HIKMAH DI
BALIK "KURANGAJARNYA" A HOK
Sejak kasus Ahok mengemuka, entah
berapa banyak energi, biaya, pikiran, tenaga hingga kuota internet dari bangsa
ini yang terbuang sia-sia hanya untuk eker-ekeran yang ujung-ujungnya demi
kekuasaan beberapa gelintir orang saja. Apa tidak capek? Yang waras, pasti
berharap Pilkada cepat selesai. Yang menang, ya berkuasalah dengan penuh
amanat. Yang kalah, ya bersikaplah legowo.
Nah, khusus kasus Ahok ini memang
fantastik. Asalnya sih sederhana, tapi karena -meminjam istilah Gus Mus-
digoreng sedemikian rupa, akhirnya menggurita, lalu muncul aneka macam aksi
dengan seperti 411, 212, 123, dst. Tak hanya itu, aksi saling lapor juga masih
terus terjadi, termasuk pengerahan massa. Dari tuduhan penistaan, kerusuhan,
makar, aksi pengantin bom, isu PKI, phone sex, dan entah apalagi. Di dunia
maya, lebih kejam lagi. Berita hoax sudah jadi santapan sehari-hari. Hampir
semua orang dari yang berilmu hingga yang unyu-unyu, hobinya sama, steak hoax.
Pada akhirnya, kebohongan, fitnah, hinaan, pelecehan, dan kekejian lainnya
menjadi lalapan sehari-hari. "Mari cerdaskan kehidupan bangsa dengan
hoax", begitu kalimat sindiran yang mengemuka. Yang terbaru, tentu saja
"oleh-oleh" dari sidang ke-8 kasus Ahok. Jelas, Ahok dan Tim Kuasa
Hukumnya "mencederai" warga NU atas sikap yang kurang sopan terhadap
KH Ma'ruf Amin sebagai Kiai Sepuh NU yang dihormati. Banser NU juga bereaksi
keras atas rencana pelaporan KH Ma'ruf Amin oleh Tim Ahok. Meskipun, saya
yakin, Ahok tidak akan berani. Ternyata benar. Tidak kurang dari 24 jam, Ahok
menyatakan minta maaf. Dia mengaku tidak bermaksud sedikitpun melecehkan Kiai
Ma'ruf Amin, apalagi berhadapan dengan warga NU, terutama Banser Ansor.
Kabarnya, Ahok juga akan sowan langsung ke Kiai Ma'ruf Amin untuk meminta maaf
atas keteledorannya itu. Jadi, tanpa aksi jilid I, II, III, sudah keok,
hehehe....
Saya pun yakin, warga NU dan Banser
akan menerima maaf dan terjadi islah. Sebab, begitulah NU itu, seperti
samudera. Luas, tidak suka anarkis, dan selalu mengedepankan kepentingan bangsa
yang lebih besar. Dengan sikap dan posisi ini, wajar jika NU tetap berwibawa
dan disegani. Yang aneh itu, justru orang-orang di luar NU yang selama ini
tidak suka NU, atau ngaku NU, padahal NU-nya masih perlu garisan supaya lurus.
Keanehan mereka itu seperti kesurupan, teriak-teriak agar warga NU bangkit
memebela ulama, padahal sebenarnya mereka sedang jadi "kompor" supaya
warga NU marah. Sory ya, Bro... Sebagai santri, jelas warga NU tidak rela jika
kiai NU dilecehkan. Tapi, warga NU telah belajar ilmu segoro dari Gus Dur, Gus
Mus, Habib Lutfi, Kiai Said, Gus Nuril dan kiai-kiai NU lain yang telah
mengajarkan bagaimana bersikap dewasa, berjuang dan berkorban untuk bangsa demi
menjaga kebhinekaan dan toleransi. Warga NU dan Banser punya cara sendiri, ala
santri di pesantren. Jika ada orang bersalah dan meminta maaf, ya dimaafkan.
Dengan memaafkan, tidak akan berkurang kredibilitas dan marwah NU.
Justru, sikap patriot ini yang menjadikan NU
selalu disegani. Kebesarannya adalah samudera, keberaniannya adalah matahari,
dan kesabarannya adalah bumi. Beda dengan umat di bumi datar yang saat ini
mulai terpecah-pecah. Mereka tampak bersatu, tapi hatinya "syatta"
alias punya kepentingan sendiri-sendiri. Kini, mereka teriak #saveulama, #savekiaima'ruf,
dan tagar-tagar lainnya. Tujuannya satu, menjadi kompor supaya warga NU marah
dan negara kacau, lalu mereka mengambil sarinya. Sementara getahnya diberikan
ke NU. Jika benar mereka ini peduli terhadap kiai-kiai NU, ya mestinya dari
dulu dong mereka tidak sepakat dengan fitnah dan pelecehan yang menyerang Gus
Dur, Kiai Said, Gus Mus, Gus Nuril, KH Quraisy Syihab, Habib Luthfi, dlsb.
Mereka ini cuma teriak #saveulama jika memang menguntungkan kepentingan mereka.
Padahal tujuannya, supaya sikap warga NU terpecah. Itu saja. Umat bumi datar
ini adalah umat kompor yang hobinya memang selalu bikin ramai karena dengan
ramai itulah, mereka bisa hidup dan eksis. Ayo warga NU dan Banser, tetap
rapatkan barisan dan jangan mudah terprovokasi. Kasus Ahok ini hanya masalah
kecil, tidak ada kasus dan fitnah yang lebih besar melebihi pelengseran Gus Dur
dari kursi presiden. Tapi, Gur Dur telah mengajarkan bagaimana menjadi
"Pagar Baja" NKRI yang sebenarnya. Siap berjuang dan berkorban asal
bangsa ini tidak terpecah-belah hanya karena politik kekuasaan yang sesaat.
Semoga Kiai Ma'ruf Amin, Kiai Said Aqil, Gus Mus, Habib Lutfi, Gus Nuril Arifin
dan ulama-ulama NU lainnya selalu dianugerahi umur panjang dan kesehatan
sehingga tetap menjadi pelita di tengah umat. #Salam_Nahdliyyin
0 Response to "HIKMAH DI BALIK "KURANGAJARNYA" A HOK "
Post a Comment