PROSES BELAJAR MENGAJAR BIDANG STUDI SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM
A.
Belajar
1. Pengertian belajar
Pengertian
belajar adalah suatu kegiatan anak didik dalam menerima, menanggapi, serta
menganalisa bahan-bahan pelajaran yang disajikan oleh pengajar atau pendidik
yang berakhir kepada kemampuan menguasai bahan pelajaran yang disajikan itu.[1]
Secara institusional (tinjauan
kelembagaan), belajar dipandang sebagai proses “validasi” atau pengabsahan
terhadap penguasaan peserta didik atas materi-materi yang telah ia pelajari.
Secara kualitatif (tujuan mutu) ialah proses memperoleh arti-arti dan
pemahaman-pemahaman serta cara-cara menafsirkan dunia disekeliling peserta
didik.[2] Adapun
menurut hitzmean dalam bukunya the psychology of learning and memory
berpendapat bahwa belajar artingya suatu perubahan yang terjadi dalam oganisme
(manusia atau hewan) disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah
laku organisme tersebut.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
Secara global faktor-faktor yang
mempengaruhi belajar peserta didik dapat kita bedakan menjadi tiga macam:
a. Faktor Internal peserta didik
Faktor yang berasal dari dalam
diri peserta didik itu sendiri meliputi dua aspek , yakni:
1). Aspek Pisiologis
Kondisi umum jasmani dan tonus
(tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan
sendi-sendinya, dapat mempengaruhi semangat dan intensitas peserta didik dalam
mengikuti pelajaran. Kondisi yang lemah, apalagi jika disertai pusing-pusing
kepala misalnya, dapat menurunkan ranah cipta (kognitif) sehingga materi yang
dipelajarinya pun kurang atau tidak membekas.[3]
Kondis-kondisi organ-organ
peserta didik, seperti tingkat kesehatan indera pendengar dan indera penglihat,
juga sangat mempengaruhio kemampuan peserta didik dalam menyerap inforamasi
atau pengetahuan, khususnya yang disajikan dikelas untuk mengatasi timbulnya permasalahan
diatas, anda selaku guru professional sebaiknya bekerja sama dengan pihak
sekolah untuk memperoleh bantuan pemeriksaan rutin dari dinas-dinas kesehatan
setempat.
2). Aspek Psikologis
Beberapa faktor psikologis yang
utama memngaruhi proses
belajar adalah kecerdasan peserta didik, motifasi , minat, sikap dan bakat.[4]
a). Kecerdasan /intelegensia peserta didik
Kecerdasan merupakan faktor psikologis yang paling penting
dalam proses belajar peserta didik, karena itu menentukan kualitas belajar
peserta didik. Semakin tinggi inteligensi seorang individu, semakin besar
peluang individu tersebut meraih sukses dalam belajar. Sebaliknya, semakin
rendah tingkat intelegensi individu, semakin sulit individu itu mencapai
kesuksesan belajar. Oleh karena itu, perlu bimbingan belajar dari orang lain,
seperti guru, orang tua, dan lain sebagainya. Sebagai faktor psikologis yang
penting dalam mencapai kesuksesan belajar, maka pengetahuan dan pemahaman
tentang kecerdasan perlu dimiliki oleh setiap calon guru profesional, sehingga
mereka dapat memahami tingkat kecerdasannya.
b). Motivasi
Motivasi adalah salah satu faktor yang memengaruhi
keefektifan kegiatan belajar peserta didik. Motivasilah yang mendorong peserta
didik ingin melakukan kegiatan belajar. Para ahli psikologi mendefinisikan
motivasi sebagai proses di dalam diri individu yang aktif, mendorong,
memberikan arah dan menjaga perilaku setiap saat. Motivasi juga diartikan
sebagai pengaruh kebutuhan-kebutuhan dan keinginan terhadap intensitas dan arah
perilaku seseorang.
Menurut Arden N. Frandsen menyatakan bahwa yang termasuk
dalam motivasi intrinsik untuk belajar anatara lain adalah:
(1). Dorongan ingin tahu dan ingin menyelidiki
dunia yang lebih luas.
(2).
Adanya sifat positif dan kreatif yang ada pada manusia dan keinginan
untuk maju.
(3).
Adanaya keinginan untuk mencapai prestasi sehingga mendapat dukungan
dari orang-orang penting, misalkan orang tua, saudara, guru, atau teman-teman,
dan lain sebaginya.
