KAJIAN TEORITIS TENTANG PENGARUH SHALAT TERHADAP DISIPLIN SISWA
A. Shalat
1. Pengertian
Shalat
Pengertian
shalat menurut bahasa Arab berarti do’a. Hal ini sebagaimana pendapat yang
dikemukakan oleh:
a.
Menurut Nazaruddin Rozak
“Shalat berarti suatu
sistem ibadah yang tersusun dari beberapa perkataan dan perbuatan yang dimulai
dengan takbir dan diakhiri dengan salam berdasarkan atas syarat-syarat dan
rukun tertentu”.[1]
b.
Menurut Hasbi Ash Shiddiqie,
mendefinisikan ibadah sebagai ta’rif yang melengkapi rupa dan hakikat shalat
sebagai berikut:
“Berharap hati (jiwa) kepada Allah SWT yang
mendatangkan takut, menumbuhkan rasa kebesaran-Nya dengan sepenuh hati khusuk
dan ikhlas di dalam beberapa perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir
dan disudahi dengan salam”.[2]
Dari
definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa shalat merupakan pancaran dari
perbuatan-perbuatan lahir dan bathin, dilengkapi dengan ucapan (bacaan) berupa
permohonan kepada Allah SWT yang telah ditentukan, dimulai dengan takbir dan
diakhiri dengan salam yang dengannya kita beribadah kepada Allah SWT menurut
syarat-syarat yang telah ditentukan.
2.
Dasar Hukum yang Mewajibkan Shalat
Dalil atau hukum yang mewajibkan shalat,
tercantum dalam 2 sumber hukum Al-Qur’an Surat Al-Ankabut ayat 45 dan
Surat An-Nur 56 :
واقم الصلوة ط ان الصلوة تنهى عن الفحشاء
والمنكر (العنكبوت : 45)
Artinya : “Dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu
mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. (Q.S. Al Ankabut : 45).[3]
Dalam surat An-Nur ayat 56 disebutkan:
واقيمو
الصلوة واتوا الزكوة واطيعواالرسول لعلكم تر حمون (النور : 56)
Artinya : “Dan
dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah kepada Rosul supaya kamu
mendapat rahmat”. (Q.S. An-Nur : 56)[4]
Jadi shalat merupakan kewajiban setiap muslim
(pemeluk agama Islam) baik pria maupun wanita dan shalat itu merupakan tiang
agama.
3. Kedudukan
Shalat
Dalam ajaran agama Islam shalat mempunyai kedudukan
yang sangat penting dan menduduki urutan kedua setelah tertanamnya iman dan
aqidah dalam hati. Shalat menjadi indikator bagi orang yang bertaqwa dan shalat
merupakan pembeda antara seorang mukmin (percaya kepada Allah) dan yang tidak
mukmin yaitu yang meninggalkan shalat.[5]
Shalat adalah kewajiban yang konstan dan absolut
untuk hamba sahaya dan kaum merdeka, untuk si kaya dan si miskin, untuk orang
sehat dan orang sakit. Kewajiban ini tidak gugur bagi siap saja yang sudah
sampai pada usia baligh, dalam keadaan bagaimanapun juga tidak seperti puasa,
zakat dan haji dengan beberapa syarat dan sifat. Dalam waktu tertentu dan dalam
batas tertentu pula, di samping itu ibadah lain yang diterima oleh Nabi melalui
wahyu di bumi, tetapi shalat mesti dijemput oleh beliau sendiri ke hadirat
Allah di langit, untuk itulah beliau di ma’rojkan.[6]
Untuk lebih jelasnya mengenai kedudukan shalat ini,
dinukilkan dari uraian Sayid sebagai berikut :
a.
Shalat merupakan tiang agama,
dimana ia tidak dapat berdiri sendiri tegak kecuali dengan itu.
b.
Shalat adalah ibadah yang pertama
diwajibkan oleh Allah pada malam mi’roj.
c.
Shalat merupakan amalan hamba yang
mula-mula dihisab.
d.
Shalat adalah wasiat terakhir yang
diamanatkan Rosulullah sewaktu hendak meninggal.
e.
Ia adalah barang terakhir yang
lenyap dari agama dengan arti bila ia hilang, maka hilang pulalah agama secara
keseluruhan.
f.
Disebabkan pentingnya shalat dalam
Islam, maka penganutnya disuruh mengerjakannya baik di waktu damai maupun
perang. [7]
4. Tujuan
Shalat
Tujuan utama atau sasaran pokok dari shalat adalah
agar manusia yang melakukannya senantiasa mengingat Allah.[8]
Dengan mengingat Allah akan terbayang dan terlukis dalam hati sanubarinya
segala sifat-sifat Allah yang Maha Esa dan Maha Sempurna.
Firman Allah :
انّنى انا الله لا اله الا انا
فاعبد نى لا واقم الصّلوة لذكري. (طه :14)
Artinya : “Sesungguhnya
aku ini Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah
shalat untuk mengingat Aku.” (Q.S. Thoha : 14).[9]
Ingat terhadap Allah membuat manusia senantiasa
waspada dan dengan kewaspadaan itu akan senantiasa menghindarkan diri dari
segala macam perbuatan keji dan tercela. Dengan begitu berarti ia telah luput
dari pelanggaran-pelanggaran hukum yang akan menjerumuskan kelembah kehinaan
dan kesengsaraan di dunia dan di akhirat.
5. Kekhusukan
dalam Shalat
Firman Allah :
قد افلح المؤ منون الذين هم فى
صلاتهم خاشعون. (المؤمنون : 1-2)
Artinya : “Sesungguhnya
beruntunglah orang-orang yang beriman (yaitu) orang-orang yang khusu’ dalam
shalatnya.” (Q.S. Al Mu’minun : 1-2).[10]
Adapun pengertian khusu’ yaitu :
a.
