METODE
PENDIDIKAN SHALAT BAGI ANAK
A. Metode Pendidikan
1. Pengertian
Metode Pendidikan
Secara Etimologi istilah metode berasal dari bahasa
Yunani “metodos”, kata ini terdiri dari dua suku kata, yaitu “metha”
yang berarti melalui atau melewati dan “hodos” yang berarti jalan atau
cara. Metode berarti suatu jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan.[1]
Menurut Winarno Surachmad metode adalah cara yang di
dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan.[2]
Sehingga dapat dipahami bahwa metode berarti suatu
cara yang harus dilalui untuk menyajikan beberapa pelajaran agar tercapai
tujuan pengajaran.
Metode mengandung implikasi bahwa proses penggunaan
yang bersifat konsisten, dan sistematis, karena mengingat sasaran metode itu
adalah manusia yang sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Jadi
penggunaan metode dalam proses kependidikan pada hakikatnya adalah pelaksanaan
sikap hati-hati dalam pekerjaan mendidik.
Pendidikan secara etimologi menurut John Dewey, adalah
“Etimologically, the word education means just a process of leading or
bringing up”.[3]
Maksudnya secara etimologi kata pendidikan berarti suatu proses mengarahkan dan
mendewasakan.
Adapun pengertian pendidikan oleh para pakar antara
lain didefinisikan sebagai berikut:
a.
Menurut Ahmad D. Marimba
Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar
oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju
terbentuknya kepribadian yang utama.[4]
b.
Menurut Ahmad tafsir
Pendidikan adalah usaha meningkatkan diri dalam segala
aspek.[5]
c. Menurut
Langeveled
Pendidikan adalah suatu bimbingan yang diberikan orang
dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai tujuan yaitu kedewasaan.[6]
d. Menurut
Brubacher
Education should
be tough of as the process of man’s reciprocal adjustment to nature, to his
fellows, and to the ultimate nature of the cosmos. Education is the organized
development and equipment of all the powers of human being, moral,
intellectuals, and physical by and for the individual an social uses, directed
toward the union of these activities with their creator as their final end.
Education is the process in which are susceptible to habituation are perfected
by good habits, by means artistically contrived, and employed by a man to help
another or him self achieve the end in view.[7]
Pendidikan diartikan sebagai proses timbale balik dari
tiap pribadi manusia dalam penyesuaian dirinya dengan alam, dengan teman dan
dengan alam semesta. pendidikan merupakan pula perkembangan yang terorganisasi
dan kelengkapan dari semua potensi-potensi manusia; moral, intelektual dan
jasmani(fisik),oleh dan untuk kepribadian individunya dan kegunaan
masyarakatnya yang diharapkan demi menghimpun semua aktivitas tersebut bagian
tujuan terakhir .
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
pendidikan merupakan usaha membimbing dan membina serta bertanggung jawab untuk
mengembangkan intelektual pribadi anak didik ke arah kedewasaan dan dapat
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan lebih mengarahkan
tugasnya kepada pembinaan dan pembentukan sikap dan kepribadian manusia yang
ruang lingkupnya meliputi pada proses mempengaruhi dan membentuk kemampuan
kognitif, afektif dan psikomotor dalam diri manusia. Berbeda dengan pengajaran
yang lebih menitikberatkan usahanya kearah terbentuknya kemampuan maksimal
intelektual dalam menerima, mamahami, menghayati dan menguasai serta
mengembangkan ilmu pengetahuan yang diajarkan.[8]
Adapun yang dimaksud dengan metode pendidikan adalah
semua cara yang digunakan dalam upaya mendidik. Oleh karena itu dalam mendidik
anak diperlukan suatu metode yang dapat memadukan aspek keilahian dan keilmuan.
Karena kalau kita amati sekarang ini banyak pendidikan kita yang menggunakan
metode pendidikan barat.
2. Prinsip-prinsip
Penggunaan Metode Pendidikan
Dalam menentukan atau memilih metode maka diperlukan
prinsip atau asas, yaitu kebenaran yang menjadi pokok dasar berfikir, bertindak
dan sebagainya. Dalam hubungnanya dengan metodologi pendidikan Islam berarti
prinsip yang dimaksud disini adalah dasar pemikiran yang digunakan dalam
mengaplikasikan metode pendidikan Islam.
Prinsip- prinsip pelaksanaan metode pendidikan islam
menurut Omar Muhammad Al-Taumy al-Saibany adalah:
a. Mengetahui
motivasi, kebutuhan dan minat anak didiknya.
b. Mengetahui
tujuan pendidikan yang sudah ditetapkan sebelum pelaksanaan pendidikan.
c. Mengetahui
tahap kematangan, perkembangan serta perubahan anak didik.
d. Mengetahui
perbedaan-perbedaan individu dalam anak didik.
e. Memperhatikan
kepahaman dan mengetahui hubungan-hubungan integrasi pengalaman dan
kelanjutannya, keaslian, pembaharuan dan kebebasan berfikir.
f. Menjadikan
proses pendidikan sebagai pengalaman yang menggembirakan bagi anak didik.[9]
Dalam pembahasan metode pendidikan khususnya
pendidikan islam, kita perlu melihat semua aspek dari kegiatan pendidikan baik
dilihat dari pendidik dan anak didik, diantaranya yaitu;
a. Pendidik
dengan metodenya harus mampu membimbing, mengarahkan dan membina anak didik
menjadi manusia yang matang atau dewasa dalam sikap dan kepribadiannya,
sehingga tergambarlah dalam tingkah lakunya sesuai nilai-nilai ajaran islam.
b. Anak
didik yang tidak hanya menjadi obyek pendidikan, melainkan juga menjadi subyek
yang belajar, tentunya memerlukan suatu metode belajar agar dalam proses
belajarnya dapat searah dengan cita-cita pendidik.[10]
c. Pendidik
dalam menentukan metode perlu menggalakkan anak didiknya untuk belajar menerima
ganjaran dan hukuman. Dan yang terpenting dalam aspek ini bertujuan sebagai
penggerak untuk mendisiplinkan anak.[11]
3. Jenis
Metode Pendidikan.
