PEMAHAMAN PERILAKU MENYIMPANG DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERILAKU ANAK
1st. Tingkah Laku Menyimpang
1. Pengertian
Tingkah laku menyimpang
adalah suatu perbuatan manusia yang melanggar norma-norma atau aturan yang
berlaku.
Bakolak Inpres No. 6/1971
Pedoman menyatakan bahwa kenakalan
remaja adalah :
“ Kelainan tingkah laku, perbuatan atau
tindakan remaja yang bersifat asosiasi atau anti sosial yang melanggar
norma-norma sosial, agama serta ketentuan hukum yamg berlaku dalam masyarakat”.10
Sedangkan yang dimaksud prilaku menyimpang ahli-ahli ilmu
sosial memberikan beberapa definisi antara lain:
One.
Tingkah laku yang menyimpang dari
normatif atau pengharapan masyarakat.
Two.
Tingkah laku yang secara normal.
Three.
Tingkah laku yang patologis.
Four.
Tingkah laku yang secara sosial
dinilai tidak baik dan tingkah laku yang berhubungan dengan peranan menyimpang.[1]
Dari definisi diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa
perilaku meyimpang “tingkah laku yang melanggar atau bertentangan atau
meyimpang dari aturan-aturan normatif, dari pengertian-pengertian normatif
maupun dari harapan-harapan sosial kemasyarakatan yang bersangkutan”.[2]
Mengenai macam-macam perilaku menyimpang penulis batasi pada
hal sebagai berikut:
One.
Perilaku siswa yang menyimpang
dari norma-norma agama.
Two.
Perilaku siswa yang menyimpang
dari harapan-harapan orang tua, sekolah dan lingkungan sosial yang bersagkutan.
Dengan adanya perilaku siswa yang menyimpang tersebut
khususnya orang tua harus berpedoman bahwa anak adalah sebagai amanah dan lebih
di pertegas lagi dengan ungkapan “anak sebagai ujian bagi orang tuanya”
sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an surat al- Anfal ayat 28.
اعلموا انما اموالكم واولادكم فتنة,
وان الله عنده اجر عظيم
Artinya: “ Ketahuilah bahwa harta-hartamu
adalah anak-anakmu adalah sebagai ujian (cobaan) dan sesungguhnya disisi
Allahlah pahala yang besar. (QS. Al-Anfal:28)[3]
Menurut Kusmanto menyatakan
bahwa kenakalan remaja adalah :
“Juvenile
delinqueney atau kenakalan remaja adalah tingkah laku individu yang
bertentangan dengan syarat-syarat dan pendapat umum yang dianggap akseptabel
dan baik oleh suatu lingkungan atau hukum yang berlaku di suatu masyarakat yang
berkebudayaan”.11
Sedangkan menurut B. Simanjuntak menyatakan
kenakalan remaja :
“ Suatu perbuatan itu disebut delinquent
apabila perbuatan tersebut bertentangan dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat
dimana ia hidup”.12
Dari pendapat beberapa ahli
tentang batasan kenakalan remaja, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kenakalan
remaja adalah suatu perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh para remaja
yang bertentangan dengan hukum, agama dan norma, norma masyarakat, sehingga
akibatnya merugikan orang lain, mengganggu ketentraman umum dan merusak dirinya
sendiri. Hal ini dapat dipertegas dari pengertian tingkah laku seseorang yang
menyimpang.
2.
Bentuk Kenakalan
Banyak pendapat yang
memberikan batasan definisi yang berbeda-beda tentang kategori apakah anak itu
mempunyai tingkah laku yang menyimpang atau tidak. Bagaimana bentuknya apabila
itu dikatakan apabila punya tingkah laku yang menyimpang (nakal). Untuk itu
perlu adanya penegasan dari para ahli diantaranya adalah menurut Sofyan S.
Willis bentuk atau jenis kenakalan sebagai berikut :
One.
Pencurian
Two.
Penipuan
Three.
Perkelahian
Four.
Pengrusakan
Five.
Penganiayaan
Six.
Perampokan
Seven. Narkotika
Eight.
Pelanggaran susila
Nine.
Pelanggaran
Ten.
Pembunuhan
Eleven.
Kejahatan lain.13
Menurut Ny Singgih D. Gunarsa dan Singgih D. Gunarsa
mengemukakan bahwa jenis kenakalan sebagai berikut :14
One.
Kenakalan yang bersifat amoral dan
tidak diatur dalam UU, sehingga tidak dapat atau sulit digolongkan pelanggaran
hukum seperti :
1.
Membohong, memutar balikkan
kenyataan dengan tujuan menipu orang atau menutup kesalahan.
2.
Membolos, pergi meninggalkan
sekolah tanpa sepengetahuan kepada pihak sekolah.
3.
Kabur, meninggalkan rumah tanpa
ijin orang tua atau menentang keinginan orang tua.
4.