Menurut Hasybi Asy-Shiddieqy,
bahwa khusu’ artinya tunduk dan tawanduk serta berketenangan hati dan segala
anggota kepada Allah.[11]
b.
Menurut Bustanuddin Agus, khusu’
artinya suasana yang menyejukkan jiwa dan dikatakan sebagai rohnya shalat.
Shalat tanpa khusu’ ibarat tubuh tanpa ruh.[12]
c.
Sedangkan menurut Departeman Agama
RI, khusu’ adalah kesatuan dari 3 unsur kejiwaan yaitu kesadaran, pengertian
dan pemusatan perhatian.[13]
1). Kesadaran
Orang yang melakukan shalat itu sadar bahwa ia dalam
shalatnya sedang melakukan munajat atau suatu permohonan langsung kepada Allah.
Kesadaran ini dirasakan sejak ia berdiri menghadap kiblat, menundukkan kepada
dengan mengangkat kedua tangan sambil mengucapkan “Allahu Akbar” sampai
ia mengakhirinya dengan mengucapkan “Assalamu’alaikum Warohmatullahi
Wabarokatuh” sambil menoleh ke kanan dan ke kiri.[14]
2). Pengertian
Orang yang melakukan shalat itu mengerti atau dapat
menghayati makna dari segala bacaan dan yang diucapkannya. Demikian pula dengan
gerakan-gerakan dan tingkah laku yang dilakukannya, sehingga segala gerakan
yang disertai ucapkan itu lahir dari lubuk hatinya yang dalam.[15]
3). Pemusatan
perhatian
Seluruh perhatian dan dorongan jiwa tercurah dan
terpusat kepada apa yang dibaca, diucapkan sejalan perhatiannya terhadap
gerakan-gerakannya. Jadi dalam untuk khusu’ 100% memang sulit, tetapi kita
tetap berusaha terus meningkatkan kekhusukan itu. Diantara langkah praktis ini
adalah dengan memilih tempat dan suasana yang mendukung (kondusif) untuk dapat
memahami arti dan makan yang dibaca, membacanya dengan terdengar oleh telinga
sendiri dan melaksanakan dengan berjamaah.[16]
6. Hikmah
Shalat
Shalat menjadi salah satu hasil yang terpenting dari
Isra’ Mi’raj itu mengandung hikmah dan rahasia-rahasia yang mendatangkan
kebahagiaan bagi manusia di dunia dan di akherat. Kebahagiaan di dunia dan di
akherat hanya dinikmati oleh orang-orang yang dinamakan muflihun sebagaimana
Firman Allah :
او لئك على هدى من ربهم واولئك
هم المفلحون. (البقره : 5)
Artinya : “Mereka
itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhannya dan merekalah orang-orang
yang beruntung. (Q.S. Al-Baqarah : 5)[17]
Dalam buku Integrasi Budi Pekerti dalam Pendidikan
Agama Islam, hikmah shalat dapat dilihat dari beberapa segi antara lain:[18]
a.
Membiasakan Hidup Bersih
Kebersihan merupakan
kebutuhan hidup manusia, karena dengan kebersihan manusia dapat melaksanakan
kegiatannya dengan lancar tanpa hambatan. Salah satu cara untuk membiasakan
hidup bersih yang paling efektif adalah dengan melaksanakan Shalat secara
teratur dan benar. Sebagaimana kita maklumi bahwa orang yang melakukan Shalat,
syaratnya harus bersih, suci dari hadats dan najis, bersih badan, pakaian,
tempat dan lingkungannya. Oleh karena itu, manusia harus senantiasa membiasakan
hidup bersih. Jadi, Shalat merupakan upaya yang paling efektif dalam
membiasakan hidup bersih lahir dan batin.[19]
b.
Membiasakan Hidup Sehat
Sehat merupakan karunia
Allah yang diberikan manusia dan harus disyukuri. Dengan kesehatan manusia
dapat melakukan aktivitas kehidupan beribadah dengan baik. Cara mensyukuri
kesehatan tersebut adalah dengan mempergunakan kesehatan untuk beribadah kepada
Allah dan memelihara kesehatan tersebut. Adapun cara membiasakan hidup sehat
adalah dengan Shalat.[20]
Selain memuat bacaan-bacaan tertentu, Shalat juga
terdiri atas gerakan-gerakan yang tertib, sehingga apabila dilaksanakan secara
teratur akan berfungsi sebagai olah tubuh yang baik untuk kesehatan. Dengan
demikian, baik dilihat dari wudhu, ataupun gerakan Shalat ternyata sangat
efektif untuk membiasakan manusia hidup sehat. Gerakan-gerakan dalam Shalat itu
justru nilainya di atas gerakan senam ataupun olah raga.[21]
c.
Membina Kedisiplinan
Disiplin sangat penting
dalam kehidupan manusia. Orang yang disiplin akan sukses dalam kehidupan,
masyarakat yang disiplin akan mencerminkan ketenangan dan ketentraman.
Sebaliknya orang yang tidak disiplin akan rugi dalam kehidupannya dan merugikan
kehidupan orang lain.[22]
Adapun cara membina kedisiplinan adalah Shalat
secara teratur, baik dan benar. Melakukan Shalat dituntun disiplin baik dengan
waktu maupun ketaatan. Shalat harus dilakukan pada waktunya. Tidaklah mungkin
shalat subuh dilakukan pada waktu dzuhur, shalat jum’at dilakukan pada hari kamis
dan seterusnya. Ketika imam sujud, maka semua jama’ah harus sujud. Dengan
demikian shalat mampu membina kedisiplinan.[23]
d.