Tentang penentuan macam metode atau tehnik yang dapat
di pakai dalam proses pendidikan, maka akan didapati pada cara-cara yang ada
dalam al-Qur’an, al-Hadits, amalan salaf as Saleh dari sahabat-sahabat dan
pengikutnya, peluang yang luas sekali untuk memilih diantaranya yang sesuai
dengan mata pelajaran, perkara yang diajarkan, usia murid, suasana alam sekitar
dan suasana pendidikan dimana ia berada. Jika kita ambil dari al-Qur’an
misalnya, maka kita mendapatinya mengandung metode pendidikan yang banyak
diantaranya: tehnik pendidikan sambil bekerja, tehnik tehnik kisah (cerita),
tehnik tauladan yang baik, tehnik pengajaran dari sejarah, tehnik pembahasan
akal, tehnik soal jawab, tehnik pemberian contoh, tehnik perintah pada yang ma’ruf
dan melarang pada yang munkar, tehnik hukuman dan balas.[12]
Dalam sejarah pendidikan agama Islam dapat diketahui
bahwa para pendidik muslim dalam berbagai situasi dan kondisi yang berbeda,
telah menerapkan berbagai macam metode pendidikan, diantaranya:
a. Al-Ghazali,
sebagaimana dikutip oleh Armai Arif berpendapat bahwa metode pendidikan yang
harus digunakan oleh para pendidik atau pengajar adalah yang berprinsip pada “Child
Centered” yang lebih mementingkan anak didik daripada pendidik sendiri.
Metode demikian dapat diwujudkan dalam berbagai macam metode antara lain;
metode tauladan, metode bimbingan dan penyuluhan, metode cerita, metode
motivasi, mendorong semangat dan sebagainya.[13]
Mempelajari ilmu agama harus dimulai sejak dini, pada
mulanya anak-anak usia dini diajak untuk menghafal dasar-dasar agama, kemudian
seiring dengan perkembangan usia dan intelektualitasnya, pendidikan diteruskan
dengan memberikan penjelasan dan pengertian atas suatu materi.
b. Ibnu
Khaldun, dalam metode mengajar didasarkan atas pendekatan psikologis, meskipun
metode yang diterapkan lebih banyak intelektualnya, karena hanya
menitikberatkan pada kecerdasan akal.
c. Ibnu
Sina, metode yang digunakan dalam mendidik akhlak adalah metode pembiasaan,
perintah dan larangan, pemberian suasana (metode situasional), uswatun
khasanah, serta memberi motivasi atau dorongan, pemberian hadiah dan hukuman.
d. Muhammad
Abduh dalam kegiatan mendidik menekankan pada metode yang berprinsip atas
kemampuan rasio dalam memahami ajaran Islam dari sumbernya yaitu al-Qur’an dan
Al-Hadits, sebagai ganti metode verbalisme (menghafal) sering pula ia
mengajarkan bahasa Arab dengan metode demonstrasi tentang cara-cara menulis
huruf Arab dengan jelas dan sederhana, prinsip fundamental dari pandangannya
adalah perlunya mendasari pendidikan dengan moral dan agama. Pendidikan agama
diintegrasikan ke dalam ilmu pengetahuan umum begitu juga sebaliknya.[14]
Selain beberapa metode diatas ada beberapa metode
influentif terhadap pendidikan anak yang dikemukakan oleh Abdullah Nashih Ulwan
yaitu ;
a. Pendidikan
dengan keteladanan, ini merupakan metode influentif yang paling meyakinkan
keberhasilannya dalam mempersiapkan dan membentuk anak didalam moral, spiritual
dan social, karena pendidik adalah contoh ter baik dalam pandangan anak yang
akan ditirunya.
b. Pendidikan
dengan adat kebiasaan, yaitu dengan membiasakan dan mengulang–ulang perbuatan
baik yang senantiasa diajarkan kepada anak sehingga akan membekas pada diri
anak.
c. Pendidikan
dengan nasehat, ini dilakukan dengan cara menyeru kepada anak didik untuk
melaksanakan kebaikan atau menegurnya bila melaksanakan suatu kesalahan.
d. Pendidikan
dengan memberikan perhatian, maksudnya adalah mencurahkan, memperhatikan dan
senantiasa mengikuti perkembangan anak dalam pembinaan akidah dan moral,
persiapan spiritual dan social.
e. Pendidikan
dengan memberi hukuman, disini dilakukan dengan berbagai cara seperti: kalau
terpaksa denagn hukuman yang mengenai badan agar anak merasa jera terhadap
perbuatan tidak baik yang telah dilakukan.[15]
B. Metode Pendidikan Shalat
1. Pengertian
Metode Pendidikan Shalat
Menurut Winarno Surachmad Metode adalah cara yang
didalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan.[16]
Pendidikan secara etimologi berasal dari kata dasar “
didik’ yang berarti memelihara dan memberi latihan yaitu proses pengembangan
sikap dan tata laku seseorang dalam usaha mendewasakan melalui upaya
pengajaran.[17]
Shalat menurut bahasa
berasal dari bahasa Arab ; صلى–يصلى yang berarti do’a. Shalat dengan arti do’a
termaktub dalam firman Allah SWT:
وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ
صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ ...( سورة التوبة :103)
Berdo’alah
untuk mereka sesunguhnya do’a kalian itu menjadikan ketentraman bagi jiwa
mereka-mereka.[18](Q.S.At-Taubah:103)
Menurut Hasbi Ash
Shidieqy bahwa shalat adalah berharap hati (jiwa) kepada Allah SWT yang
mendatangkan rasa takut, serta menumbuhkan rasa kebesaran dan kekuasaan-Nya
dengan penuh khusyu’ dan ikhlas di dalam seluruh ucapan dan perbuatan yang
dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam.[19]
Menurut Bustanudin agus dalam bukunya Al-Islam
menjelaskan bahwa shalat adalah suatu amalan yang dimulai dengan takbiratul
ikhram dan diakhiri denagan salam, tentu saja dengan syarat dan rukun tertentu.[20]
Menurut Yusuf Al-Qardhawi, Shalat adalah merupakan perintah
yang diutamakan, merupakan kewajiban yang harus ditunaikan dan sangat
diutamakan dan sangat diancam bagi yang meninggalkannya.[21]
Dari beberapa pendapat tersebut di atas
dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan shalat adalah usaha sadar untuk
menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan pengajaran, latihan tentang
tindakan shalat yang merupakan kewajiban yang harus ditunaikan dan sangat
diancam bagi yang meninggalkan.
