PENGERTIAN RIYADLAH DALAIL AL KHAIRAT

PENGERTIAN RIYADLAH DALAIL AL KHAIRAT
Warta Madrasah - Sahabat warta madrasah pada kesempatan ini kita akan mengupas tuntas tentang Pengertian Ridadlah Dalail Al Khairat. berikut selengkapnya
1.    Pengertian Riyadlah
Riyadlah adalah latihan,[1] mengekang hawa nafsu seperti makan, minum dan sebagainya.[2] Secara bahasa riyadlah berarti latihan, gerakan dan aktivitas yang sungguh-sungguh seseorang dalam mewujudkan keinginannya. Dan menurut al-Ghazali menjelaskan bahwa riyadlah adalah usaha manusia dalam rangka untuk mensucikan jiwa dari prilaku tercela dan menghiasinya dengan sifat-sifat terpuji.[3]  Dari beberapa pandangan diatas menjelaskan bahwa riyadlah yang memiliki klaitan erat antara ajaran islam dan masalah jiwa manusia dalam pembentukan akhlak yang merupakan salah satu unsur penting dalam islam. Dan yang dimaksud penulis dalam skripsi ini adalah riyadlah yang berbentuk melakukan puasa.
2.    Pengertian puasa
a.   Secara Etimologi Dan Terminologi
Puasa yang berasal dari kata صوم   secara bahasa berarti "menahan, berhenti atau tidak bergerak"[4] dari sesuatu.[5] Kata "puasa" berasal dari dua kata sansekerta, yaitu: "upa" dan "wasa" kata "Upa" adalah semacam prefiks (awalan) yang berarti "dekat" sedangkan "wasa" berarti "yang maha kuasa" (seperti umat hindu di Indonesia menyebut Sang Yang Widhi Wasa). Jadi "upawasa", atau yang kemudian dilafalkan sebagai "puasa", tidak lain daripada usaha atau cara mendekatkan diri kepada tuhan. Sebagai cara untuk mendektakan dari pada Tuhan, puasa adalah pelatihan mental yang bertujuan mengubah sikap dan kejiwaan manusia.
Puasa dari segi istilah (terminlogi) berarti "menahan" (imsak) dan "mencegah" (kalf) dari sesuatu, dengan kata lain yang sifatnya menahan dan mencegah dalam bentuk apapun termasuk didalamnya tidak makan dan tidak minum dengan sengaja (terutama yang bertalian dengan agama).[6]
Arti dalam bahasa arab disebut "hiyam" atau "shaum" secara berarti "menahan diri (berpantang) dari suatu perbuatan.[7]
b.   Puasa Menurut Syar'i
Sedangkan menurut pengertian hukum adalah "sengaja (niat) menahan diri dari segala hal yang dapat membatalkan pada siang hari mulai terbit fajar hingga terbenam matahari".[8]
Jadi, pengertian puasa secara syar'i adalah "menahan dan mencegah kemauan dari makan, minum, bersetubuh dengan istri, dan yang semisalnya, sehari penuh, dari terbitnya fajar shadiq (waktu subuh) hingga terbenamnya matahari (waktu magrib), dengan tunduk dan mendekatkandiri pada Allah.[9]
Syaria'at puasan mengartikan puasa sebagai tindakan "menahan diri dari makan, minum, dan upaya mengeluarkan sperma dari tebitnya fajar hingga terbenamnya matahari".[10]
Ada juga yang mendefinisikan puasa dari segi syara', puasa berarti menahan diri dari hal-hal yang membatalkannya dengan niat yang dilakukanoleh orang yang bersangkutan pada siang hari, mulai terbit fajar sampai terbenam matahari, dengan kata lain, puasa adalah menahan diri dari perbuatan (fi'li) yang berupa dua macam syahwat (syahwat perut dan syahwat kemaluan) serta menahan diri dari segala sesuatu agar tidak masuk perut, seperti obat atau sejenisny. Hal itu dilakukan pada waktu yang telah ditentukan, yaitu sejak terbit fajar kedua (fajar shadiq) sampai terbenam matahari, oleh orang tertentu yang berhak melakukannya, yaitu orang muslim, berakal. Tidak sedang haid, dan tidak nifas. Puasa harus dilakukan dengan niat ; yakni, bertekat dalam hati untuk mewujudkan perbuatan itu secara past, tidak ragu-ragu, tujuan niat adalah membedakan antara perbuatan ibadah dan perbuatan yang telah menjadi kebiasaan.[11]
Pengertian puasa banyak yang mendefinisikan, sedang menurut istilah banyak para pakar yang memberikan definisi antara lain menurut Yusuf Qdrawi bahwa puasa adalah menahan dan mencegah kemauan dari makan, minum, bersetubuh dengan istri dan semisal sehari penuh, dari terbitnya fajar shadiq hingga terbenamnya matahari, dengan niat tunduk dan mendekatkan diri kepada Allah.[12]
Puasa berarti "menahan diri dari makan minum dan upaya mengeluarkan sperma dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari"[13] dengan niat khusus dan pada waktu yang telah ditentukan.
