PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK MASYARAKAT MADANI : SEBUAH ANALISIS

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK MASYARAKAT MADANI : SEBUAH ANALISIS


A.   Keterlibatan Pendidikan Agama Islam dalam Membentuk Masyarakat Madani
Di antara segi-segi pertumbuhan dan persiapan yang mungkin disumbangkan oleh pendidikan agama Islam kepada individu muslim adalah membuka pribadinya dan mengembangkan berbagai seginya searah yang diingini dan dicita-citakan oleh masyarakat Islam, memperkenalkan kepadanya akan hak-hak yang diberi kepadanya oleh Tuhan sebagai individu di dalam suatu masyarakat Islam, begitu juga kewajiban-kewajiban, tanggung jawab dan kemestian-kemestian sebagai akibat dari hak-hak ini. Ia juga disiapkan dengan sehat untuk menikmati dan mempergunakan dengan bijaksana hak-hak itu dan memikul kewajiban-kewajiban, tanggung jawab dan kemestian dengan penuh kemampuan.
Pendidikan agama Islam, menurut Hasan Langgulung akan memiliki dampak terhadap pertumbuhan individu dalam rangka pembentukan masyarakat madani, di antaranya adalah :
a.    Pertumbuhan jasmani dari segi struktural dan fungsional.
Pertumbuhan ini membantu dalam menumbuhkan kesediaan, bakat-bakat, ketrampilan-ketrampilan dan kekuatan jasmaninya, begitu juga memperoleh pengetahuan, ketrampilan, sikap yang betul yang memperbolehkannya mencapai kesehatan jasmani yang wajar, keserasian badan yang sesuai dengan memelihara kesehatan dan keserasian ini.
b.   Pertumbuhan dalam bidang akal (intelektual)
Pertumbuhan dalam bidang akal yakni pendidikan yang dapat menolong individu untuk meningkatkan, mengembangkan dan menumbuhkan kesediaan, bakat-bakat, minat dan kemampuan-kemampuan akalnya dan memberinya pengetahuan dan ketrampilan akal yang perlu dalam hidupnya.
c.    Pertumbuhan dalam bidang psikologis
Pertumbuhan dalam bidang psikologis yakni pendidikan yang dapat menolong individu mendidik dan menghaluskan peranannya dan mengarahkannya ke arah yang diingini di mana ia menjadi kekuatan dan motivasi-motivasi ke arah kebaikan dan kerja yang membina dan berhasil yang dapat mencapai kemaslahatannya dan kemaslahatan masyarakat dimana ia hidup. Ia juga dapat menolongnya menumbuhkan perasaan kemanusiaan yang mulia yang menjadikannya manusia yang mencintai kebaikan bagi orang lain, berinteraksi dengan mereka sehingga turut merasakan penderitaan-penderitaan dari masalah-masalahnya dan berusaha serta brkorban untuk mereka. Begitu juga menolongnya menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri dengan masyarakatnya.
d.   Pertumbuhan dalam bidang spiritual dan moral
Pendidikan Agama Islam yang baik dapat menolong individu menguatkan iman, akidah dan pengetahuan terhadap Tuhannya dan dengan hukum-hukum, ajaran-ajaran dan moral agamanya. Begitu juga membentuk keinginan yang baik dan melaksanakan tuntutan-tuntutan iman yang kuat kepada Allah dan pemahaman yang sadar terhadap ajaran-ajaran agama dan nilai-nilainya dalam kehidupan sehari-hari dan pada seluruh bentuk tingkah lakunya dan dengan hubungan-hubungannya dengan Tuhannya, dengan orang-orang lain dengan seluruh makhluk yang lain.
e.    Pertumbuhan dalam bidang sosial individu
Pertumbuhan dalam bidang sosial individu yakni pendidikan yang dapat memainkan peranan utama, di mana ia menyiapakan individu menghadapi kehidupan sosial yang berhasil dan produktif.[1] Seperti disinggung di bagian awal, penulis di sini berpijak pada argumentasi normatif. Apa yang hendak penulis kemukakan adalah penegasan mengenai pentingnya nilai-nilai kemanusiaan yang berlandaskan agama sebagai syarat mutlak yang inherent dengan kehadiran, dan pertumbuhan masyarakat madani. Sebagai entitas sosial, masyarakat madani merupakan kumpulan manusia yang secara individual mengutamakan prilakunya berdasarkan moralitas keagamaan, baik dalam proses interaksi antar individu maupun secara kolektif.

