Warta Madrasah - Sahabat warta madrasah pada kesempatan ini kita akan membahas tentang Pengertian Sanad, Matan, Rawi dan Asbabul Wurud Hadits. Dalam mengkaji tentang Hadits di lihat dari Latar belakang sejarah
periwayatan Hadits, maka bagian-bagian Hadits yang menjadi pokok obyek
penelitian ada dua macam, yakni rangkaian para periwayat yang menyampaikan
riwayat Hadits yang di kenal dengan istilah sanad, dan materi atau matn Hadits
itu sendiri. Di bawah akan di jelaskan tentang sanad dan matn Hadits tersebut
di atas agar dalam penelitian Hadits bisa lebih sempurna dan bisa di pahami
kedudukan masing-masing Hadits. Di sisi lain kajian historis Hadits yang
berkaitan dengan sebab-sebab adanya sebuah Hadits Nabi adalah sangat penting
untuk di kaji secara mendalam, karena berawal dari asbabul wurud Hadits, maka
setting sosial yang di kehendaki akan dapat di ketahui tanpa adanya sebuah
kontroversi sosial yang mengimplikasikan pada adanya miss
understanding dalam pemahaman Hadits.
Sanad Hadits
Sanad adalah merupakan salah satu komponen dalam pembahasan ilmu
Hadits, yang mana sanad adalah unsur terpenting yang harus di perhatikan dalam
kajian Hadits misalnya dalam mengkaji tentang kashahihan sanad Hadits. Hal ini
sangat penting untuk di kaji karena sanad adalah bagian dari komponen Hadits yang
menentukan kualitas Hadits shahih dan tidaknya.
Dalam mengkaji tentang sanad Hadits, Syuhudi Ismail memberikan
beberapa syarat dan kriteria yang harus di penuhi oleh sanad Hadits yang
berkualitas shahih, oleh Syuhudi ismail syarat tersebut di kelompokkan menjadi
dua bagian yaitu kaedah mayor yang bersifat umum dan kaedah minor yang bersifat
khusus. Dari kaedah mayor Syuhudi Ismail mengambil marji’ dari pendapat Imam
Syafi’I yang berpendapat bahwa Hadits ahad tidak dapat di jadikan hujjah
kecuali apabila Hadits itu:
Di riwayatkan oleh para periwayat yang :
a.
dapat di percaya pengalaman
agamanya.
b.
Di kenal sebagai orang yang jujur
dalam menyampaikan berita.
c.
Memahami dengan baik Hadits yang
di riwayatkan
d.
Mengetahui perubahan makna Hadits
bila terjadi perubahan lafadznya.
e.
Mampu meriwayatkan Hadits secara
lafadz, tegasnya tidak meriwayatkan secara makna.
f.
Terpelihara hafalanya, bila ia meriwayatkan
secara hafalan, dan terpelihara catatanya, bila ia meriwayatkan melalui
kitabnya.
g.
Apabila Hadits yang di riwayatkanya
juga di riwayatkan oleh orang lain, maka bunyi Hadits tidak berbeda.
h.
Terlepas dari perbuatan
penyembunyian cacat (Tadlis ) Rangkaian riwayatnya bersambung sampai kepada Nabi, atau dapat juga
tidak sampai kepada Nabi.
Pendapat Imam Syafi’i di atas di perkuat dan di sepakati oleh
Ahmad Muhammad Syakir yang menganggap bahwa kriteria yang di buat oleh Imam
Syafi’i sudah cukup representatif dalam meneliti sebuah Hadits yang termasuk di
dalamnya sanad dan matn Hadits.
Yang kedua adalah kaedah minor atau yang bersifat khusus, lebih
lanjut Syuhudi Ismail menguraikan tentang kaedah minor yaitu :
- Sanad bersambung.
- Periwayat bersifat adil.
- Periwayat bersifat dhabith.
- Terhidar dari syudzudz.