(4). Adanya kebutuhan untuk menguasai
ilmu atau pengetahuan yang berguna bagi dirinya, dan lain-lain.
c).
Minat
Secara sederhana, minat (interest) berarti
kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap
sesuatu. Menurut Reber minat bukanlah istilah yang popular dalam psikologi
disebabkan ketergantungannya terhadap berbagai faktor internal lainnya, seperti
pemusatan perhatian, keingintahuan, moativasi, dan kebutuhan.
Untuk membagkitkan minat belajar tersebut, banyak cara yang bisa
digunakan. Anatara lain, pertama, dengan mebuat materi yang akan dipelajarai
semenarik mingkin dan tidak membosankan, baik dari bentuk buku materi, desai
pembelajaran yang membebaskan peserta didik mengeksplor apa yang dipelajari,
melibatkan seluruh domain belajar peserta didik (kognitif, afektif,
psikomotorik) sehingga peserta didik menjadi aktif, maupun performansi guru
yang menarik saat mengajar. Kedua, pemilihan jurusan atau bidang studi.
Dalam hal ini, alangkah baiknya jika jurusan atau bidang studi dipilih sendiri
oleh peserta didik sesuai dengan minatnya.
d).
Sikap
Dalam proses belajar, sikap individu dapat memengaruhi
keberhasilan proses belajarnya. Sikap adalah gejala internal yang mendimensi
afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dangan cara yang
relatif tetap terhadap obyek, orang, peristiwa dan sebaginya, baik secara
positif maupun negatif.
Sikap peserta didik dalam belajar dapat dipengaruhi oleh
perasaan senang atau tidak senang pada performan guru, pelajaran, atau
lingkungan sekitarnya. Dan untuk mengantisipasi munculnya sikap yang negatif
dalam belajar, guru sebaiknya berusaha untuk menjadi guru yang professional dan
bertanggung jawab terhadap profesi yang dipilihnya. Dengan profesionalitas, seorang
guru akan berusaha memberikan yang terbaik bagi peserta didiknya; berusaha
mengambangkan kepribadian sebagai seorang guru yang empatik, sabar, dan tulus
kepada peserta didiknya; berusaha untuk menyajikan pelajaranyang diampunya
dengan baik dan menarik sehingga membuat peserta didik dapat mengikuti
pelajaran dengan senang dan tidak menjemukan; meyakinkan peserta didik bahwa
bidang studi yang dipelajari bermanfaat bagi diri peserta didik.
e).
Bakat
Faktor psikologis lain yang memengaruhi proses belajar
adalah bakat. Secara umum, bakat (aptitude) didefinisikan sebagai kemampuan
potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang
akan dating. Berkaitan dengan belajar, Slavin mendefinisikan bakat sebagai
kemampuan umum yang dimilki seorang peserta didik untauk belajar. Dengan
demikian, bakat adalah kemampuan seseorang menjadi salah satu komponen yang
diperlukan dalam proses belajar seseorang. Apabila bakat seseorang sesuai
dengan bidang yang sedang dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung proses
belajarnya sehingga kemungkinan besar ia akan berhasil.
Pada dasarnya setiap orang mempunyai bakat atau potensi untuk
mencapai prestasi belajar sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Karena itu,
bakat juga diartikan sebagai kemampuan dasar individu untuk melakukan tugas
tertentu tanpa tergantung upaya pendidikan dan latihan. Individu yang telah
mempunyai bakat tertentu, akan lebih mudah menyerap informasi yang berhungan
dengan bakat yang dimilikinya. Misalnya, peserta didik yang berbakat dibidang
bahasa akan lebih mudah mempelajari bahasa-bahasa yang lain selain bahasanya
sendiri.
Karena belajar jug dipengaruhi oleh potensi yang dimilki
setiap individu, maka para pendidik, orangtua, dan guru perlu memerhatikan dan
memahami bakat yang dimiliki oleh anaknya atau peserta didiknya, anatara lain
dengan mendukung, ikut mengembangkan, dan tidak memaksa anak untuk memilih
jurusan yang tidak sesuai dengan bakatnya.
b. Faktor eksternal peserta didik
Faktor eksternal peserta didik
terdiri dari atas dua macam, yakni faktor lingkungan sosial dan faktor
lingkungan nonsosial.