Melatih Kesabaran
Manusia
harus membiasakan diri untuk bersikap sabar. Dengan sabar hidup menjadi tenang
dan tenteram, serta tujuan hidup dapat tercapai. Orang yang tidak sabar dalam
kehidupan akan mengalami depresi mental dan stres.[24]
Shalat yang dilakukan
dengan baik dan benar dapat melatih kesabaran. Orang yang shalat harus sabar
mengikuti imam. Maksudnya tidak boleh mendahului imam. Orang yang shalat harus
menunggu tepat waktunya shalat dan harus sabar menyelesaikan perbuatan shalat.[25]
e.
Mengikat Tali Persaudaraan Sesama
Muslim
Mengingat pentingnya
silaturrahmi dalam kehidupan, manusia harus senantiasa menyambung silaturrahmi.
Dengan silaturrahmi, persoalan hidup menjadi mudah, jiwa menjadi tenang, rizki
menjadi luas, bahkan umur menjadi panjang. Cara membina silaturrahmi yang baik
adalah dengan shalat, khususnya shalat berjama’ah. Rosulullah SAW senantiasa
shalat berjamaah dan menyuruh umatnya untuk selalu berjamaah dalam setiap
shalat fardlu dengan melipatgandakan pahalanya sampai 27 kali lipat dari shalat
sendirian.[26]
Di samping shalat
berjamaah, shalat Jum’at, shalat Idul Fitri dan Idul Adha-pun berfungsi untuk
meningkatkan tali persaudaraan sesama muslim.
f.
Mencegah Perbuatan Keji dan Munkar
Manusia
diperintah untuk mendirikan shalat dengan baik dan benar. Hadirkan hati dan
pikiran dengan khusuk dan ikhlas sehingga yakin bahwa kita sedang berdialog
dengan Allah (Sang pencipta dan penata alam semesta). Kita merasakan betapa
pentingnya shalat itu dalam kehidupan karena salah satu komunikasi langsung
antara kholiq and makhluk ialah melalui shalat. Shalat yang demikian
akan mampu mencegah manusia dari perbuatan keji dan munkar.[27]
g.
Shalat dapat Menentramkan Bathin
Kehidupan
modern mengakibatkan kebutuhan yang meningkat. Hal tersebut akan berdampak
semakin meningkatnya persaingan prestise yang membawa manusia pada kegelisahan
dan kecemasan. Untuk mengantisipasi kehidupan tersebut, cara paling ampuh ialah
dengan melakukan shalat secara baik dan benar. Dengan cara shalat orang akan
dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sekaligus menentramkan bathinnya.[28]
B. Disiplin
1.
Pengertian Disiplin
Bicara masalah disiplin sering dikaitkan dengan
ketaatan dan kepatuhan seseorang terhadap tata tertib atau kaidah-kaidah hidup
lainnya. Disiplin merupakan hal yang sangat penting di dalam berbagai aktifitas
manusia. Untuk memperoleh gambaran tentang disiplin banyak para ahli yang
berpendapat sebagai berikut:
a. Menurut
Suharsimi Arikunto, memberikan disiplin sebagai bentuk kepatuhan seseoarng
terhadap aturan-aturan atau tata tertib yang berlaku atas dorongan dari dalam
diri seseorang yang sesuai dengan kata hatinya.[29]
b.
Menurut Mas’ud Abdul Qohar
disiplin diartikan sebagai patuh terhadap peraturan yang sangat keras dari
organisasi.[30]
c.
Sedangkan menurut Dewa Ketut
Sukardi telah mengartikan dua pengertian disiplin sebagai berikut :
Pertama : “Discipline
is a planed series of aktivities of exercise considered mecersarry for the attainment
of a certain goal.”
Disiplin ialah suatu rentetan kegiatan atau
latihan yang berencana, yang dianggap perlu untuk mencapai tujuan.
Kedua : “Discipline
means punish ment for conduct that in considered under sirrable.”
Disiplin dapat diartikan sebagai hukuman terhadap
tingkah laku yang dianggap sangat tidak diinginkan atau melanggar
ketentuan-ketentuan peraturan atau hukum yang berlaku. [31]
d.
Jika ditinjau dari sudut
keagamaan, Nurcholis Madjid menyatakan disiplin adalah sejenis perilaku taat
dan patuh yang sangat terpuji.[32]
Selanjutnya dijelaskan bahwa kepatuhan tersebut
merupakan keikutsertaan yang bertanggung jawab dalam melaksanakan hal-hal yang
terpuji dan tidak melangggar larangan Allah.[33]
Ketaatan terhadap peraturan ini juga dilaksanakan
secara sadar, ikhlas lahir bathin, sehingga timbul rasa malu untuk
melanggarnya. Bila melanggar akan terkena sanksi, baik sanksi terhadap sesama
manusia maupun sanksi dari Tuhan yang Maha Esa. Oleh karena itu ada rasa takut
untuk melanggar peraturan dan norma yang berlaku tersebut, sehingga seseorang
menjadi disiplin.[34]
Agar pembahasan pengertian disiplin tidak terlalu
lebar, maka dibatasi pengertian disiplin. Yang dimaksud adalah disiplin siswa
dalam beribadah, disiplin belajar, baik belajar di rumah maupun di sekolah dan
disiplin siswa dalam mentaati tata tertib sekolah.[35]
2.
