KIAI DAN KENAKALAN REMAJA
Kiai dapat dikatakan sebagai top leader dengan memiliki wewenang yang meliputi hampir semua aspek kehidupan masyarakat. Dengan posisi seperti itu, pola hubungan antara kiai dan masyarakat bersifat paternalistik, dapat diibaratkan separti hubungan antara bapak dengan anaknya. Kiai sebagai bapak memiliki kekuasaan dan wewenang yang cukup besar, sedangkan masyarakat sebagai anak tidak memiliki kemampuan yang memadai di mata kiai. Tidak hanya dalam bidang agama,ekonomi, pertanian. Hal ini diakui oleh Dhofier, bahwa kebanyakan kiai memiliki sawah yang cukup, tetapi tidak perlu tenggelam dalam pekerjaan sawah. Mereka bukan petani, melainkan pemimpin dan pengajar, yang mempunyai kedudukan yang tinggi dalam masyarakat. Mereka merupakan pembuat keputusan yang efektif dalam sistem kehidupan sosial orang jawa, tidak hanya kehidupan beragama.[1]
Peran
seorang kiai yaitu saling berinteraksi dengan individu lain, ia berada dalam
suatu lingkungan sosial dengan seperangkat aturan, hukum, norma, dan nilai yang
mengikat. Ia tidak lagi menikmati kebebasan individual, tetapi terikat dengan
berbagai kewajiban moral terhadap individu yang lain. Ia harus mengikuti adat
istiadat, sopan santun, dan tata cara penghormatan yang lazim dilakukan
sebagaiseorang anggota masyarakat. Berbagai tindakan individu dalam melakukan
hubungan dengan anggota masyarakat lain yang dipedomi oleh norma dan adat
istiadat seseorang sehingga ia melakukan hubungan -hubungan terpola dengan
masyarakat yang lain.[2]
Dalam
kehidupan bermasyarakat, seorang kiai dapat mengengbangkan kreatifitasnya
dengan kelebihan akal yang dimilikinya. Hal itu dilakukan dalam rangka
mempertahankan eksistensinya sebagai mahluk hidup yang paling sempurna.
Meskipun menggunakan kelebihan akalnya, seorang kiai tidak dapat menghasilkan
kebudayaan jika dirinya tidak hidup di dalam masyarakat. Adanya masyarakat
adalah sebagai media untuk melahirkan kebudayaan bila terdapat masyarakat yang
saling berinteraksi. Masyarakat dengan kebudayaan selalu mengalami perubahan. Perubahan
itu dapat berupa perubahan yang tidak menarik, ada yang pengaruhnya terbatas,
ada pula yang pengaruhnya luas, ada pula perubahan yang lambat sekali, dan ada
pula yang berjalan sangat cepat. Soerjono Soekanto menyebutkan berbagai
perubahan masyarakat dapat berupa nilai-nilai sosial, norma-norma sosial,
susunan kelembagaan kemasyarakatan, interaksi sosial.
Kiai yang
berada di suatu desa sangatlah berbeda jauh dengan kiai yang berada di kota,
kiai yang hidup di suatu pedesaan kehidupanya sangatlah sederhana sekali mereka
hanyalah menggangtungka hidupnya dengan cara bertani, dan berkebun, kemudian
kiai yang hidup di suatu perkotaan kehidupanya bisa dikatakan sangat mewah.
Sebenarnya makna dari adalah sama tapi yang membedakan hanyalah cara mereka mencari
nafkah serta gaya kehidupanya.
Karena
luasnya bidang-bidang yang mengalami perubahan, maka pada tulisan ini penulis
membatasi pada salah satu aspek saja, yaitu perubahan perilaku remaja dalam
masyarakat yang pemimpinnya memiliki wewenang kharismatik. Peran seorang kiai
yaitu untuk menamnamkan nilai-nilai keutamaan, termasuk menanamkan nilai-nilai
akhlaqul karimah terhadap anak dapat dilakukan di luar rumah, akan tetapi tidak
melalui proses belajar mengajar. Langkah tersebut dapat dilakukan dengan cara memilih
teman bermain yang baik. Seorang kiai dapat menilai dengan siapa dan di
kelompok mana seorang remaja dapat bermain dengan leluasa untuk mengembangkan
aktifitas dan kreatifitasnya secara Islami.[3]
Kenakalan
remaja atau delinkwensi merupakan istilah lain dari juvenile deliquency, adalah
salah satu problem lama yang senantiasa muncul di tengah-tengah masyarakat.
Masalah tersebut hidup, berkembang dan membawa akibat tersendiri sepanjang
masa, sesuai kelompok masyarakat manusia terbentuk.