1. Lingkungan sosial
Lingkungan sosial sekolah seperti para guru, para staf
administrasi, dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar
seorang peserta didik lingkungan sosial peserta didik adalah masyarakat dan
tetangga juga teman-teman sepermainan disekitar perkampungan peserta didik
tersebut. Lingkungan sosial yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan belajar
ialah orang tua dan keluarga peserta didik itu sendiri.
2. Lingkungan non-sosial
Faktor-faktor yang termasuk
lingkungan non-sosial ialah gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal
keluarga peserta didik dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu
belajar yang digunakan peserta didik. Faktor-faktor ini dipandang turut
menentukan tingkat keberhasilan belajar peserta didik.[5]
c. Faktor pendeketan belajar
Pendekatan belajar seperti yang
telah diuraikan secara panjang lebar pada subbab sebelumnya, dapat dipahami
sebagai segala cara atau strategi yang digunakan peserta didik dalam menunjang
efektifitas dan efisiensi proses pembelajaran materi tertentu. Strategi dalam
hal ini berarti seperangkat langkah operasional ayang direkayasa sedemikian
rupa untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan belajar tertentu.[6]
B. Mengajar
1. Pengertian Mengajar
Menurut
Ken Neth D. Moore, yang dikutip oleh Dede Rosyada mengajar adalah “sebuah
tindakan dari seseorang yang mencoba untuk membantu orang lain mencapai
kemajuan dalam berbagai aspek seoptimal mungkin sesuai dengan potensinya”.[7]
Sedangkan
Madeline Hunter yang dikutip oleh Dede Rosyada mengemukakan bahwa mengajar
adalah “Sebuah proses membuat dan melaksanakan sebuah keputusan sebelum, dan
sesudah proses pengajaran”.[8]
Menurut
teori psikologi daya, memandang bahwa manusia memiliki daya-daya kejiwaan yang
harus dilatih agar menjadi semakin kuat. Misalnya berfikir, daya merasakan,
daya mengingat, daya kehendak dan sebagainya.
Teori ini memberikan pengertian tentang
mengajar. Mengajar adalah “Usaha meningkatkan kemampuan daya-daya anak didik
melalui pemberian ilmu pengetahuan dengan cara melatih atau membiasakan”.[9]
Dan menurut teori tanggapan (voersteling
theorie) dari Herbart menyatakan: pengertian mengajar adalah “proses
pemberian bahan-bahan appersepsi ke dalam jiwa anak didik sehingga anak
didik makin kaya dengan ilmu pengetahuan yang sewaktu-waktu dapat diproduksikan
kembali dalam bentuk persepsi baru yang disebut dengan parate kennis
(pengetahuan yang siap)”.[10]
Menurut teori Gestalt yang dipelopori oleh
Koffha dan Kohler dari Jerman yang dikutip H.M. Aminudin Rosyad mangajar adalah
“Proses penyajian bahan-bahan pengetahuan yang dimulai dari keseluruhan lebih
dahulu, kemudian unsur-unsurnya yang semakin kecil”.[11]
Sedangkan menurut teori Behaviorisme yang
dipelajari oleh Thorardike salah seorang ahli pendidikan Amerika Serikat, yang
dikutip H.. Aminudin Rosyad mengajar adalah “Proses pemberian rangsangan
rupa-rupa bahan pelajaran yang dapat menimbulkan respons (gerak balas) dari
anak didik yang berlangsung secara berkesinambungan sehingga terbentuklah
kemampuan-kemampuan yang sejalan dengan cita-cita kependidikannya”.[12]
Allah SWT mengutus para Rasul setelah Adam
As. kepada umatnya untuk membimbing dari kondisi yang gelap kepada kondisi yang
terang tarik kondisi serba tidak berperadaban menjadi berperadaban malalui
al-kitab, al-hikmah dan pendidikan. Ditegaskan Allah dalam al-Qur’an surat
al-Baqoroh : 129 :
$uZ/u ô]yèö/$#ur öNÎgÏù Zwqßu öNåk÷]ÏiB (#qè=÷Gt öNÍkön=tæ y7ÏG»t#uä ÞOßgßJÏk=yèãur |=»tGÅ3ø9$# spyJõ3Ïtø:$#ur öNÍkÏj.tãur 4 y7¨RÎ) |MRr& âÍyèø9$# ÞOÅ3ysø9$# ÇÊËÒÈ
Artinya : “Ya Tuhan kami, utuslah mereka
seorang rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka
ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab (al-Qur’an) dan
al-Hidayah (as-Sunah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana”.(Q.S. al-Baqoroh : 129). [13]
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan
mengajar adalah proses pemberian bimbingan atau bantuan kepada peserta didik
dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai kedewasaannya, mampu
melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Allah, kholifah dipermukaan bumi, sebagai
makhluk sosial dan sebagai individu yang sanggup berdiri sendiri.