Keluyuran, pergi sendiri atau
kelompok tanpa tujuan dan mudah menimbulkan perbuatan iseng yang negatif.
5.
Memiliki dan membawa benda yang
membahayakan orang lain, sehingga mudah terangsang untuk mempergunakannya.
6.
Bergaul dengan teman yang
memberikan pengaruh buruk sehingga mudah terjerat dengan perkara yang
benar-benar kriminal.
7.
Berpesta pora semalam suntuk tanpa
pengawasan, sehingga mudah timbul tindakan-tindakan yang kurang bertanggung
jawab (amoral dan asosial).
8.
Membaca buku-buku cabul dan
kebiasaan tidak senonoh seolah-olah menggambarkan kurang perhatian dan
pendidikan dari orang dewasa.
9.
Secara kelompok makan di rumah
makan tanpa membayar atau naik bis tanpa membayar.
10. Turut dalam pelacuran dan melacurkan diri dalam tujuan kesulitan
ekonomis maupun tujuan lainnya.
11. Berpakaian tidak pantas dan meminum minuman keras atau menguras
atau menghisap ganja sehingga merusak dirinya maupun orang lain.
Two.
Kenakalan yang bersifat melanggar
hukum dengan penyelesaian sesuai dengan Undang-Undang hukum yang berlaku dan
acap kali bisa disebut dengan istilah
kejahatan, misalnya :
1)
Perjudian dan segala bentuknya
yang menggunakan uang
2)
Pencurian dengan kekerasan maupun
tanpa kekerasan seperti pencopet, perampokan, penjambretan
3)
Penggelapan barang
4)
Penipuan dan pemalsuan
5)
Pelanggaran tata susila, menjual
gambar-gambar porno, pemerkosaan.
6)
Pemalsuan uang dan pemalsuan surat-surat resmi
7)
Tindakan-tindakan anti sosial,
perbuatan yang merugikan milik orang lain
8)
Percobaan pembunuhan
9)
Menyebabkan kematian orang, turut
tersangkut dalam pembunuhan
10) Pembunuhan
11) Pengguguran kandungan
3. Faktor-faktor Kenakalan
a. Faktor internal
Yang
dimaksud faktor internal adalah faktor yang datangnya dari tubuh manusia itu
sendiri tanpa dipengaruhi oleh lingkungan sekitar.
Adapun
faktor internal yang mempengaruhi kenakalan adalah :
1) Faktor umur
Faktor
umur ini mempunyai pengaruh dalam kenakalan anak. Berdasarkan beberapa
penelitian yang telah dilakukan, bahwa anak yang berumur 18-19 tahun paling
sering melakukan pencurian (hasil penelitian Moh. Musa di LPC Tangerang dari
jumlah 453 orang terdapat 315 orang yang tergolong Jucenile delinguent, dipidana karena mencuri).15
One.
Faktor kedudukan dalam keluarga
Kedudukan
anak dalam keluarga adalah urut-urutan dalam kelahiran, seperti anak pertama,
kedua, ketiga, keempat dan lain sebagainya.
Kedudukan
yang dimaksudkan ialah urut-urutan kelahiran dari nucleans famili. Berdasarkan penelitian Bigot bahwa anak sulung
lebih berkemungkinan jadi recidevist dibandingkan
dengan anak bungsu, penelitian ini dilanjutkan dengan penelitian Greef terhadap
200 orang narapidana, yang mana hasil penelitian itu menggambarkan bahwa mereka
berasal dari ortrime position: firetborn,
last born, only one child.16
Melihat
dari hasil penelitian yang dilakukan oleh para ahli dapat ditarik suatu
kesimpulan bahwa kedudukan anak remaja dalam keluarga kalau dihubungkan dengan
kenakalan adalah masalah perlakuan oleh orang tua, yaitu anak pertama, anak
terakhir atau anak tunggal biasanya diperlakukan secara manja atau diberikan
perlindungan yang berlebihan.
Two.
Faktor intelegensi
Intelegensi
adalah kemampuan seseorang untuk menyesuaikan diri dengan situasi atau
memecahkan suatu masalah yang dihadapi. Menurut penyelidikan Cinyl Burt anak
yang mempunyai IQ 85-90 (bodoh) paling banyak menjadi Juvenile deligqunt, mentality
retarded person. Mereka ini sering berbuat kenakalan karena tidak dapat
memperhitungkan akibat-akibat perbuatannya, lagi tak dapat bersaing sehingga
berbuat kenakalan. Menurut penelitian Norviq, anak ini sering melakukan
kenakalan kesusilaan.17
2)
Faktor eksternal
Suatu
kenyataan yang tidak bisa dipungkiri lagi, yaitu bahwa setiap individu atau
anak pasti mempunyai masalah, makin dewasa dan makin bertambahnya pengalaman
anak, maka semakin komplek pula masalah yang dihadapinya, baik ringan maupun
berat. Termasuk masalah tingkat kenakalan anak, hal ini banyak faktor yang
mempengaruhi baik faktor internal seperti yang dijelaskan di atas dan faktor
eksternal yang akan dibahas di bawah ini.