الصوم هو امساك عن مفطر (من نحو شهوتي الفرج والبطن الطعة الولى) بنية مخصوصة (كنية الصوم عن رمضان أو كفارة أو نذر) جمع نهار (من أول النهار الى اخره) قابل الصوم (فخرج به يوم العيد وايام التشريق ويوم الشك بلا سبب) [14]
Puasa telah dijalankan umat islam sedunia, baik yang bersifat wajib di bulan ramadhan maupun sunnah, dinegara yang mayoritas penduduknya islam maupun bukan.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas maka, menurut sar'i puasa adalah "kegiatan ibadah yang dengan niat sengaja untuk menahan dari segala sesuatu yang bisa membatalkan dari terbit fajar hingga terbenam matahari untuk mendekatkan diri kepada Allah".
c.    Puasa menurut Al-Qur'an
puasa disebutkan dalam al-Qur'an sebanyak 15 kali. Ayat-ayat yang menyebutkan pelaksanaan puasa, menyebutkan: kewajiban berpuasa bagi orang-orang beriman, cara melaksanakan, dan bagaimana menggantinya jika melanggar pantangan(QS. Al-Baqarah 183-187), puasa selama menjalani haji (QS. Al-Baqarah : 196), puasa kafarat sebagai pertaubatan seorang pembunuh (QS. Al-Nisa' : 92), maupun pelanggar sumpah (QS. Al-Maidah : 89), kafarat bagi pembunuh hewan ternak di tanah Haram (QS. Al-Maidah : 95), puasanya Maryam (QS. Maryam : 26), janji Allah bagi manusia yang berpuasa (QS. Al-Ahzab : 4), puasa kafarat bagi pezina (QS. Al-Mujadalah : 4), janji Allah untuk mengganti isteri Nabi dengan yang lebih baik, diantaranya dari golongan mereka yang berpuasa (QS. Al-Tahrim : 5).
Syarat-syarat dan Rukun Puasa
Pengertian syarat dan rukun puasa menurut imam syafi'i ada dua macam yaitu :
a. Syarat wajib puasa, dan
b. Syarat sah puasa
Syarat wajib puasa ada empat :
1. Islam
2. Balig
3. Berakal
4. Mampu
Sedangkan syarat sahnya puasa ada empat :
1. Islam
2. Tamyiz, puasa tidak dilakukan anak-anak yang belum tamyiz dan orang gila karena mereka tidak memiliki niat
3. Suci dari haid dan nifas sepanjang hari
4. sesuai dengan waktu puasa, puasa tidak sah dilakukan pada waktu yang diharamkan.
Adapun rukun puasa berikut yaitu :
1. Niat, yaitu menyengaja dalam hati tiap-tiap akan menjalankan puasa, waktunya dari tenggelam matahari hingga terbitnya fajar shadiq menahan makan, minum dan menjauhi apa yang dapat membatalkan puasa.[15]
3.    Macam-macam Puasa
Puasa dapat dibagi menjadi empat bagian, berdasarkan hukum dan kedudukanya, seperti berikut :
a.   Puasa fardhu yang ditentukan, seperti puasa Ramadhan, dan puasa fardhu yang tidak ditentukan,seperti puasa qadha Ramadhan dan puasa kafarat.
b.   Puasa wajib yang ditentukan, seperti puasa nazar, dan puasa wajib yang tidak ditentukan, seperti puasa nazar sebulan.
c.    Puasa yang dilarang, seperti puasa pada hari raya Idhul Fitri dan Idhul Adha, puasa hari tasyrik, dan puasa pada hari syak.