2. Metode Mengajar
a. Pengertian Metode
Kata metode berasal dari bahasa Yunani
dua kata, yaitu metho dan hodos. Metho berarti
"Melewati atau melalui" dan hodos berarti "jalan atau
cara".[14]
Pengertian
lain tentang metode dapat dikemukakan sebagai berikut :
1)
Menurut Abuddin Nata : Metode
berarti cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.[15]
2)
Menurut Moh. Athiyah Al-Abrasy :
Metode ialah jalan yang kita ikuti dengan memberi faham kepada peserta
didik-peserta didik segala macam pelajaran, dalam segala mata pelajaran.[16]
3)
Menurut Erwati Aziz : Metode ialah
cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud (dalam ilmu
pengetahuan dan sebagainya), cara kerja yang bersistem untuk memudahkan
pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.[17]
4)
Menurut Mahmud Yunus : Metode
adalah jalan yang hendak ditempuh oleh seseorang supaya sampai kepada tujuan
tertentu, baik dalam lingkungan perusahaan/peniagaan maaupun dalam kupasan ilmu
pengetahuan lainnya.[18]
Dari beberapa definisi diatas dapat
dikatakan bahwa metode mengandung arti suatu cara atau jalan yang dilakukan
seseorang karena adanya urutan kerja yang terencana, sistematis dan merupakan
hasil eksperimen ilmiah guna mencapai tujuan yang telah direncanakan.
b.
Macam-macam metode
Metode mengajar dapat
digolongkan menjadi dua golongan, yaitu :
1).
Metode Mengajar Kelompok/Klasikal antara lain :
a). Metode Ceramah
Yang
dimaksud metode ceramah adalah “sebuah bentuk interaksi melalui penerangan dan
penuturan secara lisan oleh seorang guru terhadap kelasnya.[19] Dalam
pelaksanaan ceramah untuk menjelaskan uraiannya, guru dapat menggunakan
alat-alat pembantu, seperti ceramah, tetapi alat utama untuk berhubungan dengan
para peserta didik adalah bahasa lisan.
Peranan
peserta didik dalam metode ceramah adalah mendengarkan dengan teliti serta
mencatat pokok penting yang di kemukakan leh guru.
b).
Metode Tanya Jawab
Metode
tanya jawab dalam mengajar adalah “penggunaan pertanyaan sebagi stimulasi dan
jawaban-jawabannya merupakan pengerahan dalam aktivitas belajar peserta didik”.[20]
Dalam
melaksanakan metode tanya jawab pertanyaan dapat diajukan oleh guru atau
peserta didik dan demikian pula jawabannya dapat diberikan oleh guru atau peserta didik. Dengan kata lain
guru bertanya peserta didik menjawab, peserta didik bertanya lalu guru menjawab
atau peserta didik yang satu bertanya dan peserta didik yang lain menjawab.
c). Metode Diskusi
Diskusi
adalah “percakapan ilmiah yang berisikan pertukaran pendapat, pemunculan
ide-ide serta pengujian pendapat yang dilakukan oleh beberapa orang yang
tergabung dalam kelompok itu untuk mencari kebenaran”.[21]
Dalam
memecahkan masalah diperlukan bermacam-macam jawaban dari jawaban-jawaban
tersebut dipilihlah satu jawaban yang lebih tepat dan mempunyai argumentasi
yang kuat, yang menolak jawaban yang mempunyai argumentasi yang lemah.