Faktor
eksternal adalah faktor yang datangnya dari luar tubuh anak. Faktor ini sering
dikatakan faktor lingkungan dimana anak itu di besarkan.18
3)
Lingkungan keluarga
Lingkungan keluarga adalah unit terkecil dari suatu
lingkungan masyarakat, di dalamnya terjadi kegiatan sebagai layaknya dalam
masyarakat. Kesibukan ayah dan ibu mempengaruhi tingkat perkembangan
kepribadian anak, oleh karena itu keluarga mempunyai peranan yang sangat
penting dalam memberikan corak dan warna bagi proses pembentukan kepribadian
anak. Dengan demikian lingkungan keluarga yang baik akan membawa dampak yang
positif terhadap tingkah laku dan sebaliknya lingkungan keluarga yang tidak
mendukung atau lingkungan yang jelek akan membawa dampak yang jelek terhadap
tingkah laku anak.
Di bawah ini kemungkinan-kemungkinan pengaruh yang
dapat menimbulkan tingkat kenakalan anak, diantaranya :
One)
Kurangnya pendidikan agama
Kehidupan keluarga seperti ini tidak disebut harmonis
lagi, keluarga semacam ini dinamakan keluarga pecah atau disebut juga broken home.
Menurut Bimo Walgito broken home ada dua tipe
yaitu :
(1)
Broken home yang disebabkan oleh karena stuktur keluarga itu tidak
lengkap lagi, seperti :
-
Karena kematian salah satu
atau kedua orang tua
-
Karena perceraian orang tua
-
Karena ketidak hadiran
salah satu orang tua atau keduanya dalam tenggang waktu yang lama secara
kontinyu.
(2)
Struktur itu masih utuh, akan tetapi karena
masing-masing anggota keluarga (ayah dan ibu) mempunyai kesibukan masing-masing
sehingga orang tua tidak sempat memberikan perhatian kepada pendidikan
anak-anaknya.19 Keluarga seperti ini
disebutnya dengan broken home semu (quasai broken home).
Keadaan keluarga yang terpecah (broken home) maupun keluarga yang broken home semu, keluarga memberikan
potensi yang kuat dalam membuat anak menjadi nakal.
Broken home dapat
pula terjadi apabila adanya ketidak cocokan antara pihak orang tua dan berada
dalam suasana perselisihan konflik, hal ini mungkin karena faktor perbedaan
agama, norma, ambisi-ambisi orang tua dan sebagainya.20
(3)
Kurangnya pengetahuan orang tua
mengenai cara-cara mendidik anak
Cara-cara
mendidik anak yang salah banyak membawa akibat yang negatif bagi perkembangan
atau pembentukan kepribadian remaja. Cara-cara mendidik anak yang salah antara
lain sebagai berikut :
1.
Terlalu dimanja
Orang tua yang bersikap terlalu memanjakan terhadap
anak-anaknya sebenarnya adalah merupakan hal yang salah, Karena hal ini berarti
memperkecil kepribadian si anak. Apabila anaknya mengalami kesulitan kecil
saja, orang tua segera membebaskan dengan pertolongan yang berlebihan,
seolah-olah si anak tidak diperbolehkan menghadapi problem hidup yang
sebenarnya sangat penting bagi perkembangan dan kematangan anak remaja.
Akibat pemanjaan atau perlindungan yang berlebihan
terhadap anak, maka anak akan mengalami kesulitan tertentu dalam mengadakan
hubungan dengan dunia sekitarnya, seperti dijelaskan dengan dunia sekitarnya,
seperti dijelaskan oleh Zakiah Darajat :
“Betapa besar
bahaya yang diderita oleh si anak karena ia terlalu dimanja. Ia menjadi
bingung, Karena tidak mendapat kesempatan untuk belajar menghadapi kesukaran.
Ia seakan-akan dipenjara oleh kasih sayang yang berlebihan. Ia ingin wajar,
tetapi tidak tahu bagaimana caranya.21
2.
Penolakan orang tua
Yang dimaksud
penolakan orang tua yaitu apabila salah satu atau kedua orang tua tidak merasa
senang dengan kehadiran anak dalam lingkungan keluarganya. Orang tua yang menolak
anak-anaknya biasanya menunjukkan sikap-sikap seperti di bawah ini :
§ Menghukum anaknya secara berlebihan
§ Anak itu kurang diperhatikan mengenai makanan, pakaian, kemajuan
di sekolah dan kegiatan sosial.
§ Kurang sadar terhadap anaknya dan mudah marah.
§ Ancaman-ancaman untuk mengusir anak
§ Anak yang bersangkutan diperlukan lain dibandingkan dengan
saudara-saudaranya.
