DEMOKRATISASI
KEPALA MADRASAH
DAN
PROFESIONALISME GURU
A.
Demokratisasi Kepala Madrasah
1. Pengertian Demokratisasi Dan
Kepala Madrasah
Demokratisasi dan keadilan tidak dapat didefinisikan
“sekali untuk selamanya” (once and forall). Karena itu “demokratisasi”
adalah sama dengan “Proses Demokratisasi” Terus menerus” jadi Demokratisasi dan
Demokratisasi definisinya sama.[1]
Demokratisasi berasal dari bahasa Yunani, secara
harfiah berasal dari kata “demos” berarti rakyat dan “cratos” berarti
pemerintahan (kekuasaan).
Jadi demokratisasi adalah “Pemerintahan oleh rakyat, di mana kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat, artinya dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat.”[2]
Secara
terminologi banyak pakar
psikologi yang memberikan definisi
tentang Demokratisasi/Demokratisasi sebagai berikut :
a.
Definisi menurut Presiden Amerika Serikat ke-16, Abraham Lincoln
(1808-1865) “Demokratisasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan
untuk rakyat (Democrasy is Government of people, by the people and for the
People)” Jadi suatu pemerintahan
dikatakan demokrtis, apabila kekuasaan
ada di tangan rakyat dan segala tindakan
negara ditentukan oleh kehendak rakyat.[3]
b.
Seperti dikutip oleh Nur Cholis Madjid “Demokratisasi adalah identik
dengan demokratisasi, jadi dalam suatu masyarakat atau negara terdapat proses terus menerus, secara dinamis, dalam gerak perkembangan dan pertumbuhan ke arah
yang lebih baik.
Jadi
suatu masyarakat disebut demokratisasi selama ia bergerak tanpa
berhenti menuju kepada yang lebih
baik.[4]
c.
Seperti dikutip oleh Nur Cholis Madjid demokratisasi ialah hidup
demokratis bertumpu dengan teguh di
atas asumsi bahwa cara harus bersesuai dengan tujuan. Ketentuan
inilah jika dipraktekkan yang akan memancar sebagai tingkah laku demokratisasi
dan membentuk moralitas demokratisasi.[5]
Kepala adalah orang
pertama disuatu Madrasah yang bertanggung jawab atas jalannya proses belajar
mengajar di Madrasah yang dipimpinnya.[6]
Sedangkan Madrasah adalah
suatu lembaga pendidikan atau sekolah atau perguruan tinggi yang
beridentitaskan agama Islam dan bernaung di bawah Departemen Agama atau Depag.[7]
Jadi kepala Madrasah adalah seorangpemimpin yang mampu
memimpin seseorang yang di proyeksikan dalam bentuk-bentuk kegiatan
mempengaruhi dan menggerakkan serta membimbing orang-orang yang berkecimpung
dalam kegiatan pendidikan dan pengajaran sehingga aktifitas kerja dapat
langsung berjalan dengan baik yang pada akhirnya tujuan yang telah di tetapkan
akan berjalan dengan baik pula.[8]
2. Ciri-ciri Demokratisasi
Adapun ciri-ciri dari demokratisasi menurut Emil Salim sebagai berikut :
a. Kedaulatan
Rakyat yang berdaulat (sovereign) dan berhak
suara. Hak bersuara ada yang bersifat langsung, tetapi banyak pula melalui
badan-badan perwakilan yang anggotanya dipilih rakyat (representative
democracy) atau seperti yang tercantum di dalam UUD 1945. “Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan”.
b. Musyawarah untuk mufakat, bisa
dengan suara bulat (consensus) dan suara terbanyak (Mayority vote).
Bahwa kesempatan mengungkapkan pikiran rakyat dan memperjuangkan aspirasinya. Untuk
itu rakyat dalam mengungkapkan aspirasi dan pikirannya, dibutuhkan suasana
keterbukaan. Keterbukaan untuk menerima informasi yang seluas mungkin bagi
pengembangan aspirasinya, keterbukaan dalam mengungkapkan pikiran dan
keterbukaan dalam kesempatan mewujudkan prakarsa dan aspirasi masyarakat.[9]
c. Bertanggung jawab atas pikiran dan perbuatan diri (accountability).
Seseorang harus bertanggung jawab atas ungkapan dan
perbuatannya. Rasa tanggung jawab ini tumbuh tidak hanya terhadap diri sendiri,
tetapi juga terhadap anggota dan Tuhan,
sehingga kebebasan mengungkapkan dan bertindak dilaksanakan dalam ruang lingkup rasa
tanggung jawab yang luas ini.[10]
Kepemimpinan demokratis sering dianggap sebagai
kebalikan dari tipe kepemimpinan otokratis, kalau kepemimpinan otokratis
pelakunya lebih diktatoris, maka dalam kepemimpinan demokratis pelaku
perlakuannya bersifat kerakyatan atau persaudaraan dan mengharapkan kerja sama
dengan anggota sebagai manusia yang memiliki kelebihan dan kekurangan. Artinya
hubungan antara pimpinan dengan anggota bukan sebagai atasan dengan bawahan
atau sebagai majikan dengan buruhnya akan tetapi sebagai saudara terhadap teman
sekerjanya. Dalam pelaksanaan tugas, pimpinan yang demokratis mau menerima
saran dan kritik dari anggota demi suksesnya
pekerjaan bersama.[11]
3. Bentuk-Bentuk Demokratisasi
Bentuk kepemimpinan demokratis pemimpin memandang
orang sebagai subyek yang memiliki sifat-sifat manusiawi sebagaimana dirinya.
Setiap orang dihargai dan dihormati sebagai manusia yang mempunyai kemampuan,
kemauan, kehendak, pikiran, minat dan perhatian.[12]
Dalam kepemimpinan demokratis sebagai policy dan
keputusan-keputusan penting yang disesuaikan dengan situasi kelompok, di mana
pemimpin bersama-sama dengan anggota
untuk mengambil bagian secara aktif dalam menentukan pelaksanaan program.[13]
Kepemimpinan demokratis memberikan bimbingan yang
efisien kepada para pengikutnya, terdapat koordinasi pekerjaan dari semua anak buah
dengan penekanan rasa tanggung jawab internal (pada diri sendiri)
dan kerja sama yang baik.[14]
Dengan demikian pemimpin berfungsi menuntut dan
mengkoordinasikan dalam proses pengambilan dan pelaksanaan program.