Delinkwensi
remaja sebagai salah satu problem sosial sanagt menggangu keharmonisan juga
keutuhan segala nilai dan kebutuhan dasar kehidupan sosial. Dalam kenyataannya
delinkwensi remaja atau kenakaln remaja merusak nilai-nilai moral, nilai-nilai
susila, nilai-nilai luhur agama dan beberapa aspek pokok yang terkandung di
dalamnya, serta norma-norma hukum yang
tidak tertulis. Di samping nilai-nilai dasar kehidupan sosial, juga dasar
kehidupan sosial tidak luput dari gangguan kenakalan remaja.
Pada
hakikatnya, kenakalan remaja bukanlah suatu problem sosial yang hadir dengan
sendirinya di tengah-tengah masyarakat, akan tetapi masalah tersebut muncul
karena beberapa keadaan yang berkaitan, bahkan mendukung kenakalan itu.
Kehidupan keluarga yang hancur luluh baik dalam bentuk broken home memberi
dorongan yang kuat sehingga anak menjadi nakal. Bukan hanya lingkungan ynag
dekat yang buruk dapat mendorong terjadinya kenakalan remaja.
Sementara
itu masalah remaja merupakan suatu yang sangat penting dan selalu menarik
dibicarakan baik di kalangan desa maupun di kalangan perkotaan. Hal ini dapat
dipahami karena remaja merupakan bagian dari generasi muda, dan menjadi tumpuan
harapan bangsa dan negara di masa mendatang.
Remaja
adalah fondasi masyarakat, kalau mereka baik, baik pulalah masyarakatnya, kalau
mereka rusak, rusak pulalah masyarakatnya. Remaja adalah tanaman yang sedang
tumbuh dan mekar berbunga. Tanda-tanda buahnya sudah terlihat pada masa mendatang,
mereka akan menjadi tiang masyarakat dan pemegang tanggung jawab di dalamnya.
Sebagian mereka akan ada yang mempimpin, pemangku tampuk pemerintahan, menjadi
tentara, ulama dan sebagainya.
Remaja
adalah permata yang indah dan mutiara yang mahal bagi masyarakat. Mereka adalah
kelompok masyarakat yang memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk berkorban
meskipun harus mengorbankan jiwa. Oleh karena itu, semua tentara didunia ini
terdiri dari remaja. “Ashabul Kahfi”. Beliau berkata, “Allah menyebutkan bahwa
mereka adalah fityah, yaitu para remaja. Mereka lebih mudah menerima kebenaran
dan lebih mudah menerima jalan hidayah dari pada orang-orang tua. Sebab, orang
tua itu telah tenggelam dalam agama yang salah. Oleh karena itu, sebagian besar
oarang yang menerima seruan Allah dan Rosulnya adalah remaja. Sedangkan orang
tua dari Quraisy, sebagian besar dari mereka tetap mempertahankan agama mereka.
Hanya sedikit dari mereka yang masuk Islam. Demikianlah Allah menceritakan
kisah Ashabul Kahfi. Mereka adalah anak remaja”.[4]
Artinya : “Sesungguhnya mereka itu adalah remaja-remaja yang
beriman kepada tuhannya dan kami tambahkan kepada mereka petunjuk”.[5] (Al-Kahfi : 13)
Remaja
adalah pemindah warisan dan kejayaan dari generasi tua ke para remaja atau dari
bapak ke cucu. Mereka adalah kekayaan masyarakat, kalau suatu masyarakat merasa
rugi karena generasi mudanya telah rusak, maka masyarakat itu telah kehilangan
eksistensinya. Oleh karena itu Nabi Muhammad Saw. Memberikan perhatian yang
besar kepada remaja. Beliau sangat mengharapkan agar jiwa mereka menjadi tenang
dengan pernikahan dan tidak terjatuh dalam perbuatan-perbuatan keji, agar
mereka tidak menjadi rusak , serta dirampas rayuan-rayuan hawa nafsu.
Dalam
keadaan seperti itu terasa bagi kita bahwa pendidikan agama dalam masyarakat
dewasa ini, sangat berperan untuk mengembangkan nilai-nilai keimanan dan
ketakwaan dalam kehidupan yang modern serta memelihara dan mengembangkan moral
keagamaan dalam perilaku bangsa kita yang maju.
[1] Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, Studi tentang Pandangan
Hidup Kiai, LP3ES, Jakarta : 1994, hlm 55
[2] Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, PT Remaja Rosdakarya,
Bandung : 2000
[3] Sudarsono, Etika Islami Tentang Kenakalan Remaja, PT Rineka
Cipta, Jakarta : 1993
[4] Muhammad Ahamd Kan’an, Potret Buram Dunia Remaja, Era
Adicitra Intermedia, solo : 2003, hlm 102-103
[5] Hafizh Dasuki, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahannya, CV. Jaya
Sakti, Surabaya : 1997, hlm 444
0 Response to "KIAI DAN KENAKALAN REMAJA"
Post a Comment