Fungsi dan Tujuan Disiplin
Disiplin sangat penting
dalam kehidupan manusia. Orang yang disiplin akan sukses dalam kehidupan,
masyarakat yang disiplin akan mencerminkan ketenangan dan ketentraman. Sebaliknya
orang yang tidak disiplin akan rugi dalam kehidupannya dan merugikan kehidupan
orang lain. Masyarakat yang tidak disiplin akan rugi, dokter yang tidak
disiplin akan membahayakan pasien, lalu lintas yang tidak disiplin akan
menimbulakan kekacauan. Dalam masyarakat pendidikan atau lingkungan sekolah
jika tidak disiplin, maka kegiatan belajar mengajar tidak akan mencapai target
yang maksimal.[36]
Dengan demikian, dapat
dipahami bahwa fungsi disiplin adalah untuk mencapai keteraturan dalam
kehidupan masyarakat, tanpa mengorbankan kepentingan orang lain.
Sedangkan tujuan disiplin ialah mengupayakan
pengembangan minat dan mengembangkan anak menjadi manusia yang baik, menjadi
sahabat, tetangga dan warga negara yang baik.[37]
Seiring dengan definisi
di atas, nampak bahwa minat sudah ada pada diri siswa perlu dipupuk, dibina dan
dikembangkan dengan tujuan siswa tersebut bisa menjadi manusia yang mandiri dan
bertingkah laku sesuai dengan norma yang
berlaku.[38]
Jadi dapat disimpulkan
bahwa tujuan disiplin disini adalah upaya untuk merngembangkan minat dan
mengembangkan anak dalam belajar mematuhi tata tertib dan norma yang berlaku
dalam kehidupan bermasyarakat.
3.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Disiplin
Seperti halnya belajar perilaku disiplin juga
dipengaruhi oleh banyak faktor yang memberi motivasi kepada individu-individu
berperilaku disiplin.
Faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin antara lain
:
a.
Faktor Intern
Faktor ini adalah berasal dari dalam diri siswa itu
sendiri yang mampu memberi dorongan kepada siswa untuk dapat berdisiplin dengan
baik, tanpa dorongan dari luar. Siswa mampu membiasakan berdisiplin terus
menerus dan sanggup mengerjakan sesuatu dengan segala senang hati.[39]
b.
Faktor Ekstern
Faktor yang berasal dari luar diri siswa atau siswa
mampu memberi dorongan untuk berdisiplin, antara lain:
1) Teman
Dalam
menjalankan aktivitas-aktivitas agama, beribadah dan sebagainya, biasanya
remaja itu sangat dipengaruhi oleh teman-temannya, misalnya remaja yang ikut
dalam kelompok yang tidak sembahyang atau acuh tak acuh terhadap ajaran agama,
maka ia akan mau mengorbankan sebagian keyakinannya demi untuk mengikuti
kebiasaan teman sebayanya.[40]
Dari
pendapat tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa seorang teman mudah sekali
terpengaruh oleh teman-temannya. Kalau teman mereka berperilaku baik, maka ia
akan berperilaku baik pula. Perilaku baik dan buruk dipengaruhi dari luar atau
kelompok lain. Seseorang akan bisa disiplin apabila dipengaruhi oleh kelompok
yang disekelilingnya mempunyai sikap disiplin, begitu juga sebaliknya kelompok
ini berpengaruh besar di dalam
kedisiplinan seseorang.
2)
Kewibawaan Guru
Di
mata anak, sosok guru merupakan figur dan suri tauladan yang sempurna menurut
mereka. Jika seorang guru dapat memberi contoh yang baik, maka hal ini akan
efektif dalam pembentukan disiplin siswa. Karena kewibawaan dan kepribadian
guru adalah faktor yang terpenting untuk mencapai disiplin yang baik.[41]
3)
Orang Tua
Menanamkan
disiplin anak, sebaiknya dimulai dari orang tua memberi contoh yang baik demi
terlaksananya sikap disiplin. Contoh sikap disiplin yang konsisten dan
konsekwensi harus ditujukan kepada orang tua melalui kekompakan mereka dalam
bertindak membina rumah tangga. Perbedaan persepsi antara kedua orang tua
merupakan hal yang wajar, namun di atas semua itu, kepentingan anak tetap
diutamakan. Idealnya semua pihak yang berada dalam lingkungannya kelurga ikut
andil dan berperan penting dalam menanamkan disiplin pada anak.
Sedangkan
menurut pendapat Norcholis Madjid diantara faktor-faktor yang mempengaruhi
disiplin adalah :[42]
1)
Taqwa kepada Allah atau keinsyafan
yang mendalam akan makna ke-Tuhan-an Yang Maha Esa
Seseorang yang mempunyai komitmen terhadap keimanannya
kepada Allah akan selalu berbuat sesuai dengan norma dan aturan yang diyakini
kebenarannya. Karena ia sadar bahwa Allah akan selalu menyertai dimanapun ia
berada. Kesadaran itu akan membimbing kepada perilaku yang baik yaitu akhlakul
karimah.
2) Keabsahan
tatanan atau aturan
Ketika suatu tatanan dirasakan oleh masyarakat sebagai
tatanan tidak adil yang berarti tidak absah, maka sulit sekali diharapkan
kepatuhan mereka dengan sendirinya sulit terjadi perilaku yang disiplin. Jika
faktor di atas telah terpenuhi dan ditunjang dengan sarana yang baik, maka
kedisiplinan dari individu akan timbul dengan baik. Sarana-sarana pendisplinan
yang baik menurut Michael Fucoult meliputi:
a)
Pengawasan hierarkis atau suatu
mekanisme yang tidak dapat dilihat oleh pihak yang dipantau.
b)
Normalisasi
Suatu normalisasi hukuman di dalam inti disiplin.