Kepemimpinan demokratis yang bersedia menerima saran, kritik dan ide-ide dari
anggotanya. Kepemimpinan demokratis menitik beratkan pada aktifitas kerja
kelompok. Tetapi pemimpin ikut terlibat juga dalam penentuan dan pembuatan
keputusan, disiplin kerja yang (ditanamkan secara sukarela oleh kelompok dalam
suasana demokratis).[15]
Hal ini sesuai dengan
firman Allah SWT, surat Ali Imron :
159 :
...ولو كنت فظا غليظ القلب لانفضوا من حولك فاعف عنهم
وأستغفرلهم وشاورهم فى الامر (ال عمران :
159)
Artinya :”…Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar tentulah
mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu, karena itu maafkanlah mereka,
mohonkanlah ampun bagi mereka dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu….”(QS. Ali Imron : 159 )[16]
...وامرهم شورى بينهم ... (الشورى : 38)
Artinya :”…Dan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara
mereka ...” (QS. Asy-Syuura : 38)[17]
Tipe kepemimpinan demokratisasilah yang terbaik dalam interaksi
kepemimpinan dan dalam mencapai tujuan bersama.
B.
Kepala Madrasah Sebagai Pemimpin
Pendidikan
Kepala Madrasah sebagai pemimpin di lingkungan
madrasahnya tidak hanya melaksanakan tugas-tugas administratif tetapi juga
menyangkut tugas-tugas bagaimana harus mengatur seluruh program Madrasah.
Adapun fungsi kepala Madrasah sebagai pemimpin pendidikan adalah menciptakan
situasi belajar mengajar sehingga
guru-guru dapat mengajar dan murid-muridnya dapat belajar dengan baik.[18]
1.
Syarat-syarat Kepala Madrasah
Untuk memangku jabatan kepala Madrasah yang dapat
melaksanakan tugas-tugas pimpinan di Madrasahnya dan memaikan peranan-peranan
kepemimpinan yang sukses, maka kepadanya dituntut pemenuhan syarat-syarat jasmaniah, rohaniah
yang baik serta pengalaman yang harus dimilikinya berkaitan dengan jabatan yang
diembannya. Misalnya :”Psikologi pendidikan, metodologi pengajaran,
praktek mengajar, bimbingan penyuluhan
ditambah dengan prinsip-prinsip
pendidikan menengah filsafat pendidikan
dan sosiologi pendidikan.[19]
Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh Kepala
Madrasah menurut Ngalim Purwanto adalah sebagai berikut :
a.
“Memiliki ijazah yang sesuai
dengan ketentuan/peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah
b.
Mempunyai pengalaman kerja yang
cukup, terutama di Madrasah yang sejenis dengan Madrasah yang dipimpinannya.
c.
Memiliki kepribadian yang baik,
terutama sikap dan sifat-sifat kepribadian yang diperlukan bagi kepentingan pendidikan
d.
Mempunyai keahlian dan pengetahuan
luas, terutama mengenai bidang pengetahuan dan pekerjaan yang diperlukan oleh
Madrasah yang dipimpinnya.
e.
Mempunyai ide dan inisiatif
yang baik untuk kemajuan dan pengembangan Madrasahnya.[20]
Dari uraian di atas, dapatlah disimpulkan bahwa untuk
menjadi seorang kepala madrasah sangatlah berat dan harus banyak hal yang harus
dipenuhinya, tetapi penekanannya juga intensitas persyaratan yang perlu
dipenuhi oleh kepala Madrasah sebagai pemimpin pendidikan tentu saja tidak
sama. Sebab ini tergantung kepada letak posisinya, di dalam keseluruhan
struktur organisasi pemimpin pendidikan, yang di dalamnya implisit scope tugas-tugas wewenang, tanggung jawab dan jenis peranan masing-masing pemimpin
pendidikan.
Di samping itu penekanan tersebut tergantung pula
pada kuantitas maupun kualitas orang-orang (petugas karyawan pendidikan) yang
dipimpinnya, tingkat kemajuan serta masyarakat yang menjadi lingkungan kerja
yang dipimpinnya.
1.
Tugas-tugas Kepala Madrasah
Dalam menjalankan
tugas dan tanggung jawab
sebagai pemimpin pendidikan, Kepala Madrasah mempunyai dua tugas di
dalam supervisi.[21]
a.
Tugas Kepala Madrasah dalam bidang administrasi
Tugas ini berhubungan dengan kegiatan-kegiatan
menyediakan, mengatur, memelihara dan
melengkapi fasilitas material dan tenaga-tenaga profesionil. Tugas
kepala Madrasah dalam bidang ini antara lain adalah dapat digolongkan menjadi 6
bidang :
1.
Pengelolaan pengajaran
2.
Pengelolaan kepegawaian
3.
Pengelolaan kemuridan
4.
Pengelolaan gedung dan halaman
5.
Pengelolaan keuangan
6.
Pengelolaan hubungan Madrasah dan masyarakat[22]
Sedangkan menurut Suryo Subroto, tugas dan tanggung
jawab Kepala Sekolah sebagai administrator adalah sebagai berikut :
1.
Menguasai garis-garis besar program pengajaran
2.
Bersama-sama guru menyusun program Madrasah untuk satu tahun
3.
Menyusun jadwal pelajaran
4.
Mengkoordinir kegiatan penyusunan model satuan pelajaran
5.
Mengatur pelaksanaan evaluasi belajar dengan memperhatikan syarat dan
penilaian
6.
Mencatat dan melaporkan hasil-hasil kemajuan kepada instansi atasan
7.
Melaksanakan penerimaan murid baru
8.
Mengatur kegiatan program bimbingan dan penyuluhan (BP)
9.
Meneliti dan mencatat kejadian murid
10. Mengatur program-program
ko kurikuler
11. Merencanakan pembagian tugas
guru
12. Mengusulkan formasi
pengangkatan mutasi guru
13. Mengatur usaha-usaha
kesejahteraan personil Madrasah
14. Memelihara pencatatan buku
Madrasah
15. Merencanakan, mengembangkan dan
memelihara alat pelajaran Madrasah
16. Mengatur pemeliharaan gedung
dan halaman Madrasah
17. Memelihara perlengkapan
Madrasah
18. Mengatur dan bertanggung jawab
dalam pengelolaan keuangan
19. Memelihara dan mengembangkan
hubungan Madrasah dengan masyarakat
20. Memelihara dan mengatur
penyimpanan arsip kegiatan Madrasah [23]
Dalam menjalankan fungsinya sebagai administrator
ini, kepala Madrasah berfungsi merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan,
mengkoordinasikan, dan mengawasi seluruh kegiatan pendidikan yang
diselenggarakan di suatu Madrasah, di samping itu kepala Madrasah sebagai
pemimpin pendidikan berfungsi mewujudkan hubungan manusiawi (hukum
relationship) yang harmonis dalam rangka membina dan mengembangkan kerja sama
antar personal, agar seluruhnya bergerak ke arah pencapaian tujuan melalui
kesediaan melaksanakan tugas masing-masing secara efektif dan efisien.