- Terhindar dari illat. 9
Oleh sebab itu di bawah akan dijelaskan tentang kedudukan dan
kualitas sanad Hadits termasuk para perawi Haditsnya. Ketiga Hadits tersebut di
atas mempunyai musnid atau perawi yang sama mulai dari Nabi Muhammad saw dari
Sabrah dari ayahnya dari kakeknya dari Abdul Malik, kemudian dari Abdul Malik
terpisah menjadi tiga orang musnid dan ketiga-tiganya adalah muridnya semua
yaitu :
- Rabi’ bin Sabrah al-juhani, harmalah ibnu Abdul Aziz, Ali ibnu
Hajr, at-Tirmidzi.
- Ibrahim ibn Sa’ad, Muhammad ibnu Isa, Abu Daud.
- Zaid bin al-Habab, bapaknya, Abdullah, Ahmad bin Hambal.
Kata an-Nawawi dalam al-Majmu’ bahwa sanad hadits ini hasan,
menurut at-Tirmidzi hasan shahih.10 Seperti
halnya juga Manshur Ali Nashif mengatakan bahwa sanad hadits ini berpredikat
shahih. 11 dalam riwayat Imam Turmudzi sendiri Abu Isa mengatakan bahwa
haditsnya Sabrah Bin Ma’bd al-Juhhani itu adalah Hadits hasan shahih.
Dalam kajian tentang Hadits baik Hadits shahih maupun Hadits hasan
terdapat klasifikasi Hadits tersebut yaitu lidzatihi dan lighairihi. Hadits
yamg memenuhi segala syarat-syarat hadits hasan di sebut Hadits hasan lidzatihi,
sedangkan Hadits hasan lighairihi adalah hadits dha’if, yang bukan di karenakan rawinya pelupa
banyak salah dan orang fasik, yang mempunyai mutabi’ atau syahid. Hadits dha’if
yang di karenakan rawinya buruk hafalanya tidak di kenal identitasnya (mastur) dan
mudallis (menyembunyikan cacat) dapat naik menjadi Hadis
hasan lighairihi karena di bantu oleh Hadits-Hadits lain yang semisal dan semakna
atau karena banyak yang meriwayatkanya.
Menurut al-Ajali Ajazi dan an-Nasa’I bahwa Rabi’ bin Sabrah bin
Ma’bad Ibnu Ausajah al-juhani adalah musnid yang tsiqah, tetapi
dalam sanad ini ada satu musnid yang menurut Ibnu abi Khaisamah yang bertanya
pada Ibnu Muayyan berkata bahwa Haditsnya Abdul Malik itu lemah.13
Sanad
yang terdapat dalam hadits tersebut di atas karena adanya musnid atau perawi
yang dhaif bisa naik menjadi hasan lighairihi karena ke dhaifanya di angkat
oleh muttabi’ yaitu Rabi’ bin Sabrah aljuhani, harmalah ibnu Abdul Aziz, Ali
ibnu Hajr, at-Tirmidzi. Ibrahim ibn Sa’ad, Muhammad ibnu Isa, Abu Daud. Zaid
bin al-Habab, bapaknya, Abdullah, Ahmad bin Hambal.
Sesuai dengan penjelasan Hasby Ash Shiddieqy di atas bahwa Hadits
yang pada tingkat kualitasnya tidak shahih (masih dibawah shahih) atau di sini
pada tingkatan hasan, maka ada kemungkinan dalam sanad Hadits tersebut ada
musnid ataupun perawi yang dha’if. Tetapi hal itu tidak berpengaruh pada
kredebelitas Hadits tersebut karena sanad yang masuk dalam Hadits hasan shahih
walaupun musnidnya dhaif, kedha’ifanya tidak sampai pada tingkatan mungkar atau sangat
dhaif dan hal ini masih bisa di terima oleh ahli Hadits dan masih di jadikan
sebagai bahan refrensi utama setelah Hadits shahih.
Hadits yang di riwayatkan Imam Baihaqi oleh sebagian kritikus
Hadits di anggap bahwa Hadits tersebut di atas dhaif , Yahya
Bin Muayyan dan Bukhari menganggap bahwa Haditsnya Isa bin Ibrahim al- Hasyimi
di anggap lemah dan dia dianggap guru yang mengajarkan Hadits mungkar.
Pengertian Hadits mungkar sendiri adalah Hadits ayang di riwayatkan oleh orang
yang lemah, yang matanya bertentangan dengan periwayatan orang kepercayaan.14
dan
Hadits mungkar sendiri merupakan bagian dari Hadits dha’if.
