TINJAUAN UMUM TENTANG KECERDASAN EMOSIONAL
A. Pengertian Kecerdasan
Emosional
Kecerdasan emosional (EI) merupakan istilah yang belum
lama dikenal baik di dunia psikologi dan sosial pada umumnya. Sebagai
sandingan IQ (intelligence Quotient),
aspek terpenting EI berada pada mental dan emosi. Topik tentang EI menjadi
ramai dibicarakan oleh masyarakat luas setelah terbitnya buku karya Daniel
Goleman pada tahun 1995 yang berjudul Emotional Intelligence.
Istilah kecerdasan emosional pertama kali dilontarkan
pada tahun 1990 oleh psikolog Peter Salovey dari Yale University dan John Mayer
dari University of New Hampshire. Mereka
menggambarkan kecerdasan emosional sebagai “ a form of social intelligence that involves the ability to monitor
one’s own and other’s fellings and
emotions, to discriminate among them, and to use this information to guide
one’s thinking and action ".6)
( himpunan bagian dari kecerdasan sosial
yang melibatkan kemampuan memantau perasaan dan emosi baik pada diri sendiri
maupun pada orang lain, memilah-milah semuanya, dan menggunakan informasi ini
untuk membimbing fikiran dan tindakan).
Definisi yang tidak jauh berbeda dengan definisi yang
dikemukakan Salovey dan Mayer di atas, dikemukakan pula oleh Daniel goleman.
Kecerdasan emosional menurut Daniel Goleman adalah kemampuan mengenali perasaan
kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan
kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan
dengan orang lain”.7)
Sedangkan rumusan definisi yang agak berbeda dan
kelihatannya lebih simpel dan aplikatif dari definisi di atas adalah
sebagaimana yang dikemukakan oleh Steve Hein yang mendefinisikan kecerdasan
emosional sebagai “ knowing what fells
good, what fells bad and how to get from bad to good "8). (mengetahui mana perasaan-perasaan
yang baik, mana yang jelek dan bagaimana untuk mendapatkan dari yang jelek itu
menjadi baik).
Di samping itu, masih banyak lagi definisi-definisi
kecerdasan emosional yang dikemukakan oleh para ahli dengan sudut pandang yang
berbeda. Beberapa di antaranya memfokuskan pada keahlian atau kecakapan
kecerdasan emosional seseorang, beberapa ahli yang lain lebih memfokuskan pada
tingkah laku, dan yang lain lagi lebih memfokuskannya pada hasil akhir (outcome).
Definisi-definisi tersebut antara lain:
1. Heartskills™ mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai “ability
to navigate life towards ever increasing degrees of freedom by accessing innate
heartskills: to integrate emotions and awareness, to align feelings and reason,
to direct actions with vision to solve problems, resolve conflicts and
creatively enhance inter-and intra-personal relationships.9)
(kemampuan untuk mengemudikan kehidupan ke arah peningkatan derajat
kebebasan yang sesungguhnya dengan
mempergunakan daya batin: untuk mengintegrasikan emosi dan kesadaran,
menyelaraskan perasaan dan fikiran, mengarahkan tindakan dengan pandangan untuk
memecahkan suatu permasalahan, memecahkan konflik dan secara kreatif
mempertinggi hubungan antar dan intrapribadi).
2. Six second berpendapat bahwa kecerdasan emosional adalah “The
combination of knowing yourself, choosing yourself, and giving yourself. It
includes the skills, habits, and understandings that shape our thoughts,
feelings, and actions in our relationships with ourselves and with others.”10) (perpaduan antara pengetahuan
diri sendiri, pemilihan diri dan pemberian diri. Hal ini termasuk keahlian,
kebiasaan, dan pemahaman yang membentuk pemikiran, perasaan dan tindakan kita
dalam berhubungan dengan diri sendiri dan orang lain).
3. Dan Q-metrics berpendapat bahwa “Emotional Intelligence (EQ)
is the ability to sense, understand, and effectively apply the power and acumen
of emotions as a source of human energy, information, trust, creativity and
influence.”11) (Kecerdasan emosional
adalah kemampuan untuk merasakan, memahami dan mempergunakan kekuatan dan
kecakapan emosi secara efektif sebagai sumber energi manusia, informasi,
kepercayaan, kreativitas dan pengaruh).
Secara
historis, topik yang berhubungan dengan kecerdasan emosional bukanlah persoalan
yang baru sama sekali, bahkan penelitian yang berkaitan dengan ini telah
berlangsung sejak lama. Kenyataan ini didasarkan pada sejarah yang panjang dari
penelitian dan teori tentang kepribadian dan sosial yang dilakukan oleh para
psikolog.