Dihubungkan dengan fungsi kepala sebagai
administrator berarti harus memiliki kemampuan dan ketrampilan dalam
merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, mengkoordinasikan dan mengawasi
(mengontrol) bidang-bidang yang menjadi
tugas pokoknya tersebut di atas.
Dalam menyelenggarakan tugas pokok itulah kepala madrasah harus
mampu melakukan pembagian dan pembidangan kerja dengan membentuk unit-unit
kerja, sesuai dengan besar kecilnya.[24] Tugas-tugas tersebut akan berlangsung efektif
bilamana ditungjang dengan kemampuan melakukan pengorganisasian madrasah secara
baik. Untuk itu kepala madrasah harus memahami prinsip-prinsip organisasi agar
dapat diterapkan di madrasahnya.
“Organisasi baik bagi pencapaiana tujuan
apabila ternyata memungkinkan terwujudnya kerja sama yang efektif dalam
melaksanakan volume dan beban kerja
organisasi tersebut. Sebaiknya organisasi dikatakan buruk bila mana dalam
kenyataannya tidak memungkinkan terwujudnya kerja sama dalam rangka mewujudkan kerja sehari-hari.[25]
Untuk meningkatkan daya guna organisasi bagi pencapaian tujuan
pendidikan dan pengajaran tersebut, maka kepala madrasah perlu mengusahakan
penggunaan berbagai asas organisasi, dalam penyelenggaraan administrasi Madrasah
antara lain :
1.
Perencanaan secara jelas, sederhana, fleksiber dan seimbang
2.
Organisasi tegas dan memiliki asas-asas :
1)
Adanya kesatuan komando
2)
Adanya pengawasan yang terus menerus
3)
Adanya pembagian tugas yang logis dengan memperhatikan usia,
masa kerja, pangkat dan kemampuan
4)
Adanya pembagian tanggung jawab
yang seimbang
3.
Staffing secara tepat “The Right man on the right place”
4.
Pengarahan secara terus menerus oleh setiap unsur pimpinan kepada
bawahan
5.
Koordinasi yang menimbulkan
suasana kerja secara harmonis
dalam kerja sama.
6.
Pengawasan secara cermat sehingga terhindar dari
penyimpangan-penyimpangan kegiatan
7.
Pelaporan yang dapat dimanfaatkan untuk memelihara dan mengembangkan
hal-hal yang baik dan mungkin dari
terhalangnya kegagalan
8.
Pembiayaan yang hemat dan dapat dipertanggungjawabkan
9.
Pelaksanaan berlangsung secara tertib, lengkap, tepat dan cepat
sehingga siap dipakai
10. Peka terhadap pembaharuan agar
dapat menjalani proses pembaharuan pendidikan.[26]
Dari uraian tersebut di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa pada hakekatnya asas-asas organisasi yang dimaksudkan adalah
sebagai berikut yang meliputi kejelasan tujuan, pembagian kerja, kesatuan
perintah, koordinasi, rentangan kontrol.
1.
Kejelasan tujuan
Dalam suatu kegiatan apapun sifatnya, sudah tentu
mempunyai tujuan, dan hendaknya tujuan itu dirumuskan secara jelas dan terbatas
dalam arti dapat dipahami dan mungkin dapat dicapai dalam batas waktu yang
tersedia. Sebab tanpa adanya perencanaan, pelaksanaan suatu kegiatan akan
mengalami kesulitan dan bahkan kegagalan dalam mencapai tujuan yang diinginkan.
Perencanaan merupakan suatu cara untuk menghampiri masalah-masalah. Dalam
penghampiran masalah itu si perencana berbuat merumuskan apa saja yang
harus dikerjakan dan bagaimana
mengerjakannya.[27]
Dengan demikian perencanaan merupakan kegiatan yang
harus dilakukan pada permulaan dan selama kegiatan itu berlangsung.
Hal itu akan menghindari adanya duplikasi-duplikasi
yang dapat menghambat jalannya penyelesaian. Jadi perencanaan merupakan
aktifitas memikirkan dan memilih rangkaian
tindakan yang tertuju pada tercapainya maksud-maksud dan tujuan
pendidikan.
2.
Pembagian Kerja
Pembagian dan pembidangan kerja yang dilakukan melalui
departementalisasi yang menghasilkan unit-unit kerja, sangat penting dalam
mewujudkan kerja untuk mencapai tujuan organisasi. Setiap pemimpin tidak
mungkin bekerja sendiri dalam melaksanakan
tugasnya tanpa adanya penyerahan sebagian wewenang kepada semua
personal yang bergabung dalam organisasi kerjanya. Kemudian setelah itu mampu
mengarahkan, membimbing, mengkoordinasikan dan mengawasi pelaksanaannya agar tetap berada pada garis kebijaksanaan yang telah ditetapkan.[28]
3.
Kesatuan Perintah
Asas organisasi
perintah berarti bahwa setiap petugas hanya dapat diperintah dan
bertanggung jawab pada seorang atasan tertentu saja, yang menjadi atasannya. Pekerjaan tidak akan berlangsung
efektif bilamana anak buahnya harus melayani dua orang atau lebih dari
atasannya. Oleh karena itu kesatuan perintah sangat diperlukan agar tidak terjadi kesimpangsiuran dalam
melaksanakannya.[29]
4.
Koordinasi
Konsekuensi dari pada
pelimpahan wewenang dan tugas, maka perlu dilaksanakan asas koordinasi.
Asas ini terutama bermaksud tiap unit
kerja dalam suatu organisasi tidak bekerja sendiri-sendiri tanpa kesatuan arah sehingga menghambat
usaha pencapaian tujuannya. Koordinasi adalah :”Upaya untuk mencapai hasil yang
baik melalui keseimbangan (balancing), menyesuaikan waktu (timing)
dan mengintegrasikan pekerjaan yang direncanakan.”[30]
Dengan demikian dapat sebagai stabilisator antar
berbagai tugas, tanggung jawab, untuk
menjamin tercapainya tujuan yang telah ditetapkan bersama.
5.
Kontrol atau Pengawasan
Setiap pelaksanaan program apapun, memerlukan adanya
pengawasan yakni “Suatu proses pemanfaatan dari pada pelaksanaan seluruh
kegiatan organisasi untuk menjamin agar supaya semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan
sesuai dengan rencana yang telah
ditentukan.[31]
Jelaslah kiranya bahwa pengawasan sangat menentukan
peranannya dalam usaha mencapai tujuan. Oleh karena itu dalam organisasi apapun
perlu diamati bukan dengan maksud untuk mencari kesalahan kemudian menghukumnya
akan tetapi untuk mendidik dan membimbingnya
b.