Istilah yang dipakai untuk menyebut hukuman disiplin adalah sanksi. Hukuman
disiplin ini dimengerti sebagai suatu yang dapat membuat anak-anak merasakan
pelanggaran yang telah dibuatnya.
c)
Pengujian
Pengujian merupakan paduan dari tehnik pengawasan
hierarkis dan normalisasi. Pengujian merupakan pemantauan normalitatif yang
mampu mengklasifikasikan menentukan mutu dan menghukum yang dipanatu.[43]
Selain memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi
timbulnya sikap disiplin dan timbulnya sarana-sarana yang baik diperlukan
metode yang tepat. Dengan metode penerapan disiplin yang tepat, maka individu
tidak merasa diperintah dan dipaksa untuk melaksanakan suatu aturan atau
tatanan.
4. Metode Penerapan
Disiplin
Metode
adalah cara kerja subyek memperoses obyek, sehingga mencapai tujuan.[44]
Metode dalam penerapan disiplin ini meruapkan salah satu cara untuk mencapai
tujuan dalam menerapkan disipliner pada siswa dapat ditempuh dengan
beberapa cara antara lain:
a. Keteladanan
Metode keteladan dirasa
sangat efektif dalam menerapkan kedisilinan. Ungkapan Jawa yang sangat kental “Ing
Ngarso Sung Tulodho” merupakan kata-kata hikmah yang sangat relevan dengan
usaha penegakan disiplin ini. Sedangkan dalam agama Islam memperingatkan pada
kita tidak hanya pandai mengajarkan, tetapi diri kita sendiri tidak
menjalankannya, yaitu :
يا ايها الذ ين امنوا لم تقو لون مالا تفعلون (الصف : 3)
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman mengapa kamu menyatakan apa yang tidak
kamu perbuat (Al-Shof : 2).[45]
b. Penerapan atau aturan yang konsisten
Menurut Nurcholis
Madjid disiplin selain keteladanan adalah konsisten atau istiqomah.[46]
Sebab aturan yang konsisten tidak dijalankan tidak konsisten dengan sendirinya
merusak aturan itu sendiri, sehingga dapat ditafsirkan aturan itu tidak adil
karena selalu berubah-ubah penerapannya. Akibatnya tumbuhnya disiplin juga
sulit sekali diharapkan.
Dalam amalan keagamaan
konsisten (istiqomah) merupakan syarat agar amalan itu dapat mencapai hasil
yang dikehendaki secara optimal. Seperti
disebutkan dalam al-Qur’an :
ان الذ ين قالوا ربنا الله ثم استقا موا تتنزلوا عليهم
الملئكة الا تخافوا ولا تخز نوا وابشروا بالجنة التى كنتم توعدون (فصلت : 30)
Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang menyatakan Tuhan kami adalah Allah
kemudian mereka menegakkan pendirian mereka (beristiqomah) maka malaikat akan
turun kepada mereka (dengan mengatakan) janganlah kamu merasa takut dan
janganlah kamu merasa sedih dan bergembiralah dengan (memperoleh) syurga yang
telah dijanjikan Allah kepadamu.” (QS. Fushilat : 30).[47]
Jadi mereka yang konsisten
dalam beriman kepada Allah itu akan mendapatkan kebaikan yang optimal. Maka
konsisten (istiqomah) dapat ditetapkan sebagai cara menerapkan disiplin.
c. Penerapan pola pengajaran yang demokratis
atau sosio integratif
Selanjutnya Drikers
menjelaskan iklim yang demokratis sangat diperlukan untuk menjadikan landasan
kerjasama. Demokrasi bukan hanya merupakan gagasan politik saja, melainkan juga
suatu jalan hidup bersama dalam mentaati suatu aturan. Di sini guru harus
meninggalkan metode yang lama yang otoriter, yang secara paksa menuntut dan
mengambil alih garis-garis besar yang baru berdasarkan prinsip-prinsip dan
tanggung jawab guru tidak boleh mengizinkan segala-galanya tapi juga tidak
memberikan hukuman begitu saja. Guru harus belajar sebagai patner, bagi siswa
agar guru dapat menuntut mereka dengan penuh pengertian sehingga guru dapat
membimbing tanpa melakukan penindasan dan memberi kebebasan yang terkendali.[48]
Dari pengalaman dan
teori-teori di atas diasumsikan penerapan disiplin dalam mengembangkan disiplin
siswa dapat mencapai melalui tiga cara yang sangat berkaitan, yaitu
keteladanan, penerapan atau aturan yang konsisten dan penerapan pola pengajaran
yang demokratis.