Ketika para psikolog mulai menulis dan berfikir
tentang kecerdasan, mereka memfokuskan pada aspek-aspek kognitif termasuk
memori dan problem-solving. Bagaimanapun, ada beberapa peneliti yang
mengakui sejak semula bahwa aspek-aspek
nonkognitif juga penting. Misalnya, David Wechsler mendefinisikan kecerdasan
sebagai kumpulan atau kemampuan menyeluruh dari seseorang untuk bertindak yang
penuh tujuan, berfikir secara rasional,
dan berhubungan dengan lingkungannya secara efektif. Sejak permulaan 1940 ia
mengarahkan unsur “non-intellective” sebagaimana “intellective”, dengan yang ia
maksud efektif, pribadi dan faktor-faktor sosial. Lagipula pada permulaan 1943,
Wechsler telah mengemukakan bahwa kecakapan non-intellective sangat perlu untuk
meramalkan kemampuan seseorang untuk meraih keberhasilan dalam kehidupan.12)
Wechsler juga bukan satu-satunya peneliti yang
memandang kecerdasan non-kognitif
sebagai hal yang penting bagi penyesuaian diri dan keberhasilan seseorang. E.L
Thorndike (1920), misalnya telah menulis tentang Kecerdasan sosial yang
merupakan akar konsep kecerdasan emosional. Thorndike mendefinisikan kecerdasan
sosial sebagai “the ability to understand
and manage men and women, boys and girl – to act wisely in human relations”13) (kemampuan untuk memahami dan
mengatur laki-laki dan perempuan, pemuda
dan pemudi untuk berbuat secara bijaksana dalam hubungannya dengan manusia).
Sayangnya hasil karya dari perintis awal ini sebagian besar telah terlupakan
hingga pada tahun 1983 ketika Howard Gardner mulai menulis tentang personal
intelligence dalam teori multiple
intelligence-nya.
Gardner melalui kecerdasan personalnya, telah
membicarakan kecerdasan sosial. Gardner
membedakan kecerdasan personal dalam dua bagian yaitu kecerdasan interpersonal
dan intrapersonal. Ia mendefinisikannya sebagai berikut:
‘Kecerdasan
antarpribadi adalah kemampuan untuk memahami orang lain : apa yang memotivasi
mereka, bagaimana mereka bekerja, bagaimana bekerja bahu-membahu dengan mereka.
Tenaga-tenaga penjualan yang sukses , para guru, dokter dan pemimpin keagamaan
semuanya orang-orang yang mempunyai tingkat kecerdasan pribadi yang tinggi.
Kecerdasan intrapribadi adalah kemampuan korelatif, tetapi terarah. Ke dalam kemampuan tersebut adalah kemampuan
membentuk model diri sendiri yang diteliti dan mengacu pada diri serta
kemampuan untuk menggunakan model tadi
sebagai alat untuk menempuh kehidupan secara efektif’.14)
Kedua
jenis kecerdasan yang dikemukakan oleh Gardner ini jelas memperlihatkan kaitan
yang erat dengan pengertian kecerdasan emosional sebagaimana yang
dikemukakan oleh Salovey dan Mayer serta
Goleman. Hanya saja di sini terdapat perbedaan di antara keduanya, yaitu dalam
hal ini Gardner serta rekan-rekannya tidak mengejar secara lebih terperinci
peran perasaan dalam kecerdasan, mereka lebih memfokuskan pada pemahaman
tentang perasaan dan dari sudut pandang bagaimana kognisi melihat emosi.15) Fokus ini barangkali secara tidak
sengaja menyebabkan belum terjelajahinya
lautan emosi yang begitu kaya dan yang membuat kehidupan batin dan
hubungan-hubungan menjadi begitu kompleks.16)
Sementara itu, kecerdasan emosional menunjukkan
pengelompokkan alternatif dari tugas-tugas kecerdasan sosial. Di satu pihak
kecerdasan emosional lebih luas daripada kecerdasan sosial, yakni tidak hanya
melibatkan pemikiran tentang emosi dalam perhubungan sosial, tetapi juga
pemikiran tentang emosi-emosi internal yang penting bagi perkembangan pribadi
(sebagai lawan dari sosial). Di pihak lain, kecerdasan emosional lebih terfokus
pada permasalahan-permasalahan emosional yang melekat pada persoalan-persoalan
pribadi dan sosial.17) Dan
yang paling menonjol dalam perbedaan tersebut adalah pendekatan yang digunakan
oleh Daniel Goleman dan yang lainnya, yang lebih mengarah kepada peranan emosi
dalam pembentukan kecerdasan emosional.
Penelitian
tentang kecerdasan sosial kemudian berlanjut melalui pekerjaan penting yang
dilakukan oleh Sternberg dan Smith (1985), Cantor dan Kihlstrom (1987), Legree
(1995) dan yang lainnya. Sebagian besar dari penelitan itu menggambarkan
pentingnya pengembangan konsep kecerdasan sosial.