Tugas Kepala Madrasah Sebagai Supervisor
Sebagai supervisor kepala Madrasah bertugas
memberikan bimbingan, bantuan,
pengawasan dan penilaian pada masalah-masalah yang berhubungan dengan
teknis penyelenggaraan dan pengembangan
pendidikan yang berupa perbaikan program dan kegiatan pendidikan dan
pengajaran untuk dapat menciptakan situasi belajar mengajar yang lebih baik.[32]
Tugas ini antara lain berupa :
1.
Membimbing guru-guru agar dapat
memahami secara jelas tujuan-tujuan pendidikan dan pengajaran yang hendak
dicapai dan hubungan dengan aktifitas
pengajaran dengan tujuan-tujuan tersebut.
2.
Membantu guru-guru agar mereka
dapat memperoleh kecakapan mengajar yang
lebih baik dengan menggunakan berbagai macam variasi metode pengajaran modern
sesuai dengan sifat-sifat masing-masing mata pelajaran yang diberikan.
3. Membina moral kerja kelompok yang kuat dan mempertumbuhkan moral
kerja yang tinggi dari pada setiap anggota staf Madrasahnya.[33]
Sedangkan menurut Ngalim Purwanto dikatakan :
1.
Membangkitkan dan merangsang
semangat guru-guru dan pegawai madrasah lainnya dalam menjalankan tugasnya
masing-masing dengan sebaik-baiknya.
2.
Berusaha mengadakan dan melengkapi
alat perlengkapan termasuk macam-macam
media instruksional yang diperlukan bagi kelancaran jalannya proses belajar
mengajar yang baik.
3.
Membina kerja sama yang baik dan
harmonis antara guru, murid dan pegawai lainnya.
4.
Bersama-sama guru mengembangkan,
mencari dan menggunakan metode-metode baru dalam proses belajar mengajar yang
baik.
5.
Berusaha mempertinggi mutu dan
pengetahuan guru-guru dan pegawai Madrasah antara lain dengan mengadakan work shop, seminar,
inservice training atau up grading.[34]
Dari tujuan-tujuan yang telah dikemukakan oleh para
ahli di atas, maka terlihat betapa berat dan banyak hal-hal yang harus
dikerjakan oleh supervisor sebagai
tanggung jawabnya. Tetapi jika
ditelaah secara cermat, ternyata pada hakekatnya tujuan dari pada supervisi
pendidikan adalah untuk meningkatkan proses belajar mengajar dan hasil belajar
murid.
Tugas dan tanggung jawab itu tidak lepas dari peranan
dan fungsi yang dimilikinya. Yakni sebagai administrator dan supervisor
pendidikan, maka sebagai pemimpin pendidikan di lingkungan madrasahnya, kepala
madrasah dituntut berbagai persyaratan
kepribadian, pengetahuan, kecakapan-kecakapan
atau ketrampilan-ketrampilan tertentu yang berhubungan dengan bidang-bidang
dan tugas jabatannya.[35]
3. Ketrampilan-ketrampilan
yang harus dimiliki kepala madrasah
Menurut Sakarto, dkk, menyebutkan bahwa syarat yang harus dimiliki oleh kepala
madrasah berkaitan dengan keterampilan-ketrampilannya adalah :[36]
Keterampilan
dalam bidang kepemimpinan atau hubungan
formal pemimpin dan anak buah
1.
Menyusun rencana dan politik (policy)
bersama
2.
Mengikutsertakan anggota-anggota
kelompok (guru-guru dan pegawai) dalam berbagai kegiatan.
3.
Memberikan bantuan kepada anggota
kelompok dalam menghadapi dan memecahkan masalah
4.
Membangkitkan dan memupuk semangat
kelompok atau memupuk moral yang tinggi
kepada kelompok.
5.
Mengikutsertakan semua anggota
dalam menetapkan putusan-putusan.
6.
Membagi-bagi dan mendelegasikan
wewenang dan tanggung jawab kepada anggota kelompok, sesuai tanggung jawab
kepada anggota dengan fungsinya dan
kecakapan masing-masing.
7.
Mempertinggi daya kreatif pada
anggota kelompok
8.
Menghilangkan rasa malu dan rasa rendah diri pada anggota kelompok
sehingga mereka berani mengemukakan pendapat demi kepentingan bersama.
Ketrampilan
dalam bidang hubungan sosial atau kemanusiaan
1.
Memanfaatkan kekeliruan atau kesalahan-kesalahan yang dialaminya untuk
dijadikan pelajaran demi perbaikan selanjutnya, bagi diri sendiri maupun bagi
anggota kelompok.
2.
Membantu mengatasi kekurangan ataupun kesalahan yang mempercayai antara
sesama anggota maupun antara anggota dan pimpinan
3.
Mengarahkan anggota kelompok kepada sikap-sikap yang demokratisasi.
4.
Memupuk rasa saling menghormati diantara sesama anggota kelompok dan
sesama manusia.
5.
Menghilangkan rasa curiga antara anggota kelompok
Ketrampilan
dalam bidang proseskelompok
1.
Mengenal masing-masing pribadi
anggota kelompok, baik kelemahan maupun kemampuan masing-masing.
2.
Menimbulkan dan memelihara sikap
percaya-mempercayai antara sesama anggota maupun antara anggota dan pimpinan.
3.
Memupuk sikap dan kesediaan tolong
menolong.
4.
Memperbesar rasa tanggung jawab para anggota kelompok
5.
Bertindak bijaksana dalam
menyelesaikan pertentangan atau perselisihan pendapat di antara kelompok
anggota
6.
Menguasai teknik-teknik memimpin
rapat dan pertemuan-pertemuan lainnya.
Keterampilan dalam bidang
administrasi personalia
1.
Memilih personil yang memiliki syarat-syarat dan
kecakapan yang diperlukan untuk suatu pekerjaan
2.
Menempatkan personil pada tempat
dan tugas yang sesuai dengan kecakapan dan kemampuan masing-masing
3.
Mengusahakan susunan kerja yang
menyenangkan dan meningkatkan daya kerja serta hasil yang maksimal.
Ketrampilan dalam bidang penilaian
1.
Menguasai dan memahami
tujuan-tujuan pendidikan secara khusus dan terinci
2.
Menguasai dan memiliki norma-norma
atau ukuran-ukuran yang akan digunakan sebagai kriteria
3.
Menguasai teknik-teknik
pengumpulan data untuk memperoleh data yang lengkap, benar dan dapat
diolah menurut norma yang ada.
4.
Menafsirkan dan menyimpulkan
hasil-hasil penilaian sehingga mendapat gambaran tentang
kemungkinan-kemungkinan untuk mengadakan perbaikan.[37]
Seperti dikutip oleh Soekarto Indraachruddin,
meninjau persyaratan dan kecakapan yang harus dimiliki kepala Madrasah adalah :
1.