Adapun asas lain dalam
cara belajar yang baik adalah disiplin. Dengan jalan disiplin untuk
melaksanakan pedoman-pedoman yang baik di dalam usaha belajar barulah seorang
siswa mungkin mempunyai cara belajar yang aik. Sifat bermalas-malasan,
keinginan mencari gampangnya saja, keseganan untuk bersusah payah memusatkan
pikiran, kebiasaan untuk melamun dan gangguan-gangguan lainnya memusatkan
pikiran, kebiasaan untuk melamun dan gangguan-gangguan lainnya yang selalu
menghinggapi kebanyakan siswa. Gangguan itu hanya bisa diatasi kalau seorang
tersebut mempunyai disiplin belajar secara teratur.[49]
5. Disiplin
Diri Pribadi
Disiplin diri artinya kepatuhan dan ketaatan terhadap
apa yang telah ditentukan dan disepakaati oleh diri sendiri.[50]
Adapun disiplin diri pribadi dapat diwujudkan dalam
kehidupan sehari-hari yang dimulai dari sikap dan tindakan-tindakan diantaranya
sebagai berikut:
a. Disiplin
beribadah
Siswa dapat mengaktualisasikan dirinya sebagai
seorang muslim yang patuh dan taat kepada Allah SWT dalam bentuk beribadah
diantranya :
1). Disiplin
dalam melaksanakan shalat
Secara tidak langsung shalat merupakan pendidikan
yang positif dan melatih untuk disiplin yang menjadikan manusia hidup teratur
dengan penuh kepastian. Dengan kewajiban shalat sebanyak 5 kali dalam semalam,
seorang muslim tentu selalu memperhatikan waktu dan sadar dengan perjalanan
hidupnya. Kebiasaan untuk melaksanakan shalat harus ditanamkan kepada anak-anak
kita karena latihan-latihan yang berbau keagamaan yang merupakan ibadah
kongkrit seperti sembahyang, puasa, membaaca al-Qur’an dan berdo’a bila
dibiasakan pada anak kita maka akan timbul rasa senang pada anak untuk
melakukannya.[51]
2). Disiplin
dalam melaksanakan puasa
Puasa dikenal dengan sebutan shiyam atau saum
yang berasal dari bahasa Arab yang artinya berpantangan atau menahan diri dari
sesuatu.[52]
Sedangkan secara istilah, puasa adalah menahan diri
dari pada sesuatu yang membatalkan satu hari lamanya mulai terbit fajar sampai
terbenamnya matahari dengan niat dan beberapa syarat.[53]
Puasa mengandung nilai rohani yang melatih rohani
agar disiplin, melatih diri terhadap batasan-batasan yang ditentukan. Sedangkan
nilai jasmani dari ibadah puasa adalah mengatur sistem pencernaan agar dapat diproduksi dengan baik. Jadi bila
dilihat dari dua nilai tersebut maka nyatalah bahwa dengan menjalankan ibadah
puasaakan dapat terpelihara kehidupan jasmani dan rohani yang seimbang. Oleh
karena itu puasa diajarkan kepada anak didik kita agar mereka terbiasa
melakukannya.[54]
3). Disiplin
dalam membaca al-Qur’an
Pengertian al-Qur’an menurut bahasa adalah bacaan.
Menurut istlah, al-Qur’an adalah kalam Allah SWT yang merupakan mu’jizat yang
diturunkan (diwahyukan) kepada Nabi Muhammad SAW dan membacanya adalah ibadah.[55]
Al-Qur’an merupakan kitab suci yang diwahyukan Allah
SWT kepada Nabi Muhammad SAW yang mengandung petunjuk bagi umat manusia.
Al-Qur’an diturunkan untuk menjadi pegangan bagi
mereka yang ingin mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu
membaca al-Qur’an harus dilaksanakan secara intensif, baik melalui belajar
membaca, menulis huruf al-Qur’an yang di mulai sejak dini.
4). Disiplin
dalam berakhlak
Pendidikan akhlak merupakan urat nadi dari ajaran
agama Islam. Memberikan pendidikan akhlak kepada anak untuk berakhlakul karimah
termasuk juga memberikan pendidikan amar ma’ruf nahi mungkar.
Sekolah yang merupakan lingkungan pendidikan formal
setelah pendidikan keluarga, maka sekolah banyak mempengaruhi akhlak siswa.
Kewajiban sekolah adalah melaksanakan pendidikan yang
tidak dapat dilaksanakan di rumah tangga. Pengalaman anak di rumah dijadikan
modal dasar untuk pendidikan di sekolah. Kelakuan anak yang kurang baik
diperbaiki, tabi’atnya yang salah dibetulkan, perangainya yang kasar
diperhalus, tingkah laku yang tidak senonoh diperbaiki dan begitu seterusnya.[56]
Seorang guru merupakan komponen penting sehingga
diharapkan guru betul-betul dapat menampakkan cerminan yang baik sebagai suri
tauladan bagi siswa di sekolah dan bagi lingkungan masyarakat.
Zakiah Darodjat mengatakan bahwa faktor terpenting
bagi seorang guru adalah kepribadiannya. Kepribadian itulah yang akan
menentukan apakah ia akan menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak
didiknya atau akan menjadi perusak atau penghancur bagi hari depan anak didik,
terutama bagi anak didik yang sedang mengalami kegoncangan jiwa (tingkat
menengah).[57]
b. Disiplin
belajar
Dalam hubungan disiplin ini, Rudolf Direskurs dan
Pearl Cassil mengemukakan bahwa disiplin merupakan titik pokok dalam
pendidikan. Tanpa disiplin tidak akan ada kesepakatan antara guru dan siswa
serta belajarpun berkurang.[58]
Agar belajar di rumah maupun belajar di sekolah
(mengikuti proses belajar mengajar) dapat tercapai dengan cepat dan tepat, maka
diperlukan tata tertib dan aturan. Tanpa adanya tata tertib dan aturan
(disiplin), maka suatu kegiatan tidak akan terlaksana dengan baik.
Hal ini senada dengan peryataan The Liang Gie bahwa
asas lain dalam cara belajar yang baik adalah disiplin. Dengan jalan disiplin
untuk melaksanakan pedoman-pedoman yang baik dalam usaha belajar berulah
seorang mahasiswa mungkin mempunyai cara belajar yang baik. Sifat
bermalas-malasan, keinginan mencuri gampangnya saja, keseganan untuk berusaha
payah memusatkan pikiran, kebiasaan untuk melamun dan gangguan-gangguan lainnya
yang selalu menghinggapi kebanyakan mahasiswa. Gangguan itu hanya bisa diatasi
kalau seorang mahasiswa itu mempunyai disiplin belajar setiap hari secara
teratur hanya mungkin dijalankan kalau seorang mahasiswa mempunyai disiplin
untuk mentaati rencana kerja yang tertentu.[59]
Godaan-godaan yang dimaksud menangguhkan usaha
belajar sampai sudah dekat ujian, hanya dapat dihalaunya kalau ia
mendisiplinkan dirinya sendiri. Disiplin menciptakan kemauan untuk belajar
teratur.[60]
c. Disiplin
terhadap tata tertib sekolah
Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah memiliki
sejumlah tata tertib yang harus dipatuhi oleh guru, pegawai dan siswa. Tentu
saja kepatuhan yang dituntut itu berlandaskan prinsip-prinsip kebebasan
Norcholis Madjid bahwa disiplin menyangkut masalah tingkat rasa ikut punya (sance
of belonging) dan rasa ikutserta (sance
of parisipation).