d.   Puasa yang disunahkan, seperti puasa hari 'Asyura (hari ke-10 Muharram), puasa senin dan kamis, puasa tarwiyah dan 'Arofah (tanggal 8 dan 9 Dzulhijjah), puasa enam hari setelah hari raya Idhul Fitri, puasa tiga hari setiap bulan, puasa pada bulan Muharram, puasa daud, dan puasa bulan sya'ban.[16]
Penelitian ini menitik beratkan pada pengamatan (observasi) terhadap pelaksanaan puasa Dalail al-Khairat yang merupakan pelembagaan ibadah puasa sunnah. Nabi SAW. Mengajarkan bahwa ibadah puasa sunah yang dilakukan selama satu tahun sebenarnya merupakan rangkaian ibadah yang terpadu, hal ini mengingat bahwa Nabi SAW. memberikan tuntunan mengenai tata cara pelaksanaan puasa sunnah dan mengungkap kandungan di balik pelaksanaan ibadah puasa tersebut. Hal ini berarti bahwa puasa sunnah yang terbaik adalah dengan menjalankan puasa secara reguler, bukan sebagai rangkaian ibadah yang terpisah-pisah, sebagaimana sabdanya :
أنبأ أحمد بن يخي عن أبي نعيم قال حدثنا أبو نعيم قال حدثنا أبو عوانة عن الحر بن صياح عن هنيدة بن خالد عن امرته عن بعض أزواج النبي صلى الله عليه وسلم أن رسول الله صلي الله عليه وسلم كان يصوم تسعا من ذي الحجة ويوم عاشوراء وثلاثة أيام من كل شهر أول اثنين من الشهر وخميسين (رواه النسائ)[17]
" Ahmad bin Yahya dari Abi Na'im berkata: diceritakan Abu Nu'aim berkata: dicerikan abu 'Iwanah dari Hari bin Shiyah dari Hunaidah bin Khlid dari isterinya dari beberapa isteri Nabi SAW. Berpuasa pada hari kesembilan di bulan dzulhijjah, puasa Asyura, selalu puasa tiga hari pada setiap bulan yang diawali pada hari Senin dan Kamis" (HR. Imam Nasa'i).
Riwayat ini cukup mewakili apa yang selalu dijalankan Nabi SAW. untuk menjalankan puasa sunnah pada hari-hari tersebut, bersama para isterinya, sebagaimana dalam banyak riwayat lain dijelaskan juga bahwa beliau selalu mengutamakan puasa sunnah dilakukan pada hari Senin dan Kamis. Literatur hadits menunjukkan bahwa Nabi SAW. Selalu melakukan ibadah puasa sunnah pada waktu-waktu tertentu, yaitu: puasa pada hari Senin dan Kamis, puasa enam hari di bulan Syawal, puasa Asyura, puasa Sya'ban, puasa tiga hari setiap bulan, puasa Daud, dan puasa A'rafah.
Hadits yang cukup mewakili berbagai penjelasan tentang puasa Dahr dan kaitan puasa Dahr dengan ibadah puasa maupun sunnah yang lain adalah hadis berikut :
حدثنا سليمان بن حرب ومسدة قال حدثنا حماد بن زيد عن غيلان بن جرير عن عبدالله بن معبد الزمانى عن أبي قتادة أن رجال أتى النبي صلى الله عليه وسلم فقال يا رسول الله كيف تصوم فغضب رسول الله صلى الله عليه وسلم من قوله فلما رأى ذلك عمر قال رضينا باالله ربا وبالاسلامدينا وبمحمد نبيا نعوذ باالله من غضب الله ومن غضب رسوله فلم يزل عمر يرددها حتى سكن غضب رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال يا رسول الله كيف بمن يصوم الدهر كله قال لا صام ولا افطر قال مسدد لم يصوم ولم يفطر  أوما صام ولا افطر شك غيلان قال يارسول الله كيف بمن يصوم يومين ويفطر يوما قال أو يطيق ذلك احد قال يارسول الله كيف بمن يصوم يوما ويفطر يوما قالذلك صوم داود  قال يارسول الله كيف بمن يصوم يوما ويفطر يومين قال وددت أنى طوقت ذلك ثم قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ثلاث من كل شهر ورمضان الى رمضان فهذا صيام الدهر كله وصيام عرفة انى أحتسب على الله أن يكفر السنة التي قبله والسنة التي بعده ويصوم يوم عاشوراء اني أحتسب على الله ان يكفر السنة التي قبله حدثنا موسى بن اسمعيل حدثنا مهدي غيلان عن عبدالله بن معبد الزمانى عن أبي قتادة بهذا الحديث زاد قال يا رسول الله أرأيت صوم يوم الاثنين ويوم الخميس قال فيه ولدت وفيه أنزل على القرأن (رواه أبو داود)[18]