d). Metode Demonstrasi
Metode
demonstrasi adalah “metode yang dipergunakan oleh seorang guru atau orang luar
yang sengaja didatangkan atau peserta didik sekalipun untuk mempertunjukkan
gerakan-gerakan atau suatu proses dengan prosedur yang benar disertai
keterangan-keterangan kepada seluruh kelas. Peserta didik mengamati dengan
teliti dan seksama, serta penuh perhatian dan partisipasi”.[22]
Metode
demonstrasi ini barangkali lebih sesuai untuk mengajarkan bahan pelajaran yang
merupakan suatu gerakan-geraka, suatu proses maupun hal-hal yang bersifat
rutin. Guru perlu merencanakan pendekatan secara lebih berhati-hati dan
memerlukan kecakapan untuk mengarahkan motivasi dan berfikir peserta didik.
e). Metode Sosiodrama
Metode
Sosiodrama adalah “cara mengajukan bahan pelajaran dengan mempertunjukkan atau
mempertontonkan atau mendramatisasikan cara tingkah laku dalam hubungan
sosial”.[23]
f). Metode Karyawisata
Metode
karyawisata adalah “metode belajar-mengajar naka didik dibawah bimbingan guru
megunjungi tempat-tempat tertentu dengan maksud untuk belajar”.[24]
g). Metode Kerja Kelompok
Metode
kerja kelompok ini dipakai untuk merangkum pengertian dimana anak didik dalam
satu kelompok dipandang sebagai datu kesatuan tersendiri, untuk mencari satu
tujuan pelajaran tertentu dengan bergotong royong”.[25]
2). Metode Mengajar secara individual
Adapun yang termasuk dalam klasifikasi
metode mengajar secara individual, antara lain :
a).
Metode Latihan
Metode latihan juga disebut metode drill
atau metode training adalah “merupakan suatu cara mengajar yang baik
untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan tertentu, juga sebagai sarana untuk
memelihara kebiasaan-kebiasaan yang baik”.[26]
Selain itu metode ini dapat juga digunakan
untuk memperoleh suatu ketangkasan, ketepatan, kesempatan dan keterampilan.
b).
Metode Pemberian Tugas
Metode pemberian tugas adalah “ cara
penyajian bahan pelajaran dimana guru memberikan tugas tertentu agar peserta
didik melakukan kegiatan belajar, kemudian harus di pertanggung jawabkannya”.[27]
Tugas yang diberikan guru dapat
memperdalam bahan pelajaran, dapat pula mengecek bahan yang telah dipelajari.
c).
Metode Eksperimen
Metode eksperimen adalah cara penyajian
dalam pelajaran di mana peserta didik melakukan percobaan dengan mengalami dan
membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari”.[28]
Dalam proses belajar mengajar ini dengan
metode eksperimen peserta didik diberi kesempatan untuk mengalami sendiri atau
melakukan sendiri, mengikuti sesuatu proses, mengamati sesuatu obyek,
menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri tentang suatu obyek keadaan
atau proses sesuatu.
Dari pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa makin baik metode yang digunakan itu, maka makin efektif pula
pencapaian tujuan. Sebaliknya apabila metode yang digunakan kurang baik, maka
hasilnya kurang baik pula.
C. Pembelajaran bidang studi sejarah kebudayaan Islam
1.
Pengertian pembelajaran sejarah kebudayaan Islam
Pengertian Sejarah kebudayaan Islam yang terdapat di dalam kurikulum
Madrasah Tsanawiyah adalah: .Salah satu bagian mata pelajaran Pendidikan Agama
Islam yang diarahkan untuk menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami,
menghayati Sejarah Kebudayaan Islam, yang kemudian menjadi dasar pandangan
hidupnya (way of life) melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan,
penggunaan pengalaman dan pembiasaan.[29]
Seajarah kebudayaan Islam (SKI) merupakan suatu bidang studi yang
memberikan pengetahuan tentang sejarah dan kebudayaan Islam, meliputi masa
sebelum kelahiran Islam, masa Nabi dan sesudahnya, baik pada daulah Islamiyah
maupun pada Negara-negara lainnya di dunia, khususnya perkembangan agama Islam
di tanah air.[30] Dalam pembelajaran SKI ini, dijelaskan
tentang riwayat hidup Rasulullah, sahabat-sahabat, imam-imam pemberi petunjuk
serta kebudayaan pada zaman itu yang dapat dijadikan sebagai contoh teladan
yang utama dari tingkah laku manusia yang ideal, baik dalam kehidupan pribadi
maupun kehidupan sosial.
2.