Kedisiplinan siswa dalam mematuhi tata tertib
sekolah yang dimaksud adalah bahwa di suatu sekolah ada tata tertib. Tata
tertib umum adalah tata tertib yang berlaku untuk sekolah itu, sedangkan tata
tertib khusus adalah tata tertib untuk kelas.
Kedisiplinan siswa dalam mematuhi tata tertib, baik
umum maupun khusus dapat dilihat dari buku pembinaan murid dan buku kesalahan
yang terdiri dari kesalahan umum dan kesalahan khusus, kedua buku ini mencatat
siswa yang telah melanggar tata tertib.
Adapun tata tertib sekolah baik yang bersifat umum
maupun khusus diantaranya:
1)
Berpakaian seragam yang telah
ditentukan.
2)
Hadir di ruang kelas tepat pada
waktunya.
3)
Mengumpulkan tugas pada waktu yang
telah ditentukan.
4)
Menghormati teman, guru, kepala
sekolah dan karyawan.
5)
Mentaati tata tertib dan peraturan
sekolah.
6)
Mengikuti upacara bendera dengan
rutin dan tertib.
7)
Melaksanakan piket kerja dengan
baik
8)
Ikut menjaga kebersihan lingkungan
sekolah
9)
Masuk dan pulang sekolah pada
jam-jam yang telah ditentukan.[61]
C. Pengaruh
Pendidikan Shalat Terhadap Disiplin Siswa
Shalat merupakan ibadah yang terdiri dari perkataan
maupun perbuatan yang dimulai dengan takbirotul ikhrom dan diakhiri dengan
salam. Dalam agama Islam shalat merupakan kewajiban setiap muslim baik pria
maupun wanita. Shalat merupakan tiang agama, maka jika tidak mengerjakan
shalat, akan termasuk orang yang meruntuhkan agama, maka dari itu kebiasaan
untuk melaksanakan shalat harus ditanamkan kepada anak-anak kita sejak dini,
karena latihan-latihan yang berbau keagamaan yang merupakan ibadah kongkrit seperti
shalat, puasa, membaca al-Qur’an dan berdo’a, bila dibiasakan pada anak-anak
sejak dini, maka akan timbul rasa senang pada anak untuk melakukannya.[62]
Dengan cara mengerjakan pendidikan shalat, maka
diharapkan para siswa dapat melaksanakan shalat dengan tertib, benar dan mampu
memahami serta menghayati setiap bacaan dan gerakan shalat itulah yang akhirnya
akan melahirkan sikap pribadi yang disiplin dalam melaksanakan shalat maupun
disiplin beribadah lainnya.
Disiplin adalah salah satu wujud prilaku positif
sebagai hasil dari adanya keyakinan dalam diri seorang muslim. Dengan
melaksanakan ajaran Islam secara teratur memberi dampak bagi perilaku
keseharian. Misalnya semakin rajin dan tertib seorang muslim dalam menjalankan
ibadah shalat, maka semakin rajin dan tertib pula ia mengerjakan
pekerjaan-pekerjaan lain. Dan dengan kedisiplinannya mengerjakan suatu
pekerjaan maka ia tidak akan membebani orang lain untuk mengerjakan pekerjaan
yang menjadi kewajibannya. justru ia
memberi manfaat kepada lingkungannya dengan produktifitas dan kinerjanya yang
tertib teratur dan berdisiplin.[63]
Seseorang yang dengan rajin dan tertib dalam
menjalankan shalat dapat menunjang keberhasilan pelaksanaan kedisiplinan
seorang muslim. Keberhasilan menjalankan shalat yang tertib dan teratur dapat
berimbas pada kedisiplinan seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan. Semakin
baik ibadah shalat seseorang semakin baik pula tingkat kedisiplinannya.
Sebaliknya semakin sering ia mengabaikan aspek ibadah, maka ia juga akan lebih
mudah mengabaikan urusan-urusan di luar ibadah.[64]
[1]Nazaruddin Razak, Dienul Islam, Al Ma’arif,
Bandung, 1977, hal. 178.
[2]Hasbi As Shiddiqiey, Pedoman Shalat, Bulan
Bintang, Jakarta, 1976, hal. 64.
[3]Al-Qur’an, Surat Al-Ankabut Ayat 45, Yayasan
Penyelenggara Penerjemah Penafsiran Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Departemen Agama RI, Jakarta, 1982, hal. 436.
[4]Al-Qur’an, Surat An-Nur Ayat 56, Yayasan Penyelenggara
Penerjemah Penafsiran Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Departemen Agama RI, Jakarta, 1982, hal.
138.
[5] Depag RI, Rukun Islam, Jakarta, 1984, hal. 14.
[6]Yunus M.S., Gerak Sholat dalam Animasi, Salam,
1999, hal. 7.
[7]Sayid Sabiq, Fiqhus Sunnah, Juz I Terj.
Mahyuddin Syaf, Al Ma’arif, Bandung, 1985, hal. 191.
[8]Dep. R.I., Rukun Islam, Jakarta, 1984, hal. 13.
[9]Al-Qur’an, Surat Thoha Ayat 45, Yayasan Penyelenggara
Penerjemah Penafsiran Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Departemen Agama RI, Jakarta, 1982, hal.
