PENGERTIAN RIYADLAH DALAIL AL KHAIRAT
Warta Madrasah - Sahabat warta madrasah pada kesempatan ini kita akan mengupas tuntas tentang Pengertian Ridadlah Dalail Al Khairat. berikut selengkapnya
1. Pengertian
Riyadlah
Riyadlah adalah latihan,[1] mengekang hawa nafsu seperti
makan, minum dan sebagainya.[2] Secara bahasa riyadlah
berarti latihan, gerakan dan aktivitas yang sungguh-sungguh seseorang dalam
mewujudkan keinginannya. Dan menurut al-Ghazali menjelaskan bahwa
riyadlah adalah usaha manusia dalam rangka untuk mensucikan jiwa dari prilaku
tercela dan menghiasinya dengan sifat-sifat terpuji.[3] Dari beberapa pandangan diatas menjelaskan
bahwa riyadlah yang memiliki klaitan erat antara ajaran islam dan masalah jiwa
manusia dalam pembentukan akhlak yang merupakan salah satu unsur penting dalam
islam. Dan yang dimaksud penulis dalam skripsi ini adalah riyadlah yang
berbentuk melakukan puasa.
2. Pengertian
puasa
a. Secara
Etimologi Dan Terminologi
Puasa yang berasal dari
kata صوم secara bahasa berarti "menahan, berhenti
atau tidak bergerak"[4] dari sesuatu.[5] Kata "puasa"
berasal dari dua kata sansekerta, yaitu: "upa" dan "wasa"
kata "Upa" adalah semacam prefiks (awalan) yang berarti
"dekat" sedangkan "wasa" berarti "yang maha
kuasa" (seperti umat hindu di Indonesia menyebut Sang Yang Widhi Wasa). Jadi
"upawasa", atau yang kemudian dilafalkan sebagai "puasa", tidak
lain daripada usaha atau cara mendekatkan diri kepada tuhan. Sebagai cara untuk
mendektakan dari pada Tuhan, puasa adalah pelatihan mental yang bertujuan
mengubah sikap dan kejiwaan manusia.
Puasa
dari segi istilah (terminlogi) berarti "menahan" (imsak) dan "mencegah" (kalf) dari sesuatu, dengan kata lain yang sifatnya
menahan dan mencegah dalam bentuk apapun termasuk didalamnya tidak makan dan
tidak minum dengan sengaja (terutama yang bertalian dengan agama).[6]
Arti
dalam bahasa arab disebut "hiyam" atau "shaum" secara
berarti "menahan diri (berpantang) dari suatu perbuatan.[7]
b. Puasa
Menurut Syar'i
Sedangkan menurut pengertian
hukum adalah "sengaja (niat) menahan diri dari segala hal yang dapat
membatalkan pada siang hari mulai terbit fajar hingga terbenam matahari".[8]
Jadi,
pengertian puasa secara syar'i adalah "menahan dan mencegah kemauan dari
makan, minum, bersetubuh dengan istri, dan yang semisalnya, sehari penuh, dari
terbitnya fajar shadiq (waktu subuh) hingga terbenamnya matahari (waktu
magrib), dengan tunduk dan mendekatkandiri pada Allah.[9]
Syaria'at
puasan mengartikan puasa sebagai tindakan "menahan diri dari makan, minum,
dan upaya mengeluarkan sperma dari tebitnya fajar hingga terbenamnya
matahari".[10]
Ada juga
yang mendefinisikan puasa dari segi syara', puasa berarti menahan diri dari
hal-hal yang membatalkannya dengan niat yang dilakukanoleh orang yang
bersangkutan pada siang hari, mulai terbit fajar sampai terbenam matahari,
dengan kata lain, puasa adalah menahan diri dari perbuatan (fi'li) yang berupa dua macam syahwat (syahwat perut
dan syahwat kemaluan) serta menahan diri dari segala sesuatu agar tidak masuk
perut, seperti obat atau sejenisny. Hal itu dilakukan pada waktu yang telah
ditentukan, yaitu sejak terbit fajar kedua (fajar shadiq) sampai terbenam
matahari, oleh orang tertentu yang berhak melakukannya, yaitu orang muslim,
berakal. Tidak sedang haid, dan tidak nifas. Puasa harus dilakukan dengan niat
; yakni, bertekat dalam hati untuk mewujudkan perbuatan itu secara past, tidak
ragu-ragu, tujuan niat adalah membedakan antara perbuatan ibadah dan perbuatan
yang telah menjadi kebiasaan.[11]
Pengertian
puasa banyak yang mendefinisikan, sedang menurut istilah banyak para pakar yang
memberikan definisi antara lain menurut Yusuf Qdrawi bahwa puasa adalah menahan
dan mencegah kemauan dari makan, minum, bersetubuh dengan istri dan semisal
sehari penuh, dari terbitnya fajar shadiq hingga terbenamnya matahari, dengan
niat tunduk dan mendekatkan diri kepada Allah.[12]
Puasa
berarti "menahan diri dari makan minum dan upaya mengeluarkan sperma dari
terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari"[13] dengan niat khusus dan pada
waktu yang telah ditentukan.