§ Sangat kritis terhadap anak tersebut.22
Adanya sikap penolakan orang tua akan menyebabkan para
remaja kurang mendapatkan kasih sayang dan merasa diabaikan, terhina, malu dan
sebagainya. Sehingga akan mudah mengembangkan pola tingkah laku dalam bentuk
kenakalan, seperti yang dijelaskan oleh Zakiyah Darajat sebagai berikut :
Akibat yang mungkin terjadi pada anak-anak apabila ia
merasa kurang disayangi atau kurang diperhatikan itu banyak sekali, antar lain
akan terganggu kesehatan mentalnya. Diantara gejala kelakukan yang dapat
terlihat dengan nyata adalah :
·
Suka memperhatikan
gerak-gerik orang tua, banyak tanya atau sedikit seperti pergi kemana, dari
mana, yang kadang-kadang menyakitkan hati orang tuanya seolah-olah mereka
diperintah oleh anaknya.
·
Senang melakukan hal-hal
yang menarik perhatian untuk memperoleh kasih sayang, misalnya banyak keluhan
dan pengaduan. Menjerit-jerit, suka membuat ribut, kekacauan dan sebagainya.
·
Mungkin pula si anak akan
melukai menyakiti dirinya sendiri, misalnya : mogok makan, tidak mau berbicara,
membiarkan dirinya jatuh dan sebagainya. Sebaliknya ia mungkin pula menjadi
keras kepala, tidak mau mendengar nasehat orang tua, nakal yang
berlebih-lebihan baik di dalam maupun di luar rumah, suka merusak dan
sebagainya.
·
Kelakukan dan sikap
menunjukan bahwa ia benci kepada orang, acuh tak acuh, sering sakit dan
sebagainya.23
3.
Terlampau dikuasai
Sikap orang tua yang demikian biasanya disebabkan oleh
adanya keinginan orang tua agar anaknya menjadi orang uang dicita-citakan
seperti agar menjadi dokter, hakim, insinyur dan sebagainya. Orang tua seperti
ini ingin anaknya cepat pandai, rajin belajar, mendapat kedudukan yang terpandang
dalam masyarakat dan sebagainya sehingga tidak segan-segan mendorong anaknya
dengan berbagai macam cara, seperti dengan cara memarahi, menghukum, memukul
atau dengan meperkenalkan segala permintaan anaknya agar mau melakukan apa yang
dicita-citakannya, tanpa memperhatikan kemampuan, kecerdasan, bakat dan minat
anaknya. Sebagai akibatnya si anak akan mengalami kelelahan dan kekecewaan yang
mendorong anak untuk bersikap menentang orang tua atau anak menjadi minder,
apatis dan sebagainya seperti dijelaskan oleh Zakiah Darajat :
“Kadang-kadang
orang tua karena ambisi atau keinginannya yang berlebih-lebihan sering
mendorong anaknya untuk melakukan sesuatu yang di luar batas kemampuanya.
Tindakan seperti ini akan menyebabkan si anak tidak mau bertanggung jawab dan
menyebabkan sering gagal. Kegagalan itu sangat berbahaya, ia akan merasa rendah
diri, apatis dan sebagainya”.24
Dari uraian di atas jelaslah bahwa mendorong anak
untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu tanpa memperhatikan bakat dan
kemampuannya akan berakibat merugikan diri si anak.
(4)
Keadaan ekonomi keluarga
Keadaan ekonomi yang tinggi maupun yang rendah,
keduanya dapat menyebabkan para remaja menjadi nakal. Hal ini mungkin terjadi
karena pada kalangan ekonomi tinggi orang tua terlalu sibuk mencari nafkah pada
kalangan ekonomi rendah, sehingga lupa menyediakan waktu untuk berkomunikasi
yang baik dengan anak-anak mereka.
Pada kalangan ekonomi tinggi sering kita lihat, banyak
ibu-ibu pejabat yang sibuk berorganisasi, arisan, piknik, menolong korban
banjir dan sebagainya. Kesemuanya itu menyebabkan para ibu lupa tugasnya
sebagai pendidik. Mereka tidak sempat memberikan perhatian, tuntunan dan kasih
sayang yang wajar terhadap anak-anaknya. Kenyataan kita temui kebanyakan
keluarga kaya, mempercayakan pemeliharaan anak-anaknya kepada pembantu yang
mendidiknya relatif rendah, dimana mereka kurang mengerti bagaimana memelihara
atau mendidik anak yang baik.
Sementara orang tua ada yang beranggapan bahwa anak
cukup hanya dengan diberi uang, perhiasan tanpa mengingat kebutuhan rohaniah
anak. Tindakan orang tua semacam ini dapat menyebabkan remaja kurang menjadi
tingkah laku yang baik, merasa berkuasa, berandal dan melawan pada orang tua.
Sebaliknya keadaan ekonomi yang rendah atau buruk
dalam suatu keluarga, dapat pula menimbulkan broken home dan juga merupakan hambatan bagi perkembangan
kepribadian remaja. Hal ini disebabkan karena orang tua sibuk memenuhi
kebutuhan dalam rumah tangga, sehingga pendidikan anak menjadi terlantar.