Kecakapan di dalam mengatur atau
mengadministrir tenaga-tenaga personil Madrasah, baik guru-guru maupun tenaga
personil Madrasah lainnya, seperti konselor, staf tata usaha, staf penjaga atau
pembantu pemeliharaan Madrasah, kecakapan mengadministrir murid-murid.
2.
Kecakapan di dalam mengatur dan
mengadministrir alat kelengkapan Madrasah di dalam menggunakan dan memelihara
school plant (taman Madrasah) secara efisien dan efektif.
3.
Kecakapan di dalam mengadministrir
keuangan dan pembiayaan Madrasah berdasarkan prinsip praktik administrasi
keuangan modern.
4.
Kemampuan untuk bekerja sama dan
menjalin kerja sama antar Madrasah dengan masyarakat
5.
Kemampuan untuk memimpin dan mempelopori perbaikan dan
pelaksanaan kurikulum Madrasah atau perbaikan pengajaran bersama staf yang
dipimpinnya.[38]
Dari beberapa uraian tersebut di atas, hanya bisa dimiliki
kalau kepala madrasah tersebut memiliki bakat dalam bidang kepemimpinan, yang
disertai pengetahuan yang cukup dan pengalaman praktik kerja.
Peranan yang sangat berat ini hanya akan berhasil
apabila akan mendapatkan dukungan dari anak buah dan adanya komunikasi yang
harmonis antara pimpinan dan anak buah.
B. Profesionalisme Guru
Dalam proses belajar mengajar guru merupakan salah
satu faktor yang amat menentukan dalam mengantarkan siswa-siswinya pada tujuan yang telah ditetapkan.
Gurulah yang memikul tanggung jawab atas keberhasilan
dan kegagalan program pendidikan. Oleh karena itu mengajar merupakan pekerjaan
profesionalisme, bukan pekerjaan yang bersifat sampingan. Untuk menjalankan
pekerjaan yang bersifat profesionalisme itu, maka seorang guru haruslah seorang
yang telah mempunyai kewenangan profesionalisme yakni seorang yang secara
khusus benar-benar telah dididik dan
dipersiapkan untuk melaksanakan tugas
sebagai guru.[39]
“Mengingat pendidikan selalu berkenaan
dengan upaya pembinaan manusia, maka keberhasilan pendidikan adalah tergantung pada unsur manusianya. Unsur
manusia yang paling menentukan keberhasilannya pendidikan adalah pelaksanaan
pendidikan yaitu guru.[40]
Tanggung jawab dalam mengembangkan profesi pada
dasarnya ialah tuntutan dan panggilan untuk selalu
mencintai, menghargai, menjaga dan meningkatkan tugas dan tanggung jawab
profesinya. Guru harus sadar bahwa dalam melaksanakan tugas selalu
dituntut untuk bersungguh-sungguh.
Maka dari itu
guru dituntut agar selalu meningkatkan pengetahuan, kemampuan dalam rangka pelaksanaan tugas profesinya.[41]
1. Guru
sebagai tenaga profesionalisme
Mengupas guru sebagai tenaga profesionalisme,
tentulah tidak lepas dari arti profesionalisme itu sendiri. Secara istilah
adalah “Suatu pekerjaan yang memerlukan pendidikan lebih lanjut dalam ilmu (science) dan teknologi yang digunakan
sebagai perakat dasar untuk diimplementasikan, dalam berbagai kegiatan yang
bermanfaat.[42]
Dari pengertian tersebut memberikan
gambaran bahwa pekerjaan yang bersifat profesionalisme adalah pekerjaan
yang hanya bisa dilakukan oleh mereka yang secara khusus telah disiapkan melalui pendidikan dan
latihan untuk memanku suatu jabatan tertentu, bukan pekerjaan yang dilakukan
mereka yang karena tidak memperoleh pekerjaan lain.
Sehubungan dengan profesionalisme seseorang Dr. Nana
Sudjana memberikan keiteria sebagai berikut :[43]
a.
Bahwa pekerjaan itu dipersiapkan melalui proses pendidikan dan latihan
secara formal.
Maksudnya
bahwa untuk mencapai tenaga
profesionalisme haruslah menempuh pendidikan khusus sesuai bidangnya, hal ini
dimaksudkan untuk mengkaji dan mendalami berbagai disiplin ilmu yang harus
dimiliki sebagai perangkat dasar dalam melaksanakan tugasnya.
Sebagai
gambaran, profesi guru harus telah
menempuh pendidikan keguruan di samping juga telah melaksanakan latihan
sebagai guru yang biasanya disebut
dengan istilah Micro Teaching yakni sebagai rangkaian pengetahuan perincian keterampilan dan
pengajaran dengan spesifikasi sedemikian
rupa sehingga kriteria tertentu dapat dipenuhi.[44]
Dengan
demikian micro teaching yang dimaksud sebagai usaha yang berorientasi pada
upaya meningkatkan kemampuan seorang
guru dalam mengembangkan profesi keguruannya, khususnya keterampilan mengajar
di depan kelas.
b.
Pekerjaan tersebut mendapat pengakuan dari masyarakat
Maksudnya
bahwa pekerjaan yang dilakukan itu benar-benar memperoleh dukungan masyarakat,
mendapat pengesahan dan perlindungan hukum dari pemerintah sehingga akan memiliki jaminan hidup yang layak.
Demikian
juga profesi guru karena
telah memiliki dan mendapat pengakuan dan kepercayaan dari masyarakat,
maka Madrasah sebagai lembaga formal di mana guru bekerja mendapat pengakuan dan
kepercayaan untuk mendidik anak-anak dari masyarakat, ikhlas untuk memberikan
jaminan untuk hidup.
c.
Mempunyai organisasi profesi
Salah
satu ciri profesionalisme adalah
dimilikinya suatu organisasi profesi yang merupakan sarana mengabdikan diri kepada masyarakat.
Guru
sebagai tenaga profesi di bidang pendidikan juga mempunyai suatu wadah
organisasi profesi yang untuk di
Indonesia (PGRI) sebagai konsekuensinya harus mempunyai norma-norma yang diatur
dan ditetapkan oleh organisasi sendiri yang merupakan ketentuan hukum yang
mengikat para anggotanya dan mengatur dalam
melaksanakan tugasnya.
Hal
ini biasanya disebut dengan kode etik, yang merupakan ciri keempat dari
organisasi profesi.
d.
Mempunyai kode etik
Setiap pekerjaan yang bersifat
profesionalisme, kode etik merupakan hal yang sangat penting, karena kode etik merupakan “sumber
etika yang berhubungan dengan kesusilaan dalam mengerjakan suatu pekerjaan”.[45]
Sehubungan
dengan itu, maka guru sebagai tenaga profesionalisme juga memiliki kode
etik yang dikenal dengan “kode etik guru Indonesia”.[46]
Dari
hasil Konggres persatuan Guru Republik
Indonesia ke-13 di Jakarta pada tanggal 21 s/d 25 Nopember 1973 dengan rumusannya sebagai berikut :
1.