B.       Peran dan Tanggung jawab Keluarga dalam Membentuk Masyarakat Madani
Manusia yang hidup di muka bumi ini pasti memerlukan pemeliharaan, pengawasan, dan bimbingan yang serasi dan sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan agar pertumbuhan dan perkembangannya dapat berjalan secara baik dan benar. Manusia memang bukan makhluk instinktif secara penuh, sehingga ia tidak mungkin berkembang dan tumbuh secara instinktif sepenuhnya, maka manusia tersebut sangat memerlukan persyaratan-persyaratan tertentu dan pengawasan serta pemeliharaan yang terus menerus sebagai latihan dasar dalam pembentukan kebiasaan dan sikap-sikap tertentu agar ia memiliki kemungkinan untuk berkembang secara wajar dalam kehidupan di masa datang.
Keluarga merupakan lapangan pendidikan yang pertama, dan pendidiknya adalah kedua orang tua. Orang tua (bapak dan ibu) adalah pendidik kodrati, artinya mereka adalah pendidik bagi anak-anaknya secara kodrat. Bapak dan ibu diberi anugerah oleh Tuhan Pencipta berupa naluri orang tua. Karena naluri ini timbul kasih sayang pada orang tua kepada anak-anak mereka, hingga secara moral keduanya merasa terbebani akan tanggung jawab untuk memelihara, mengawasi dan melindungi serta membimbing keturunan mereka.
Adi Suryadi Culla, secara kongkrit mengejawantahkan masyarakat madani adalah berbagai jaringan-jaringan maupun pengelompokan-pengelompokan sosial yang mencakup salah satunya adalah rumah tangga (house hold) atau keluarga (family).[2]
Dengan demikian fungsi keluarga, khususnya orang tua dalam pendidik menjadi sedemikian urgen yaitu untuk mempersiapkan masa depan keturunannya, pada khusunya atau masa depan umat, pada umumnya. Seluruh anggota keluarga harus mendapatkan sentuhan pendidikan untuk mengantarkan mereka menuju optimalisasi potensi,pengembangan kepribadian dan peningkatan kapasitas diri menuju batas-batas kebaikan dan kesempurnaan dalam ukuran kemanusiaan.
Menurut Oemar Muhammad El-Toumy Al-Syaibany bahwa tujuan tertinggi dari proses pendidikan yang termasuk dalam lingkup rumah tangga atau keluarga dapat dirumuskan sebagai berikut, yakni : perwujudan diri, persiapan untuk kewarganegaraan yang baik, pertumbuhan yang menyeluruh dan tepadu, serta persiapan untuk kehidupan dunia akherat.[3]
Dengan demikian, pendidikan keluarga harus menyiapkan anggotanya mencapai tujuan tertinggi tersebut yang dapat diistilahkan untuk mewujudkan manusia yang baik sebagaimana Firman Allah SWT, yang berbunyi :
انّ اكرمكم عندالله اتقاكم.  (الحجرات : 13)
Artinya : “Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu”.  (Al-Hujurat: 13).[4]
Dalam membentuk masyarakat madani yang difokuskan terhadap pendidikan keluarga, secara normatif, Abdullah Nasih Ulwan menyebutkan tujuh macam “at-tarbiyah al-Islamiyah al-mutakamiah” (pendidikan yang menyeluruh dalam keluarga) yaitu : (1) Pendidikan Iman, (2) Pendidikan Moral, (3) Penddikan Fisik, (4) Pendidikan Intelektual, (5) Pendidikan Psikis, (6) Pendidikan Sosial dan (7) Pendidikan Seksual.[5]
Pendidikan iman (at-tarbiyah al-imaniyah) merupakan pondasi yang kokoh bagi seluruh bagian-bagian pendidikan. Komitmen ideologis yang tertanam pada diri setiap anggota keluarga akan memungkinkannya mengembangkan potensi fitrah, dan beragam bakat.
Pendidikan moral (at-tarbiyah al-khulqiyah) akan menjadi bingkai kehidupan manusia, setelah memiliki landasan kokoh berupa iman. Pada saat budaya masyarakat menyebabkan degradasi moral, maka penguatan iman melalui pendidikan keluarga menjadi semakin signifikan kemanfaatannya.
