Berdamai dengan Tikus
Warta Madrasah - Sahabat warta madrasah pada
kesempatan ini kita akan mengkaji tentang Kisah Seorang Ulama' Kasih sayang
Mbah Ngismatun Sakdullah Solo (wafat 1994)—biasa dipanggil Mbah Ngis— kepada
sesama manusia sulit dibantah karena sejarah hidup beliau amat dekat dengan
kisah-kisah seperti itu. Misalnya, bagaimana Mbah Ngis banyak bergaul dan
memberikan sedekah kepada orang-orang lemah seperti pengemis, janda miskin,
buruh, para santri yang kehabisan uang, dan sebagainya. Namun, belum
banyak orang mengetahui bahwa Mbah Ngis juga bisa “berdamai” dengan binatang
tertentu yang umumnya orang ingin membinasakannya karena kesal. Apalagi ada
ajaran yang menyatakan binatang itu boleh dibunuh, yakni tikus,
sebagaimana hadits berikut:
خَمْسٌ
فَوَاسِقُ يُقْتَلْنَ فِى الْحِلِّ وَالْحَرَمِ الْحَيَّةُ وَالْغُرَابُ
الأَبْقَعُ وَالْفَارَةُ وَالْكَلْبُ الْعَقُورُ وَالْحُدَيَّا
Artinya: Lima (hewan) perusak yang boleh dibunuh di
luar tanah suci dan di tanah suci yaitu: ular, gagak, tikus, serigala dan
rajawali. (Muttafaqun ‘alaihi)
Mbah Ngis sadar betul bahwa membinasakan tikus dari
dalam rumah tidak mudah. Jika dengan cara diracun, pasti bisa mati di mana
saja, termasuk di atas atap atau “pyan” rumah. Jika matinya di tempat sulit
seperti itu maka mengambil bangkainya sering kali tidak mudah dan baunya bisa
sangat mengganggu. Jika menggunakan jebakan berupa per atau kurungan pasti
berarti menggunakan kekerasan untuk membunuhnya atau dengan menenggelamkannya
ke dalam air. Sebagai perempuan, Mbah Ngis sering kali merasa tidak sampai hati
melihat tikus-tikus dibunuh dengan cara-cara seperti itu.
Menyadari permasalahan-permasalahan tersebut, Mbah
Ngis memilih “berdamai”. Dalam pandangan Mbah Ngis tikus-tikus itu naik ke meja
atau masuk ke almari makan hanya untuk mencari makan. Di sini Mbah Ngis
berpikir tikus-tikus itu sejatinya tidak bermaksud mengganggu manusia atau
merusak barang-barang miliknya. Mereka hanya mencari makan atau rezeki yang
oleh Allah SWT memang sudah dijamin ketersediaannya.
Jadi apa yang dilakukan tikus-tikus itu, dalam
pandangan Mbah Ngis, hanyalah berikhtiar menemukan rezeki dari Sang
Khalik untuk dimakan bersama anak-anaknya. Maka, bagi Mbah Ngis,
persoalannya adalah bagaimana tikus-tikus itu dapat menemukan rezekinya
secara mudah sehingga tidak perlu keluyuran ke atas meja atau membobol almari
makan. Mbah Ngis cukup paham apa yang dimakan manusia biasanya tikus juga mau
memakannya. Karena itulah banyak tikus memilih indekos gratis di rumah-rumah
manusia.
Jika seperti itu permasalahannya, maka sebetulnya ini
hanyalah masalah berbagi rezeki dengan sesama makhluk. Allah SWT menjamin
ketersediaan rezeki bagi setiap makhluk yang diciptakan-Nya sebagaimana
termaktub dalam Al-Qur’an, surah Hud, ayat 6:
وَمَا مِن دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا
Artinya: “Dan tidak satu pun makhluk bergerak
(bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya.”
Untuk itu Mbah Ngis setiap malam memberikan jatah
untuk tikus dengan cara menaburkan makanan di bawah kolong meja dan almari.
Jatah itu diambilkan dari makanan keluarga. Maksud Mbah Ngis adalah untuk
mempermudah mereka menemukan makanannya. Pagi harinya Mbah Ngis memeriksa
kolong meja dan almari apakah masih ada makanan yang tersisa. Jika masih ada,
Mbah Ngis akan segera membersihkannya dan akan menaburkan lagi makanan di situ
pada malam harinya. Pada saat yang sama Mbah Ngis membiarkan kucing-kucing dari
mana pun asalnya keluar masuk rumah siang dan malam mencari tikus-tikus itu
untuk dimangsa.
Walhasil, populasi tikus di dalam rumah Mbah Ngis
mengalami penurunan dari waktu ke waktu hingga mencapai jumlah wajar. Sebagian
besar tikus muda atau kecil berhasil dimangsa oleh kucing-kucing yang
selalu siap memangsanya kapan saja. Itu juga adalah rezeki bagi mereka yang
telah dijamin ketersediannya oleh Sang Khalik sebagaimana ditegaskan-Nya di
dalam Al-Qur’an, surah Hud, ayat 6 di atas. Sementara tikus-tikus besar yang
kurang diminati kucing-kucing itu mati dengan sendirinya karena faktor usia.
Kullu nafsin dzaiqatul maut (tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan
mati).
Sumber : http://www.nu.or.id
0 Response to "BERDAMAI DENGAN TIKUS"
Post a Comment