Fungsi dasar pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam
Mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam mempunyai fungsi yang dapat
menjelaskan ketercapaian yang tercantum dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi
yang diterapkan di madrasah. Fungsi dasar mata pelajaran Sejarah
Kebudayaan Islam meliputi:
a. Fungsi edukatif
Sejarah
menegaskan kepada peserta didik tentang keharusan menegakkan nilai, , sikap
hidup yang luhur dan Islami dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.
b. Fungsi keilmuan
Melalui
sejarah peserta didik memperoleh pengetahuan yang memadai tentang masa lalu
Islam dan kebudayaannya.
c. Fungsi transformasi
Sejarah
merupakan salah satu sumber yang sangat penting dalam merancang transformasi
masyarakat.[31]
Adapun fungsi pembelajaran
Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) sebagai berikut:
1)
Membantu peningkatan iman peserta
didik dalam rangka pembentukan pribadi muslim, di samping memupuk rasa
kecintaan dan kekaguman terhadap Islam dan kebudayaannya muslim, di samping
memupuk rasa kecintaan dan kekaguman terhadap Islam dan kebudayaan
2)
Pelajaran SKI merupakan contoh
teladan bagi umat Islam meyakinnya dan merupakan sumber syari´ah yang besar
3)
Mendukung perkembangan Islam masa
kini dan mendatang, di samping meluaskan cakrawala pandangannya terhadap makna
Islam bagi kepentingan kebudayaan umat.
4)
Bidang studi SKI akan memberikan
contoh teladan yang sempurna kepada pembinaan tingkah laku manusia yang ideal
dalam kehidupan pribadi dan sosial anak-anak dan mendorong mereka untuk
mengikuti teladan yang baik yang diterima sebagai realita yang hidup dari
sejarah Rasul bertingkah laku seperti akhlak Rasul
5) Studi SKI dapat menembangkan iman, mensucikan moral,
membangkitkan patriotisme dan mendorong untuk berpegang pada kebenaran serta
setia kepadanya.
3.
Tujuan pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam
Mata pelajaran Sejarah
kebudayaan Islam di Madrasah Tsanawiyah memiliki tujuan sebagai berikut:
a. Memberikan pengetahuan tentang Sejarah Agama Islam dan
Kebudayaan Islam pada masa Nabi Muhammad SAW. Dan khulafaur Rasyidin kepada
peserta didik, agar ia memiliki konsep yang obyektif dan sistematis dalam
perspektif historis.
b. Mengambil hikmah, nilai dan makna yang terdapat dalam sejarah.
c. Menanamkan penghayatan dan kemauan yang kuat untuk mengamalkan
akhlak yang baik dan menjauhi akhlak yang buruk, berdasarkan cermatnya atas
fakta sejarah yang ada.
d. Membekali peserta didik untuk membentuk kepribadiannya
berdasarkan tokoh-tokoh teladan sehingga terbentuk kepribadian yang luhur.[32]
4. Langkah-langkah
dalam pembelajaran SKI
Adapun langkah-langkah dalam pembelajaran SKI, antara lain:
a.
Appersepsi
Pada langkah ini, guru dapat
memberikan appersepsi yang menarik perhatian anak untuk mendengarkan cerita,
misalnya guru menggunakan metode ceramah disertai tanya jawab.
b.
Penyajian
Pada langkah ini, dalam menyajikan
materi SKI hendaknya menggunakan gaya bahasa cerita, di mana ia harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1)
Hendaknya guru menggunakan gaya
bahasa yang menarik
2)
Penyajian materi hendaknya secara
periodesasi di mana setiap periode itu merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dan diselingi dengan pertanyaan-pertanyaan untuk memantapkan isi pokok dari
masing-masing periode
3)
Menulis judul periode di papan
tulis sebelum atau sesudah penyajian
4)
Menuliskan nama-nama tokoh yang
berperan dalam cerita yang diuraikan, agar nama-nama tersebut menjadi ingatan
pelajar dan memudahkan mereka mengingatnya.
5)
Dalam penyajian guru harus
memperhatikan usaha mengkronkitkan pengertian melalui aneka mimik pantomimik
agar tergugah perasaan peserta didik untuk mencintai dan meneladani tokoh
pameran sejarah tersebut
c.