"Hadits Sulaiman bin Harbin dan Musyaddadun berkata hadits berkata hadis hamad bin Zaid dari Ghailan bin Jarir dari 'Abdullah bin ma'badin al-Zamari dari Abi Qatadah, dating seoranga laki-laki kepada Nabi SAW. berkata  demi ridho Allah Tuhan kita, dan islam sebagai agamaku, kita berlindung kepada Nabi Muhammad SAW. dari murka Allah dan marahnya Rasul, tidak akan aku hentikan sehingga Rasulullah marah dan berkata wahai Rasulullah bagaimana puasa orang yang puasa sepanjang tahun (dahr), yaitu tidak puasa dan juga tidak berbuka, berkata janganlah berpuasa atau berbuka atau puasa dan berbuka meragukan, Ghailan berkata wahai Rasulullah bagaimana puasa orang yang dua hari puasa dan satu hari berbuka, salah satu orang berkata wahai Rasulullah bagaimana seorang yang berpuasa sehari dan berbuka sehari, maka Rasulullah menyebutnya itu adalah puasa Daud, wahai Rasulullah kalau ada yang berpuasa sehari dan dua hari berbuka, bersabda Rasulullah aku puasa tiga hari setiap bulan dan Ramadhan dan sampai Ramadhan dan ini adalah puasa sepanjang tahun (dahr) dan puasa 'Arofah kepada Allah untuk mengganti perhitungan dosa sebelumnya dan sesudahnya. Hadits Musa bin Ismail hadits Mahdiyun hadits Ghailani dari 'Abdillah bin ma'badin al-Zamani hadits ini dari Abi Qotadah ditambah berkata aku melihat Rasulullah berpuasa hari Senin dan Kamis di dalam hari tersebut adalah hari kelahiran, dan diturunkannya al-Qur'an". (HR. Abu Daud).
Berdasarkan hadits tersebut dapat di ambil pengertian :
1. Rasulullah melarang orang mennjalankan puasa sepanjang tahun yang di lakukan tanpa berbuka, dan pengertian puasa seperti ini bukanlah puasa dahr.
2. Berpuasa sehari lalu berbuka sehari itu disebut "puasa daud" (sebagaimana yang dilakukan Nabi Daud).
3. Rasulullah bersabda tentang pengertian puasa dahr, yaitu rangkain puasa tiga hari setiap bulan sepanjang tahun, dari bulan Ramadhan satu ke Ramadhan berikutnya.
4. Rangkaian puasa dahr yang dimaksud Rasulullah, dilanjutkan dengan puasa 'Arofah dan Asyura, dan para sahabat sering melihat beliau melakukan puasa di hari Senin dan Kamis.
4.    Pengertian Dalail al-Khairat
Secara etimologi "Dalail" adalah kata dari bahasa Arab yang yang berbentuk jama' barasal dari mufrad (tunggal). "Dalail" artinya sesuatu yang mengarah pada petunjuk yang baik, alasan, masihat, dan jalan bagi para pelaku yang memilliki tradisi dan ajaran. Asal kata "al-Khairat" adalah jama' dari "Khairat" yang berarti "sesuatu hal yang baik dan utama atau beberapa kebaikan yang keutamaan".[19] Dalail al-Khairat dengan demikian merupakan "beberapa jalan yang terdiri ajaran dan tuntunan yang dapat mengatur seseorang menuju kebaikan dan keutamaan".