Di samping itu akan usia remaja biasanya mempunyai
keinginan-keinginan, keindahan-keindahan dan penuh dengan cita-cita, mereka
menginginkan berbagai macam mode pakaian, hiburan, kendaraan dan sebagainya.
Apabila orang tua tidak dapat memenuhi kebutuhan dan keinginannya itu, maka
anak remaja akan merasa tertekan, kemudian timbullah khayalan-khayalan kalau
memiliki harta yang banyak seperti halnya teman-temannya. Karena orang tuanya
tidak dapat memenuhi keinginanya, mungkin ia akan berusaha memperolehnya dengan
jalan mencuri, merampas, menjambret dan sebagainya.
4)
Lingkungan sekolah
Ajang
pendidikan kedua setelah keluarga adalah sekolah, sekolah mempunyai peranan
penting dalam membina anak untuk menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab.
Dalam rangka pembinaan anak didik ke arah kedewasaan itu kadang-kadang sekolah
juga menjadi sumber terjadinya konflik-konflik psikologis anak, sehingga anak
menjadi nakal. Hal ini dapat bersumber dari guru itu sendiri, fasilitas
pendidikan yang kurang lengkap, kekurangan guru serta norma-norma pendidikan
dan kelompok guru.25
(1)
Faktor guru
Pengaruh
yang negatif yang terjadi pada anak sekolah dapat timbul karena perbuatan guru
yang menangani langsung proses pendidikan seperti karena kesulitan ekonomi yang
dialami oleh guru, sehingga guru atau pendidik tidak dapat memusatkan
perhatiannya terhadap anak didiknya. Karena kesulitan tersebut ia akan berusaha
mencukupi kebutuhan hidupnya di luar sekolah, mungkin ia akan banyak mengajar
di sekolah lain (sebagai guru honorer), bisnis dan lain-lain usaha. Sebagai
akibatnya guru datang terlambat, tidak bisa mengajar dan sebagainya. Sehingga
murid-murid diliburkan atau dipulangkan. Jika peristiwa ini sering terjadi,
maka murid sering dongkol, resah, berkeliaran tanpa pengawasan guru, kelas
menjadi kacau, mereka menjadi terbiasa tak terawasi, tanpa disiplin dan menjadi
liar. Maka terjadilah pengoloran kelas, pencurian di kelas, perkelahian antar
siswa, antar kelompok dan lain-lain kenakalan.
Ada pula
guru yang kurang simpatik, tidak memiliki dedikasi pada profesi, tidak
menguasai didaktif metodik, materi pelajaran dangkal sifatnya, tidak sesuai
dengan kebutuhan siswa dan tidak menarik minat anak didik. Ada juga yang tidak
sabar mudah tersinggung serta tidak memiliki rasa humor. Keadaan tersebut di
atas jelas bahwa guru tidak bisa menciptakan proses belajar mengajar yang baik.
Akibatnya timbul kecemasan pada diri siswa, mereka tidak lagi semangat dan
tekun belajar. Maka timbullah perilaku membolos, hidup santai dan siswa akan
lebih tertarik kepada hal-hal non persekolahan.
(2)
Minimnya fasilitas-fasilitas
pendidikan
Faktor
lain yang amat penting dalam menentukan gangguan pendidikan adalah minimnya
fasilitas-fasilitas pendidikan yang disediakan sekolah, seperti laboratorium,
sarana olah raga, alat-alat kesenian dan sebagainya. Kurangnya fasilitas
pendidikan dapat menyebabkan penyaluran bakat dan keinginan murid-murid
terhalang.26
Terhalangnya
bakat dan keinginan siswa pada waktu sekolah, mungkin akan mencari
penyalurannya kepada kegiatan yang negatif, seperti apabila sekolah tidak
mempunyai lapagan olah raga, maka ini berarti anak didik tidak mempunyai tempat
olah raga dan bermain sebagaimana mestinya. Karena bakat dan keinginanya tidak
tersalurkan kepada aktivitas-aktivitas yang positif, maka akan mencari
penyalurannya kepada kegiatan-kegiatan yang negatif, misalnya bermain di jalan
raya, di pasar dan sebagainya yang mungkin akan berakibat buruk kepada anak
remaja. Kekurangan fasilitas yang lain seperti : alat-alat pelajaran, alat-alat
praktik atau alat-alat kesenian, juga dapat merupakan sumber gangguan
pendidikan, yang juga dapat mengakibatkan terjadinya berbagai tingkah laku yang
negatif pada diri anak didik.