Di lihat dari kualitas sanadnya bahwa Hadits yang di riwayatkan
oleh di bilang dha’if tetapi jika di lihat dari kualitas matn Hadits, maka matn
tersebut bisa di katakan matn hasan karena ada perawi lain yang meriwayatkannya
yaitu Imam Ad-dailami dan dia pun menganggap bahwa Hadits tersebut berkualitas
hasan. Oleh karena itu Hadits tentang hak-hak orang tua adalah di suruh untuk
mengajari anakanaknya dengan baca tulis, berenang, memanah dan mewarisi hal-hal
yang baik jika di lihat dari sanadnya bisa jadi dhaif tetapi jika di lihat dari
matnnya bisa jadi hasan, dengan demikian Hadits tersebut di atas jika di jadikan
marji’ masih bisa di terima karena tingkat kedhaifanya tidak sangat lemah juga
tidak maudhu’.
b. Matn Hadits
Adanya sebuah penelitian matn hadits tidak hanya keadaan matn
tidak dapat di lepaskan dari pengaruh keadaan sanad saja. Tetapi karena juga
dalam periwayatanya matn hadits di kenal adanya periwayatan secara makna
(riwayat bil Makna) ulama-ulama hadits memang telah menetapkan syarat-syarat
syahnya periwayatan secara makna namun hal itu tidaklah berarti bahwa seluruh
periwayat yang terlibat dalam periwayatan hadits telah mampu memenuhi dengan
baik semua ketentuan itu.
Dengan adanya peneletian secara makna, maka penelitian matn hadits
tertentu, misalnya berkenaan dengan berita peperangan, sasaran penelitian pada
umumnya tidak tertuju pada kata perkata dalam matn itu, tetapi sudah di anggap
cukup bila penelitian tertuju kepada kandungan berita yang bersangkutan. Lain
halnya jika yang di teliti adalah matn yang mengandung ajaran Nabi tentang
suatu ibadah tertentu, misalnya bacaan shalat, maka masalah yang di teliti
meliputi keadaan kata demi katanya.
Seperti halnya kesahihan sanad, matn juga mempunyai kajian tentang
kesahihan matn. Ada beberapa kriteria matn Hadits yang dapat di terima oleh
ulama’ Hadits maupun ushul sehingga dapat di terimanya sebagai salah satu bahan
refrensi Hadits dan mampu menyandang predikat Hadits maqbul (di terima). Oleh
karena itu ada beberapa kriteria Hadits maqbul seperti yang terdapat dalam
catatan Syuhudi Ismail yaitu :
- Tidak bertentangan dengan akal yang sehat.
- Tidak bertentangan dengan hukum al-Qur’an yang telah muhkam.
- Tidak bertentangan dengan Hadits mutawatir.
- Tidak bertentangan dengan amalan yang telah di sepakati oleh
ulama masa lalu atau ulama klasik.
- Tidak bertentangan dengan dalil yang telah pasti, dan
- Tidak bertentangan dengan Hadits ahad yang kualitas kesahihanya lebih
kuat.
Di lihat dari matnya, maka ketiga matn tersebut di atas dapat terhindar
dari matn Hadits palsu atau masuk dalam kategori matn Hadits yang maqbul karena
matn tersebut dapat memenuhi ketetapan yang telah di tentukan,_ _ dalam
riwayat Imam Turmudzi sendiri abu isa mengatakan bahwa haditsnya Sabrah Bin
Ma’bd al-Juhhani itu adalah Hadits hasan shahih, berarti
ini menandakan bahwa Hadits tersebut di atas adalah Hadits maqbul, apalagi lebih lanjut Syuhudi Ismail
menggambarkan tentang tanda-tanda matn Hadits yang palsu berdasarkan atas
kesepakatan jumhur ulama Hadits, adapun tanda-tanda Hadits yang palsu adalah :
- Susunan bahasanya rancu.
- Kandungan pernyataanya bertentangan dengan akal yang sehat dan sangat
sulit di interpretasikan secara rasional.
- Kandungan pernyataanya bertentangan dengan tujuan pokok ajaran Islam.
Misalnya ajakan berbuat maksiat.
- Kandungan pernyataanya bertentangan dengan Sunnatullah.