Dalail al-Khairat berhubungan dengan "keutamaan" yang harus dibedakan dari "keutamaan lain", artinya tidak semua "keutamaan" berarti "al-Khairat". Terdapat perbedaan prinsip antara amalan Dalail al-Khairat dengan "keutamaan" lain. Menurut imam Muhammad al-Mahdi, "Dalail al-Khairat" berarti:
"Dalail al-Khairat adalah tuntunan dan bimbingan yang dapat mengantarkan seseorang mencapai derajat kebaikan dan keutamaan dengan cara membaca shalawat Nabi dan beberapa do'a atau wirid lainnya".[20]
Titik tekan pada pembacaan shalawat Nabi sebagai inti Dalail al-Khairat juga melihat dari pendapat Kyai Muslih bin Abdurrahman yang menjelaskan :
Dalail al-Khairat merupakan kumpulan beberapa shalawat Nabi yang Masyhur dan Mujarab yang diantologikan Syaikh abu Abdillah bin Sulaiman al-Jazuli sebagai washilah menuju tercapainya beberapa hajat, menghilangkan kesusahan, menjernihkan hati dan pikiran, menghindarkan bahaya dan bencana, serta mendatangkan kebaikan di dunia dan akhirat.[21]
Kumpulan shalawat yang lebih dikenal dengan shalawat Dalail al-Khairat di tulis imam al-Jazuli. Kitab ini tidak ada yang berisi pendapat pribadi imam al-Jazuli, karena semuanya isinya do'a yang ada berasal dari hadits dan amalan yang pernah diutamakan oleh Rasulullah SAW. Sunnah tersebut diteruskan dan dijaga imam al-Jazuli menjadi Dalail al-Khairat.
Beliau sendiri memiliki kedekatan dari keturunan Nabi Muhammad SAW. Karena beliau adalah Abu Abdillah Muhammad bin Sulaiman bin Abdul al-Rahman bin Abu Bakar bin Sulaiman bin ya'la bin yakluf bin Musa bin Ali bin Yusuf bin Isa bin Abdullah bin Jundur bin abdul al-Rahman bin Muhammad bin Ahmad bin Hassan bin Isma'il bin Ja'far bin abdullah bin Hasan bin Ali bin Abu Thalib dan siti Fatimah binti Rasulullah SAW.
Adapun sebab mesabab beliau mengarang kitab Dalail al-Khairat diilhami dari kesan beliau ketika bertemu dengan seorang anakperempuan yang mampu menaikkan timba berisi air dari sebuah sumur, tanpa menggunakan tali karena anak tersebut bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Syaikh Muhammad al-Jazuli pada suatu ketika singgah di suatu desa bertepatan dengan waktu sholat dzuhur, tetapi beliau tidak menjumpai seorangpun yang dapat ditanyai untuk mendapatkan air wudlu akhirnya beliau berhsil menemukan sebuah sumur. Air dalam sumur itu cukup untuk berwudhu tetapi sayangnya tidak ada timba. Beliau putar-putar disekitar sumur itu mencari timba namun tidak menemukan. Seorang anak perempuan kecil yang berusia sekitar tujuh tahun, bertanya
"Ya Syaikh, mengapa anda nampak berputar-putar di sekitar sumur?".
Syaikh Muhammad al-Jazuli menjawab dengan sopan untuk memperkenalkan diri kepadanya, "saya Muhammad bin Sulaiman".
Anak itu bertanya lagi, apa yang hendak Tuan kerjakan?".
Syaikh menjawab, "Waktu shalat dzuhurku sudah sempit, tetapi saya belum mendapatkan air untuk berwudlu".
Anak kecil itu bertanya, "Apakah dengan namamu yang sudah terkenalitu tidak bisa mendapatkan sekadar air wudludari dalam sumur? Tunggulah sebentar kata anak itu, hanya satu tiupan di bibir sumur, atas izin Allah, tiba-tiba air mengalir dan memancar disekitar sumur seperti sungai besar.
Kemusian anak kecil itu pulang kerumahnya. Syaikh Muhammad al-Jazuli segera berwudlu dan melaksanakan shalat dhuhur. Syaikh Muhammad al-Jazuli setelah selesai menunaikan kewajiban shalat bermaksud mendayangi rumah anak kecil itu.
Anak kecil itu berkata, "Siapa itu"
Syaikh menjawab, wahai anak perempuanku, saya bertanya kepadamu demi Allah dan kemahaagunganNya yang menciptakan dirimu dan menunjukkan kepadamu terhadap Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam sebagai Nabi dan Rasulmu yang diharap-harapkan syafaatnya. Saya berharap engkau mau menemuiku, saya hendak menanyakan satu hal!
