PENGERTIAN ; "ANAK JALANAN"
Warta Madrasah - Sahabat warta madrasah pada kesempatan ini kita akan mengkaji tentang Pengertian Anak Jalanan. Sebuah fenomena sosial yang dapat kita
saksikan di kota-kota besar Indonesia adalah gelandangan yang berkeliaran
dengan jumlah ratusan dan bahkan ribuan. Fenomena anak
jalanan sering diidentifikasi sebagai fenomena kota besar, sebab kebanyakan
mereka ditemukan di kota-kota besar. Mereka banyak ditemukan di tempat-tempat
keramaian umum, seperti pasar, terminal, pusat-pusat pertokoan, stasiun,
perempatan jalan, dan sebagainya. Pekerjaan merekapun beraneka
ragam. Ada yang bekerja sebagai tukang semir, pengamen, pengemis, penjual
asongan, dan sebagainya. Mereka biasa menghabiskan waktu sehari-harinya di
jalanan.
Anak yang seharusnya
masih diperhatikan perkembangan dan pertumbuhannya oleh orang tuanya justru
menjadi anak jalanan yang berkeliaran tanpa ada sebuah pendidikan yang
menghantarkan pada pertumbuhan dan perkembangan secara wajar dan optimal.
Pertumbuhan dan perkembangan yang tidak wajar dan optimal akan mengganggu
pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya. Apabila suatu kemampuan pada masa
anak-anak, umpamanya tidak
dapat tercapai maka akan terganggu
pulalah tugas pada masa remajanya.1
Hidup jalanan adalah
hidup yang indentik dengan hukum rimba, siapa yang kuat menang dan siapa yang
kalah akan tertindas. Maka hidup di jalanan sangat rentan dengan perlakuan
kekerasan dan eksploitasi, apalagi seorang anak yang semestinya dihiasi dengan
kecerian dan kemanjaan, terpaksa harus hidup berjuang memperjuangkan hidup.
Fisik dan jiwa yang masih rentan secara terpaksa harus berhadapan dengan dunia
yang keras dan kejam.
Sebagaimana
anak-anak yang lain, anak jalanan berhak mendapatkan perlakuan yang sama agar perkembangan dan pertumbuahannya (fisik
dan mental) berjalan secara wajar dan optimal,
seperti mendapatkan hak pendidikan, kesehatan, bermain dan sebagainya.
Dalam hal pendidikan, semua warga negara,
mulai dari anak-anak
sampai orang tua berhak
mendapatkan hak yang sama tanpa memandang status sosial dan sebagainya, tanpa kecuali anak
jalanan, sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
pasal 31 ayat 1 yang berbunyi: “Setiap
warga
negara berhak mendapatkan pendidikan”.2 dan
Undang–Undang RI No. 20
Tahun 2003 tentang SISDIKNAS Bab IV
pasal 5 ayat 1 yang berbunyi :”Setiap warga negara mempunyi hak yang sama untuk
memperoleh pendidikan yang bermutu”.3
Pendidikan dapat
berbentuk formal, informal dan non formal yang bertujuan sesuai dengan UU SISSDIKNAS No.20 Tahun 2003 Bab 2 pasal 3 yang
berbunyi :
“Pendidikan Nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak dan serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahklak mulia, sehat berilmu,
cakap,
kreatif dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab”.4
Sesuai dengan UU
SISDIKNAS NO.20 Tahun 2003 di atas, anak jalanan juga berhak mendapatkan
pendidikan ahklak. Pendidikan ahklak sangat penting dan wajib diberikan bagi
anak jalanan, sebab kehidupan sehari-hari anak jalanan berada dalam lingkungan
yang keras, kejam dan hukum rimba yang berlaku.
Dengan pendidikan
ahklak yang bersifat kerohanian dapat membantu menumbuhkembangkan potensi anak
jalanan secara optimal dan wajar, sehingga anak jalanan mempunyai kepribadian, seperti sifat jujur,
gembira dapat dipercaya, dan lain sebagainya, dan yang terpenting dari pembinaan ahklak adalah anak
jalanan dalam menjalani kehidupan sehari-hari tidak
bersifat amoral dan kelak dapat berintegrasi kepada masyarakat normal.