B. Kecakapan-kecakapan
Utama Kecerdasan Emosional
Dalam
definisi yang dikemukakan oleh Salovey dan Mayer serta Daniel Goleman,
disebutkan beberapa kemampuan utama yang harus dimiliki yang berhubungan dengan
kecerdasan emosional. Kemampuan-kemampuan tersebut mencakup lima wilayah utama
kecerdasan emosional yaitu:
1.
Kesadaran Diri ( self awareness )
2.
Pengaturan Diri ( self regulation )
3.
Motivasi Diri ( self motivation )
4.
Empati ( empathy )
5.
Membina Hubungan ( relationship ).
ad.1. Kesadaran Diri
( Kemampuan Mengenali Emosi Diri )
Komponen
pertama dari kecerdasan emosional adalah kesadaran diri yaitu kemampuan untuk
memahami emosi-emosi seseorang, kekuatan dan kelemahan-kelemahannya.18)
Kesadaran diri ini merupakan dasar kecerdasan emosional yang melandasi
terbentuknya kecakapan-kecakapan lain.19)
Seseorang yang mempunyai kecerdasan emosi akan berusaha menyadari emosinya
ketika emosi itu menguasai dirinya. Melalui kesadaran diri tersebut, seseorang
dapat mengetahui dan memahami emosinya. Namun kesadaran diri ini tidak berarti
bahwa seseorang itu hanyut terbawa dalam arus emosinya tersebut sehingga
suasana hati itu menguasai dirinya sepenuhnya. Sebaliknya kesadaran diri adalah
keadaan ketika seseorang dapat menyadari
emosi yang sedang menghinggapi fikirannya akibat permaslahan-permasalahan yang
dihadapi untuk selanjutnya ia dapat menguasainya. Orang yang keyakinannya lebih
dan menguasai perasaannya dengan baik dapat diibaratkan pilot yang andal bagi kehidupannya, karena ia
mempunyai kepekaan yang lebih tinggi akan perasaan mereka yang sesungguhnya.
Kesadaran
emosi dimulai dengan penyelarasan diri terhadap aliran perasaan yang terus ada
dalam diri seseorang, kemudian mengenali bagaimana emosi-emosi ini membentuk
persepsi, fikiran dan perbuatannya. Seseorang yang unggul dalam kecakapan ini
selalu sadar tentang emosinya bahkan sering dapat mengenali kehadiran emosi-emosi
itu dan merasakannya secara fisik. Ia dapat mengartikulasikan perasaan-perasaan
itu, selain menunjukkan ekspresi sosialnya yang sesuai.20)
Kesadaran
emosi diri ini sangat penting dalam kehidupan manusia. Tanpa adanya kesadaran
terhadap perasaan dan apa yang menjadi penyebabnya, mustahil baginya untuk
dapat mencapai kebahagiaan hidup.
Kaitannya
dengan kebahagiaan hidup, seringkali orang mengartikan kebahagiaan hidup
berdasarkan tingkatan status, pendidikan atau kekayaan materi. Fakta
membuktikan bahwa banyak orang dianggap
berhasil dalam hidupnya (dengan ukuran berlimpahnya harta benda dan tingginya
status dan pendidikan orang tersebut) namun ternyata orang itu tidak dapat
merasakan kebahagiaan hidup. Dengan demikian, kebahagiaan hidup tidak
ditentukan oleh aspek material semata. Sebaliknya, hal itu sangat berkaitan
dengan aspek emosional. Karena itu untuk mencapai kebahagiaan hidup orang harus
sepenuhnya mempunyai kesadaran terhadap emosi diri, mampu memahami mana
perasaan yang positif dan mana yang negatif. Orang hidup juga harus mengetahui
apa yang memungkinkan bagi dirinya untuk merasa bahagia di masa mendatang
berdasarkan kesadaran diri yang tepat.21)
Menurut
Hein, terdapat empat aspek praktis dalam
kesadaran diri. Keempat aspek itu adalah;
a. pengakuan terhadap perasaan ( acknowledging fellings )
b. penerimaan terhadap perasaan ( acceptance )
c. identifikasi perasaan yang spesifik ( identifying specific fellings )
d.
prakiraan perasaan di masa yang
akan datang ( forecasting fellings in the
future).22)
Sedangkan
Goleman menyebutkan ada tiga kecakapan utama dalam kesadaran diri yaitu:
a.
Kesadaran emosi; mengenali emosi
diri dan pengaruhnya. Orang dengan kecakapan ini akan :
-
mengetahui emosi mana yang sedang
mereka rasakan dan mengapa terjadi
-
menyadari keterkaitan antara
perasaan mereka dengan yang mereka pikirkan
-
mengetahui bagaimana perasaan
mereka mempengaruhi kinerja
-
mempunyai kesadaran yang menjadi
pedoman untuk nilai-nilai dan sasaran-sasaran mereka.
b.