الصوم هو امساك عن مفطر (من نحو شهوتي الفرج والبطن الطعة الولى) بنية
مخصوصة (كنية الصوم عن رمضان أو كفارة أو نذر) جمع نهار (من أول النهار الى اخره)
قابل الصوم (فخرج به يوم العيد وايام التشريق ويوم الشك بلا سبب) [14]
Puasa
telah dijalankan umat islam sedunia, baik yang bersifat wajib di bulan ramadhan
maupun sunnah, dinegara yang mayoritas penduduknya islam maupun bukan.
Berdasarkan
pengertian-pengertian di atas maka, menurut sar'i puasa adalah "kegiatan
ibadah yang dengan niat sengaja untuk menahan dari segala sesuatu yang bisa
membatalkan dari terbit fajar hingga terbenam matahari untuk mendekatkan diri
kepada Allah".
c. Puasa
menurut Al-Qur'an
puasa disebutkan dalam
al-Qur'an sebanyak 15 kali. Ayat-ayat yang menyebutkan pelaksanaan puasa,
menyebutkan: kewajiban berpuasa bagi orang-orang beriman, cara melaksanakan, dan
bagaimana menggantinya jika melanggar pantangan(QS. Al-Baqarah 183-187), puasa
selama menjalani haji (QS. Al-Baqarah : 196), puasa kafarat sebagai pertaubatan
seorang pembunuh (QS. Al-Nisa' : 92), maupun pelanggar sumpah (QS. Al-Maidah :
89), kafarat bagi pembunuh hewan ternak di tanah Haram (QS. Al-Maidah : 95),
puasanya Maryam (QS. Maryam : 26), janji Allah bagi manusia yang berpuasa (QS.
Al-Ahzab : 4), puasa kafarat bagi pezina (QS. Al-Mujadalah : 4), janji Allah
untuk mengganti isteri Nabi dengan yang lebih baik, diantaranya dari golongan
mereka yang berpuasa (QS. Al-Tahrim : 5).
Syarat-syarat dan Rukun Puasa
Pengertian
syarat dan rukun puasa menurut imam syafi'i ada dua macam yaitu :
a. Syarat wajib puasa, dan
b. Syarat sah puasa
Syarat wajib puasa ada empat
:
1. Islam
2. Balig
3. Berakal
4. Mampu
Sedangkan syarat sahnya puasa
ada empat :
1. Islam
2.
Tamyiz, puasa tidak dilakukan anak-anak yang belum tamyiz dan orang gila karena
mereka tidak memiliki niat
3. Suci dari haid dan nifas
sepanjang hari
4.
sesuai dengan waktu puasa, puasa tidak sah dilakukan pada waktu yang
diharamkan.
Adapun
rukun puasa berikut yaitu :
1. Niat,
yaitu menyengaja dalam hati tiap-tiap akan menjalankan puasa, waktunya dari
tenggelam matahari hingga terbitnya fajar shadiq menahan makan, minum dan
menjauhi apa yang dapat membatalkan puasa.[15]
3. Macam-macam
Puasa
Puasa dapat dibagi menjadi empat bagian,
berdasarkan hukum dan kedudukanya, seperti berikut :
a. Puasa
fardhu yang ditentukan, seperti puasa Ramadhan, dan puasa fardhu yang tidak
ditentukan,seperti puasa qadha Ramadhan dan puasa kafarat.
b. Puasa
wajib yang ditentukan, seperti puasa nazar, dan puasa wajib yang tidak
ditentukan, seperti puasa nazar sebulan.
c. Puasa
yang dilarang, seperti puasa pada hari raya Idhul Fitri dan Idhul Adha, puasa
hari tasyrik, dan puasa pada hari syak.