Guru berbakti dan membimbing
anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangunan yang berpancasilais.
2.
Guru memiliki kejujuran profesionalisme dalam menerapkan kurikulum
sesuai dengan kebutuhan anak didik masing-masing
3.
Guru mengadakan komunikasi
terutama dalam memperoleh informasi
tentang anak didik, tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk
penyalahgunaan.
4.
Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan
dengan orang tua murid dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan anak didik.
5.
Guru memelihara hubungan baik dengan masyarakat di sekitar madrasahnya
maupun masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan pendidikan.
6.
Guru secara sendiri-sendiri atau bersama-sama berusaha mengembangkan
dan meningkatkan mutu profesinya
7.
Guru menciptakan dan memelihara
hubungan antara sesama guru baik di
lingkungan kerja maupun di dalam keselarasan
8.
Guru secara bersama-sama memelihara, membina dan meningkatkan organisasi
guru profesionalisme sebagai sarana pengabdiannya.
9.
Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan
pemerintah dalam bidang pendidikan.[47]
Sehubungan
dengan kriteria di atas, selanjutnya Wolmer dan Mills mengemukakan sebagai
berikut :
a.
Memiliki spesifikasi dengan latar belakang teori yang luas, artinya guru
yang profesionalisme harus :
1)
Memiliki pengetahuan yang luas
2)
Memiliki keahlian khusus yang mendalam
b.
Merupakan karier yang dibina secara organisatoris makdusnya seorang
guru profesionalisme harus :
1)
Memiliki kode etik jabatan
2)
Memiliki otonomi jabatan
3)
Merupakan karya hidup selama hidup
c.
Diakui masyarakat sebagai
pekerjaan yang mempunyai status profesionalisme artinya :
1)
Memperoleh dukungan dari
masyarakat
2)
Memiliki persyaratan kerja yang
sehat
3)
Memiliki jaminan hidup yang sehat[48]
2. Tugas dan
Tanggung Jawab Guru
Perbedaan utama pekerjaan profesi guru dengan yang lainnya terletak
pada tugas dan tanggung jawabnya.
Kedua jabatan itu akan memiliki persyaratan sebagai
profesi jika dikaji dari kritierianya.
Namun belumlah dapat dibedakan kedua macam profesi tersebut sebelum melihat tugas dan tanggung
jawab yang dipangkunya.[49]
Guru yang merupakan profesionalisme di bidang kependidikan
mempunyai tiga tugas dan
tanggung jawab yang harus dilaksanakan yaitu :
a.
Guru sebagai pengajar
b.
Guru sebagai pembimbing
c.
Guru sebagai administrator
kelas.[50]
Sedang menurut
Piet A. Sahertion dan Ida Alacida Sahertion, tugas dan tanggung jawab guru itu
meliputi tiga hal pokok, yaitu :
a.
Tugas profesionalisme
b.
Tugas personal
c.
Tugas sosial[51]
a.
Guru sebagai pengajar
Guru bertugas dan
bertanggung jawab untuk menyampaikan dan menanamkan ilmu pengetahuan melatih
kecakapan dan keterampilan tertentu
kepada siswa, yang semua itu terjadi pada saat interaksi antar guru dan siswa
di dalam proses pengajaran. Sebagai konsekuensinya, maka guru
harus dapat mengorganisasikan dan
mengatur lingkungan kelas dengan sebaik-baiknya, sehingga akan terjadi proses
pengajaran yang benar-benar berkualitas.
Sehingga efektif dan tidaknya proses pengajaran itu
dalam mencapai tujuan pengajaran yang
telah ditentukan, sebab kualitas
pengajaran yang paling dominan dapat mempengaruhi hasil belajar siswa di
madrasah, di samping itu adanya
faktor dari siswa itu sendiri.[52]
Sedangkan yang paling banyak mempengaruhi
adalah kualitas pengajaran yaitu
kompetensi profesionalisme guru,baik di bidang
intelektual maupun keterampilan dalam mengajarnya.
b.
Guru sebagai pembimbing
Tugas dan tanggung jawab
guru yang tidak boleh diabaikan adalah harus dapat bertindak sebagai pembimbing, sebagai orang
penunjuk jalan yakni dapat
menuntun anak didik sesuai dengan kaidah-kaidah yang ada dan juga dapat mengarahkan perkembangan siswa
secara utuh, baik secara kognitif, afektif dan
psikomotorik, sehingga akan tumbuh dan berkembang sebagai manusia berpribadi sesuai yang diamanatkan
dalam GBHN yakni manusia yang
takwa, cerdas, terampil dan mempunyai budi pekerti yang baik.
Berkaitan dengan tugas guru sebagai pembimbing Earl V.
Pullias, mengemukakan pendapatnya :
“Bahwa seorang pembimbing dalam melaksanakan tugasnya harus dapat melaksanakan empat hal
yaitu : merencanakan (membuat planing) mengenai tujuan dari program pengajaran,
memberikan keyakinan pada pelajarnya agar mau melaksanakan apa yang diprogramkan, membikin program itu
mempunyai arti penting dan
mengadakan evaluasi (penilaian) terhadap program itu.[53]
c.
Guru sebagai administrator kelas
Tugas guru sebagai administrator kelas maksudnya
adalah guru yang bertugas dan
bertanggung jawab untuk mengatur dan mengelola kelas dengan sebaik-baiknya dari
komponen-komponen yang berkaitan dengan kegiatan belajar mengajar, sejak dari
mengatur situasi dan kondisi, yang
merupakan tujuan pelajaran, pengaturan
metode belajar siswa, dan mempersiapkan media belajar mengajar.
Semuanya itu harus diatur dan diorganisir
sedemikian rupa sehingga akan tercipta
dan efektifitas guru dalam mengajar dan murid dalam belajar.
Dalam beberapa pendapat para ahli di atas, disadari
atau tidak, tanggung jawab dan tugas guru sangat berat sekali. Jelasnya
seorang guru harus mampu menjadi guru bagi dirinya sendiri sebelum menjadi guru
bagi orang lain.
Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa
guru tanggung jawabnya terlalu berat,
oleh karena itu tidak semua orang mampu menjadi
guru, sebab guru dituntut
persyaratan serta memiliki kompetensi
dasar dalam bidang yang digelutinya.