Pengukuran diri yang akurat;
mengetahui sumber daya batiniah, kemampuan dan keterbatasan diri. Orang dengan
kecakapan ini akan :
-
sadar tentang kekuatan-kekuatan
dan kelemahan-kelemahannya
-
menyempatkan diri untuk merenung ,
belajar dari pengalaman
-
terbuka terhadap umpan balik yang
tulus, perspektif baru, mau terus belajar dan mengembangkan diri
-
mampu menunjukkan rasa humor dan
bersedia memandang diri sendiri dengan perspektif yang luas.
c.
Kepercayaan diri; kesadaran yang
kuat tentang harga diri dan kemampuan diri sendiri. Orang dengan kemampuan ini
akan :
-
berani tampil dengan keyakinan
diri, berani menyatakan “keberadaannya’
-
berani menyuarakan pandangan yang
tidak populer dan bersedia berkorban demi kebenaran
-
tegas, mampu membuat keputusan
yang baik kendati dalam keadaan tidak
pasti dan tertekan.23)
ad. 2. Mengendalikan
Emosi Diri ( Self Regulation )
Pengendalian
emosi diri yaitu kemampuan untuk mengatur pengaruh-pengaruh emosi yang
menyusahkan seperti kegelisahan dan amarah dan untuk mencegah emosi-emosi yang
bersifat impulsif.24)
Dengan kata lain pengendalian emosi oleh diri sendiri berarti berupaya untuk
meredam atau menahan gejolak nafsu yang sedang berlaku agar emosi tidak
terekspresikan secara berlebihan sehingga seseorang tidak sampai dikuasai
sepenuhnya oleh arus emosinya.
Namun
demikian pengendalian emosi diri tidak berarti pengendalian secara berlebihan
(over kontrol), sebab kendali diri yang berlebihan dapat mendatangkan kerugian
baik fisik maupun mental. Orang yang mematikan perasaannya, terutama perasaan
negatif yang kuat, menyebabkan meningkatnya denyut jantung sekaligus naiknya
tekanan darah. Mereka yang memendam emosi akan mendapatkan sejumlah kerugian.
Mereka mungkin tidak menunjukkan tanda-tanda yang kelihatan bahwa mereka sedang
mengalami pembajakan emosi, tetapi sebagai gantinya mereka menderita kehancuran
internal seperti; pusing-pusing, mudah tersinggung, terlalu banyak merokok dan
minum, sulit tidur dan sebagainya. Dan, mereka mempunyai resiko yang sama
dengan mereka yang mudah meledak emosinya.25)
Menangani
perasaan agar dapat terungkapkan secara pas adalah kecakapan yang bergantung
pada kesadaran diri. Emosi muncul secara tiba-tiba dan cepat sekali tanpa dapat
kita duga. Misalnya, emosi marah akan menjadi aktif dan bertindak dengan cepat
sekali tanpa kita duga, ketika mendapat rangsangan emosi seperti apabila hak
kita dirampas, dicemooh orang ataupun ketika merasa disakiti baik secara fisik
maupun psikis. Dalam situasi seperti ini orang mempunyai waktu yang sangat
terbatas untuk dapat mengendalikan emosi tersebut. Semakin cepat ia dapat
menentukan dan mengidentifikasi emosi ini maka akan semakin berpeluang untuk
dapat mengendalikannya, sehingga emosi akan tersalurkan secara tepat, dan orang
itu akan terhindar dari melampiaskan
emosi ini secara berlebihan.
Terdapat
lima kemampuan utama yang berhubungan dengan pengaturan diri yaitu:
pengendalian emosi diri, sifat dapat dipercaya, kehati-hatian, adaptabilitas,
dan inovatif.
Berikut
ini beberapa keterampilan yang berhubungan dengan lima kecakapan tersebut,
sebagaimana yang diungkapkan oleh Daniel Goleman:
a.
Pengendalian diri; menjaga agar
emosi dan impuls yang merusak tetap terkendali. Orang dengan kecakapan ini akan
mampu :
-
mengelola dengan baik
perasaan-perasaan impulsif dan emosi-emosi yang menekan mereka.
-
tetap teguh, tetap positif dan
tidak goyah bahkan dalam situasi yang sangat berat.
-
berfikir dengan jernih dan tetap
terfokus kendati dalam tekanan.
b.
Sifat dapat dipercaya; menujukkan
standar kejujuran dan integritas. Orang dengan kecakapan ini akan mampu :
-
bertindak menurut etika dan tidak
pernah mempermalukan orang
-
membangun kepercayaan lewat
keandalan diri dan otentisitas.
-
mengakui kesalahan sendiri dan
berani menegur perbuatan tidak etis orang lain.
-
berpegang kepada prinsip secara
teguh bahkan bila akibatnya adalah
menjadi tidak disukai.
c.
Sifat kewaspadaan; bertanggung
jawab atas kinerja pribadi. Orang dengan kecakapan ini akan:
-
Memenuhi komitmen dan mematuhi
janji.
-
Bertanggung jawab terhadap diri
sendiri untuk memperjuangkan kepentingannya.
-
Terorganisasi dengan baik dan
cermat dalam bekerja.
d.