d. Puasa yang
disunahkan, seperti puasa hari 'Asyura (hari ke-10 Muharram), puasa senin dan
kamis, puasa tarwiyah dan 'Arofah (tanggal 8 dan 9 Dzulhijjah), puasa enam hari
setelah hari raya Idhul Fitri, puasa tiga hari setiap bulan, puasa pada bulan
Muharram, puasa daud, dan puasa bulan sya'ban.[16]
Penelitian
ini menitik beratkan pada pengamatan (observasi) terhadap pelaksanaan puasa Dalail
al-Khairat yang merupakan pelembagaan ibadah puasa sunnah. Nabi SAW.
Mengajarkan bahwa ibadah puasa sunah yang dilakukan selama satu tahun
sebenarnya merupakan rangkaian ibadah yang terpadu, hal ini mengingat bahwa
Nabi SAW. memberikan tuntunan mengenai tata cara pelaksanaan puasa sunnah dan
mengungkap kandungan di balik pelaksanaan ibadah puasa tersebut. Hal ini
berarti bahwa puasa sunnah yang terbaik adalah dengan menjalankan puasa secara
reguler, bukan sebagai rangkaian ibadah yang terpisah-pisah, sebagaimana
sabdanya :
أنبأ أحمد بن يخي عن أبي نعيم قال حدثنا أبو نعيم قال حدثنا أبو عوانة عن
الحر بن صياح عن هنيدة بن خالد عن امرته عن بعض أزواج النبي صلى الله عليه وسلم أن
رسول الله صلي الله عليه وسلم كان يصوم تسعا من ذي الحجة ويوم عاشوراء وثلاثة أيام
من كل شهر أول اثنين من الشهر وخميسين (رواه النسائ)[17]
" Ahmad bin Yahya dari Abi Na'im
berkata: diceritakan Abu Nu'aim berkata: dicerikan abu 'Iwanah dari Hari bin
Shiyah dari Hunaidah bin Khlid dari isterinya dari beberapa isteri Nabi SAW.
Berpuasa pada hari kesembilan di bulan dzulhijjah, puasa Asyura, selalu puasa
tiga hari pada setiap bulan yang diawali pada hari Senin dan Kamis" (HR.
Imam Nasa'i).
Riwayat ini cukup mewakili
apa yang selalu dijalankan Nabi SAW. untuk menjalankan puasa sunnah pada
hari-hari tersebut, bersama para isterinya, sebagaimana dalam banyak riwayat
lain dijelaskan juga bahwa beliau selalu mengutamakan puasa sunnah dilakukan
pada hari Senin dan Kamis. Literatur hadits menunjukkan bahwa Nabi SAW. Selalu
melakukan ibadah puasa sunnah pada waktu-waktu tertentu, yaitu: puasa pada hari
Senin dan Kamis, puasa enam hari di bulan Syawal, puasa Asyura, puasa Sya'ban,
puasa tiga hari setiap bulan, puasa Daud, dan puasa A'rafah.
Hadits
yang cukup mewakili berbagai penjelasan tentang puasa Dahr dan kaitan puasa
Dahr dengan ibadah puasa maupun sunnah yang lain adalah hadis berikut :
حدثنا سليمان بن حرب ومسدة قال حدثنا حماد بن زيد عن غيلان بن جرير عن
عبدالله بن معبد الزمانى عن أبي قتادة أن رجال أتى النبي صلى الله عليه وسلم فقال
يا رسول الله كيف تصوم فغضب رسول الله صلى الله عليه وسلم من قوله فلما رأى ذلك
عمر قال رضينا باالله ربا وبالاسلامدينا وبمحمد نبيا نعوذ باالله من غضب الله ومن
غضب رسوله فلم يزل عمر يرددها حتى سكن غضب رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال يا
رسول الله كيف بمن يصوم الدهر كله قال لا صام ولا افطر قال مسدد لم يصوم ولم
يفطر أوما صام ولا افطر شك غيلان قال
يارسول الله كيف بمن يصوم يومين ويفطر يوما قال أو يطيق ذلك احد قال يارسول الله
كيف بمن يصوم يوما ويفطر يوما قالذلك صوم داود
قال يارسول الله كيف بمن يصوم يوما ويفطر يومين قال وددت أنى طوقت ذلك ثم
قال رسول
الله صلى الله عليه وسلم ثلاث من كل شهر ورمضان الى رمضان فهذا صيام الدهر كله