- Kandungan pernyataanya bertentangan dengan fakta sejarah.
- Kandungan pernyataanya bertentangan dengan petunjuk al-Qur’an ataupun
Hadits mutawatir.
Dari ketiga matn hadits di atas jika di lihat dari sisi matn antara
yang satu dengan yang lain tidak ada pertentangan dan tidak ada perselisihan
makna dan arti dari Hadits yang lain, di samping itu dari ketiga matn tersebut
di atas tidak di temukan adanya indikasi matn yang dha’if dengan
melalui seleksi kriteria Hadits maqbul seperti tersebut di atas. Secara kontekstual
mempunyai kandungan makna arti yang sama yaitu orang tua di suruh memerintahkan
anaknya untuk shalat pada umur tujuh tahun dan di suruh memukul pada usia
sepuluh tahun apabila dia tidak mau melaksanakanya. Tetapi secara tekstual
lafdziyah terdapat perbedaan dalam penggunaan lafadz shaby,
ghulam, aulad. Dari ketigatiganya mempunyai arti yang sama yaitu anak kecil,
hanya ada klasifikasi tersendiri dengan penggunaan kaitanya dengan tingkat
perkembangan anak tersebut. Aulad asal kata dari al-walada dalam kamus al-bisri di artikan sebagai bayi atau anak laki-laki,
jika di lihat pemaknaanya itu mempunyai arti anak laki-laki yang usianya masih
belia. Sedangkan shaby: as-syabab juga di artikan anak laki-laki kalau anak perempuan atau gadis shabiyah:
al-bintu/ al-fatatu lain halnya dengan ghulam secara maknawiyah mempunyai makna anak muda atau remaja begitu
juga makna dari kata Abna’ asal kata dari Ibnun untuk laki-laki dan Bintu/ Ibnatun untuk perempuan mempunyai arti anak laki-laki dan anak perempuan. Dalam
penggunaan lafadz murruu dan allimuu dua kata yang terdiri dari fi’il amar jama’ yang mempunyai arti
memerintah atau menyuruh dan mengajar. Di lihat dari filosofi makna menyuruh
dan mengajar ada sebuah perbedaan kontekstual pemaknaan, menyuruh berarti yang
di suruh sudah paham dalam hal ini anak yang di suruh mengerjakan shalat sudah
paham tentang shalat baik itu dari kaifiyah maupun dalam doa-doa shalat,
sedangkan mengajar berarti yang di ajar belum begitu paham dengan obyek yang di
ajar, dalam hal ini anak belum paham dengan shalat baik dari sisi kaifiyah maupun
doa-doanya dan orang tua di tuntut secara praktis untuk mengajarinya shalat.
Kata suruhlah dan ajarilah yang terdapat dalam Hadits di atas mempunyai
kandungan makna sangat luas, bagaimana orang tua di suruh memerintahkan anaknya
untuk shalat sama halnya bagaimana orang tua di suruh mengajari anak agar
terbiasa untuk melaksanakan shalat. Gambaran di atas adalah menunjukan riwayat bil
makna karena adanya perbedaan matn dalam penyampaianya tetapi juga mempunyai
kesamaan dalam tujuan isi kandungan Hadits.
Hadits yang di riwayatkan oleh Imam baihaqi di lihat dari kualitas
sanad ada yang mengatakan bahwa Hadits tersebut lemah tetapi kelemahan itu
tidak sampai mengantarkan pada Hadits maudhu’ karena jika di lihat dari
kriteria Hadits maudhu yang terdapat pada matn adalah : dari segi maknanya,
maka Hadits itu bertentangan dengan al-Qur’an, dengan Hadits mutawatir, dengan
ijma’ dan dengan logika yang sehat dan di lihat dari lafaldnya jika susunan
kalimatnya tidak baik serta tidak fasih. Termasuk di dalam hal ini ialah
susunan kalimat yang sederhana, tetapi isinya berlebih-lebihan, misalnya
berisikan pahala yang besar sekali bagi perbuatan atau amal-amal yang kecil.