Korelasi
Dalam hal ini yaitu menghubungkan
peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam sejarah dengan realita hidup sekarang
dan topik-topik pendidikan agama yang lain ataupun dengan bidang studi lainnya
bila ada kesempatan. Hal ini ditujukan untuk menggerakkan kecenderungan yang
kuat pada diri peserta didik untuk semangat kehidupan masyarakat muslim yang
sejahtera.
d.
Kesimpulan
Pada tahap ini guru menyuruh agar
peserta didik mengulang cerita dan menanyakan kepada mereka peristiwa-peristiwa
periode demi periode. Setelah itu guru mencatat di papan tulis pokok kesimpulan
dari setiap periode sebagai ikhtisar.
e.
Evaluasi
Guru mengadakan diskusi dengan
peserta didik semua materi yang harus diberikan untuk mengetahui sampai di mana
mereka dapat menguasa pelajaran atau dapat juga guru menyuruh bebrapa peserta
didik mengulang cerita tersebut dalam bentuk yang baik yang merangsang semangat
kompetisi positif di kalangan peserta didik sendiri.[33]
5. Metode dalam pembelajaran SKI
Selama ini kelemahan utama dalam pembelajaran SKI adalah
pendekatan yang terlalu monoton, yaitu melalui ceramah. Metode pembelajaran SKI
secara konvensional seperti ceramah memeng masih dibutuhkan, tetapi ia haarus
diimbangi dengan penugasan memahami sejarah Islam dan diskusi seusai ceramah.
Atau juga dapat menggunakan diskusi dengan topik-topik tertentu yang telah
ditetapkan pengajar dengan penugasan sejarah Islam terlebih dahulu. Untuk
melengkapi metode-metode ini, sangat dibutuhkan metode observasi yaitu dengan mendatangi
pusat-pusat budaya Islam, tempat-tempat bersejarah, dll.[34]
[1]
Ramayalis, Op. Cit, hal. 76.
[2] Muhibbin
Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, PT. Remaja
Rosdakarya, Bandung, 2000.hal. 92
[3]
Ibid, hal 132-133
[4]
Ibid, hal 133-137
[5] Ibid,
hal. 138
[6]Ibid, hal.
139
[7] Dede
Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokrasi, Kencana, Jakarta, 2004, hal. 91
[8] Ibid.
hal. 92
[9] H. M.
Arifin Aminudin Rosyad, Dasar-Dasar Pendidikan, Dirjen Lembaga Islam,
Jakarta, 1998, hal. 80
[10] Ibid.
hal. 85
[11] Ibid.,
hal. 99
[12] Ibid.
hal. 101
[13] Al-Qur’an,
Surat al-Baqoroh Ayat 129, Yayasan Penyelengara Penerjemah/Penafsir Al-Qur’’an,
Al-Qur’an dan Terjemahnya, Departemen Agama, 1971, hal.
33
[14]
M.Arifin, Hubungan timbal balik pendidikan agama, Jakarta, 1996, hal.
141
[15] Abuddin
Nata. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta, Locus wacana ilmu, 1997, hal.
91
[16] Khoiron
Rosyadi, Pendidikan Profetik, Pustaka Pelajar Off set, Yogyakarta, 2004,
hal. 209
[17] Erwati
Aziz, - Pendidikan Islam, Pustaka Mandiri, Yogyakarta, 2003, hal. 79
[18] Mahmud
Yunus, Ilmu mengajar, Pustaka Mahmudiyah, Jakarta, 1954, Cet. I, hal. 7
[19]
Mansyur, Op.Cit., hal. 146
[20]
Ibid. hal. 150
[21]
Ibid., hal. 150.
[22]
Ibid., hal. 153
[23]
Ibid., hal. 154
[24]
Ibid., hal. 156
[25]
Ibid., hal. 158
[26]
Ibid., hal. 160
[27]
Ibid., hal. 162
[28]
Ibid., hal. 164
[29]
Departemen Pendidikan Nasional, Kurikulum 2004 Kerangka Dasar, Jakarta, 2004,
hal. 68
[30]
Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam ed.1, Bumi Aksara,
Jakarta, 1995, hal. 134
[31]Departemen
Pendidikan Agama RI, Pedoman Khusus Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta,
2004, hal. 2
[32]
Ibid, hal. 3
[33]
Chabib Toha, dkk, Op. Cit, hal.219-221
[34]
Ibid, hal. 248-249
0 Response to "PROSES BELAJAR MENGAJAR BIDANG STUDI SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM"
Post a Comment