وصيام عرفة انى أحتسب على الله أن يكفر السنة التي قبله والسنة التي بعده ويصوم
يوم عاشوراء اني أحتسب على الله ان يكفر السنة التي قبله حدثنا موسى بن اسمعيل
حدثنا مهدي
غيلان عن عبدالله بن معبد الزمانى عن أبي قتادة بهذا الحديث زاد قال يا رسول الله
أرأيت صوم يوم الاثنين ويوم الخميس قال فيه ولدت وفيه أنزل على القرأن (رواه أبو
داود)[18]
"Hadits Sulaiman bin Harbin dan
Musyaddadun berkata hadits berkata hadis hamad bin Zaid dari Ghailan bin Jarir
dari 'Abdullah bin ma'badin al-Zamari dari Abi Qatadah, dating seoranga
laki-laki kepada Nabi SAW. berkata demi
ridho Allah Tuhan kita, dan islam sebagai agamaku, kita berlindung kepada Nabi
Muhammad SAW. dari murka Allah dan marahnya Rasul, tidak akan aku hentikan
sehingga Rasulullah marah dan berkata wahai Rasulullah bagaimana puasa orang
yang puasa sepanjang tahun (dahr), yaitu tidak puasa dan juga tidak berbuka,
berkata janganlah berpuasa atau berbuka atau puasa dan berbuka meragukan,
Ghailan berkata wahai Rasulullah bagaimana puasa orang yang dua hari puasa dan
satu hari berbuka, salah satu orang berkata wahai Rasulullah bagaimana seorang
yang berpuasa sehari dan berbuka sehari, maka Rasulullah menyebutnya itu adalah
puasa Daud, wahai Rasulullah kalau ada yang berpuasa sehari dan dua hari
berbuka, bersabda Rasulullah aku puasa tiga hari setiap bulan dan Ramadhan dan
sampai Ramadhan dan ini adalah puasa sepanjang tahun (dahr) dan puasa 'Arofah
kepada Allah untuk mengganti perhitungan dosa sebelumnya dan sesudahnya. Hadits
Musa bin Ismail hadits Mahdiyun hadits Ghailani dari 'Abdillah bin ma'badin
al-Zamani hadits ini dari Abi Qotadah ditambah berkata aku melihat Rasulullah
berpuasa hari Senin dan Kamis di dalam hari tersebut adalah hari kelahiran, dan
diturunkannya al-Qur'an". (HR. Abu Daud).
Berdasarkan hadits tersebut dapat di ambil
pengertian :
1.
Rasulullah melarang orang mennjalankan puasa sepanjang tahun yang di lakukan
tanpa berbuka, dan pengertian puasa seperti ini bukanlah puasa dahr.
2. Berpuasa sehari lalu
berbuka sehari itu disebut "puasa daud" (sebagaimana yang dilakukan
Nabi Daud).
3. Rasulullah bersabda
tentang pengertian puasa dahr, yaitu rangkain puasa tiga hari setiap bulan
sepanjang tahun, dari bulan Ramadhan satu ke Ramadhan berikutnya.
4. Rangkaian puasa dahr
yang dimaksud Rasulullah, dilanjutkan dengan puasa 'Arofah dan Asyura, dan para
sahabat sering melihat beliau melakukan puasa di hari Senin dan Kamis.
4. Pengertian
Dalail al-Khairat
Secara etimologi
"Dalail" adalah kata dari bahasa Arab yang yang berbentuk jama'
barasal dari mufrad (tunggal). "Dalail" artinya sesuatu yang mengarah
pada petunjuk yang baik, alasan, masihat, dan jalan bagi para pelaku yang
memilliki tradisi dan ajaran. Asal kata "al-Khairat" adalah jama'
dari "Khairat" yang berarti "sesuatu hal yang baik dan utama
atau beberapa kebaikan yang keutamaan".[19] Dalail al-Khairat dengan demikian merupakan "beberapa jalan
yang terdiri ajaran dan tuntunan yang dapat mengatur seseorang menuju kebaikan
dan keutamaan".