(3)
Kekurangan guru
Kekurangan
tenaga pengajar atau guru akan menyebabkan jalannya pendidikan teganggu. Jika
pada suatu sekolah tenaga pengajarnya tidak mencukupi, maka kemungkinan yang
akan terjadi adalah sebagai berikut :
§ Penggabungan kelas-kelas oleh seorang tenaga guru
§ Pengurangan jam pelajaran
§ Meliburkan murid-murid.27
Apabila kelas-kelas itu digabung-gabungkan karena tenaga
pengajar kurang, maka guru akan merasa letih, kelas menjadi ribut dan pelajaran
tidak berketentuan. Akibatnya timbul tingkah laku yang negatif pada diri murid
seperti bolos mengganggu temannya dan lain-lain.
5)
Lingkungan masyarakat
Ajang
pendidikan ketiga setelah keluar dari sekolah adalah masyarakat. Karenanya
bagaimana keadaan masyarakat sekitarnya, baik langsung maupun tidak langsung
akan memberikan pengaruh terhadap kehidupan anak remaja. Adapun hal-hal yang
mungkin dapat menimbulkan kenakalan dari lingkungan masyarakat adalah sebagai
berikut :
(1)
Lingkungan tempat tinggal remaja
yang kurang baik
Dalam
hidupnya manusia selalu membutuhkan komunikasi dengan manusia lain, yang
akhirnya terbentuklah kelompok manusia yang disebut masyarakat. Sebagai makhluk
sosial, manusia tidak bisa melepaskan begitu saja dari masyarakat dimana ia
tinggal. Proses kematangan sosial anak dibentuk dalam masyarakat, maka ia pun
membutuhkan masyarakat. Apabila pembentukan kematangan sosial masyarakat itu
baik, maka akan membawa tingkah laku yang baik pula, sebaliknya apabila
masyarakat itu tidak baik, maka dapat membawa seseorang menjadi tidak baik.
Gabril
Tarde mengatakan bahwa :
“Semua saling berhubungan (social interuction) itu berkisar pada
proses contoh-mencontoh, dalam sosial, dengan demikian lingkungan buruk akan
cenderung akan membuat pada hal-hal yang buruk, demikian juga sebaliknya”.28
(2)
Kurangnya sarana-sarana serta
pemanfaatan waktu senggang remaja
Suatu
faktor yang juga ikut memudahkan timbulnya kenakalan adalah kurangnya
sarana-sarana kegiatan kepemudaan dalam masyarakat, sebagai tempat untuk
mengisi waktu terluang remaja, seperti organisasi olah raga, karang taruna,
kesenian dan sebagainya.
Dalam
kehidupannya sehari-hari remaja sering mempunyai waktu luang yang cukup lama.
Seperti, sisa waktu belajar, bekerja atau liburan sekolah. Usia remaja adalah
usia goncang, suka berkhayal dan melamunkan sesuatu hal yang jauh. Jadi pada
usia remaja terdapat gejala-gejala yang disebut gejala negatife phase. Adapun gejala-gejala negatife phase antara lain adalah berkurangnya kemauan untuk
bekerja (disinchination to work),
kegelisahan (retlessness),
penantangan terhadap kewibawaan orang dewasa (resistence to authority) dan kesukaan berkhayal (day dreaming).29
Adapun
sarana-sarana sebagai tempat untuk mengisi atau menggunakan waktu terluang
tidak ada, serta tidak adanya bimbingan dari orang tua atau guru maka akan
banyaklah khayalan-khayalan atau lamunan-lamunan yang jauh dari kenyataan dan
waktu terluang tersebut sering digunakan untuk aktifitas-aktifitas yang negatif
seperti mabuk-mabukan, kebut-kebutan dan sebagainya. Sehubungan dengan hal
inilah kita sering melihat orang yang tidak ada pekerjaan terjerumus ke dalam
kenakalan atau perbuatan lain yang banyak menggelisahkan masyarakat.
(3)
Pengaruh media massa
Media
massa seperti film dan buku bacaan yang menggambarkan kejahatan, kelicikan
perampok, pencuri, cerita-cerita porno, memberikan kesempatan kepada anak-anak
remaja untuk mengungkapkan rasa hati yang terpendam, disamping pengaruh
merangsang untuk mencontohnya dalam kehidupan sehari-hari, akhirnya secara
tidak disadari mereka telah meniru apa yang terdapat dalam film maupun dalam
bacaan-bacaan tersebut. Secara psikologis para pelajar yang usianya berada pada
usia remaja mempunyai sifat imitative, yaitu ingin meniru apa yang dilakukan
oleh idolanga, yang diperoleh ketika membaca buku, film dan sebagainya. Tidak
selektifnya para remaja dalam memilih buku bacaan, majalah, film vedio atau
media massa lainnya dapat mengakibatkan kenakalan pada sekelompok remaja,
karena remaja sifatnya mencontoh.
(4)
Pengaruh budaya asing
Faktor
lain yang dapat mempercepat timbulnya kenakalan adalah banyaknya kebudayaan
asing yang memperkenalkan dan dikembangkan dalam masyarakat, terutama
kebudayaan asing yang sebenarnya bertentangan dengan jiwa pancasila.
