Warta Madrasah - Sahabat warta madrasah pada kesempatan ini kita akan mengkaji tentang Apa Itu Persepsi? Secara bahasa persepsi diartikan
sebagai tanggapan (penerima) langsung dari sesuatu atau proses seseorang
mengetahui beberapa hal melalui pancainderanya.[1]
Menurut Kotler sebagaimana dikutip dari bukunya yang berjudul Marketing
Management persepsi adalah proses yang digunakan oleh seorang individu
untuk memilih, mengorganisasi dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi
guna menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti.[2]
Menurut Kreitner dan Kinicki sebagaimana dikutip oleh Wibowo persepsi merupakan
proses kognitif yang memungkinkan kita menginterpretasikan dan memahami sekitar
kita. Dikatakan pula sebagai proses menginterpretasikan suatu lingkungan. Orang
harus mengenal objek untuk berinteraksi sepenuhnya dengan lingkungan mereka.[3]
Selain itu persepsi juga diartikan
sebagai proses yang dilakukan individu untuk memilih, mengatur, dan menafsirkan
ke dalam gambar yang berarti dan masuk akal mengenai dunia. Dalam kehidupan
sehari-hari, kita sering melihat reaksi setiap orang akan berbeda sekalipun
stimulus yang dihadapi adalah sama baik bentuknya, tempatnya dan waktunya.[4]
Persepsi merupakan reaksi seseorang
mengenai realitas yang sifatnya subjektif. Aspek subjektivitas inilah yang
sebenarnya menjadi pemicu hadirnya persepsi manusia yang berbeda-beda.
Sekalipun subjektivitas merupakan cerminan perbedaan karakter manusia, dia
tidak berdiri sendiri. Sebab, sebenarnya subjektivitas reaksi manusia, dalam
hal ini adalah persepsi tentang konsumsi, terbangun dari sebuah konsep berpikir
yang dianut oleh seorang konsumen. Bila persepsinya liar, berarti konsep
berpikir tersebut menganut asas kebebasan di mana rambu-rambu mengenai norma
dan kebaikan tidak berlaku dalam hajat hidupnya. Sedangkan bila persepsinya
jinak, berarti konsep berpikir yang digunakan menganut asas kemanfaatan dimana
rambu-rambu sengaja diciptakan supaya manusia selamat dari marabahaya. Dalam
hal ini, hajat hidupnya sengaja berpihak kepada rambu-rambu tersebut.[5]
Persepsi terjadi melalui suatu
proses, dimulai ketika dorongan diterima melalui pengertian kita. Kebanyakan
dorongan yang menyerang pengertian kita saring, sisanya diorganisir dan
diinterpretasikan.[6]
Orang dapat memiliki persepsi berbeda atas objek yang sama karena tiga proses
persepsi, yaitu :
a.
Perhatian
Selektif
Orang terlibat kontak dengan
rangsangan yang sangat banyak setiap hari. Secara rata-rata orang mungkin
dibanjiri oleh lebih dari 1.500 iklan perhari. Karena seseorang tidak mungkin
dapat menanggapi semua rangsangan itu, sebagian besar rangsangan akan disaring
oleh sebuah proses yang dinamakan perhatian selektif. Tantangan yang
sesungguhnya adalah menjelaskan rangsangan mana yang akan diperhatikan oleh
orang-orang.
b.
Distorsi
Selektif
Rangsangan yang telah mendapatkan
perhatian tidak selalu muncul di pikiran orang persis seperti yang diinginkan
oleh penciptanya. Distorsi selektif adalah kecenderungan orang untuk mengubah
informasi menjadi bermakna pribadi dan menginterpretasikan informasi itu dengan
cara yang akan mendukung prakonsepsi mereka, sayangnya, tidak banyak yang
banyak dilakukan oleh pemasar terhadap distorsi selektif itu.
c.
Ingatan/Retensi
Selektif
Orang akan melupakan banyak hal
yang mereka pelajari namun cenderung akan mengingat informasi yang menyokong
pandangan dan keyakinan mereka. Karena adanya ingatan selektif, kita cenderung
akan mengingat hal-hal baik yang disebutkan tentang produk yang kita sukai dan
melupakan hal-hal baik yang disebutkan tentang produk yang bersaing. Ingatan
selektif menjelaskan mengapa para pemasar menggunakan drama dan pengulangan
dalam mengirimkan pesan ke pasar sasaran mereka.[7]
Schifman dan Kanuk sebagaimana
dikutip dikutip oleh Ristiyanti Prasetijo dan John J.O.I Ihalauw menyebutkan
bahwa presepsi adalah cara orang memandang dunia ini.(footnote)
Dari definisi umum ini dapat dilihat bahwa presepsi seseorang akan berbeda
dengan orang lain. Cara memandang dunia sudah pasti dipengaruhi sesuatu dari
dalam maupun dari luar orang itu. Sedangkan Solomon sebagaimana dikutip oleh
Ristiyanti Prasetijo dan John J.O.I Ihalauw mendefinisikan persepsi sebagai
proses dimana sensasi yang diterima oleh seseorang dipilah dan dipilih,
kemudian diatur dan akhirnya diinterpretasikan.[8]
Manusia sebagai makhluk yang
diberikan amanah kekhalifahan dengan berbagai macam keistimewaan yang salah
satunya adalah proses dan fungsi presepsi yang lebih rumit dan lebih kompleks
dibandingkan makhluk lainnya. Dalam bahasa al-Qur’an beberapa proses penciptaan
manusia dilengkapi dengan penciptaan fungsi-fungsi pendengaran dan penglihatan.