Sedangkan metode pendidikan shalat adalah semua cara
yang digunakan dalam upaya mendidik shalat pada anak.
Bagi orang tua yang sadar akan pendidikan
anak-anaknya, terutama pendidikan agama akan menjadi geram ketika melihat
anak-anaknya tidak mau mengerjakan shalat. Realitas ini merupakan wujud
tanggungjawab orang tua, karena dalam perspektif Islam anak merupakan amanat
dari Allah SWT. Dengan demikian semua orang tua berkewajiban
untuk mendidik anaknya agar menjadi anak yang shaleh, berilmu dan bertaqwa.
Oleh karena itu pendidikan shalat itu menjadi tanggung jawab
orang tua di hadapan sang khalik.[22]
Keluarga merupakan unit terkecil
dari masyarakat yang dapat menjalankan berbagai fungsi dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya, termasuk di dalamnya fungsi pendidikan, baik
pendidikan fisik maupun pendidikan mental. Pendidikan mental spiritual meliputi
berbagai macam aspek ibadah seperti shalat, puasa, membaca al-Qur’an. Namun
semua itu tidak akan mudah dilaksanakan tanpa upaya sungguh-sungguh dari
berbagai pihak yang terkait dalam pendidikan. Dan shalat merupakan ibadah yang
menempati kedudukan istimewa dalam agama Islam
2. Fungsi Metode
Pendidikan Shalat
Dalam memilih metode harus
disesuaikan dengan kondisi yang ada, ketepatan dalam memilih metode akan
membawa keberhasilan dalam proses pendidikan, sebaliknya ketidaktepatan dalam
pemilihan metode akan membawa atau mengakibatkan kegagalan.Ada beberapa fungsi
metode pendidikan agama antara lain:
a.
Mengarahkan keberhasilan
pendidikan
b.
Memberi kemudahan anak didik untuk
belajar berdasarkan minat dan perhatiannya.
c.
Mendorong usaha kerjasama antara
pendidik dan anak didik.
d.
Memberikan inspirasi pada anak
didik melalui proses hubungan yang serasi antara pendidik dan anak didik yang
seiring dengan tujuan pendidikan agama.[23]
Semua faktor yang mungkin
menimbulkan kebosanan harus dapat diatasi dengan menerapkan berbagai variasi
metode, hal ini akan benar-benar menuntut keluwesan dan kelincahan pendidik
yang bersangkutan. Itu semua menunjukkan pendidik harus mengetahui, memahami,
menguasai lebih dari satu metode.Pendidik bertanggung jawab terhadap anak didik
dan mengetahui situasi bagaimana yang dihadapi. Kegagalan mendidik merupakan
tanggungjawabnya, karena tanpa metode yang tepat roses pendidikan akan menjadi
sia-sia. Motif dan gairah belajar pada anak harus selalu dapat dibangkitkan,
dipupuk dan dikembangkan.
Jadi fungsi metode pendidikan shalat
yaitu dapat mendorong anak didik untuk selalu melakukan shalat dan memberi
kemudahan pada pendidik untuk mengarahkan anak didiknya kearah keberhasilan
pendidikan shalat.
3. Macam-macam Metode Pendidikan Shalat
Metode merupakan langkah untuk
mencapai tujuan.Dalam konteks ini secara spesifik adalah tertanamnya ibadah
shalat pada anak, sedang secara universal ingin membentuk anak yang beribadah
dan berkeyakinan yang kuat dalam sanubarinya, bahwa tiada Tuhan selain Allah, serta
dapat mengaktualisasikan keimanan dan keyakinannya dalam tutur kata dan
perbuatannya serta melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
Sehingga tercermin dalam akhlak al-karimah dan pada akhirnya dapat menjadi
orang-orang yang bertaqwa. Sehubungan hal tersebut, maka strategi yang
digunakan adalah dengan cara memahami kondisi psikologi anak, pola perilakunya,
karakter, pola kehidupannya serta pola pemahamannya terhadap agama.
Diantara beberapa metode pendidikan
yang telah dipaparkan diatas, maka selanjutnya ada beberapa metode atau cara
yang digunakan dalam pelaksanaan pendidikan shalat bagi anak, yaitu:
1. Pendidikan dengan
Kebiasaan
Bagi anak
yang masih kecil pembiasaan ini sangat penting karena dengan pembiasaan itulah
akhirnya suatu aktivitas akan menjadi milik anak dikemudian hari. Pembiasaan
yang baik akan membentuk manusia yang berkepribadian yang baik pula.[24] Berdasarkan pembiasaan
itulah anak terbiasa menurut dan ta’at kepada peraturan-peraturan yang berlaku
dimasyarakat, setelah mendapat pendidikan pembiasaan yang baik dirumah.
Menanamkan
kebiasaan yang baik memang tidak mudah, dan membutuhkan waktu yang lama. Tetapi
sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan sulit untuk diubahnya. Pendidikan
pembiasaan itu diharapkan siswa senantiasa mengamalkan ajaran agamanya. Selain
membiasakan anak untuk melakukan shalat lima waktu, juga dibiasakan aktif
berpartisipasi dalam kegiatan yang baik seperti ikhlas puasa, suka membantu
fakir miskin dan lain-lain.