Rawi Hadits
Dari ketiga Hadits tersebut di atas, Hadits yang pertama di riwayatkan
oleh Imam Turmudzi Hadits yang ke dua di riwayatkan oleh Imam Abu Daud dan
Hadits yang ketiga di riwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hambal. Masing-masing
Hadits mempunyai kedudukan sendiri-sendiri seperti Hadits yang di riwayatkan
oleh Imam Turmudzi dan Abu Daud adalah Hadits hasan yang pada strata kualifikasinya
ada di bawah Hadits shahih dan keduanya masuk dalam kategori kitab-kitab sunan,
jika di lihat kualitas Hadits baik dari sanadnya maupun dari matanya bisa juga di
bawah Hadits shahih. Oleh ulama-ulama mutaakhirin sepakat untuk menetapkan
kitab induk Hadits lima yang tergabung dalam Al-kutubul Khamsah yaitu : Shahih
Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Daud, Sunan An-nasa’I, Sunan At-turmudzi. Sebagian ulama muta’akhirin yaitu Abul Fadhil
Ibn Thahir menggolongkan pula ke dalamnya sebuah kitab induk lagi yaitu Sunan
Ibnu Majah sehingga terkenalah dengan sebutan Al kutubu
Sittah.
_Sedangkan Hadits yang di riwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hambal
secara strata kualifikasi Hadits, masih di bawah Hadits-hadits hasan atau
hadits –hadits sunan. Menurut Hasbi Ash Shiddieqy bahwa ada tiga tingkatan
kualitas kitab-kitab Hadits yaitu:
- Kitab-kitab Shahih ialah kitab-kitab yang penyusunanya tiada memasukkan
kedalamnya selain dari hadits-hadits shahih saja
- Kitab-kitab Sunan (kecuali sunan Ibnu Majah) ialah kitab-kitab
yang oleh pengarangnya tidak di masukan kedalamnya Hadits-hadits mungkar,
adapun hadits Dha’if yang tidak mungkar dan tidak sangat lemah terdapat juga di
dalamnya dan kebanyakan di terangkan kedha’ifanya oleh pengarangnya sendiri,
oleh karen itu kualitas Hadits ini masih di bawah Hadits shahih.
- Kitab-kitab Musnad ialah kitab-kitab yang penyusunannya memasukkan
ke dalamnya segala rupa Hadits-hadits yang di terima dengan tidak menyaring dan
tidak menerangkan derajat-derajatnya, di dalam pengambilan Hadits- hadits hanya
di perbolehkan terhadap orang-orang yang ahli menyaring, ahli menyelidik,
mengerti hal ihwal Hadits dan seluk beluknya, oleh karena itu kualitas Hadits
ini masih di bawah Hadits-hadits sunan.21
Untuk lebih jelasnya di bawah akan sedikit di terangkan tentang
biografi para perawi Hadits di atas :
- Imam Turmudzi
Imam Turmudzi berkata : “Aku tidak memasukkan kedalam kitab ini terkecuali
hadits yang sekurang-kurangnya telah di amalkan oleh sebagian fuqaha”. Beliau
menulis hadits dengan menerangkan yang shahih dan yang tercacat serta sebab-sebabnya
sebagiamana beliau menerangkan pula mana-mana yang di amalkan dan mana-mana
yang di tinggalkan. Sunan at-Turmudzi besar faedahnya, tinggi derajatnya, dan
isinya jarang berulang-ulang. Sebagian sarahnya ialah sarah as-Syuyuthi dan
as-Syindi, sarahnya yang paling besar adalah Aridhatul Ahwady karangan
Ibnu Araby Al maliky. Dan sebagian dari mukhtasharnya ialah Mukhtashar
Al Jami’ karangan Najmuddin Ibnu Aqil. Sunan Turmudzi di pandang sebagai
induk yang kelima.