Dalail al-Khairat berhubungan dengan "keutamaan" yang
harus dibedakan dari "keutamaan lain", artinya tidak semua
"keutamaan" berarti "al-Khairat". Terdapat perbedaan
prinsip antara amalan Dalail al-Khairat dengan "keutamaan" lain. Menurut
imam Muhammad al-Mahdi, "Dalail
al-Khairat" berarti:
"Dalail al-Khairat adalah tuntunan dan bimbingan
yang dapat mengantarkan seseorang mencapai derajat kebaikan dan keutamaan
dengan cara membaca shalawat Nabi dan beberapa do'a atau wirid lainnya".[20]
Titik
tekan pada pembacaan shalawat Nabi sebagai inti Dalail al-Khairat juga melihat dari pendapat Kyai Muslih bin
Abdurrahman yang menjelaskan :
Dalail al-Khairat merupakan kumpulan beberapa
shalawat Nabi yang Masyhur dan Mujarab yang diantologikan Syaikh abu Abdillah
bin Sulaiman al-Jazuli sebagai washilah menuju tercapainya beberapa hajat,
menghilangkan kesusahan, menjernihkan hati dan pikiran, menghindarkan bahaya
dan bencana, serta mendatangkan kebaikan di dunia dan akhirat.[21]
Kumpulan
shalawat yang lebih dikenal dengan shalawat Dalail al-Khairat di tulis
imam al-Jazuli. Kitab ini tidak ada yang berisi pendapat pribadi imam
al-Jazuli, karena semuanya isinya do'a yang ada berasal dari hadits dan amalan
yang pernah diutamakan oleh Rasulullah SAW. Sunnah tersebut diteruskan dan
dijaga imam al-Jazuli menjadi Dalail al-Khairat.
Beliau
sendiri memiliki kedekatan dari keturunan Nabi Muhammad SAW. Karena beliau
adalah Abu Abdillah Muhammad bin Sulaiman bin Abdul al-Rahman bin Abu Bakar bin
Sulaiman bin ya'la bin yakluf bin Musa bin Ali bin Yusuf bin Isa bin Abdullah
bin Jundur bin abdul al-Rahman bin Muhammad bin Ahmad bin Hassan bin Isma'il
bin Ja'far bin abdullah bin Hasan bin Ali bin Abu Thalib dan siti Fatimah binti
Rasulullah SAW.
Adapun
sebab mesabab beliau mengarang kitab Dalail al-Khairat diilhami dari
kesan beliau ketika bertemu dengan seorang anakperempuan yang mampu menaikkan
timba berisi air dari sebuah sumur, tanpa menggunakan tali karena anak tersebut
bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Syaikh Muhammad al-Jazuli pada suatu
ketika singgah di suatu desa bertepatan dengan waktu sholat dzuhur, tetapi
beliau tidak menjumpai seorangpun yang dapat ditanyai untuk mendapatkan air
wudlu akhirnya beliau berhsil menemukan sebuah sumur. Air dalam sumur itu cukup
untuk berwudhu tetapi sayangnya tidak ada timba. Beliau putar-putar disekitar
sumur itu mencari timba namun tidak menemukan. Seorang anak perempuan kecil
yang berusia sekitar tujuh tahun, bertanya
"Ya
Syaikh, mengapa anda nampak berputar-putar di sekitar sumur?".
Syaikh
Muhammad al-Jazuli menjawab dengan sopan untuk memperkenalkan diri kepadanya,
"saya Muhammad bin Sulaiman".
Anak itu
bertanya lagi, apa yang hendak Tuan kerjakan?".
Syaikh
menjawab, "Waktu shalat dzuhurku sudah sempit, tetapi saya belum
mendapatkan air untuk berwudlu".
Anak
kecil itu bertanya, "Apakah dengan namamu yang sudah terkenalitu tidak
bisa mendapatkan sekadar air wudludari dalam sumur? Tunggulah sebentar kata
anak itu, hanya satu tiupan di bibir sumur, atas izin Allah, tiba-tiba air
mengalir dan memancar disekitar sumur seperti sungai besar.
Kemusian
anak kecil itu pulang kerumahnya. Syaikh Muhammad al-Jazuli segera berwudlu dan
melaksanakan shalat dhuhur. Syaikh Muhammad al-Jazuli setelah selesai
menunaikan kewajiban shalat bermaksud mendayangi rumah anak kecil itu.