Anak kecil itupun membuka pintu dan menyambut kedatangannya. Syaikh Muhammad al-Jazuli mengucapkan sumpah, "Saya bersumpah kepadamu demi kemahaagungan allah, demi kemahakuasaanNya dan demi Nabi Muhammad. Yang shalawat salam atas beliau, para sahabat, isteri dan putra-putranya, demi risalahnya dan demi syafa'atnya, saya mohon kamu mau menceritakan kepadaku dengan apakah kamu bisa mendapatkan martabat yang tinggi (sehingga bisa mengeluarkan air dari sumur tanpa menimba)?".
Anak perempuan kecil itu menjawab, "Kalaulah bukan karena sumpahmu itu wahai syaikh, tentulah aku tidak mau menceritakannya. Saya mendapat keistimewaan yang demikian itu karena membeca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW.
Setelah peristiwa itu kemudian Syaikh Muhammad al-Jazuli mengarang kitab Dalail al-Khairat di kota fas dan sebelum beliau mensosialisasikan kitab itu beliau mendapat ilham untuk pulang kembali ke tanah kelahirannya. Maka beliau kembali ke fas ke desanya di tepi daerah Jazulah. Kemudian beliau bertemu syaikh Abu Abdillah bin Muhammad bin Abdullah al-Shagir seorang penduduk di pinggiran desa dan beliau berguru Dalail al-Khairat kepadanya.
Syaikh Muhammad al-Jazuli kemudian melaksanakan khalwat untuk beribadah selama 14 tahun dan kemudian keluar dari khalwatnya  untuk mengabdi diri dan menyempurnakan tashih (uji validitas) kitab Dalail al-Khairat pada hari Jum'ah 6 Rabi'ul awwal 1862 H., dengan delapan tahun sebelum wafatnya.
5.    Dasar Puasa Dalail al-Khairat menurut al-Qur'an dan Sunnah
Pelaksanaan puasa Dalail al-Khairat berdasarkan pada ajaran yang telah disampaikan dalam al-Qu'an dan sunnah Nabi. Pengertian yang telah dijelaskan ebelumnya mengandungarti bahwa puasa Dalail al-Khairat berpijak pada satu dasar untuk mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW., melembagakan ajaran-ajaran yang baik dari Rasulullah SAW. dan ini berawal dari perintah membaca shalawat.
Dasr-dasar pelaksanaan riyadlah puasa Dalail al-Khairat adalah:
1. Anjuran membaca Shalawat bagi umat Islam, seperti dalam surat al-Ahzab ayat 56 sebagai berikut :
 ( الاحزاب :65 )
Artinya : Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya (QS. Al-Ahzab : 56)[22]
Ayat tersebut menjelaskan bahwa bershalawat akan endatangkan rahmad dari Allah, malaikat meminta ampunan kepada siapapun yang bershalawat, dan bagi orang-orang yang beriman mengucabkan shalawat berarti memanjatkan beberapa do'a, seperti mengucapkan "Allahumma Shalli 'ala Muhammad."
Kitab Lisan al- 'Arabi yang menjadi standar rujukan peristilahan berbahasa Arab, menjelaskan bahwa kata "sholawat" , menurut uraian hadist Nabi SAW., merupakan bentuk jama' (plural) dari "salat" yang memiliki dua arti: "ruku' dan sujud" sebagai mana shalat yang diwajibkan kepada umat Islam, berarti juga"do'a dan istighfar". Sholawat selalu diartikan do'a, yaitu do'a kepada Nabi Muhammad SAW. Bukan shalat dalam pengertian "ruku' dan sujud". [23] Do'a yang dimaksud dalam pengertian diatas adalah do'a yang ditujukan kepada Nabi Muhammad SAW. Yang disampaikan Allah (berupa penghormatan (tahiyyat) dan rahmat) dan para malaikat (berupa do'a dan istighfar). Do'a ini disampaikan sendiri oleh Allah dan para Malaikat, karena Nabi Muhammad SAW. Merupakan pola dasar segala penciptaan alam semesta dan figur beliau merupakan teladan ideal umat manusia sepanjang zaman.
2. Uraian hadist tentang puasa sunah yang telah disampaikan sebelumnya memberikan gambaran jelas bahwa setiap ibadah puasa sebenarnya adalah rangkaian ibadah yang integral dan tidak terpisah-pisah, serta harus di isi aktifitas ibadah yang utama (seperti qiyam al- lail dan membaca al-Qur'an), sementara pada sisi lain, tidak ada larangan mengenai pelaksanaan puasa yang dilakukan berturut-turut (sepanjang hari) selama masih dalam keadaan berbuka dan mampu secara fisik maupun mental.