Pendidikan psikis (at-tarbiyah ar-ruhiyah) membentuk berbagai karakter positif kejiwaan, seperti keberanian, kejujuran, kemdirian, kelembuatan, sikap optmis dan seterusnya. Karakter ini akan menjadi daya dorong manusia melakukan hal-hal terbaik bagi urusan dunia dan akhiratnya.
Pendidikan fisik (at-tarbiyah al-jasadiyah) tak kalah pentingnya Keluarga muslim harus menampakkan berbagai kekuatan, termasuk kekuatan fisik, agar tubuh menjadi sehat dan kuat. Kekuatan fisik termasuk alasan yang diberikan Allah SWT atas diangkatnya Thalut sebagai pemimpin Bani Israil, “bashthatan fi ilmi wal jasadi”. Konsumsi fisik yang halal dan thayib harus mengarahkan pada penyiapan kekuatan peradaban masa depan.
Pendidikan intelektual (at-tarbiyah ats-tsaqafiyah) harus dilakukan dalam keluarga sejak dini, karena peradaban umat tergantung pada kapasitas intelektual mereka. Anggota keluarga harus memiliki kecerdasan yang memadai, sebab mereka harus bersaing dengan beragam kebudayaan sebagai konsekuensi logis globalisasi informasi.
Pendidikan sosial (at-tarbiyah al-ijtima’iyah) bermaksud menumbuhkan kepribadian sosial anggota keluarga, agar mereka memiliki kemampuan bersosialisasi dan menebarkan kontribusi positif bagi upaya perbaikan masyarakat. Keluarga muslim tidak boleh menjadi eksklusif dalam ke-Islamannya, sebab Islam adalah agama yang melarang sikap-sikap anti sosial. Pendidikan sosial memunculkan solidaritas sosial yang pada gilirannya akan mengoptimalkan peran sosial seluruh anggota keluarga.
Pendidikan seksual (at-tarbiyahal-jinsiyah) juga diperlukan dalam keluarga muslim. Kesadaran diri sebagai laki-laki atau perempuan penting untuk mendapatkan perhatian sejak dini agar tidak menimbulkan bias. Pengertian tentang kesehatan reproduksi bukan hanya diberikan kepada anak perempuan, tetapi juga anak laki-laki. Penghormatan satu pihak kepada pihak yang lainnya antara laki-laki dan perempuan sehingga tidak terjadi dominasi laki-laki atas perempuan adalah merupakan bagian dari kesadaran gender yang mesti ditumbuhkan.
Jadi intinya adalah dalam sebuah wacana pendidikan keluarga, yang terjadi haruslah sebuah pemberdayaan yang aktif. Kendatipun ada kekuatan dominasi karena otoritas kepemimpinan laki-laki (suami) dalam rumah tangga, tetapi tidak boleh mengarah kepada proses pendidikan yang melakukan praktek dehumanisasi. Di rumah tidak sekedar terjadi transformasi pengetahuan secara sepihak dan searah dari suami kepada istri dan anak-anak, akan tetapi terjadi proses pembelajaran bersama sebagai wujud kesadaran kosmopolis (umum dan luas) manusia terhadap alam.
Tanggung jawab pendidikan keluarga meliputi keseluruhan kewajiban hidup beragama yang dimulai dari aqidah, syari’ah/ ibadah dan akhlaq, yang diajarkan baik secara tidak formal, diberitahukan, dan dicontohkan oleh orang tua dengan proses imitasi, sugesti, dan transformasi. Dengan demikian orang tua berkewajiban mempelajari, memahami dan mengamalkan amalan-amalan Islam terlebih dahulu secara baik sesuai dengan ketentuannya.
Pembinaan dalam keluarga yang dilakukan melalui pendidikan yang bertujuan supaya keseluruhan anggota keluarga mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat dengan ridha Allah SWT, sehingga terwujud kehidupan yang sakinah.
Keharmonisan kehidupan suatu keluarga sesungguhnya terletak pada erat tidaknya hubungan silaturahmi antar anggota keluarga. Sebagaimana firman Allah SWT yang berbunyi :