Masuknya
kebudayaan asing ke Indonesia dapat melalui orang asing itu sendiri seperti
dimana oleh turis, melalui orang Indonesia yang telah lama tinggal di luar
negeri dan yang tak kalah pentingnya adalah melalui alat-alat komunikasi
seperti film, TV, radio, surat kabar, majalah dan buku-buku,
Melalui
alat-alat komunikasi diperkenalkan kepada anak-anak muda budaya luar, seperti
budaya pergaulan bebas yang datangnya dari barat, minuman keras dan sebagainya.
Budaya itu akan banyak ditiru oleh anak muda yang sedang mengalami kegoncangan
jiwa dan budaya semacam itu cepat menjalar terutama di kota-kota besar bahkan
sudah sampai ke desa-desa. Sekarang anak desa sudah banyak yang terpengaruh
oleh budaya semacam itu, karena masyarakat di desa masih berpegang kuat kepada
agama dan adat sehingga sering menimbulkan konflik dengan masyarakat
sekitarnya. Timbulnya pertentangan antara norma yang dianut oleh remaja dengan
yang berlaku pada masyarakat adalah merupakan sumber timbulnya kenakalan.
1. Pengertian Perilaku
Dalam
pengertian sehari-hari perilaku sering diartikan atau dihubungkan dengan
ciri-ciri tertentu yang dominan dengan pada individu. Secara sederhana kita
dapat mengatakan bahwa perilaku merupakan sruktur dan proses kejiwaan tetap
yang mengatur pengalaman-pengalaman seseorang dan membentuk tindakan-tindakan
serta responnya terhadap lingkungannya.[4]
Perilaku
dalam kehidupan manusia disebut dengan akhlak. Kata akhlak berasal dari bahasa
Arab, jamak dari khuluq yang artinya
tabiat, budi pekerti dan watak.
a.
Menurut Hussain Bahreisj
mengartikan akhlak sebagai kelakuan-kelakuan juga berarti ilmu kesopanan, ilmu
kesusilaan, etika pekerti atau moral.[5]
b.
Menurut Mudhor Ahmad mengartikan
akhlak adalah tingkah laku atau perangai manusia yang melekat dalam hati
manusia yang dari padanya keluar kemauan pilihan atas baik buruknya perkataan.[6]
c.
Hamzah Yakub berpendapat bahwa
kata akhlak yang bahasa arabnya khuluk menurut lughot berarti budi pekerti,
perangai, tingkah laku atau tabiat. Adapun pengertian terminologinya adalah
ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk, antara yang terpuji dan
tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia secara lahir dan batin.
Kemudian untuk membentuk watak yang baik adalah dengan membiasakan akhlak baik
dan meninggalkan akhlak yang buruk. Akhlak seseorang itu baik dan buruk
tergantung dari kebiasaan (perbuatan) yang dilakukan.[7]
Perilaku adalah mencakup
segi-segi fisik dan seluruh kehidupan psychis dari seseorang dengan segenap
kepastiannya sebagai makhuk yang paling sempurna.[8]
Sedangkan pengertian Ihsan menurut bahasa adalah berbuat baik dan menurut
hadist Nabi Muhammad SAW Ihsan adalah “bahwa
engkau beribadah (mengabdi) kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya dan
sesungguhnya Allah juga melihatmu” (HR. Muslim).[9]
Dari
uraian tersebut dapat diambil pengertian bahwa akhlak atau perilaku ialah
perangai, budi pekerti, kelakuan dan kebiasaan yang dilakukan oleh seseorang
dan dengan kebiasaan yang dilakukan itu, maka akhlak seseorang bisa dinilai
baik atau buruk berdasarkan norma-norma yang ada. Jadi perilaku adalah gambaran
adanya pribadi yang berakhlak.
2. Aspek-aspek Perilaku
Adapun aspek-aspek perilaku ada beberapa macam, antara lain
sebagai berikut :
a. Karakter
Karakter adalah konsekuen dalam mematuhi etika atau
teguh tindakannya dalam memegang pendirian atau pendapat.
b. Temperamen
Temperamen adalah cepat lambatnya seseorang untuk
mereaksi terhadap sesuatu yang datang dari lingkungannya.
c. Sikap
Sikap adalah sambutan terhadap objek (orang, benda,
peristiwa, norma dan lain-lain) yang bersifat positif, negatif atau ragu-ragu.