Al-Qur'an memberikan teladan untuk melakukan puasa yang bersifat integral (sebagai ibadah pribadi maupun hubungan sosial) sebagai jalan menuju Allah, sebagaimana yang dilakukan Maryam as.

Artinya : Maka makan, minum dan bersenang hatilah kamu. jika kamu melihat seorang manusia, Maka Katakanlah: "Sesungguhnya Aku Telah bernazar berpuasa untuk Tuhan yang Maha pemurah, Maka Aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini".(QS. Maryam : 26 ).[24]
Malaikat Jibril as. dan bayi Maryam as. Melanjutkan ucapannya guna memberi ketenangan kepada sang ibu dengan menyatakan maka makanlah dari buah kurma yang berjatuhan itu, dan minumlah dari air telaga itu serta bersenag hatilah dengan kelahiran anakmu itu jika kau melihat seorang manusia yang engkau yakini bahwa dia manusia lalu dia bertanya tentang keadaanmu maka katakanlah yakni berilah isyarat yang maknanya: "Sesungguhnya Aku telah bernazar berpuasa, yakni menahan diri untuk tidak berbicara demi untuk Tuhan yang maha pemurah, maka karena adanya nazar itu sehingga aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini ". Ini karena jika engkau berbicara pasti akan panjang uraian dan akan timbul aneka gugatan, sedang kami bermaksud membungkam siapapun yang mencurigaimu.
Kata "qariyya" terambil dari kata "qarira" dan "qarraf" yang berarti sejuk atau dingin. Kata ini bila dirangkaikan dengan kata 'ain (mata) maka ia merupakan ungkapan tentang rasa bahagia dan senang serta kenyamanan hidup.[25]
Ayat tersebut menjelaskan Maryam melakukan puasa ketika menyambut kedatangan Jibril as. Yang meniupkan ruh al-quds yang akan membuatnya melahirkan anaknya, Isa as. Tanpa seorang suami. Puasa yang dilakukan Maryam as. Tetaplah puasa yang memperbolehkan makan, minum, dan melakukan interaksi sosial, bahkan dalam menjalni puasanya Maryam memperoleh nikmat makan dan minum melebihi nikmat orang lain. Namun dalam puasa ini Maryam diwajibkan Allah untuk menjalankan nazar berupa tidak berbicara dengan orang lain karena hal tersebut akan memperpanjang uraian dan menimbulkan banyak gugatan, karena Maryam as. Sedang hamil tanpa suami setelah Jibril as. Meniupkan ruh al-quds yang diperintahkan Allah. Tidak berbicara dengan oraanglain merupakan kebiasaan orang sebelum masa Nabi MuhammadSAW. Namun hal ini telah disempurnakan oleh Nabi Muhammad SAW. dengan cara berpuasa, tetap melakukan aktifitas sosial, selalu memanjatkan sholawat berdasarkan tatacara tertentu yang di ajarkan Nabi Muhammad SAW.
3. Hadist Nabi SAW tentang  anjuran dan keutamaan membaca sholawat atas Nabi Muhammad SAW. Sesungguhnya bacaan sholawat dapat menyebabkan turunnya ampunan terhadap dosa-dosa yang pernah diperbuat, juga akan dapat menjadi perantara dan mencacai derajat tinggi diharibaan sang pencipta.[26]
     Salah satu hadist tentang keutamaan dersholawat adalah:
جاء ذات يوم والبشر يرى في وجهه, فقلنا : يارسول الله, انا لنرى البشر في وجهك, فقال : انه أتاني الملك, فقال : يا محمد, ان ربك يقول : أما ترضى ما أحد من امتك صلى عليك الا صليت عليه عشر صلوات, ولا سلم عليك أحد من امتك الا رددت عليه عشر مرات, قال : بلى (رواه البيهاقي) [27]
Artinya : talah datang pada suatu hari melihat dalam wajahnya yang berseri-seri, maka kami berkata: wahai Rasulullah, sesungguhnya datang manusia dalam wajahmu. Berkata : "sesungguhnya datang malaikat, berkata : wahai Muhamad, sesungguhnya Tuhanmu berfirman : ridho seorang dari umatmu adalah shalawat padamu kecuali shalawatmu padanya sepuluh kali shalawat, dan tidak ada keselamatan padamu Ahmad dari umatku kecuali berulangkali bershalawat padamu seouluh kali, berkata: benar. " (HR. Al-Baihaqi)
Hadits yang menjelaskan perintah bershalawat sangatlah banyak, pada intinya hadits-hadits tersebut menjelaskan manfaat dan hikmah bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW. kedua perintah tersebut berarti bahwa membaca Shalawat.