يا ايّهاالنّاس اتّقوا ربّكم الّذى خلقكم مّن نّفس وّاحدة وخلق منها زوجها وبثّ منهما رجالا كثيرا وّنساء ج واتّقوا الله الّذى تساءلون به والارحام قلى ان الله كان عليكم رقيبا. (النساء : 1)

Artinya : “Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan dari padanya. Allah menciptakan istrinya, dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”. (QS. An-Nisa’ : 1)[6]

Dua orang profesor dari Universitas Nebraska (AS) yaitu Prof. Nick Stinnet dan Jhon Defrain dalam studinya yang berjudul “The National Study on Family Strenght” mengemukakan enam hal sebagai suatu pegangan atau kriteria menuju hubungan keluarga yang sehat dan bahagia, sakinah, mawadah wa rahmah atau dapat disebut enam pedoman keluarga madani, yaitu :
1.         Menciptakan kehidupan beragama dalam keluarga. Sebab seperti dikemukakan oleh Dadang H, dalam agama terdapat nilai-nilai moral atau etika kehidupan. Krisis yang dihadapi negara-negara modern atau negara industri ialah adanya ketidakpastian yang fundamental di bidang nilai, moral, dan etika kehidupan. Landasan utama dalam kehidupan keluarga berdasarkan ajaran agama ialah kasih sayang, cinta mencintai, dan kasih mengasihi. Ternyata di dalam keluarga yang tidak religius, yang komitmen agamanya lemah, akan berakhir dengan broken home, perceraian, perpisahan, kecanduan alkohol, dan sebagainya.
2.         Waktu untuk bersama keluarga itu harus ada. Manajemen waktu dengan baik untuk berkumpul dalam keluarga merupakan hal yang dominan sebagai maintenance (pemeliharaan), keutuhan, dan keharmonisan sebuah keluarga. Sehingga jangan sampai hubungan keluarga rapuh akibat kurang adanya kebersamaan.
3.         Dalam interaksi segitiga itu, keluarga harus menciptakan hubungan yang baik antara anggota keluarga, harus ada keharmonisan yang baik, demokratis, timbal balik. Jangan komunikasi satu pihak seperti  pokoknya kata ayah harus dituruti, sehingga ibu tidak berani menyampaikan pendapatnya, apalagi anak. Seorang ayah dituntut menciptakan suasana komunikatif, sehingga seringkali keluarga yang tidak harmonis itu disebabkan adanya kesenjangan komunikasi.
4.         Harus saling menghargai dalam interaksi ayah, ibu, anak. Seorang anak bisa menghargai sikap ayahnya. Begitu juga ayah bisa menghargai prestasi anak atau sikap anak. Seorang istri menghargai sikap suami atau sebaliknya suami menghargai sikap istri.
5.         Keluarga sebagai unit yang terkecil, terdiri dari ayah, ibu, dan anak harus erat dan kuat. Kecenderungan masyarakat modern sekarang ini hubungan keluarganya menjadi longgar. Setiap hari ketemu, dekat di mata tetapi jauh di hati, hal itu juga yang memperburuk hubungan keluarga, sehingga mudah terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
6.         Jika keluarga mengalami krisis, mungkin terjadi benturan-benturan, maka prioritas utama adalah keutuhan keluarga. Keluarga harus dipertahankan. Kalau tidak bisa menyelesaikan masalahnya sendiri, maka diharapkan dapat konsultasi ke ahlinya atau mereka yang profesional.[7]
Karena pada hakekatnya seorang kepala rumah tangga amat berperan sekali di dalam membina rumah tangga yang sakinah mawaddah wa rohmah, maka dari itu, figur ayah yang arif dan bijaksana dalam mengatasi problem keluarga akan membawa dampak nilai positif pada keluarga itu sendiri. Jika di dalam pendidikan keluarga ini berhasil, maka akan membawa suatu tatanan masyarakat yang demokratis sesuai dengan tujuan masyarakat madani.
Demikianlah dapat disimpulkan bahwa apabila masing-masing unsur dalam keluarga itu dapat berfungsi dan berperan sebagaimana mestinya, dan tetap berpegang teguh pada nilai-nilai agama kita, maka interaksi sosial yang harmonis antar unsur dalam keluarga itu akan dapat diciptakan. Pada gilirannya, kesejahteraan dan kebahagiaan dalam keluarga akan mudah dicapai.