Adaptabilitas; luwes dalam
menanggapi perubahan. Orang dengan kecakapan ini akan mampu :
-
terampil menangani beragamnya
kebutuhan, bergesernya prioritas dan pesatnya perubahan.
-
siap mengubah tanggapan dan taktik
untuk menyesuaikan diri dengan keadaan.
-
luwes dalam memandang situasi.
e.
Inovatif; terbuka terhadap
gagasan-gagasan dan informasi baru.
Orang dengan kecakapan ini akan mampu :
-
selalu mencari gagasan baru dari
berbagai sumber.
-
mendahulukan solusi-solusi yang
orisinal dalam pemecahan masalah.
-
menciptakan gagasan-gagasan baru.
-
berani mengubah wawasan dan
mengambil resiko akibat pemikiran baru mereka.26)
ad.
3. Motivasi Diri ( Self Motivation )
Motivasi diri adalah dorongan hati untuk bangkit.
Ia merupakan inti secercah harapan dalam diri seseorang yang membawa orang itu
mempunyai cita-cita yang mendorongnya untuk meraih yang lebih tinggi.
Motivasi merupakan kepercayaan bahwa
sesuatu dapat dilakukan, bahkan ketika masalah menghadangnya. Jika seseorang
telah termotivasi, tidak ada seorang lain pun yang dapat mengambil (merampas)
kekuatan mereka untuk bergerak maju. Dan ketika motivasi itu datang dari dalam
hati seseorang, mereka menjadi tak terkalahkan.27)
Dalam salah satu definisi EI di muka telah
disebutkan bahwa EI adalah mengetahui bagaimana untuk meraih dari emosi yang
negatif menjadi positif. Dalam hal ini Motivasi diri adalah komponen utama
untuk mewujudkan hal tersebut, yaitu dengan memotivasi emosi negatif yang
sedang dirasakan . Melalui motivasi diri
emosi negatif tersebut diarahkan kepada hal-hal yang baik.
Emosi dapat dijadikan alat untuk meningkatkan
prestasi fikiran kognitif dengan cara-cara tertentu. Di antaranya adalah dengan
cara menumbuhkan harapan dalam diri seseorang itu. Harapan, menurut penelitian
modern, lebih bermanfaat daripada memberikan sedikit hiburan di tengah
kesengsaraan..28) Apabila seseorang
mempunyai harapan, maka segala kebimbangan, keputusasaan dan kesedihan yang
dialami dapat diredakan karena segala masalah dapat diatasi. Segala pekerjaan
yang diiringi dengan harapan akan dibantu perasaan gembira dan bersemangat
untuk melaksanakannya. Dan orang yang memiliki harapan yang tinggi, menurut
penemuan Snyder, memiliki ciri-ciri tertentu, di antaranya adalah mampu
memotivasi diri, merasa cukup banyak akal untuk menemukan cara meraih tujuan,
tetap memiliki kepercayaan yang tinggi bahwa segala sesuatunya akan beres
ketika sedang menghadapi tahap sulit, cukup luwes untuk menemukan cara
alternatif agar sasaran tetap tercapai atau untuk mengubah sasaran jika sasaran
semula musykil dicapai.29)
Dari sudut pandang kecerdasan emosional,
orang yang mempunyai harapan berarti ia tidak akan terjebak dalam kecemasan,
bersikap pasrah, atau depresif dalam menghadapi sulitnya tantangan atau
kemunduran.
Selain perhatian, berusaha untuk memasuki suatu
keadaan psikologis yang disebut “flow” merupakan keadaan mental pada
tingkatan yang tinggi. Flow adalah keadaan ketika seseorang sepenuhnya
terserap ke dalam apa yang sedang dikerjakannya, fikirannya hanya terfokus ke
pekerjaan itu, kesadaran menyatu dengan tindakan. Dalam flow, emosi tidak hanya ditampung dan disalurkan, tetapi juga
bersifat mendukung, memberi tenaga, dan selaras dengan tugas yang sedang
dihadapi.30)
Untuk mencapai keadaan flow, seseorang
harus dapat memberikan perhatian sepenuhnya dan membutuhkan konsentrasi yang
tinggi terhadap apa yang dilakukan. Pada tingkatan ini, emosi diarahkan menjadi
tenaga yang positif dan produktif. Emosi menjadi satu unsur motivasi menghadapi
emosi yang negatif seperti kekecewaan, kebimbangan, dan ketakutan melalui kecakapan-kecakapan
tertentu.
Adapun yang termasuk dalam kecakapan motivasi diri
antara lain :
a.
Dorongan prestasi; berusaha untuk
memperbaiki dan menemukan standar yang sempurna. Orang dengan kecakapan ini
akan :
-
beorientasi pada hasil, dengan
semangat juang yang tinggi untuk meraih tujuan dan memenuhi standar.
-
menetapkan sasaran yang menantang
dan berani mengambil resiko yang telah diperhitungkan.