3. Kompetensi-Kompetensi
Guru
Kompetensi merupakan suatu kemampuan dan kecakapan
yang harus dimiliki seorang guru sesuai dengan bidangnya. Ada beberapa
pendapat tentang perumusan kompetensi
dasar guru ini, yang antara lain dikemukakan oleh Piet A. Sahertain dan Ida
Alaeida yang membagi kompetensi dasar guru meliputi :
a.
Kemampuan menguasai bahan pelajaran yang disajikan
b.
Kemampuan mengelola program belajar mengajar
c.
Kemampuan mengelola kelas
d.
Kemampuan menggunakan media atau sumber belajar
e.
Kemampuan menguasai landasan-landasan pendidikan
f.
Kemampuan mengelola interaksi belajar mengajar
g.
Kemampuan menilai prestasi siswa untuk kependidikan pengajaran
h.
Kemampuan mengenal fungsi dan
program pelayanan dan bimbingan dan penyuluhan
i.
Kemampuan mengenal dan menyelenggarakan administrasi madrasah
j.
Kemampuan memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil-hasil
penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran.[54]
Menurut Moh. Uzer Usman Kompetensi dasar guru
meliputi sebagai berikut :
a.
Mengembangkan kepribadian
b.
Menguasai landasan kependidikan
c.
Menguasai bahan pengajaran
d.
Melaksanakan program pengajaran
e.
Menyusun program pengajaran
f.
Menilai hasil proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan
g.
Menyelenggarakan program
bimbingan
h.
Menyelenggarakan administrasi madrasah
i.
Berinteraksi dengan sejawat dan masyarakat
j.
Menyelenggarakan penelitian sederhana untuk keperluan pengajaran.[55]
Dari beberapa
pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada hakekatnya kompetensi
dasar guru meliputi tiga hal yaitu : kompetensi kepribadian, penguasaan bahan
dan kemasyarakatan.
a.
Kompetensi kepribadian
Salah satu faktor penting yang ikut menentukan
keberhasilan guru dalam mengajar berkaitan dengan guru sebagai pembimbing, pembina dan pengarah
bagi anak didik dalam kepribadiannya. Seorang guru harus mempunyai kepribadian
yang baik. Sehingga guru sebagai petugas
yang terlibat langsung dalam tugas-tugas pendidikan, di dalamnya terdapat satu
arahan untuk mewujudkan kepribadian yang baik bagi anak didiknya. Sehingga
tidak akan mengalami kesulitan dalam usaha pembentukan kepribadian tersebut.[56]
Sebenarnya dalam proses pembentukan kepribadian itu
ada tiga tahap yang semuanya merupakan tanggung
jawab guru di samping juga orang tuanya, ketiga tahap itu adalah :
“Pembiasaan, pembentukan, pengertian, sikap dan minat juga pembentukan kerohanian yang luhur.”[57]
Tahapan-tahapan pembentukan kepribadian itu dapat
diwujudkan manakala guru sebagai
penanggung jawab memiliki kebiasaan, pengertian, sikap dan minat, juga
kerohanian yang luhur, sehingga pada saat itu, kepribadian guru sangat
menentukan apakah ia menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya
ataukah akan menjadi perusak atau
penghancur bagi hari depan anak didiknya.[58]
Senada dengan ini Al-Ghazali menyarankan bahwa
sifat-sifat yang terpenting yang patut dimiliki guru adalah :”Keteladanan yang
cukup amanah dan tekun dalam bekerja,
bersikap lemah lembut dan sayang pada murid, dapat memahami dan berlapang dada dalam menghadapi ilmu, tidak
rakus dan materialis.[59] Sebab pada diri anak didik mengalami proses imitasi
dan identifikasi.
b.
Kompetensi penguasaan atas bahan
Seorang yang telah memilih guru sebagai profesinya,
pasti benar-benar profesionalisme dalam bidangnya. Dia harus memiliki kecakapan
dan kemampuan dalam pengelolaan
interaksi belajar mengajar.
Hal ini dapat dipahami, bahwa keprofesionalisme
seorang guru sangat menentukan
keberhasilan proses belajar mengajar yang tentu saja masih banyak faktor
pendukung lainnya.[60]
Guru yang bertaraf profesionalisme mutlak harus
menguasai bahan yang akan dikerjakannya,
sungguh ironis dan memalukan jika terjadi ada siswa yang lebih dahulu
tahu tentang sesuatu dibandingkan
gurunya, memang guru bukan maha tahu,
tetapi guru dituntut pengetahuan umum yang luas dalam mendalami keahliannya
atau mata pelajaran yang menjadi
tanggung jawabnya.[61]
Penguasaan atas bahan pelajaran ternyata memberikan
pengaruh terhadap hasil belajar siswa.
Dikemukakan oleh Peters, “Bahwa proses dan hasil
belajar siswa tergantung kepada penguasaan mata pelajaran guru dan keterampilan
mengajarnya.[62]
Pendapat ini juga diperkuat oleh Hilda Taba yang
menyatakan bahwa “Kefektifan pengajaran di pengaruhi oleh : Karakteristik guru dan
siswanya bahan pelajaran dan aspek lain yang berkenaan dengan situasi
pelajaran.”[63]
Senada dengan itu Prof.Dr.Moh. Athiyah Al Abrosyi
menyatakan :
يجب أن
يتمكن المدرس من مادته ويستمر فى البحث
والاطلا ع حتى
لايصير تعليمه
سطحيالايسمن ولا يغنى من جوع
Artinya : “Seorang guru harus sanggup menguasai mata pelajaran yang
diberikannya, serta memperdalam pengetahuan
tentang itu sehingga janganlah
pelajara itu bersifat dangkal, tidak melepaskan dahaga, dan tidak melepaskan
lapar.”[64]
Dari beberapa
pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa penguasaan atas bahan
pelajaran yang akan diajarkan mutlak diperlukan, agar tujuan yang dirumuskan
dapat dicapai dengan baik.
c.
Kompetensi Kemasyarakatan
“Guru dalam pengertian terakhir bukanlah sekedar
orang yang berdiri di depan kelas untuk menyampaikan materi pengetahuan tertentu, akan tetapi adalah anggota masyarakat yang harus
ikut aktif dan berjiwa bebas serta
keaktifan dalam mengarahkan perkembangan anak didiknya untuk menjadi anggota
masyarakat sebagai orang dewasa.”[65]
Pemikiran
tersebut memberikan suatu arahan bahwa
seorang guru bukan hanya sekedar bertanggung jawab saat dalam kelas. Namun
juga harus mampu mewarnai perkembangan
anak didiknya sebagai persiapan menjadi anggota masyarakat harus memiliki
kemampuan, kecakapan dan keterampilan dalam bidang kemasyarakatan.
Di lain pihak guru sebagai petugas pendidikan yang berada di tengah-tengah masyarakat sangat diharapkan
kehadirannya baik secara langsung maupun tidak langsung.