C.   Peran dan Tanggung Jawab Sekolah dalam Membentuk Masyarakat Madani
Sekolah adalah tempat mendidik dan mengajar anak-anak. Sekolah mempunyai undang-undang dan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh murid-murid. Tujuan didirikan sekolah adalah melaksanakan tugas pokoknya, yaitu mendidik anak-anak dengan pendidikan yang sebenarnya, sehingga menjadi anggota masyarakat yang bermanfaat di kemudian hari.
Orang tua menyerahkan anaknya ke sekolah, supaya sekolah mendidik anak itu dengan sebaik-baiknya. Orang tua tak dapat sepenuhnya melaksanakan pendidikan dengan sendirinya, sehingga di sekolah itulah tempat yang diharapkan dapat menyempurnakan pendidikan anaknya.
Kewajiban sekolah ialah melaksanakan pendidikan yang tak dapat dilaksanakan di rumah tangga. Pengalaman anak-anak yang dijadikan dasar untuk pelajaran di sekolah. Kelakuan anak-anak yang kurang baik diperbaiki. Tabiatnya yang salah dibetulkan. Perangainya yang kasar diperhalus, tingkah lakunya yang senonoh diperbaiki dan begitulah seteusnya. Dengan demikian barulah sekolah menunaikan kewajibannya terhadap pendidikan dan berusaha memperbaiki masyarakat di masa yang akan datang.
Kewajiban sekolah bukanlah semata-mata mengajar, tetapi juga bertanggung jawab tentang perbaikan masyarakat kemanusiaan, dan kehidupan kemanusiaan. Sekolah harus menjadi sumber  kebaikan, menjadi sumber akhlak yang mulia, menjadi tempat untuk kesucian dan kesempurnaan. Sekolah yang tak mencapai kesempurnaan dari segi ilmiah, amal perbuatan, jasmani, ‘akli, akhlaq, kemasyakatan, karohaniaan, dan perasaan berarti belum menunaikan kewajibanya terhadap pendidikan dan pengajaran. Pendidikan sekolah harus berusaha mendidik anak-anak, supaya sampai kepada kesempurnaan masyarakat seluruhnya. Ia tidak mementingkan dirinya sendiri, tetapi mementingkan masyarakat seluruhnya. Seseorang belum dapat dikatakan tinggi akhlaqnya, kecuali bila ia melupakan kepentingan dirinya untuk kebaikan masyarakat. Dengan demikian ia menjadi anggota yang hidup dalam masyarakat.[8]
Selain itu sejalan dengan fungsi dan perannya, maka sekolah sebagai kelembagaan pendidikan adalah pelanjut dari pendidikan keluarga. Karena keterbatasan orang tua untuk mendidik anak-anak mereka, maka mereka diserahkan ke sekolah-sekolah. Sejalan dengan kepentingan dan masa depan anak-anak, terkadang para orang tua sangat selektif dalam menentukan tempat untuk menyekolahkan anak-anak mereka.
Mungkin orang tua berasal dari keluarga yang taat beragama akan memasukkan anaknya ke sekolah-sekolah agama. Sebaliknya para orang tua lain lebih mengarahkan anak mereka untuk masuk ke sekolah-sekolah umum. Atau sebaliknya para orang tua yang sulit mengendalikan tingkah laku anaknya akan memasukkan anak-anak mereka ke sekolah agama dengan harapan, secara kelembagaan, sekolah tersebut dapat memberi pengaruh dengan membentuk kepribadian anak-anak tersebut.