Sebagaimana firman Allah SWT :
$tBur óOçFZä. tbrçÏItGó¡n@ br& ypkô¶t
öNä3øn=tæ ö/ä3ãèøÿx
Iwur öNä.ã»|Áö/r& wur
öNä.ßqè=ã_
`Å3»s9ur óOçF^oYsß ¨br&
©!$# w
ÞOn=÷èt #ZÏWx.
$£JÏiB tbqè=yJ÷ès? ÇËËÈ
Artinya
: “Kamu sekali-kali tidak dapat
bersembunyi dari kesaksian pendengaran, penglihatan dan kulitmu kepadamu bahkan
kamu mengira bahwa Allah tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kamu
kerjakan.” (Qs. Fushilat :22).[9]
Berdasarkan ayat di atas, bahwa
kaitannya dengan fungsi persepsi adalah pendengaran dan penglihatan, karena ini
termasuk dalam sensasi yang datang dan diterima oleh manusia melalui panca
indra, yaitu mata, telinga, mulut dan kulit. Setiap individu mempunyai karakter
dan persepsi yang berbeda. Mereka melihat dunia ini menurut cara pandang mereka
pula. Dalam kenyataannya, kepribadian yang dicerminkan individu sering bias
disebabkan persepsi manusia mengenai norma menurut ajaran agama takluk di bawah
persepsi keindahan, kenyamanan, dan kepuasan inderawi.[10]
Di dalam perilaku konsumen,
terdapat tiga teori yang digunakan di dalam penelitian konsumen terkait dengan
kepribadian seseorang, yaitu:
a.
Teori
Psikoanalisis
Teori
ini mengemukakan bahwa sistem kepribadian manusia terdiri atas id, ego dan
superego. Id adalah sumber energi psikik dan mencari pemuasan seketika bagi
kebutuhan biologis dan naluriah. Superego menggambarkan norma masyarakat atau
pribadi dan berfungsi sebagai kendala etis pada perilaku. Sedangkan ego
menengahi tuntutan hedonistik dari id dan larangan moral dari superego.
Interaksi yang dinamis dari elemen-elemen ini menghasilkan motivasi bahwa sadar
yang diwujudkan di dalam perilaku manusia yang diamati.
b.
Teori
Sosial-Psikologis
Teori
ini berbeda dengan teori psikoanalisis dalam dua hal penting. Pertama, variabel
sosiallah, bukan naluri biologis, yang dipertimbangkan sebagai determinan yang
paling penting dalam pembentukan kepribadian. Kedua, motivasi perilaku
diarahkan memenuhi kebutuhan itu.
c.
Teori
Faktor Ciri
Teori
faktor ciri adalah rancangan kuantitatif terhadap studi kepribadian. Teori ini
mendalilkan bahwa kepribadian individu terdiri dari atribut predisposisi yang
pasti yang disebut ciri.[11]
Berdasarkan uraian tersebut dapat
disimpulkan bahwa presepsi konsumen muslim adalah proses diterimanya stimulus
oleh individu melalui alat reseptornya dan diteruskan ke pusat susunan syaraf,
sehingga individu dapat menyimpulkan informasi, menafsirkan pesan, menyadari,
mengerti tentang keadaan lingkungan di sekitarnya dan juga tentang keadaan diri
individu yang bersangkutan.
[1] Tim Penyusun Kamus Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1995, hlm. 759.
[2] Philip Kotler, Marketing Management, PT Indeks,
Jakarta, 2004, hlm. 198.
[3] Wibowo, Perilaku Organisasi, Ed-2, Rajawali
Pers, Jakarta, 2015, hlm. 59.
[4] Muhammad Muflih, Perilaku Konsumen dalam Perspektif Ilmu
Ekonomi Islam, Edisi 1, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm. 92.
[5] Ibid, hlm. 92-93.
[6] Wibowo, Op.cit, hlm. 61.
[7] Philip Kotler, Loc.Cit.
[8] Ristiyanti Prasetijo dan
John J.O.I Ihalauw, Perilaku Konsumen,
Adi Offset, Yogyakarta, 2005, hlm. 67.
[9] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan
Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Jakarta, 2004, hlm. 400.
[10] Muhammad Muflih, Op.Cit, hlm. 91.
[11] James F. Engel, et.all, Perilaku Konsumen, Binarupa Aksara,
Jakarta, 1994, hlm. 368-369.
0 Response to "Apa Itu Persepsi?"
Post a Comment