafi’i. Agar terjaga keutuhan paham madzab sunni
harus terhindarkan pengutipan pendapat dari kitab yang bermadzhab lain.
Madzhab Manhaji
Ketika merespon suatu
masalah kasuistik dipandang perlu
menyertakan dalil nash syar’i
berupa kutipan ayat al-Qur’an, nukilan matan sunnah atau hadis, untuk
mewujudkan citra muhafadzah, maka kerjanya sebagai berikut:
Nash al-Qur’an yang dikutip
dari mushaf usmani. Tafsiran pun harus berasal dari kitab-kitab tafsir yang mu’tabar.
Penukilan hadis harus
berasal dari kitab-kitab standar.
Pengutipan ijma’ perlu
memisahkan kategori ijma’ shahabi yang diakui tertinggi mutu kehujjahannya dari
ijma’ mujtahidin. Sumber pengutipan sebaiknya mengacu pada kitab karya mujtahid
muharrir madzhab, seperti Imam Nawawi dan lain- lain.
0 Response to "Pandangan dan Keyakinan Nahdlatul Ulama tentang Islam"
Post a Comment