Hadir secara tidak langsung maksudnya melalui
peranannya dalam mendidik anak didiknya, dan hadir secara langsung maksudnya
datang secara pribadi sebagai anggota masyarakat.
Dari ketiga kompetensi di atas tidak dapat
dipisahkan dalam prakteknya. Hal ini
menunjukkan bahwa seorang guru bila hanya punya satu kompetensi maka ia tidak akan berhasil dalam menjalankan tugasnya, karena ketiga-tiganya saling
berkaitan.
[1] Nur Cholish Madjid, dkk, Demokratisasi
Politik,Budaya dan Ekonomi, (Pengalaman Indonesia Masa Orde Baru), Yayasan Wakaf Paramadina, Jakarta, 1994,
hal.130
[2] Ibid, hal. 135
[3] Hasan Mansyur dan Andi Rusbandi, Konsep Dasar IPS,
Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama,
Jakarta, 2000, hal.61.
[4] Nurcholish Majid, dkk, Op.Cit., hal.203.
[5] Ibid, hal. 204.
[6] M. Chabib Toha, Dan Abdul Mu’ti, Med, Eksistensi
dan Proses Belajar Mengajar dan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah
IAIN Wali Songo Semarang, 1998, hal. 15.
[7] Ibid, hal. 20.
[8] Ibid, hal. 24.
[9] Emil Salim, dkk, Demokrasi Politik Budaya dan
Ekonomi (Pengalaman Indonesia Masa Orde Baru), Yayasan Wakaf Paramadina, Jakarta, 1994,
hal.156.
[10] Ibid, hal. 156
[11] Ibid, hal. 156
[12] Kartini
Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, Rajawali, Jakarta, 1983, hal.53
[13] Ibid,hal. 54
[14] Ibid., hal.55
[15] Ibid., hal. 56
[16] Al-Qur'an, Surat Ali Imron ayat 159, Yayasan Penyelenggaraan Penerjemah /
Penafsiran al-Qur'an , Al-Qur'an dan Terjemahnya, Depag RI, Jakarta,
1971, hal.103.
[17] Al-Qur'an Surat Asy-Syuura ayat 38, Yayasan Penyelenggara Penerjemah /
Penafsir Al-Qur'an , Al-Qur'an dan Terjemahnya, Depag RI, Jakarta, 1971,
hal.789.
[18] Hendyat Soetopo, Wasty Soemanto, Pengantar
Operasional Administrasi Pendidikan, Usaha Nasional, Surabaya, 1982, hal.19
[19] Ibid., hal.23.
[20] Ngalim Purwanto,dkk, Administrasi Pendidikan, Mutiara
Sumber Wijaya, Jakarta, 1986, hal.77.
[21] Soekarta, Dirwat dan Busra Lamberi, Pengantar
Kepemimpinan Pendidikan, Alda, Jakarta, 1984, hal.52.
[22] Ibid., hal.53.
[23] B. Suryo Subroto, Dimensi-Dimensi Administrasi,
Pendidikan Di Sekolah, Bina Aksara, Yogyakarta, 1984, hal.134.
[24] Hadari Nawawi, Organisasi Sekolah dan Pengeluaran
Kelas, Haji Masa Agung, Jakarta, 1981, hal.92.
[25] Ibid., hal.93.
[26] Suryo Subroto, Op.Cit., hal.136.
[27] Ibid, hal. 137
[28] Ibid, hal. 137
[29] Ibid., hal. 138
[30] Mochtar Effendi, Manajemen Suatu Pendekatan
Berdasarkan Ajaran Islam,Bhrata Karya Aksara, Jakarta, 1986, hal.104.
[31] Sondang P. Siagin, Op.Cit., hal.135.
[32] Ngalim Purwanto, dkk, Op. Cit., hal. 52
[33] Soekarta, Dirawat dan Busra Lamberi, Op.Cit., hal.98
[34] M. Ngalim Purwanto, OP. Cit., hal.54.
[35] Ibid., hal. 52
[37] M. Ngalim Purwanto, Op.Cit., hal.86-87.
[38] Soekarto Indraachruddin, dkk, Op.Cit., hal.60.
[39] Nana Sudjana, CBSA Dalam Proses Belajar Mengajar, Sinar
Baru, Bandung, 1989, hal.1
[40].Ibid., hal. 2
[41] Ibid.,hal. 2
[42] Sardiman , Interaksi dan Motivasi Belajar
Mengajar, Rajawali, Jakarta, 1986, hal.131.
[43] Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar,
Sinar Baru, Bandung, 1988, hal.40.
[44] DN. Anjai, Asas-asas
Praktik Mengajar, Bhratara, Jakarta, 1988, hal.27.
[45] Sardiman , Op. Cit., hal.149.
[46] Hendiyat Soetopo
dan Wasty Soemanto, Op. Cit., hal.301.
[47] Ibid., hal.302.
[48] Sardiman , Op.Cit., hal.132.
[49] Ibid., hal. 133
[50] Nana Sudjana, Op. Cit., hal.15.
[51] Piet Sahertian dan Ida Alerida Sahertian, Supervisi
Pendidikan dalam Rangka Program In Service Education, Rineka Cipta,
Jakarta, 1990, hal.10.
[52] Nana Sudjana, Op. Cit., hal.40
[53] Earl V. Pullias, Guru Makhluk Serba Bisa, Alih
Bahasa, Ibrahim Anang, AL-Ma’arif, Bandung, 1984, hal.32.
[54] Piet. A Sahertian dan
Ida Aleida Sahertian, Op.Cit., hal.5
[55] Moh. Usman, Menjadi Guru Profesional, Remaja
Rosda Karya, Bandung, 1962, hal.10
[56] Ibid., hal. 11
[57] Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan
Islam, Al-Ma’arif, Bandung, 1962, hal.76
[58] Zakiat Darajat, Kepribadian Guru, Bulan
Bintang, Jakarta, 1986, hal.16.
[59] Fatiyah Hasan Sulaiman, Alam Pikiran Al-Ghozali
Mengenai Pendidikan, Alih Bahasa; Herry Noor Diponegoro, Bandung, 1986,
hal.63.
[60] Nana Sudjana, Op. Cit., hal.21
[61] Ibid, hal. 22
[62] Ibid.
[63] Ibid., hal.23
[64] Moh. Athiyah Al Abrosyi, At Tarbiyah Al Islamiyah
Wa Falasifatuha, Mathba’ah Isalbab Al Khalabi, Mesir, 1975, hal.138.
[65] Hadari Nawawi, Organisasi Sekolah dan Pengelolaan
Kelas, Haji Masagung, Jakarta, 1989, hal.123.
0 Response to "DEMOKRATISASI KEPALA MADRASAH DAN PROFESIONALISME GURU"
Post a Comment