Pendidikan agama di lembaga pendidikan bagaimanapun akan memberikan pengaruh bagi pembentukan jiwa keagamaan pada anak didik. Namun demikian besar kecilnya pengaruh dimaksud sangat tergantung berbagai faktor yang dapat memotivasi anak untuk memahami nilai-nilai agama. Sebab pendidikan agama pada hakekatnya merupakan pendidikan nilai. Oleh karena itu pendidikan agama lebih dititikberatkan pada bagaiamana membentuk kebiasaan yang selaras dengan tuntunan agama.
Kebiasaan adalah cara bertindak atau berbuat. Pembentukan kebiasaan ini menurut Whiterington seperti yang dikutip oleh Jalaluddin dapat dilakukan melalui dua cara. Pertama, dengan cara pengulangan dan kedua, dengan disengaja dan direncanakan. Jika melalui pendidikan keluarga pembentukan jiwa keagamaan dapat dilakukan dengan menggunakan cara yang pertama, maka melalui kelembagaan pendidikan cara yang kedua tampaknya akan lebih efektif.[9]
Fungsi sekolah dalam kaitannya dengan pembentukan jiwa keagamaan pada anak didik, antara lain, sebagai pelanjut pendidikan agama di lingkungan keluarga. Dalam konteks ini, guru agama harus mampu mengubah sikap anak didiknya agar menerima pendidikan agama yang diberikannya.
Menurut Mc. Guire, masih dikutip oleh Jalaluddin dikatakan bahwa proses perubahan sikap dari tidak menerima ke sikap menerima berlangsung dan ditandai melalui tiga tahap perubahan sikap. Proses pertama adalah adanya perhatian; kedua, adanya pemahaman; dan ketiga, adanya penerimaan.[10]
Dengan demikian pengaruh kelembagaan pendidikan di sekolah untuk membentuk masyarakat madani sangat tergantung dari kemampuan para pendidik menimbulkan ketiga proses itu. Pertama, pendidikan agama di sekolah yang diberikan harus dapat menarik perhatian peserta didik. Untuk menopang pencapaian itu, maka guru agama harus dapat merencanakan materi, metode serta alat-alat bantu yang memungkinkan anak-anak memberikan perhatiannya. Kedua, para guru agama harus mampu memberikan pemahaman kepada anak didik tentang materi pendidikan yang diberikannya. Pemahaman ini akan lebih mudah diserap jika pendidikan agama yang diberikan dikaitkan dengan kehidupan  sehari-hari dan disertai latihan-latihan. Jadi tidak terbatas pada kegiatan yang bersifat hafalan sematayang efek negatifnya adalah lupa. Ketiga, penerimaan siswa terhadap materi pendidikan agama yang diberikan. Penerimaan sangat tergantung dengan hubungan antara materi dengan kebutuhan dan nilai bagi kehidupan anak didik.