Pendidikan
dengan kebiasaan anak berada dalam pembentukan edukatif dan sampai pada
hasil-hasil yang memuaskan, sebab pendidik harus memperhatikan dan mengawasi
berdasarkan bujukan dan ancaman, bertitik tolak dari bimbingan dan pengarahan.
Orang tua mulai membiasakan anaknya melaksanakan shalat pada usia dini yaitu
pada usia tujuh tahun sampai sepuluh tahun dan sampai baligh dengan tujuan agar
nanti ketika sudah dewasa anak terbiasa melaksanakan shalat yanng sudah menjadi
kewajiban mereka.
2. Pendidikan dengan
Keteladanan
Kesanggupan
mengenal Allah adalah kesanggupan paling awal dari manusia. Ketika Rasulullah
bersama Siti Khadijah mengerjakan shalat, Sayyidina Ali yang masih kecil datang
dan menunggu sampai selesai. Kemudian bertanya tentang apa yang sedang
dilakukan Rasulullah. Dan Rasulullah menjawab bahwa beliau sedang menyembah
Allah. Lalu Ali mengikuti mereka. Hal ini menunjukkan bahwa keteladanan dan
kecintaan terhadap anak akan membawa mereka mempercayai pada kebenaran
perilaku, sikap dan tindakan.[25]
Orang tua
atau pendidik dalam memerintahkan anaknya berbuat sesuatu yang diinginkannya
dan orang tua menginginkan agar perintah nya dita’ati dan dilaksanakan, maka
semua tu tidak luput dari keteladanan orang tua. Ketika orang tua mampu menjadi
teladan bagi anaknya yang baik, maka apapun yang diperintahkan kepada anaknya
akan dilaksanakan dan dikerjakan.
3. Pendidikan dengan
Praktik
Metode
praktik dimaksudkan supaya mendidik dengan menggunakan materi pendidikan baik
menggunakan alat atau benda, seraya memperagakan dengan harapan anak didik
menjadi jelas dan gamblang sekaligus dapat mempraktekkan materi yang dimaksud.[26] Berkenaan dengan metode praktek dalam
perintah shalat, Rasulullah bersabda dalam haditsnya yang artinya: Shalatlah
kamu sebagaimana engkau sekalian melihat aku shalat. sesungguhnya memberi
pengalaman praktis berarti memberi masukan wawasan dan ilmu pengetahuan. Selain
itu juga wawasan anak menjadi luas. Sebagaimana dalam Hadits yang diriwayatkan
oleh Bukhari yaitu:
محمد بن المثنى قال حدثنا عبد الوهاب
قال حدثنا أيوب عن ابى قلا بة قال : حدثنا مالك أتينا الى النبي صلى الله عليه
وسلم قال: صلوا كما رأيتمونى أ صلى (رواه البخارى)
Muhammad bin Mutsanna
bercerita kepada kami , berkata:bahwa Abdul Wahab menceritakan kepada kami,
berkata:Ayub bin Qilabah bercerita kepada kami, bahwa Malik bercerita kepada
kami, bahwa Rasulullah SAW bersabda:”Shalatlah sebagaimana kamu melihat aku
shalat (kerjakanlah shalat menurut cara mengerjakannya)” (H.R.Bukhari).[27]
4. Pendidikan dengan
Nasehat
Perhatian
dan motivasi orang tua kepada anaknya ketika anak dalam usia dini diberi perhatian
dan nasehat bagaimana pentingnya sebuah ajaran agama untuk dita’ati dan diberi
motivasi agar anak mau melaksanakan perintah agama dengan berbagai bentuk
motivasi yang dikehendaki sesuai dengan minat anak tersebut. Sebagaimana firman
Allah;
ادْعُ إِلِى سَبِيلِ رَبِّكَ
بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ
بِالْمُهْتَدِينَ
Ajaklah (manusia) kepada
jalan Tuhanmu dengan dengan hikmah dan nasehat yang baik.Dan bantahlah mereka
dengan (tukar pikiran) yang baik pula.Sesungguhnya Tuhanmu sangat mengetahiu
tentang siapa yang tersesat dari jalanNya dan Dialah yang lebih mengetahui
siapa orang yang mendapat petunjuk.(An Nahl:125).[28]
5. Pendidikan dengan Hukuman
Cara ini
adalah langkah terakhir yang digunakan orang tua yaitu dengan memukul anaknya
ketika usia sepuluh tahun. Dilakukan jika anak masih saja tidak mau
melaksanakan shalat, karena pada usia sepuluh tahun anak adalah sudah dewasa
dan mau menginjak usia pra baligh.
6. Pendidikan dengan latihan
Ini biasa
disebut dengan metode drill. yaitu metode latihan siap untuk memperoleh
ketangkasan dan ketrampilan. Metode drill merupakan salah satu alternatif upaya
meningkatkan ketrampilan shalat anak, karena metode ini menitik beratkan kepada
latihan yang terus menerus dan diulang-ulang.
C. Materi Pendidikan
Shalat
Dalam
materi pendidikan shalat penulis menitikberatkan pada bacaan dan gerakan
shalat yang terdiri dari :
- Bacaan
wajib dalam shalat
-
Membaca takbirotul Ikhram
-
Membaca Iftitah
-
Membaca Ta’awwudz
-
Membaca Basmalah dan Fatikhah
-
Membaca Tasbih di dalam Ruku’
-
Membaca Tasmi’ dan Tahmid I’tidal
-
Membaca Tasbih di dalam sujud
-
Membaca Istighfar di dalam duduk antara dua sujud
-
Membeca do’a Tahiyyat, Tasyahud dan Sholawat
-
Membaca Salam.[29]
- Bacaan
sunnah dalam shalat
-
Membaca do’a Iftitah
-
Membaca Amiin sesudah bacaan Fatihah.