-
mencari informasi untuk mengurangi
ketidakpastian dan mencari cara yang lebih baik.
-
terus belajar untuk meningkatkan
kinerja mereka.
b.
Komitmen; menyesuaikan diri dengan
sasaran kelompok atau organisasi. Orang dengan kecapakan ini akan :
-
siap berkorban demi pemenuhan
sasaran organisasi yang lebih penting.
-
merasakan dorongan semangat dalam
misi yang lebih besar.
-
menggunakan nilai-nilai kelompok
dalam pengambilan keputusan dan penjabaran pilihan-pilihan.
-
aktif mencari peluang guna
memenuhi misi kelompok.
c.
Inisiatif ; Kesiapan untuk
memanfaatkan kesempatan. Orang dengan kecakapan ini akan :
-
siap memanfaatkan peluang.
-
mengejar sasaran yang melebihi
dari yang dipersyaratkan atau diharapkan dari mereka.
-
berani melanggar batas-batas dan
aturan-aturan yang tidak prinsip bila perlu agar tugas dapat dilaksanakan.
-
mengajak orang lain sesuatu yang
tidak lazim dan bernuansa petualangan.
d.
Optimisme; keteguhan dalam
mengejar sasaran walaupun ada halangan dan kegagalan. Orang dengan kecakapan
ini akan :
-
tekun dalam mengejar sasaran
kendati banyak halangan dan kegagalan.
-
bekerja dengan harapan untuk
sukses daripada takut gagal.
-
memandang kemunduran atau
kegagalan sebagai situasi yang dapat dikendalikan daripada sebagai kekurangan
pribadi.31)
ad. 4. Empati
Empati adalah kemampuan untuk merasakan keadaan
jiwa dan perasaan orang lain.32)
Kemampuan empati ini sangat tergantung pada kemampuan seseorang dalam merasakan
perasaan diri sendiri dan mengidentifikasi perasaan-perasaan tersebut. Apabila
seseorang tidak dapat merasakan suatu
perasaan tertentu , maka akan akan sulit bagi orang itu untuk memahami
bagaimana perasaan orang lain. Untuk itu, semakin tinggi kemampuan seseorang
dalam memahami emosi diri maka akan lebih mudah baginya untuk menjelajahi dan
memasuki emosi orang lain.
Empati bermula dari kesadaran akan perasaan orang
lain. Akan lebih mudah untuk menyadari emosi orang lain jika mereka benar-benar
menceritakannya secara langsung tentang apa yang mereka rasakan. Tetapi selama
mereka tidak menceritakannya, seseorang harus berusaha menanyakannya, membaca
apa yang tersirat, menduga-duga, dan berupaya untuk menginterpretasikan isyarat-isyarat
yang bersifat nonverbal. Orang yang ekspresif secara emosional adalah paling
mudah untuk dibaca, tentunya lewat mata dan wajah mereka yang memberitahukan
kita bagaimana perasaan mereka.33)
Seseorang yang mau membaca emosi orang lain
haruslah berempati. Empati berbeda dengan simpati. Simpati hanya sekedar
memahami masalah atau perlakuan seseorang. Empati lebih dari itu, empati bukan
hanya memahami masalah orang lain tetapi juga merasakan apa yang dirasakan
orang tersebut. Misalnya, seseorang memahami masalah yang dihadapi temannya
yang sedang tertimpa musibah, tetapi ia tidak ikut merasakan perasaan temannya,
maka orang itu hanya bersimpati. Jika orang tersebut berempati terhadap
temannya, maka ia tidak sekedar memahami masalah yang dihadapi temannya, tetapi
meletakkan dirinya dalam kedudukan temannya untuk merasakan perasaan temannya
itu.
Kemampuan empati sangat penting dalam kehidupan
bermasyarakat. Orang yang empatik lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial
yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan atau dikehendaki
orang lain. Tanpa empati akan menyebabkan seseorang sulit untuk bergaul dan
membina persahabatan yang erat dengan orang lain. Namun empati atau memahami
sudut pandang atau perspektif seseorang -tahu mengapa mereka merasakan
demikian- tidak berarti kita juga harus mengalaminya.34) Setelah berempati barulah kita dapat
membantu dengan cara yang lebih rasional dan positif.
Ad. 5. Membina Hubungan (Relationship)
Membina hubungan merupakan keterampilan mengelola
emosi orang lain. Kecakapan jenis ini sangat membantu seseorang untuk
berkomunikasi dan menjalin hubungan serta kepercayaan dengan orang lain.
Gardner memecahnya menjadi empat jenis kemampuan, yaitu : kepemimpinan,
kemampuan membina hubungan dan mempertahankan persahabatan, kemampuan
menyelesaikan konflik, dan keterampilan analisis sosial. Karena setiap orang
memerlukan berhubungan dengan orang lain, maka kecerdasan ini memiliki peran
sangat besar dalam menentukan kesuksesan seseorang.