Anak
kecil itu berkata, "Siapa itu"
Syaikh
menjawab, wahai anak perempuanku, saya bertanya kepadamu demi Allah dan
kemahaagunganNya yang menciptakan dirimu dan menunjukkan kepadamu terhadap Nabi
Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam sebagai Nabi dan Rasulmu yang diharap-harapkan
syafaatnya. Saya berharap engkau mau menemuiku, saya hendak menanyakan satu
hal!
Anak
kecil itupun membuka pintu dan menyambut kedatangannya. Syaikh Muhammad
al-Jazuli mengucapkan sumpah, "Saya bersumpah kepadamu demi kemahaagungan
allah, demi kemahakuasaanNya dan demi Nabi Muhammad. Yang shalawat salam atas
beliau, para sahabat, isteri dan putra-putranya, demi risalahnya dan demi
syafa'atnya, saya mohon kamu mau menceritakan kepadaku dengan apakah kamu bisa
mendapatkan martabat yang tinggi (sehingga bisa mengeluarkan air dari sumur
tanpa menimba)?".
Anak
perempuan kecil itu menjawab, "Kalaulah bukan karena sumpahmu itu wahai
syaikh, tentulah aku tidak mau menceritakannya. Saya mendapat keistimewaan yang
demikian itu karena membeca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW.
Setelah
peristiwa itu kemudian Syaikh Muhammad al-Jazuli mengarang kitab Dalail
al-Khairat di kota fas dan sebelum beliau mensosialisasikan kitab itu
beliau mendapat ilham untuk pulang kembali ke tanah kelahirannya. Maka beliau
kembali ke fas ke desanya di tepi daerah Jazulah. Kemudian beliau bertemu
syaikh Abu Abdillah bin Muhammad bin Abdullah al-Shagir seorang penduduk di
pinggiran desa dan beliau berguru Dalail al-Khairat kepadanya.
Syaikh
Muhammad al-Jazuli kemudian melaksanakan khalwat untuk beribadah selama 14
tahun dan kemudian keluar dari khalwatnya
untuk mengabdi diri dan menyempurnakan tashih (uji validitas) kitab Dalail
al-Khairat pada hari Jum'ah 6 Rabi'ul awwal 1862 H., dengan delapan tahun
sebelum wafatnya.
5. Dasar Puasa
Dalail al-Khairat menurut al-Qur'an dan Sunnah
Pelaksanaan puasa Dalail
al-Khairat berdasarkan
pada ajaran yang telah disampaikan dalam al-Qu'an dan sunnah Nabi. Pengertian
yang telah dijelaskan ebelumnya mengandungarti bahwa puasa Dalail al-Khairat
berpijak pada satu dasar untuk mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW.,
melembagakan ajaran-ajaran yang baik dari Rasulullah SAW. dan ini berawal dari
perintah membaca shalawat.
Dasr-dasar pelaksanaan
riyadlah puasa Dalail al-Khairat adalah:
1.
Anjuran membaca Shalawat bagi umat Islam, seperti dalam surat al-Ahzab ayat 56
sebagai berikut :
( الاحزاب
:65 )
Artinya :
Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi Hai
orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk nabi dan ucapkanlah salam
penghormatan kepadanya (QS. Al-Ahzab : 56)[22]
Ayat
tersebut menjelaskan bahwa bershalawat akan endatangkan rahmad dari Allah,
malaikat meminta ampunan kepada siapapun yang bershalawat, dan bagi orang-orang
yang beriman mengucabkan shalawat berarti memanjatkan beberapa do'a, seperti
mengucapkan "Allahumma Shalli 'ala
Muhammad."
Kitab
Lisan al- 'Arabi yang menjadi standar rujukan peristilahan berbahasa Arab,
menjelaskan bahwa kata "sholawat" , menurut uraian hadist Nabi SAW.,
merupakan bentuk jama' (plural) dari "salat" yang memiliki dua arti:
"ruku' dan sujud" sebagai mana shalat yang diwajibkan kepada umat
Islam, berarti juga"do'a dan istighfar". Sholawat selalu diartikan
do'a, yaitu do'a kepada Nabi Muhammad SAW. Bukan shalat dalam pengertian
"ruku' dan sujud". [23] Do'a
yang dimaksud dalam pengertian diatas adalah do'a yang ditujukan kepada Nabi
Muhammad SAW. Yang disampaikan Allah (berupa penghormatan (tahiyyat) dan
rahmat) dan para malaikat (berupa do'a dan istighfar). Do'a ini disampaikan
sendiri oleh Allah dan para Malaikat, karena Nabi Muhammad SAW. Merupakan pola
dasar segala penciptaan alam semesta dan figur beliau merupakan teladan ideal
umat manusia sepanjang zaman.