-
Membaca surat-surat Al qur’an sesudah bacaan surat Al Fatihah pada rakaat pertama dan
kedua
-
Membaca takbir ketika pindah gerakan
-
Membaca bacaan tasbih ketika ruku’
-
Membaca bacaan I’tidal ketika bangkit dari ruku’
-
Membaca bacaan tasbih ketika sujud
-
Membaca do’a ketika duduk antara dua sujud
-
Membaca do’a tahiyat akhir
-
Mengucapkan salam
- Gerakan
Wajib dalam Shalat
-
Berdiri apabila kuasa
-
Melakukan ruku’ dengan tuma’ninah
-
Melakukan I’tidal
dengan tuma’ninah
-
Melakukan sujud dengan tuma’ninah
-
Melakukan duduk diantara dua sujud dengan
tuma’ninah
-
Melakukan duduk akhir dengan tuma’ninah
-
Melakukan salam ke kanan [30]
- Gerakan Sunnah
dalam shalat
-
Mengangkat kedua tngan ketika mengucapkan
takbirotul Ikhram, ruku’, i’tidal dan
ketika berdiri dari tasyahud awal
-
Meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri kecuali
ketika duduk tasyahud akhir
-
Duduk Iftirasy di semua tempat duduk kecuali ketika duduk tasyhud akhir
-
Duduk tawaruk ketika tasyahud akhir
-
Meletakkan kedua tangan di atas paha ketika tasyahud awal dan akhir.
-
Membaca salam akhir
D. Waktu Permulaan
Pendidikan Shalat Bagi Anak
1.
Fase- Fase Perkembangan Anak
Anak-anak memang dilahirkan dalam keadaan fitrah,
tetapi bukan berarti mereka tidak punya potensi. Mereka mempunyai potensi yang
besar untuk tumbuh menjadi manusia yang baik atau yang buruk. Namun hal ini
tergantung bagaimana lingkungan yang mempengaruhinya. Tentunya akan disesuaikan
dengan bakat dan minat yang dibawanya sejak lahir.
Pendidikan terhadap anak dimulai sejak anak lahir
kedunia. Pada hakikatnya anak yang baru saja lahir sudah berkewajiban menuntut
ilmu, tetapi anak yang baru lahir belum bisa mencari ilmu sendiri. Maka adalah
kewajiban orang tua yang mengarahkan anak-anaknya untuk menjadi anak-anak yang
shaleh dan shalehah, karena orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi
anak-anak mereka. Dari orang tua lah anak-anak pertama kali menerima
pendidikan. [31]
Hal ini menunjukkan betapa besar tanggung jawab orang tua dalam pendidikan
anak-anaknya. Apalagi kalau kita melihat bahwa tujuan pendidikan dalam Islam
ialah terbentuknya insan kamil dengan pola taqwa.[32]
Untuk mencapai derajat taqwa, shalat adalah sebagai
unsur utama. Sebab taqwa itu mempunyai dua dimensi, yang pertama adalah
perintah dan yang kedua adalah larangan. Dan yang termasuk dalam kategori
perintah itu diantaranya adalah perintah mendirikan shalat, membayar zakat, dan
mengerjakan amal shaleh. Sedangkan yang dilarang adalah jangan sampai terjebak
ke alam hawa nafsu, karena akan mengajak kepada perbuatan-perbuatan yang
diharamkan oleh Allah SWT.[33]
Anak shaleh memang menjadi dambaan setiap keluarganya,
tetapi dalam meraihnya, tidak segampang yang diharapkan harus melalui proses
panjang, dibutuhkan ketekunan dan kejelian dalam mendidik, dan kesiapan artinya
orang tua dalam mengantarkannya menjadi insan shaleh, kesiapan artinya orang
tua harus memiliki pengetahuan cukup tentang cara mendidik anak serta
mengetahui masa perkembangannya, sehingga dalam mengukir nilai moral dalam
jiwanya bisa sesuai lagi tepat dari kebutuhannya.[34]
Adapun perkembangan psikologi anak secara umum akan
dijelaskan dalam pembahasan ini. Abu Ahmadi dalam bukunya Psikologi
Perkembangan[35]
memaparkan beberapa pendapat tentang psikologi anak atau lebih dikanal dengan
psikologi perkembangan diantaranya adalah:
a. Kartini
Kartono menjelaskan bahwa psikologi perkembangan(psikologi anak) adalah suatu
ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia yang dimulai dengan periode masa
bayi, anak bermain, anak sekolah, masa remaja sampai menjelang dewasa.
b. Encyclopedia
Internasional mendefinisikan: “Developmental Psychology is a branch of
psychology devoted been placed on the search for those elements of behaviour on
the child which are though to be prerequisibete for complex adult behaviour”.
(Psikologi perkembangan adalah suatu cabang dari psikologi yang mengetengahkan
pembahasan tentang perilaku anak. Secara historis titik tekan pembahasannya
pada penganalisaan elemen-elemen perilaku anak yang dimungkinkan akan menjadi
syarat terbentuknya perilaku dewasa yang kompleks).
Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan tersebut
kiranya dapat diambil pemahaman yang lebih sederhana tentang pengertian
psikologi perkembangan yakni suatu cabang dari psikologi yang membahas tentang
gejala jiwa seseorang, baik yang menyangkut perkembangan ataupun kemunduran
perilaku seseorang sejak masa konsepsi hingga dewasa.
Dalam proses perkembangan anak dalam kenyataannya
memang tidak dapat di hindari adanya beberapa faktor yang mempengaruhinya baik
dalam proses pertumbuhan biologisnya ataupun proses perkembangan (psikisnya)
dari seorang anak.
Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
anak, yaitu:
a. Faktor
sebelum lahir, yakni adanya gejala gejala tertentu yang terjadi sewaktu anak
masih dalam kandungan.
b. Faktor pada
waktu lahir, yakni terjadinya suatu gangguan pada saat-saat anak dilahirkan.
c. Faktor
setelah lahir, yakni peristiwa-peristiwa tertentu yang terjadi setelah anak
lahir, terkadang menimbulkan terhambatnya pertumbuhan anak.
d. Faktor
psikologis, yakni adanya kejadian-kejadian tertentu yang menghambat
berfungsinya psikis, terutama yang menyangkut perkembangan intelegensi dan
emosi yang berdampak pada proses pertumbuhan anak.[36]
Lebih lanjut Sumadi Suryabrata[37]
memaparkan pendapat beberapa ahli berkaitan dengan perkembangan anak,
diantaranya adalah:
1.
Pendapat Aristoteles
Aristoteles menggambarkan perkembangan anak sejak
lahir sampai dewasa itu dalam tiga periode lamanya masing-masing 7 tahun:
a. Fase I : Dari 0 sampai 7 tahun; masa anak kecil, ke
masa bermain.
b. Fase II : Dari 7 sampai 14 tahun; masa anak, masa
belajar atau masa sekolah rendah
c. Fase III : Dari 4 sampai 21 tahun; masa remaja atau
pubertas; masa peralihan dari anak menjadi orang dewasa.
2. Pendapat
Sigmund Freud
Freud berpendapat tiap fase dari lahir sampai umur 5
tahun ditentukan atas dasar cara-cara reaksi bagian tubuh tertentu. Adapun
fase-fase tersebut adalah:
a. Fase
Oral : 0 sampai kira-kira 1 tahun. Pada fase ini mulut merupakan daerah
pokok dari pada aktivitas dinamis.
b. Fase Anal : 0
sampai kira-kira 3 tahun. pada fase ini dorongan dan tahanan berpusat pada
fungsi pembuangan kotoran.
c. Fase falis : 0 sampai kira-kira 5 tahun. Pada fase ini
alat-alat kelamin merupakan daerah organ terpenting.
d. Fase Latent : 0
sampai kira-kira 12 tahun. Pada fase ini impuls-impuls cenderung ada dalam
keadaan tertekan (mengendap).
e. Fase Pubertas : 0 atau 12 sampai kira-kira 20 tahun. Pada fase
Pada fase ini impuls-impuls menonjol kembali. Apabila ini dapat disublimasikan
dan dipindahkan oleh das ich dengan berhasil maka sampailah orang kepada fase
kematangan terakhir.
f. Fase Genital : Dalam batas tertentu juga dimasukkan disini
pendapat Montessori dan Ch. Buhler.
3. Pendapat
Montessori
Montessori mengemukakan empat periode perkembangan,
yaitu:
a. Periode I
(0; 0-7 tahun) adalah periode penangkapan (penerimaan) dan pengaturan dunia
luar dengan perantaraan alat-dria. Ini adalah rencana motoris dan panca Indra
yang bersifat keragaan.
b. Periode II
(7;0-12 tahun) adalah periode rencana abstrak. Pada masa ini anak-anak mulai
memperhatikan hal-hal kesusilaan, menilai perbuatan manusia atas dasar baik
buruk dan karenanya mulai timbul kata hatinya. Pada masa ini anak-anak sangat
membutuhkan pendidikan serta memperoleh pengertian bahwa orang lain pun berhak
mendapatkan kebutuhannya.
c. Periode III
(12; 0-13 tahun) adalah periode penemuan diri dan kepekaan rasa sosial. Dalam
masa ini kepribadian harus dikembangkan sepenuhnya dan harus sadar akan
keharusan-keharusan.
d. Periode
IV (18) adalah periode pendidikan tinggi. Dalam hubungan ini perhatian
Montessori ditujukan kepada mahasiswa-mahasiswa perguruan tingi yang
menyediakan diri untuk kepentingan dunia.
4. Pendapat Ch.
Buhler
Ada lima fase dalam perkembangan anak, yaitu:
a. Fase I (0;
0-1) yaitu fase gerak laku ke dunia luar.
b. Fase II (1; 0-4) yaitu fase makin luasnya hubungan
anak dengan benda-benda disekitarnya.
c. Fase III (4;
0-8) yaitu fase hubungan pribadi dengan lingkungan sosial serta kesadaran akan
kerja, tugas dan prestasi.
d. Fase IV (8; 0-13) yaitu fase memuncaknya minat ke
dunia obyektif dan kesadaran akan akunya sebagai sesuatu yang berbeda dan aku
orang lain.
e. Fase V (13;
0-19) yaitu fase penemuan diri dari kematangan
Dengan demikian semakin tambah usianya anak,
diharapkan perkembangan anak baik secara biologis maupun psikologis dapat
berjalan dengan baik. Karena jika perkembangan psikologis. anak terganggu, maka
akan menyebabkan gangguan atau cacat mental, karena inilah hal yang harus
diperhatikan oleh orang tua anak, maupun orang yang bertanggung jawab terhadap
dirinya semisal guru maupun lingkungan sekitar.
2. Permulaan pendidikan shalat bagi anak
a. Usia 0-6 tahun
Setelah anak dilahirkan, pertumbuhan jasmani anak
berjalan cepat.Perkembangan akidah,kecerdasan akhlak, kejiwaan, rasa keindahan
dan kemasyarakatan anak berjalan serentak dan seimbang.Anak mulai mendapat
bahan-bahan atau unsur- unsur pendidikan serta pembinaan yang berlangsung tanpa
disadari oleh orang tuanya.Pertumbuhan kecerdasan anak sampai umur 6 tahun
masih terkait kepada alat indranya. Maka anak pada umur 0-6 tahun masih
berpikir inderawi dan belum mampu memahami hal yang maknawi atau abstrak. Oleh karena itu pendidikan, pembinaan iman dan taqwa
anak belum dapat menggunakan kata-kata (verbal), akan tetapi diperlukan contoh,
teladan, pembiasaan dan latihan yang terlaksana di dalam keluarga sesuai dengan
pertumbuhan dan perkembangan anak yang terjadi secara alamiah [38]
Adanya kecenderungan meniru dan unsur identifikasi di
dalam jiwa anak, akan membawanya meniru orang tuanya.Anak umur satu setengah
tahun akan ikut-ikutan shalat bersama orang tuanya, yaitu meniru gerakan
mereka, mengucapkan kata-kata thayyibah atau do’a-do’a dan membaca surat-surat
pendek dari Al-Qur’an.