Mengenali emosi orang lain dapat dilakukan bila
seseorang itu memiliki kemampuan mengendalikan emosi diri atau pengaturan diri
dan empati. Dua kemampuan ini membentuk kecakapan antarpribadi. Kecakapan
antarpribadi ini dapat menghasilkan perhubungan yang positif dengan orang lain
dan dapat membantu orang lain mendapatkan kebahagiaan dan ketenangan.
Setiap kali bertemu dengan orang lain, seseorang
sebenarnya memberi isyarat melalui mimik muka, bahasa tubuh, dan nada suara.
Isyarat-isyarat ini memberi kesan kepada orang yang ditemui. Misalnya senyuman
yang diberikan pada orang lain pada setiap bertemu akan menyebabkan seseorang
mudah didekati oleh orang lain,dan mudah untuk menjalin sebuah tali
persahabatan. Maka dengan kecerdasan emosional isyarat-isyarat yang dihasilkan
itu mampu membentuk hubungan yang positif.
Mereka yang
jenius di bidang ini akan menjadi pemimpin dan manajer yang handal dan disukai
oleh rakyat serta bawahannya. Ia pun bisa menjaling hubungan yang tepat baik
kepada teman, sahabat maupun musuh sekalipun, dan juga kepada anak-anak.
Supaya anak
memiliki kecerdasan antar pribadi yang baik mereka harus dibimbing untuk bisa
menjalin sosialisasi berkawan yang sehat, ditumbuhkan empatinya terhadap
perasaan teman lain, diajarkan bagaimana mengelola emosi-emosi negatifnya dan
bagaimana memanfaatkan emosi positifnya.35)
C. Pentingnya Kecerdasan
Emosional
Emosi mempunyai peranan yang penting dalam
kehidupan. Emosi sangat mempengaruhi kehidupan manusia ketika dia mengambil
keputusan. Tidak jarang suatu keputusan diambil karena dipengaruhi oleh emosi.
Tidak ada sama sekali keputusan yang diambil manusia murni berdasarkan
pemikiran rasionya. Ini karena seluruh keputusan manusia memiliki warna
emosional. Jika diperhatikan, keputusan-keputusan dalam kehidupan manusia,
ternyata keputusannya lebih banyak ditentukan oleh emosi dari pada akal sehat.36)
Menurut berbagai bukti, perasaan adalah sumber
terkuat yang menetukan kebahagiaan dan kesuksesan seseorang di dunia kerja.
Oleh karena itu, orang yang cerdas dalam menggunakan emosinya akan lebih
berpeluang untuk memperoleh kebahagiaan hidup.
Goleman menyebutkan bahwa kecerdasan emosional memainkan peranan yang sangat
vital. Ia menyebutkan bahwa yang menjadi penentu kesuksesan kehidupan
manusia bukanlah rasio tetapi emosi.
Dari hasil penelitiannya, ia menyebutkan bahwa IQ hanya menyumbang sedikit bagi
kesuksesan yang dapat dicapai manusia, sementara EQ memberikan kontribusi yang
lebih dominan. Dengan demikian, EQ menjadi salah satu unsur utama yang dapat
menentukan kebahagiaan dan kesuksesan seseorang.
D.
Sasaran Kecerdasan Emosional
Sebagaimana dikemukakan di muka bahwa kecerdasan
emosional sangat penting dalam kehidupan manusia. Untuk itu EI perlu ditanamkan
kepada anak-anak sejak dini. Upaya penanaman kecerdasan emosional dapat
dilakukan oleh orang tua dan para guru di sekolah dengan cara-cara tertentu.
Untuk itu, orang tua dan guru sebagai pendidik emosi harus mengetahui dan
memahami sasaran-sasaran yang terkandung di dalam setiap kecakapan-kecakapan
emosional. Dengan demikian, arah serta tujuannya akan menjadi jelas dan
terancang.
Adapun sasaran-sasaran di dalam lima komponen
utama kecakapan emosional, sebagaimana yang dikemukakan oleh Daniel Goleman,
adalah sebagai berikut
1.
Kesadaran emosi diri :
-
Perbaikan dalam mengenali dan
merasakan emosinya sendiri.
-
Lebih mampu memahami penyebab
perasaan yang timbul.
-
Mengenali perbedaan perasaan dan
tindakan.
2.
Mengelola emosi :
-
Toleransi yang lebih tinggi
terhadap frustrasi dan pengelolaan amarah.
-
Berkurangnya ejekan verbal,
perkelahian, dan gangguan di ruang kelas.
-
Lebih mampu memngungkapkan amarah
dengan tepat tanpa berkelahi.
-
Berkurangnya perilaku agresif atau
merusak diri sendiri.
-
Perasaan yang lebih positif
tentang diri sendiri, sekolah dan keluarga.
-
Lebih baik dalam menangani
ketegangan jiwa.