Program utama dan
perjuangan pokok dari usaha membina anak jalanan adalah pembinaan ahklak mulia.
Sebab faktor akhlak mulia sangat penting untuk menopang keberhasilan pembinaan
anak jalanan. Keberhasilan ini tidak semata- mata ditentukan oleh pendidikan
fisik, ketrampilan dan sosial. Namun, semua wujud pembinaan tersebut tidak bisa
terpisahkan satu dan yang lainnya tetapi harus berjalan bersama-sama sesuai
dengan irama perkembangan dan pertumbuhan anak jalanan.
Menilik pada ajaran Islam, Rasulullah
Saw diutus ke bumi untuk menyempurnakan akhlak yang sempurna, ini tercantum
dalam salah satu hadits beliau yang berbunyi :
Dari
Malik: sesungguhnya telah disampaikan kepadanya bahwa rasullulah SAW telah
bersabda: “Aku diutus untuk menyempurnakan ahklak yang mulia”. (HR. Malik).
Tampak jelas di
sini, bahwa tujuan utama rasulullah Saw adalah untuk menyempurnakan akhlak/
moral. Aktualisasi dari akhlak ini adalah hubungan manusia, baik hubungan secara vertikal-hubungan mahkluk
dengan penciptaNya- maupun
hubungan horizontal-mahkluk dengan makhluk lain, baik sesama manusia maupun
dengan ciptaan Tuhan
yang lain.
Imam Ghazali ikut memberikan masukan mengenai
akhlak, yaitu:
اﻟﺪﻳﻦ دواء واﻟﻌﻠﻢ ﻏﺬاءة وﻟﻴﺲ اﻟﺪواء ﺑﻤﻐﻦ ﻋﻦ
اﻟﻐﺬاء وﻻ اﻟﻐﺬاء ﺑﻤﻐﻦ ﻋﻦ اﻟﺪواء
Artinya: “Agama bagaikan obat dan pengetahuan
bagaikan makanan. Obat tidak dapat dipisahkan dari makanan, sebagaimana makanan
tidak dapat dipisahkan dari obat”.16
15 Malik bin anas, Al- Muwatto, (Beirut: Daarul Ihyaaul Uluum), hlm. 693
16 Kahar Masyhur,
Membina Morak dan Akhlak, (Jakarta: Kalam Mulia, 1987), hlm. 3-4.
Dalam hal ini,
pemerintah dipandang sebagai pihak yang harus bertanggung jawab menangani anak
jalanan karena orang tua mereka tidak mampu melaksanakan tanggung jawab baik
dalam hal perlindungan anak, pendidikan dan segala sesuatu yang berkaitan
dengan kebutuhan perkembangan dan pertumbuhan anaknya.
Sebagaimana yang
tertuang dalan UU 23/02 pasal 45 ayat 2 tentang perlindungan anak, yang
berbunyi : “Pemerintah adalah pihak yang bertanggung jawab dalam menangani anak
jalanan karena orang tua mereka tidak mampu melaksanakan tanggung jawabnya”.7
1 H. Zahara Idris, Dasar-Dasar
Kependidikan Islam 1, (Padang: Angkasa Raya, 1987), hlm. 24.
2 Mahkamah Konstitusi RI,UUD RI
Tahun 1945, (Jakarta: Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi RI, 2007),
hlm. 55
3 Tim Redaksi Nuansa Aulia, SISDIKNAS UU RI NO 20 Tahun 2003,
(Bandung: CV. Nuansa Aulia, 2005), cet.1, hlm. 17.
4 Ibid, hlm: 15
15 Malik bin anas, Al-
Muwatto, (Beirut: Daarul Ihyaaul Uluum), hlm. 693
16 Kahar Masyhur,
Membina Morak dan Akhlak, (Jakarta: Kalam Mulia, 1987), hlm. 3-4.
0 Response to "PENGERTIAN ; "ANAK JALANAN""
Post a Comment