D.   Peran dan Tanggung jawab Masyarakat dalam Membentuk Masyarakat Madani
Manusia itu menurut pembawaannya adalah makhluk sosial, artinya ia tidak bisa hidup hidup sendiri tanpa bantuan pada orang yang lain, sehingga menjadi keniscayaan, sejak manusia itu ada pasti membutuhkan orang-orang yang ada di sekitarnya atau masyarakat dalam pengertian yang paling sederhana. Masyarakat adalah kumpulan dan paduan dari keluarga-keluarga yang juga di dalamnya terdapat hukum-hukum, tata tertib dan aturan-aturan yang tertulis, maupun tidak tertulis. Golongan-golongan dalam masyarakat itu tidak terhitung banyaknya dan bermacam-macam pula coraknya, seperti keluarga, kampung, sekolah, kota, dan negara.
Tiap-tiap orang yang menjadi anggota suatu golongan atau masyarakat mempunyai hak dan kewajiban, diantaranya adalah hak-hak kewajiban yang dididik dan mendidik. Dalam kaitannya dengan tema di atas, sesungguhnya masyarakat sangatlah berperan, dan bertanggung jawab mendidik anggota-anggotanya. Adapun tugas dan tujuan pendidik yang dilaksanakan masyarakat adalah :
1.      Mengajar anak-anak dengan menjadikan manusia yang berpendidikan, dan mengerti akan tugas, serta kewajibannya terhadap bermacam-macam golongan dalam masyarakat.
2.      Membiasakan anak-anak berbuat patuh, dan memenuhi tugas kewajiban sebagai anggota masyarakat dan sebagai warga negara.[11]
Islam telah mengajarkan bahwa untuk menciptakan  masyarakat yang baik harus bermula dengan menciptakan manusia yang baik, sebab manusia itulah sebagai unit terkecil dari masyarakat. Jadi bermula dari individu itulah sumber segala sesuatu yang berlaku di masyarakat, apapun namanya, seperti perubahan sosial, ketertiban sosial, dan lain sebagainya.
Perutusan Islam bersifat universal dalam tujuan dan ciri-cirinya, tetapi ia meletakkan syarat-syarat bagi kebangkitan bahwa akan selalu ada masyarakat-masyarakat agama lain hidup berdampingan dengannya dalam sejarah. Sebagaimana firman Allah SWT, yang berbunyi :