Pembinaan ibadah merupakan penyempurna dari pembinaan
akidah. Sedangkan pendidikan shalat merupakan cerminan dari akidah.Akidah anak
dapat tertanam kuat dalam jiwanya jika disiram dengan air ibadah dalam berbagai
bentuk dan macamnya. Masa kanak-kanak bukanlah masa
pembebanan kewajiban. Ia adalah masa persiapan, latihan
dan pembiasaan untuk menyambut masa pembebanan kewajiban (taklif)
ketika ia telah baligh nanti[39]. Dengan
begitu, kelak pelaksanaan kewajiban akan terasa mudah dan ringan. Disamping itu
juga sudah mempunyai kesiapan yang matang untuk menyelami kehidupan dengan
penuh keyakinan.
Pengalaman keagamaan yang menarik bagi anak
diantaranya adalah shalat berjama’ah. Anak merasa senang melihat dan berada di
dalam tempat ibadah (masjid, mushalla, surau dan sebagainya). Anak-anak umur
2-5 tahun senang melakukan shalat tarawih, walaupun mereka belum mampu duduk
atau berdiri lama. Suatu pengalaman keagamaan lain yang tidak mudah terlupakan
oleh anak yaitu shalat hari raya, karena mereka berpakaian baru bersama
teman-temannya. Anak –anak merasa senang dan bangga mendapat kesempatan bersama
orang tua dan anggota keluarga lainnya dalam menjalani kehidupan keagamaan
dalam kehidupan sehari-hari[40].
b. Usia 7-14
tahun.
Secara rinci dapat dijelaskan bahwa pada masa
kanak-kanak (2-12 tahun), perkembangan pribadi dimulai dengan makin
berkembangnya fungsi-fungsi indra anak untuk mengadakan pengamatan,
perkembangan fungsi ini memperkuat perkembangan fungsi pengamatan pada anak.
Dengan demikian Setelah anak melakukan pengamatan-pengamatan terhadap
fenomena-fenomena yang ada disekitarnya, maka sejak itulah perkembangan
intelektual anak mulai terbentuk.
Tahap perkembangan intelektual anak dimulai ketika
anak sudah dapat berpikir atau mencari hubungan antara kesan secara logis serta
membuat keputusan tentang apa yang dihubung-hubungkannya secara logis.
Perkembangan intelektual ini biasanya dimulai pada masa anak telah siap
memasuki sekolah dasar.
Pada usia inilah pendidikan agama anak harus
ditanamkan, karena perkembangan agama pada anak sangat ditentukan oleh
pendidikan dan pengalaman yang dilaluinya, terutama pada masa-masa pertumbuhan
yang pertama (masa anak) dari umur 0-12 tahun.
Oleh karenanya pada usia 7-14 tahun bimbingan
dititikberatkan pada pembentukan disiplin. Anak-anak dibiasakan untuk menta’ati
peraturan dan penyelesaian tugas-tugas atas dasar tanggungjawab. Untuk itu anak
harus dilatih melakukan pekerjaan yang tepat waktu dan berulang-ulang. Dan langkah
awal yang dinilai efektif dalam pembentukan disiplin seperti itu adalah shalat.
Sehingga penanaman pendidikan shalat pertama kali pada
anak harus dimulai orang tua pada waktu anak berusia 7 tahun dan harus
dibiasakan menunaikan shalat. Karena dalam usia 7 tahun memang anak dirasa
sudah mamiliki kemampuan untuk mengemban amanat itu. Pertama anak-anak sudah
memiliki kemampuan untuk mengingat bacaan-bacaan shalat, karena perkembangan
intelektualnya sudah memungkinkan untuk itu. Kemudian yang kedua, anak-anak
juga sudah memiliki kesadaran terhadap tanggungjawab yang diberikannya. Jadi
orang tua harus menyuruh anak yang berusia 7 tahun untuk mendirikan shalat
dengan cara memberi perintah dan memberi teguran tegas jika anak
meninggalkannya, maka tentulah sebelum berumur 7 tahun dia telah belajar
shalat, sehingga di usia 7 tahun anak telah praktek melaksanakan shalat.
E. Hikmah Shalat
Diantara hikmah shalat adalah:
- Ditinjau dari kesehatan mental makna shalat adalah
sebagai obat bagi gangguan kejiwaan. Dalam pandangan ahli jiwa, ampunan
terhadap dosa dan kesalahan merupakan obat bagi gangguan kejiwaan, karena
salah satu penyebab dari gangguan kejiwaan adalah merasa bersalah atau
berdosa.[41]
- Shalat lima waktu merupakan latihan bagi pembinaan
disiplin pribadi. Ketaatan melaksanakan shalat pada waktunya menumbuhkan
kebiasaan untuk secara teraturdan terus melaksanakannya pada waktu yang
ditentukan. Disiplin yang dibiasakan dalam shalat akan mudah menular
keseluruh sikap hidup kesehariannya.
- Mencintai kebersihan dan kebersihan adalah sebagian
dari iman. Shalat mengajarkan kepada kta untuk senantiasa bersih baik
lahiriah maupun batiniyah. Karena apabila ingin menjalankan shalat
seseorang harus mengetahui syarat dan rukun shalat.Salah satu syarat itu
dianggap sah atau tidak kalau ia bersih dari najis dan hadats.[42]
- Gerakan-gerakan shalat mengandung unsur gerakan
olah raga. Oleh karena itu sangat penting untuk kesehatan jasmaniah dan
dengan sendirinya akan membawa efek bagi kesehatan ruhaniah atau
mental.misalnya;[43]
a.
