BEREBUT MENJADI
PEMIMPIN
Oleh : Prof. DR. Imam Suprayogo
Sehari-hari kita menyaksikan banyak orang berebut posisi menjadi
pemimpin. Dianggapnya pemimpin adalah sebagai sesuatu yang urgen untuk
diperebutkan dengan berbagai alasannya. Memang seseorang yang menjadi pemimpin
biasanya diikuti oleh orang lain dan juga akan memperoleh berbagai jenis
keutungan atau fasilitas yang membanggakan.
Posisi sebagai pemimpin jumlahnya selalu terbatas, sehingga
harus diperoleh melalui perjuangan yang kadang tidak mudah. Namun juga
sebaliknya, tidak semua orang sanggup dan tertarik menjadi pemimpin. Orang yang
merasa tidak memiliki kelebihan dan juga tidak mau beresiko, biasanya tidak mau
berebut, dan bahkan ditunjukpun kadang menolak. Orang seperti itu jumlahnya
juga banyak.
Sebenarnya ada doktrin yang mengatakan bahwa pemimpin itu adalah
amanah, dan amanah itu harus ditunaikan dan dipertanggung jawabkan. Dengan
demikian sebenarnya menjadi aneh ketika tanggung jawab dan amanah itu
diperebutkan. Orang biasanya menghindar dari amanah dan beban tanggung jawab,
namun tidak demikian tatkala menyangkut kepemimpinan.
Pada akhir-akhir, di zaman demokrasi, posisi pemimpin
benar-benar diperebutkan dan bahkan dengan menggunakan berbagai cara yang bisa
dilakukan. Perebutan itu tidak jarang harus mengorbankan uang, dan bahkan juga
sopan santun dan etika. Dalam perebutan itu, seseorang dianggap biasa atau
tidak salah ketika menggunakan cara-cara yang tidak etis, misalnya harus
menjatuhkan lawan, mengadu domba, memfitnah, dan seterusnya.
Pemimpin yang dipandang sebagai kekuatan strategis untuk
melakukan sesuatu kebaikan atau manfaat bagi banyak orang, tetapi justru
ditempuh dengan cara yang tidak sejalan dengan keberadaan dan fungsi
kepemimpinan itu sendiri. Banyak orang menjadi konflik, permusuhan, saling
menjatuhkan, dan bahkan perang sebagai akibat dari proses lahirnya
kepemimpinan.
Dalam berbagai kenyataan yang sehari-hari tidak sulit ditemui,
orang berebut menjadi pemimpin di pemerintahan, partai politik, organisasi
sosial, ekonomi, dan bahkan tidak terkecuali adalah di organisasi keagamaan.
Mungkin saja, berebut kepemimpinan di dalam organisasi politik, sosial atau
ekonomi adalah wajar, akan tetapi menjadi tidak mudah dipahami ketika perebutan
itu terjadi pada organisasi sosial keagamaan.
Agama menjelaskan bahwa kepemimpinan itu adalah amanah yang
harus ditunaikan. Selain itu agama selalu mengedepankan etika, nilai-nilai
mulia atau disebutnya sebagai akhlak mulia, namun pada kenyataannya misi utama
itu biasa terkesampingkan oleh semangat meraih posisi sebagai pemimpin. Apa
saja terkait dengan nafsu untuk menjadi pemimpin atau menguasai orang lain,
ternyata nilai-nilai yang bersifat transenden pun, dipandang bisa diabaikan.
Melihat kenyataan tersebut, menjalankan nilai-nilai agama
ternyata bukan perkara mudah. Pada lembaga agama, tidak terkecuali di lembaga
pendidikan agama, juga tidak luput dari adanya perebutan posisi kepemimpnan.
Bahkan perebutan kepemimpjnan dalam lembaga agama kadang sedemikian keras,
sehingga tidak mudah dibedakan dari yang terjadi di luar wilayah keagamaan.
Nilai-nilai agama kadang tidak terdengar ketika berada pada wilayah perebutan
kepemimpinan. Akhirnya, agama hanya berada di masjid atau di tempat ibadah, dan
bukan di tempat lain, termasuk di dalam kepemimpinan. Wallahu a’lam
0 Response to "BEREBUT MENJADI PEMIMPIN"
Post a Comment