- Abu Daud
Kata al Khatthaby di dalam kitab Ma’allimus Sunan : “ketahuilah bahwa
sunan Abu Daud itu adalah kitab yang sukar ada tandinganya dalam masalah agama
dalam masalah agama, yang telah di terima baik oleh seluruh umat islam”. Kata
Abu Daud sendiri : “aku telah menulis Hadits Rasul sebanyak 500.000 Hadits,
kemudian akau pilih sejumlah 4800 lalu aku masukan ke dalam kitab ini”. Hadits
yang amat lemah atau tidak sah sanadnya aku terangkan akhirnya, tak kusebutkan
dalam kitab ini hadits-hadits yang di tolak oleh seluruh orang, dan yang tidak saya
beri komentar berarti hadits ayang baik . kat al –Ghazali, “Sunan Abu Daud
cukup buat pegangan seorang mujtahid”. Dan sebagusbagusnya mukhtasharnya adalah
al Mujtaba’ susunan al Mundziry yang telah di syarahkan oleh asy Syuyuthi, al
Mujtaba’ ini telah di sarin oleh Ibnu Qaiyim al-Jauziyah, saringan itu di
namakan Tahdzibus sunan. Sunan Abu Daud di pandang sebagi induk yang ke empat.23
- Imam Ahmad bin Hambal
Menurut Abu Zurah beliau mempunyai tulisan sebanyak 12 macam yang
semuanya sudah di kuasai di luar kepala. Juga beliau mempunyai hafalan matan
hadits sebanyak 1.000.000 buah. Imam asy- Syafi’I saat meninggalkan kota bagdad
menuju mesir, memberikan ujian kepada beliau dengan kata-kata yang realis, :
“ku tinggalkan kota bagdad dengan tidak meninggalkan apa-apa selain
meninggalkan orang yang lebih taqwa dan lebih alim dalam ilmu fiqh yang tiada
taranya, yaitu Ibnu Hambal. Diantaran karya beliau yang sangat gemilang adalah Musnad
al Kabir, kitab musnad ini merupakan satu-satunya kitab musnad terbaik dan
terbesar di antara kitab-kitab musnad yang pernah ada. Kitab ini berisikan
40.000 buah hadits, yang sepuluh ribu merupakan hadits ulangan sesuai dengan
masanya. Maka kitab hadits tersebut belum di atur bab per bab, sehingga ulama’
ahli hadits yang terkenal dari mesir Ahmad Muhammad Syakir,berusaha
menyusun daftar isi kitab musnad tersebut dengan nama Fihris
Musnad Ahmad.
d. Asbabul Wurud
Selain sanad dan matn, komponen yang terpenting dalam Hadits Nabi
adalah asbabul wurud, asbabul wurud adalah merupakan bentuk dari sebab-sebab
disampaikanya Hadits atau dalam hal ini mengacu pada kajian historis Hadits sehingga
setting sosial akan jelas bagaimana kondisi sosial dan lingkungan pada waktu
Hadits di sampaikan, apakah masih relevansi dengan keadaan sosial pada waktu sekarang
sehingga memungkingkan Hadits untuk di jadikan sebagai refrensi dari sebuah
hukum. Dari semua Hadits yang ada, tidak semua Hadits ada asbabul wurud pada
waktu Hadits di sampaikan. Seperti yang di sampaikan oleh Nuruddin ITR bahwa
kadang-kadang sebabsebab itu tidak di sebutkan dalam Hadits yang bersangkutan,
namun di jelaskan pada sebagian jalurnya.25 Hal yang
sama di ungkapkan oleh Munzeir Suparto bahwa asbabul wurud mempunyai beberapa
faedah di antaranya adalah dapat mentakhsis arti yang umum, membatasi arti yang
mutlak, menunjukan perincian arti yang mujmal, menjelaskan kemusykilan, dan
menunjukan illat suatu hukum. Maka dengan memahami asbabul wurud Hadits dengan
mudah memahami apa yang di maksud atau yang di kandung oleh suatu Hadits. Namun
demikian, tidak semua Hadits mempunyai asbabul wurud, seperti halnya tidak semua
ayat al-Qur’an mempunyai asbabun nuzul.26
Dari beberapa matn Hadits tersebut di atas setelah di cari dalam
kitab Alluma’ yang di karang oleh Imam as-Suyuthi dan kitab al-Bayan
wa At-ta’rif fi asbab al-Wurud al-Hadis al-Syarif karangan Imam
Ibnu Hamzah, di tambah lagi asbabul wurud karya Said Agil Husain Munawwar tidak juga di temukan asbabul
wurudnya. Said Agil Husain Munawwar dan Nuruddin menyebutkan tentang kitabkitab
yang menyebutkan asbabul wurud yaitu :
- Asbabul wurud al- Hadits karya Abu Hafs al-Ukhbari, namun sayang
kitab tersebut tidak sampai ke tangan kita.