Sujud dengan posisi lutut
membentuk sudut yang tepat memungkinkan otot-otot perut berkembang dan
mencegah, menambah aliran darah ke bagian aas tubuh, mengurangi tekanan darah
tinggi,menambah elastisitas tulang itu sendiri, menghilangkan egoisme dan
kesombongan.
b.
Pada saat sikap duduk iftirsy,
kita duduk dengan otot-otot pangkal paha, tumit menekan otot-otot pangkal paha
serta syaraf pangkal paha dan pijitan tersebut menghindarkan atau menyembuhkan
penyakit syaraf pangkal paha.
c.
Dengan melakukan ruku’ maka tulang
punggung akan tetap dalam kondisi yang baik, karena persendian di antara
badan-badan ruas tulang belakang tetap tinggal lembut dan lentur.Gerakan ini
akan dapat menyembuhkan penyakit kerekutan atau membengkaknya tulang punggung.
[1]M.
Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), Cet ke- 5, hlm. 61
[2]Winarno
Surachmad, Metodologi Pengajaran, (Bandung: Jemmar, t. th) , hlm. 75
[3]John
Dewey, Democracy and Education, (New York: the Mac Millan Company,
1964), hlm. 10
[4]Ahmad D.
Marimba, Pengantar Filasafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma’arif,
1989), hlm. 19
[5]Ahmad
Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya,
1997), hlm. 6
[6]Burhanuddin
Salam, Pengantar Paedagogig (Dasar-dasar ilmu pengetahuan), (Jakarta:
Rineka Cipta, 1997), hlm. 3-4
[7]John
S.Brubacher, Modern Philosophies of Education,(New Delhi: Tata Mc.Graw-Hill
Publishing Company,1981),hlm.371.
[8]H. M.
Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), hlm.
100
[9]Omar M.
al-Taumy al-Saibany, Falsafah Pendidikan Islam, (Terjemahan hasan
langgulung) , (Jakarta: bulan Bintang, 1979), hlm. 65
[10]M.Arifin,
Filsafat Pendidikan Islam, op.cit., hlm. 100
[11]Hasan
Langgulung, Manusia dan Pendidikan, suatu Analisis Psikologi, Filsafat
dan Pendidikan, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1986), hlm. 41
[12]Omar
M. at-Taumy, op.cit. ,hlm. 587
[13]M.
Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, op.cit., hlm. 104
[14]Ibid.
hlm. 109
[15]Abdullah
Nashih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, Jilid II, (Bandung:
Asy-Syifa’, 1988), hlm. 2
[16] Winarno
Surachmad, Metodologi Pengajaran,
(Bandung : Jemmar, t.th),hlm.75
[17]Poerwadarminto,
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai pustaka, 1985, hlm. 232
[18]Soenaryo,
al-Qur’an dan Terjemahannya, Depag RI, (Semarang: Toha putra,
1995), hlm298
[19]Hasbi
ash-Shidieqy, Pedoman Shalat, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1993),
hlm. 64
[20]Bustanudin
Agus, Al-Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993), hlm. 105
[21]Yusuf
al-Qardhawi, Ibadah dalam Islam, (Surabaya: Bina Ilmu, 1998), hlm. 381
[22]Jaudah
Muhammad Awwad, Mendidik Anak secara Islami, Terj. Shihabuddin, cet. ke
I, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), hlm. 134
[23]
Mahfudz Shalahuddin,dkk, Metodologi Pendidikan Agama, (Surabaya: Bina Ilmu,
1987),hlm.24
[24]Syaiful
Bahri Djamarah, dkk, Strategi Belajar Mengajar, Rineka Cipta, jakarta,
2002, hlm. 72
[25]Abdul
Majid, Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar Kompetensi Guru,
(Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005), hlm. 153
[26]Ibid.,
hlm. 153
[27] Akhmad
Ali bin Hajar al-Asqalani,Fathhul Barii (Sarah Shahih Imam Abi Abdillah
Muhammad bin Ismail al Bukhari), Hadits No.631, juz II, (Bairut
Libanon:Darul Fikr,t.th.),hlm.111
[28]
Soenaryo,dkk, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Op.Cit.,hlm.421
[29]
Baihaqi, Fiqih Ibadah, (Bandung : 1996), hlm.61
[30]
Ibid, hlm.63
[31]Zakiah
Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, Cet. I, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996),
hlm. 36
[32]Ibid,
hlm. 36
[33]Amin
Rais, Tauhid Sosial, (Bandung: Mizan, 1999) , hlm. 50
[34]Aba
Firdaus al-Halawani, Melahirkan Anak Shaleh, (Yogyakarta: Mitra Pustaka,
2003), hlm. 5
[35]Abu
Ahmadi, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Rineka Cipta,1991), hlm.4.
[36]Ibid.,
hlm. 31
[37]Sumadi
Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
1998), hlm. 194-200
[38]Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam
Dalam Keluarga dan Sekolah,Cet.2, (Jakarta: Ruhama, 1995), hlm.56.
[39]Salafuddin
Abu Sayyid, Mendidik Anak Bersama Nabi, (Solo: Pustaka Arafah, 2004),
hlm.174.
[40]Zakiah
Daradjat, op.cit., hlm.61.
[41]
Zakiah Daradjat, Shalat Menjadikan Hidup Bermakna, (Jakarta:
Ruhama,1996), hlm.21
[42]
Sentot Haryanto, Psikologi Shalat, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001),
hlm.94
[43]
Ibid., hlm.67-71
0 Response to "METODE PENDIDIKAN SHALAT BAGI ANAK"
Post a Comment