ولتكن منكم امة يدعون الى الخير وياءمرون بالمعروف وينهون عن المنكر وا الئك هم المفلحون. (ال عمران : 104)

Artinya : “Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung”.[12] (QS. Ali Imran : 104).

Ayat ini menyatakan bahwa pembentukan umat adalah ditegakkan atas dasar-dasar kebaikan, yang ma’ruf dan tidak tercela. Oleh karena ituو aturan-aturan ini semuanya berdasar kepada wahyu, maka tugas utama umat Islam adalah mengetahui dan menjaga wahyu-wahyu ini, seperti yang ditunjukkan oleh Al-Qur’an.
Peran lingkungan masyarakat akan memberi dampak dalam pembentukan pertumbuhan baik fisik maupun psikis. Jika pertumbuhan fisik akan berhenti saat anak mencapai usia dewasa, namun pertumbuhan psikis akan berlangsung seumur hidup. Hal ini menunjukkan bahwa kalau masa asuhan di lembaga pendidikan (sekolah) hanya berlangsung selama waktu tertentu. Sebaliknya asuhan oleh masyarakat terhadap moral behaviour seseorang menjadi yang paling dominan, yang terintegrasi dalam pertumbuhan psikis. Apabila lingkungan baik, maka akan terbentuk masyarakat yang baik pula. Akan tetapi, jika lingkungan jahat atau kurang baik, maka akan terbentuk pula mental dan akhlaq yang jahat atau kurang baik.
Tanggung jawab lingkungan masyarakat dapat diwujudkan dalam bentuk ciri-ciri masyarakat yang ideal atau dapat di katakan sebagai masyarakat madani yang terdiri dari :
1.      Masyarakat Islam adalah wujud dari iman kepada Allah, Nabi, Rasul, kitab-kitab samawi, hari akhirat, hari kebangkitan, perhitungan dan balasan.
2.      Masyarakat Islam meletakkan agama pada tempat yang tinggi.
3.      Masyarakat Islam memberi penilaian yang tinggi kepada akhlaq dan tata susila. Segala kegiatan dan perbuatan insan ditundukkan kepada prinsip dan kaidah yang diterima sebagai prinsip insaniah yang jelas.
4.      Masyarakat Islam memberi perhatian utama kepada ilmu, sebab ilmu dianggap cara yang terbaik untuk memantapkan aqidah dan agama.
5.      Masyarakat Islam menghormati dan menjaga kehormatan insan. Tidak memandang perbedaan warna kulit, bangsa, agama, harta dan keturunan.
6.      Keluarga dan kehidupan berkeluarga mendapat perhatian besar dalam masyarakat Islam. Masyarakat Islam menguatkan ikatan dan binaan institusi keluarga.
7.      Masyarakat Islam adalah masyarakat dinamis dan bertekad untuk berkembang dan berubah dengan pesat dan terus menerus.
8.      Kerja mendapat perhatian sungguh-sungguh dalam masyarakat Islam. Ia dianggap neraca untuk menentukan kemanusiaan insan. Sebagai sumber hak dan kewajibannya. Kerja merupakan hak dan tanggung jawab manusia.
9.      Nilai dan peranan harta diperhitungkan untuk menjaga kehormatan insan dan pembangunan umat. Pemilik harta hakiki ialah Allah. Sebab manusia sebagai khalifah Allah di bumi memiliki harta dan kekayaan hanyalah sebagai amanah.[13]    [14]








[1]Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam, Pustaka Al-Husna, Jakarta 1992, hal. 35.
[2]Adi Suryadi Culla, Masyarakat Madani (Pemikiran, Teori dan relevansinya dengan Cita-cita Reformasi), PT. Grafindo Persada, Jakarta, 1999, hal. 208.

[3]Cahyadi Takariawan, Pernik-Pernik Rumah Tangga Islami (Tatanan dan Peranannya dalam Kehidupan Masyarakat), Intermedia, Solo, 2000, hal. 104.

[4]Al-Qur’an, Surat Al-Hujurat Ayat 13, Yayasan Penyelenggara Penerjemah Penafsiran Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya,  Departemen Agama, 1989, hal. 847.
[5]Cahyadi Takariawan, Op. Cit., hal 105.
[6]Al-Qur’an, Surat An-Nisa’ Ayat 1, Yayasan Penyelenggara Penerjemah Penafsiran Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya,  Departemen Agama, 1989, hal. 114.
[7]Dadang Hawari, Al-Qur’an Ilmu kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, PT. Dona Bhakti Prima Yasa, Yogyakarta, 1998, hal. 283-386
[8]Mahmud Yunus, Pokok-Pokok Pendidikan dan Pengajaran, PT. Hindakarya Agung, Jakarta, 1986, hal. 31.
[9]Jalaluddin, Psikologi Agama, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, hal. 206.

[10]Ibid., hal. 207.
[11]Ngalim Purwanto, MP., Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 1994, hal. 159.
[12]Al-Qur’an, Surat Ali Imron Ayat 104, Yayasan Penyelenggara Penerjemah Penafsiran Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya,  Departemen Agama, 1989, hal. 93.
[13] Hasan Langgulung, Op. Cit, hal. 85-86.
[14]  Hasan Langgulung, Op.Cit, hal. 85-86.

0 Response to "PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK MASYARAKAT MADANI : SEBUAH ANALISIS"

Post a Comment