2. Uraian hadist tentang puasa sunah yang
telah disampaikan sebelumnya memberikan gambaran jelas bahwa setiap ibadah
puasa sebenarnya adalah rangkaian ibadah yang integral dan tidak
terpisah-pisah, serta harus di isi aktifitas ibadah yang utama (seperti qiyam
al- lail dan membaca al-Qur'an), sementara pada sisi lain, tidak ada larangan
mengenai pelaksanaan puasa yang dilakukan berturut-turut (sepanjang hari)
selama masih dalam keadaan berbuka dan mampu secara fisik maupun mental.
Al-Qur'an
memberikan teladan untuk melakukan puasa yang bersifat integral (sebagai ibadah
pribadi maupun hubungan sosial) sebagai jalan menuju Allah, sebagaimana yang
dilakukan Maryam as.
Artinya : Maka
makan, minum dan bersenang hatilah kamu. jika kamu melihat seorang manusia,
Maka Katakanlah: "Sesungguhnya Aku Telah bernazar berpuasa untuk Tuhan
yang Maha pemurah, Maka Aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada
hari ini".(QS. Maryam : 26 ).[24]
Malaikat
Jibril as. dan bayi Maryam as.
Melanjutkan ucapannya guna memberi ketenangan kepada sang ibu dengan menyatakan
maka makanlah dari buah kurma yang berjatuhan itu, dan minumlah dari air telaga
itu serta bersenag hatilah dengan kelahiran anakmu itu jika kau melihat seorang
manusia yang engkau yakini bahwa dia manusia lalu dia bertanya tentang
keadaanmu maka katakanlah yakni berilah isyarat yang maknanya:
"Sesungguhnya Aku telah bernazar berpuasa, yakni menahan diri untuk tidak
berbicara demi untuk Tuhan yang maha pemurah, maka karena adanya nazar itu
sehingga aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini
". Ini karena jika engkau berbicara pasti akan panjang uraian dan akan
timbul aneka gugatan, sedang kami bermaksud membungkam siapapun yang
mencurigaimu.
Kata
"qariyya" terambil dari
kata "qarira" dan "qarraf" yang berarti sejuk atau dingin.
Kata ini bila dirangkaikan dengan kata 'ain (mata) maka ia merupakan ungkapan
tentang rasa bahagia dan senang serta kenyamanan hidup.[25]
Ayat
tersebut menjelaskan Maryam
melakukan puasa ketika menyambut kedatangan Jibril as. Yang meniupkan ruh
al-quds yang akan membuatnya melahirkan anaknya, Isa as. Tanpa seorang suami.
Puasa yang dilakukan Maryam as. Tetaplah puasa yang memperbolehkan makan,
minum, dan melakukan interaksi sosial, bahkan dalam menjalni puasanya Maryam
memperoleh nikmat makan dan minum melebihi nikmat orang lain. Namun dalam puasa
ini Maryam diwajibkan Allah untuk menjalankan nazar berupa tidak berbicara
dengan orang lain karena hal tersebut akan memperpanjang uraian dan menimbulkan
banyak gugatan, karena Maryam as. Sedang hamil tanpa suami setelah Jibril as.
Meniupkan ruh al-quds yang diperintahkan Allah. Tidak berbicara dengan
oraanglain merupakan kebiasaan orang sebelum masa Nabi MuhammadSAW. Namun
hal ini telah disempurnakan oleh Nabi Muhammad SAW. dengan cara berpuasa, tetap
melakukan aktifitas sosial, selalu memanjatkan sholawat berdasarkan tatacara
tertentu yang di ajarkan Nabi Muhammad SAW.