-
Berkurangnya kesepian dan
kecemasan dalam pergaulan.
3.
Memotivasi diri :
-
Lebih bertanggung jawab.
-
Lebih mampu memusatkan perhatian
pada tugas yang dikerjakan dan menaruh perhatian.
-
Kurang impulsif, lebih menguasai
diri.
4.
Empati (membaca emosi) :
-
Lebih mampu menerima sudut pandang
orang lain.
-
Memperbaiki empati dan kepekaan
terhadap perasaan orang lain.
-
Lebih baik dalam mendengarkan
orang lain.
5.
Membina hubungan :
-
Meningkakan kemampuan menganalisis
dan memahami hubungan.
-
Lebih baik dalm menyelesaikan
pertikaian dan merundingkan persengketaan.
-
Lebih baik dalam menyelesaikan
persoalan yang timbul dalam hubungan.
-
Lebih tegas dan terampil dalam
berkomunikasi.
-
Lebih populer dan mudah bergaul,
bersahabat dan terlibat dengan teman sebaya.
-
Lebih dibutuhkan oleh teman
sebaya.
-
Lebih menaruh perhatian dan
bertenggang rasa.
-
Lebih memikirkan kepentingan
sosial dan selaras dalam kelompok.
-
Lebih suka berbagi rasa, bekerja
keras,dan suka menolong.
-
Lebih demokratis dalam bergaul
dengan orang lain.37)
Sasaran-sasaran dalam lima komponen utama
kecerdasan emosional itu jelas mengarah pada pembentukan kecerdasan emosional.
Kecakapan-kecakapan tersebut tidak mudah diperoleh kecuali dengan adanya
pendidikan dan pelatihan emosi sejak dini. Dan hal ini adalah tugas utama bagi
orang tua dan para guru untuk mewujudkannya. Pendidikan emosi yang teratur dan
terancang dengan baik akan dapat membina anak-anak untuk memiliki
kecakapan-kecakapan emosional sebagaimana yang tersebut di atas. Salah satu
cara untuk membentuk kecakapan-kecakapan ini pada anak-anak adalah dengan
menggunakan cerita-cerita keteladanan, terutama cerita-cerita yang ada dalam
Quran yang begitu kaya akan hikmah dan pelajaran hidup. Pendekatan ini sangat
baik digunakan oleh orang tua dan guru, diberikan kepada anak-anak atau murid-muridnya
agar berhasil sebagai manusia yang seimbang perkembangan intelek, emosi dan
rohaninya.
5)
Kecerdasan Emosional, http://hokuriku-mol.twoglobe.com/kecerdasanemosio-
nalhtml. (Diakses pada 23 Agustus 2001 Pukul 15:30 WIB).
6)
Cary Cherniss, Emotional Intelligence:
What It is and Why It Matters,
(paper),2000,
http://www.eicosortium.org/research/what_is_emotional_intelligence.htm. (Diakses pada 31 Desember 2000 Pukul 16:30
WIB). mengutip Peter Salovey and John D. Mayer, Emotional Intelligence: imagination, Cognition,and Personality,
hlm. 212.
8)
teve Hein, EQ for Everybody; A Practical Guide to Emotional
Intelligence, Aristotle Press, Florida, 1996, hlm. 8.
14) Daniel Goleman(a), Op-Cit.hlm. 52 mengutip Howard Gardner, Multiple Intelligences, BasicBooks, New
York, 1993, hlm. 9.
17) John D. Mayer; et al ., Emotional Intelligence Meets Traditional Standards for an Intelligence,
Ablex Publishing Corporation, 1999,
http://www.eqi.org. (Diakses pada 2 April 2001 Pukul 14:30 WIB).
22) Steve Hein, Awareness, http://www.eqi.org/aware.htm.
(Diakses pada 7 Februari 2001 Pukul 13:00).
23) Daniel Goleman, Emotional
Competence Framework, http:/www.eiconsortium .org /research/
emotional_competence_framework.htm. (Diakses pada 2 April 2001 Pukul 14:30
WIB).
24) Cary Cherniss dan Daniel
Goleman, An EI-Based Theory of Performance, http://www
.eiconsortium.org/research/ei_theory_performance.htm. (Diakses pada 2 April
2001 Pukul 14:30 WIB).
27) Sheila Ellison dan Barbara
Ann Barnet, 365 Ways to Help Your Children Grow, Source books Inc, Illionis,
1996, hlm. 20.
32)
Benjamin B. Wolman, Dictionary of
Behavioral Science,Litton Educational Publishing Inc., New York, 1973,
hlm.115.
35) Majalah Suara Hidayatullah, Ragam Kecerdasan Yang Luas,
http://www.hidayatullah. com/2001/08/tarbiyah2.shtml. (Diakses pada September 2001 Pukul 15:00 WIB).
37) Daniel Goleman(a), Op.Cit,
hlm. 403
0 Response to "KECERDASAN EMOSIONAL"
Post a Comment