- Asbabul wurud al-Hadits karya Abdul Hamid Abdul Jalil al-Jabari,
kitab tersebut juga tidak sampai ke tangan kita.
- Al-lama’ fi asbabul wurud karya as-suyuthi, dan
- Al-bayan
wa-Ta’rif fi asbab al-Wurud al-Hadits al-Syarif. 27
Hanya
melalui kitab tersebut di atas dapat di telusuri dan di cari tentang asbabul wurud Hadits
Demikian pembahasan kita tentang Pengertian Sanad, Matan, Rawi dan Asbabul Wurud Hadits Semoga bermanfaat.
REFERENSI
Nuruddin
ITR, Ulum Hadis , (Bandung: Remaja Rosda karya,
1994), hlm. 110.
Munzier
Suparta, Op. cit, hlm. 40.
Imam
Ahmad bin Hambal, Musnad Imam Ahmad Bin Hambal, Juz III, (
Dar Al-fikr ), hlm, 404.
Abi
Bakr Ahmad bin al-Husain bin Ali al-Baihaqi, Sunanu
al-Kubra, Juz 10, ( Bierut : Dar al-kutb al-Ilmiyah, t t ), hlm. 26.
Syuhudi
Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis , Telaah Kritis dan Tinjauan dengan
Pendekatan
Ilmu Sejarah, ( Jakarta : Bulan Bintang, 1995 ), hlm. 121.
9 Ibid,
hlm. 127-147.
-
Sanad bersambung, tiap-tiap periwayat dalam sanad Hadits menerima riwayat Hadits
dari
periwayat
terdekat sebelumnya, keadaan itu berlangsung demikian sampai akhir sanad dari
Hadits
itu. Jadi, seluruh rangakaian periwayat dalam sanad, mulai
dari periwayat yang di
sandari
oleh al-Mukharrij (penghimpun riwayat Hadits dalam
karya tulisanya) sampai dengan
periwayat
tingkat sahabat yang menerima Hadits yang bersangkutan dari Nabi. Bersambung
dalam
periwayatanya.
-
Dalam kamus besar bahasa indonesia adil di artikan sebagai : “ tidak berat
sebelah (tidak
memihak),
sepatutnya (tidak sewenang-wenang).
-
Dhabith adalah orang yang kuat hafalanya tentang apa yang telah di dengarnya
dan mampu
menyampaikan
hafalanya itu kapan saja dia menghendaki.
-
Menurut bahasa syadz dapat berarti : yang jarang, yang menyendiri, yang asing, yang
menyalahi
aturan, dan menyalahi orang banyak. Atau dalam bahasa ilmu Hadits merupakan
Hadits
yang janggal.
-
Illat dalam kajian ilmu Hadits adalah sebab yang tersembunyi yang merusakan
kualitas
Hadits.
Yang keberadaanya menyebabkan Hadits yang pada lahirnya berkualitas shahih
menjadi
tidak shahih.
Hasbi
Ash Shiddieqy, Koleksi Hadis -Hadis Hukum, Jilid II,
(Jakarta : Karya Unipress, 1993), hlm. 37.
Manshur
Ali Nashif, Mahkota Pokok-Pokok Hadis Rasulullah Saw, terj.
Bahrun Abu Bakar, (Bandung : Sinar Baru, 1993), hlm. 430.
Shihabuddin, Tahdzibu at-Tahdzib, Juz
VI, (Dar al-Fikr), hlm. 349-350.
Munzier Suparta, Ilmu
Hadits, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 256
Syuhudi Ismail, Metodologi
Penelitian Hadis Nabi, ( Jakarta : Bulan Bintang, 1992
), hlm. 26.
Adib Bisri, Munawwir A. Fatah, Kamus
Al-Bisri Indonesia –Arab, Arab-Indonesia, (Surabaya
: Pustaka Progessif, 1999).
Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah
Dan Pengantar Ilmu Hadis, Edisi II (Semarang : Pustaka
Rizki Putra, 1997), hlm. 83
0 Response to "Pengertian Sanad, Matan, Rawi dan Asbabul Wurud Hadits"
Post a Comment