[1] Ahmad Warson Munawir, Kamus Al-Munawir, Yogyakarta : Pondok Pesantren Al-Munawir. 1984, hlm. 586
[2] WJS. Purwadarminta, Kamus Besar Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1976, hlm.823.
[3] Al-Ghazali, Arba'in fi Ushul Al-Din, Beirut : Dar al-Kutub al-Islam, 1988,hlm 42.
[4] M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur'an : Tafsir Maudhu'I atas Pelbagai Persoalan Umat, (Bandung : Mizan, 2000), cet. XI, hlm.522.
[5] Wahbah al-zuhaily, Masdar Helmy (Pentj.), Fikih Shaum, I;tikaf dan Haji : Kajian Berbagai Mazhab, ( Bandung : Pustaka Media Utama, 2006), hlm.3.
[6] WJS. Purwadarminta, Op. Cit.,hlm 771
[7] Ahmad Syarifuddin, Puasa Menuju Sehat Fisik dan Psikis, (Jakarta: Gema Insani, 2003), hlm. 43.
[8] Ibid, hlm.3
[9] Yusuf Qadrawi, fiqih Puasa, (Surakarta: Era Intermedia, 2000), hlm. 18.
[10] M. Quraish Shihab, Op. Cit., hlm. 522.
[11] Wahbah Al-Zuhayly, Puasa dan I'tikaf, Kajian Berbagai Mazhab, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1998), hlm.65-84
[12] Yusuf Qadrawi, Op. Cit., hlm.18.
[13] Op. Cit., hlm 522.
[14] Abi abdillah Muhammad bin Qasim, Tausyih 'ala Fathu al-Qarib al-Mujib, (Surabaya, tth), hlm. 110.
[15] Laleh Bakhtiar, Encyclopedia Of Islam Law, (Chicago: ABC International Group, Inc, 1996), hlm.58-59.
[16] Hasan Muhammad Ayub, Wardana (penrj.), Puasa dan I'tikaf Dalam Islam, (ttp: Bumi Aksara, 1996), hlm. 30-52
[17] Imam Nasa'I, al-Sunan a-Kubra al-Nasa'I, Hadis no. 2725, Juz2, hlm. 135.
[18] Imam abi Dawud, Sunan AbiDawud, Nomor 2071, Juz 6, hlm. 400. Lihat juga dalam Imam Muslim, Shahih Muslim, Hadits Nomor 1977, Juz 6, hlm.
[19] Louis Ma'luf, al-Munjid, (libanon: al-Musthafa Bab al-Habibi, tth) hlm. 220
[20] Al-Imam Muhammad al-Mahdi ibn Ahmad 'Ali Yusuf al-Zasi, Muthali al-Massarat bi Jalai Dalail al-Khairat, (Mesir: Matba'ah Musthofa al-Babi al-Halabi, 1980), hlm.16.
[21] Mushkih ibn Abd al-Rahman al-Maraqi, Dalail al-Khairat (Semarang: Toha Putra, tt)
[22] Depag RI, Op. Cit., hlm. 678
[23]Software Maktabah Tafsir wa 'Ulum al-Qur'an, Lisan al-'Arabi, (Malaysia: ARISS Publication, 2005).
[24] Depag RI,Op. Cit., hlm 465.
[25] M.Quraish Shihab, Loc. Cit., hlm 172.
[26] Usman al-Syaikani, Duroh al-Nasikhin, (Mesir: Maktubah Tijarah al- kutub, tt), hlm 78.
[27] Imam al-Baihaqi, Sya;b al-Imam al-Baihaqi, Hadits nomor 1524, Juz 4, hlm. 83.

0 Response to "PENGERTIAN RIYADLAH DALAIL AL KHAIRAT"

Post a Comment