377.
[10]Al-Qur’an, Surat Al-Mukminun Ayat 1-2, Yayasan
Penyelenggara Penerjemah Penafsiran Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Departemen Agama RI, Jakarta, 1982, hal.
526.
[11]Hasybi Asy-Shiddieqy, Op. Cit, hal. 75.
[12]Bustanuddin Agus, Al-Islam, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 1993, hal. 20.
[13]Dep. Agama R.I., Op. Cit, hal. 20.
[14]Ibid, hal.
21.
[15]Ibid.
[16]Ibid, hal.
22.
[17]Al-Qur’an, Surat Al-Baqarah Ayat 5, Yayasan
Penyelenggara Penerjemah Penafsiran Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Departemen Agama RI, Jakarta, 1982, hal. 2.
[18]Ahmad Syafi’i Mufid, et. al, Integrasi Budi Pekerti
dalam Pendidikan Agama Islam, Yudistira, Jakarta, 2002, hal. 20-25.
[19]Ibid, hal.
20
[20]Ahmad Syafi’i Mufid, et. al, Loc. Cit.
[21]Ibid, 21.
[22]Ibid.
[23]Ibid.
[24]Ahmad Syafi’i Mufid, et. al, Op. Cit, hal. 22.
[25]Ibid.
[26]Ibid, hal.
23.
[27]Ahmad Syafi’i Mufid, et. al, Op. Cit, hal 24.
[28]Ibid, hal.
25.
[29]Suharsimi Arikunto, Manajemen Pengajaran secara
Manusiawi, Rineka Cipta, Jakarta, 1993, hal. 114.
[30]Mas’ud Abdul Qohar, Kamus Ilmiyah Populer,
Bintang Pelajar, Surabaya, t.th, hal. 77.
[31]Dewa Ketut Sukardi, Dasar-Dasar Bimbingan dan
Penyuluhan di Sekolah, Usaha Nasional, Jakarta, 1983, hal. 102.
[32]Nurcholis Madjid, Masyarakat Religius, Paramida
Paramadina, Jakarta, 1997, hal. 87.
[33]Ibid, hal.
87.
[34]Ibid.
[35]Nurcholis Madjid. Loc. Cit.
[36] Ahmad Syafi’i Ma’arif, Op. Cit, hal. 21.
[37]Moh. Sochib, Pola Asuh Orang Tua dalam Membentuk
Anak Mengembangkan Disiplin Diri, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, 1997,
hal. 3.
[38]Ibid, hal.
19.
[39]Singgih D, Gunarsa, Psikologi untuk Membimbing, Gunung
Mulia, Jakarta, 1987, hal. 135.
[40] Zakiah Daradjat, Pembinaan Remaja, Jakarta,
Bulan Bintang, 1982, hal. 63.
[41]Jaudah Muhammad Awwad, Mendidik Anak Secara Islami,
Gema Insani, Press, Jakarta, 1999, hal. 13.
[42]Norcholis Madjid, Op. Cit, hal. 88.
[43]P. Sunu Hardiyanto, Disiplin Tubuh Bengkel Individu
Modern, LKIS Yogyakarta, 1997, hal. 93.
[44]Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta, 1996, hal. 77.
[45]Al-Qur’an, Surat Al-Shof Ayat 2, Yayasan Penyelenggara
Penerjemah Penafsiran Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Departemen Agama RI, Jakarta, 1982, hal.
928.
[46]Nurcholis Madjid, Op. Cit. hal. 91.
[47]Al-Qur’an, Surat Fushilat Ayat 30, Yayasan
Penyelenggara Penerjemah Penafsiran Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Departemen Agama RI, Jakarta, 1982, hal.
777.
[48]Nurcholis Madjid, Op. Cit, hal. 92.
[49]Nurcholis Madjid, Op. Cit, hal. 93.
[50]Suprapto dan Ngadini, PPKN SMU Kelas II, Bumi
Aksara, 2002, hal. 58.
[51]Sayid Sabiq, Fiqhus Sunnah I, Al-Ma’arif,
Bandung, Cetakan Ke 5, 1983, hal. 191.
[52]Bustanuddin Agus, Al-Islam, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 1993, hal. 115.
[53]Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, Ath Thahiriyah,
Jakarta, 1976, hal. 216.
[54]Bustanuddin Agus, Op. Cit, hal. 115.
[55]Abu Dawud Sulaiman bin Asy’ats, Sunan Abu Dawud,
Juz I, Kalam Fikri, Beirut, t.th, hal. 16.
[56]Mahmud Yunus, Metode
Khusus Pendidikan Agama, Hidakarya, Bandung, hal. 31.
[57]Zakiah Daradjat, Kepribadian Guru, Bulan
Bintang, Cet. II, Jakarta, 1980, hal. 16.
[58]Rudolf Dreikurs dan Pearl Cassil, Disiplin Tanpa
Hukuman, Remaja Karya, Bandung, 1986, hal. 6.
[59]The Liang Gie, Cara Belajar Efisien, Gajah Mada
Pers, Yogyakarta, 1984, hal. 51.
[60]The Liang Gie, Loc. Cit.
[61]Hasil Observasi, Dicatat dari Buku Tata Tertib
Sekolah, SD 2 Kaliwungu, Kecamatan Kaliwungu Kudus.
[62]Zakiah Daradjat, Shalat-Seni Pendidikan dan
Keimanan Untuk Anak-Anak, CV. Ruhama, Jakarta, 1996, hal. 86.
[63]Ibid, hal.
2.
[64]Zakiah Daradjat, Loc. Cit.
0 Response to "KAJIAN TEORITIS TENTANG PENGARUH SHALAT TERHADAP DISIPLIN SISWA"
Post a Comment