3. Hadist Nabi
SAW tentang anjuran dan keutamaan
membaca sholawat atas Nabi Muhammad SAW. Sesungguhnya bacaan sholawat dapat
menyebabkan turunnya ampunan terhadap dosa-dosa yang pernah diperbuat, juga
akan dapat menjadi perantara dan mencacai derajat tinggi diharibaan sang
pencipta.[26]
Salah satu hadist tentang keutamaan
dersholawat adalah:
جاء ذات يوم
والبشر يرى في وجهه, فقلنا : يارسول الله, انا لنرى البشر في وجهك, فقال : انه أتاني
الملك, فقال : يا محمد, ان ربك يقول : أما ترضى ما أحد من امتك صلى عليك الا صليت عليه
عشر صلوات, ولا سلم عليك أحد من امتك الا رددت عليه عشر مرات, قال : بلى (رواه البيهاقي)
[27]
Artinya : talah
datang pada suatu hari melihat dalam wajahnya yang berseri-seri, maka kami
berkata: wahai Rasulullah, sesungguhnya datang manusia dalam wajahmu. Berkata :
"sesungguhnya datang malaikat, berkata : wahai Muhamad, sesungguhnya
Tuhanmu berfirman : ridho seorang dari umatmu adalah shalawat padamu kecuali
shalawatmu padanya sepuluh kali shalawat, dan tidak ada keselamatan padamu
Ahmad dari umatku kecuali berulangkali bershalawat padamu seouluh kali,
berkata: benar. " (HR. Al-Baihaqi)
Hadits
yang menjelaskan perintah bershalawat sangatlah banyak, pada intinya
hadits-hadits tersebut menjelaskan manfaat dan hikmah bershalawat kepada Nabi
Muhammad SAW. kedua perintah tersebut berarti bahwa membaca Shalawat.
[1] Ahmad
Warson Munawir, Kamus Al-Munawir, Yogyakarta : Pondok Pesantren
Al-Munawir. 1984, hlm. 586
[3]
Al-Ghazali, Arba'in fi Ushul Al-Din, Beirut : Dar al-Kutub
al-Islam, 1988,hlm 42.
[4]
M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur'an : Tafsir Maudhu'I atas Pelbagai
Persoalan Umat, (Bandung : Mizan, 2000), cet. XI, hlm.522.
[5]
Wahbah al-zuhaily, Masdar Helmy (Pentj.), Fikih Shaum, I;tikaf dan Haji :
Kajian Berbagai Mazhab, ( Bandung : Pustaka Media Utama, 2006), hlm.3.
[6]
WJS. Purwadarminta, Op. Cit.,hlm 771
[7]
Ahmad Syarifuddin, Puasa Menuju Sehat Fisik dan Psikis, (Jakarta: Gema
Insani, 2003), hlm. 43.
[10]
M. Quraish Shihab, Op. Cit., hlm. 522.
[11]
Wahbah Al-Zuhayly, Puasa dan I'tikaf, Kajian Berbagai Mazhab, (Bandung:
Remaja Rosda Karya, 1998), hlm.65-84
[12]
Yusuf Qadrawi, Op. Cit., hlm.18.
[13] Op.
Cit., hlm 522.
[14] Abi abdillah Muhammad bin Qasim, Tausyih
'ala Fathu al-Qarib al-Mujib, (Surabaya, tth), hlm. 110.
[15] Laleh Bakhtiar, Encyclopedia Of Islam Law, (Chicago:
ABC International Group, Inc, 1996), hlm.58-59.
[16] Hasan Muhammad Ayub, Wardana (penrj.), Puasa
dan I'tikaf Dalam Islam, (ttp: Bumi Aksara, 1996), hlm. 30-52
[18] Imam abi Dawud, Sunan AbiDawud, Nomor
2071, Juz 6, hlm. 400. Lihat juga dalam Imam Muslim, Shahih Muslim, Hadits
Nomor 1977, Juz 6, hlm.
[20]
Al-Imam Muhammad al-Mahdi ibn Ahmad 'Ali Yusuf al-Zasi, Muthali al-Massarat
bi Jalai Dalail al-Khairat, (Mesir: Matba'ah Musthofa al-Babi al-Halabi,
1980), hlm.16.
[21]
Mushkih ibn Abd al-Rahman al-Maraqi, Dalail al-Khairat (Semarang: Toha
Putra, tt)
[22]
Depag RI, Op. Cit., hlm. 678
[23]Software
Maktabah Tafsir wa 'Ulum al-Qur'an, Lisan al-'Arabi, (Malaysia: ARISS
Publication, 2005).
[24] Depag
RI,Op. Cit., hlm 465.
[25]
M.Quraish Shihab, Loc. Cit., hlm 172.
[26] Usman
al-Syaikani, Duroh al-Nasikhin, (Mesir: Maktubah Tijarah al- kutub, tt),
hlm 78.
0 Response to "PENGERTIAN RIYADLAH DALAIL AL KHAIRAT"
Post a Comment