AJENGAN SIROJ GARUT: SYAIKH AL-QURRA MAKKAH ASAL PASUNDAN
Dalam deretan nama Masyâyikh al-Qurrâ (Guru Besar Para Ahli
Qira’at al-Qur’an) Masjid al-Haram di Makkah pada paruh pertama abad ke-20 M,
tersebutlah dua nama ajengan asal Tatar Pasundan, dan dua-duanya dari wilayah
Garut, yaitu Ajengan Siroj Garut (Syaikh Sirâj ibn Muhammad ibn Hasan Qârût,
1895-1970) dan Ajengan Musaddad Garut (Syaikh Musaddad Qâqût).
Nama Syaikh Siroj Garut banyak disinggung dalam sanad
ulama-ulama Qira’ah al-Qur’an yang berkarir di Makkah, juga dalam catatan
sejarah studi qira’at al-Qur’an dan para guru besarnya di Makkah pada abad
ke-20 M. Biografi Syaikh Siroj juga sedikit disinggung dalam laman Makkawi
Qiblah al-Dunyâ.
Syaikh Siroj Garut dilahirkan di Makkah pada tahun 1313 H (1895
M) dari keluarga Sunda asal Garut yang bermukim di Makkah. Dalam reportase
Snouck Hurgronje (Mekka in the Latter Part of the 19th Century),
disebutkan jika orang-orang Sunda adalah salah satu bangsa Nusantara (Jâwî)
yang paling banyak bermukim di Makkah di akhir abad ke-19 M.
Ketika berusia 13 tahun (1908 M), Siroj pergi ke kampung
leluhurnya di Garut sekaligus belajar di beberapa pesantren di Jawa selama
beberapa tahun. Tidak disebutkan di pesantren mana sajakah Siroj menjejakkan
kakinya. Namun, merujuk pada catatan sejarah, di awal abad ke-20 M terdapat
beberapa pesantren besar di Tatar Pasundan, seperti Pesantren Suka Miskin
Bandung, Pesantren Gentur Cianjur, Pesantren Cikudang, Pesantren Cibarusah
Bekasi, Pesantren Tanara Banten, Pesantren Sempur Purwakarta, dan lain-lain.
Sementara di Jawa pada masa itu, terdapat juga
pesantren-pesantren besar seperti Babakan Cirebon, Buntet Cirebon, Darat
Semarang, Lasem Rembang, Siwalan Panji Sidoarjo, Tebu Ireng Jombang, hingga
Bangkalan Madura.
Para ulama pengasuh pesantren di atas rata-rata pernah belajar
dan bermukim lama di Mekkah, seperti Syaikh Jamil Buntet, Syaikh Soleh Darat
Semarang, Syaikh Dahlan Abdullah Tremas, Syaikh Abdul Muhith Sidoarjo, Syaikh
Baidhowi Ma’shum Lasem, Syaikh Hasyim Asy’ari Jombang, Syaikh Kholil Bangkalan,
dan lain-lain.
Jadi, besar kemungkinan selama berada, belajar, dan bermukim di
Nusantara, Siroj belajar di pesantren-pesantren yang memiliki jaringan
intelektual Nusantara-Haramain itu. Dan di pesantren-pesatren itulah Siroj
belajar berbagai bidang ilmu keagamaan Islam, mulai dari tata bahasa Arab,
yurisprudensi (fiqih), teologi, tafsir, hadits, dan lain sebagainya.
Setelah beberapa tahun berada di Nusantara, Siroj kemudian
kembali ke Mekka dan melanjutkan pengembaraan intelektualnya di sana. Siroj
lebih spesifik menekuni bidang Qira’ah al-Qur’an. Di Makkah ia pun belajar pada
Masyâyikh al-Qurrâ di zamannya, seperti Syaikh al-Ghamrâwî, Syaikh Ma’mûn
al-Bantanî al-Jâwî, Syaikh Ahmad al-Tîjî.
Syaikh Siroj kemudian mendapatkan lisensi (ijâzah) untuk
mengajar Ilmu Qira’ah di Masjid al-Haram dan di kediamannya di distrik (hay)
al-Qasyâsyiyyah. Beliau juga didaulat untuk menjadi muqrî (pelantun al-Qur’an)
yang dilantik resmi oleh Kerajaan Saudi Arabia dan rutin melantunkan al-Qur’an
di Masjid al-Haram setiap harinya.
Pada tahun 1369 H (1949 M), ketika Stasiun Radio Kerajaan Saudi
Arabia didirikan, Syaikh Siroj pun diangkat menjadi Muqrî al-Qur’an di sana
lantunan bacaan al-Qur’annya yang tartil dan merdu pun direkam dan diputar
berulang-ulang. Di sana beliau bersama-sama dengan Syaikh ‘Umar Arba’în, Syaikh
Muhammad Nûr Abû al-Khair, Syaikh Zakî al-Daghastânî, dan lain-lain.
Syaikh Siroj Garut wafat di Makkah pada 26 Rabî al-Awwal tahun
1390 H (1 Juni 1970 M). Selain Syaikh Siroj Garut, ada banyak beberapa nama
ulama asal Tatar Pasundan yang berkarir di Makkah pada awal abad ke-20 M yang
disinggung beberapa buku kesejarahan berbahasa Arab.
0 Response to "AJENGAN SIROJ GARUT: SYAIKH AL-QURRA MAKKAH ASAL PASUNDAN"
Post a Comment