d. Stabilitas
Emosional
Stabilitas emosional adalah kadar
kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari lingkungan, seperti mudah
tidaknya tersinggung, marah, sedih, gembira dan putus asa.[10]
Ahmad Tafsir
mengatakan bahwa manusia adalah makhuk ciptaan Allah yang utuh berdiri sendiri
dari jasmani, akal dan rohani sebagai potensi pokok.[11]
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku
Adapun
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan perilaku ada lima macam,
diantaranya yaitu :
a. Lingkungan Keluarga
Pertamakali yang
dikenal seorang anak adalah lingkungan keluarga yaitu tempat yang pertama kali
anak menerima pendidikan dari orang tuanya, kepribadian orang tua, sikap hidup
dan cara hidup merupakan unsur-unsur pendidikan yang tidak langsung dengan
sendirinya akan masuk ke dalam pembentukan perilaku anak.[12]
Suasana keluarga sangat penting bagi perkembangan perilaku
anak. Seorang anak yang dibesarkan dalam lingkungan yang harmonis dan agamis
dalam arti orang tua memberikan curahan kasih sayang, perhatian serta bimbingan
dalam kehidupan berkeluarga, maka perkembangan perilaku anak tersebut cenderung
positif. Dan sebaliknya, anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang broken home, kurang harmonis, orang tua
bersikap keras terhadap anaknya atau tidak memperhatikan nilai-nilai agama
dalam keluarga, maka cenderung akan mengalami perilaku yang menyimpang.[13]
b. Lingkungan
Sekolah
Tempat pendidikan yang kedua kalinya setelah keluarga yaitu
sekolah. Di sekolah anak akan dibina, dididik, diasuh, dibimbing oleh seorang
guru. Guru adalah wakil dari orang tua yang berkewajiban mengajarkan
kebiasaan-kebiasaan yang baik dan sekaligus menanamkan nilai-nilai moral dalam
rangka pembentukan perilaku ihsan dalam pergaulan dengan anak.[14]
Setelah masuk sekolah anak mulai bergaul dengan teman
sebayanya dan menjadi anggota dari kelompoknya. Pada saat itulah ia mengalihkan
perhatiannya untuk mengembangkan sifatnya atau perilaku yang cocok atau
dikagumi teman-temannya walaupun mungkin tidak sesuai dengan harapan orang
tuanya. Melalui bergaul dengan teman-temannya anak belajar menilai dirinya
sendiri dan kedudukannya dalam kelompok.[15]
d.
Lingkungan Masyarakat
Manusia dalam kehidupannya selalu mengadakan hubungan dengan
sesama orang lain. Oleh sebab itu lingkungan masyarakat juga membentuk akhlak
baik dalam hal positif maupun negatif.
Selain itu, setiap lingkungan masyarakat (ras, bangsa, suku)
memiliki tradisi, adat atau kebudayaan yang khas. Tradisi atau kebudayaan suatu
masyarakat memberikan cara berfikir maupun bersosialisasi dengan orang lain.
Hal ini dapat dilihat dari adanya perbedaan antara masyarakat modern yang
budayanya relatif maju dengan masyarakat primitif yang budayanya relatif masih
sederhana.[16]
4. Proses Terbentuknya Perilaku
Setiap individu berkembang secara tetus-menerus dari masa
bayi sampai mati dan melalui seluruh perkembangan hidup yang mengalami
perubahan-perubahan sehingga mengarah pada pembentukan kepribadian itu
berlangsung. Hal ini diperlukan suatu proses waktu yang tidak sebentar bahkan
waktu yang panjang dan berangsur-angsur. Dikatakan oleh Patty: Dalam seluruh
perkembangan itu tampak bahwa tiap perkembangan muncul dalam cara-cara yang
kompleks dan tiap perkembangan didahului oleh perkembangan sebelumnya, ini
berarti perkembangan itu tidak saja kontinyu, tetapi perkembangan fase yang
satu diikuti dan menentukaan perkembangan fase yang berikutnya.[17]
Untuk mengetahui tentang proses pembentukaan perilaku ihsan
ada beberapa tahap yaitu :
a.
Latihan dan Pembiasaan
Pada tahap ini
tidak hanya cukup diberikan secara teoritis saja melainkan juga diiringi dengan
penerapan dalam praktek kehidupan sehari-hari baik melalui latihan maupun
pembiasaan, ini akan lebih bisa diserap dalam jiwa anak. Latihan dan pembiasaan
ini bertujuan untuk memberi kecakapan berbuat dan mengucapkaan sesuatu
pengetahuan yang diperolehnya dan mampu memelihara tingkah laku yang baik
setelah mereka dewasa. Dalam hal ini M. Athiyah Al-Abrasy mengatakan: “Siapa
yang membiasakan sesuatu di waktu mudanya, waktu tua akan menjadi kebiasaannya
juga.”[18]
Dalam hal ini, Zakiah Darajat memberikan pernyataan “Apabila
si anak telah terbiasa dengan peraturan-peraturan akhlak dan hubungan sosial
yang sesuai dengan ajaran agama sejak kecil, maka akhlak yang baik akan menjadi
bagian integral dan kepribadiannya dengan sendirinya akan mengatur tingkah laku dan sikapnya
waaktu ia dewasa nanti”.[19]
b. Keteladanan
Keteladanan merupakan metode influentif yang paling
menentukan keberhasilan dalam mempersiapkan dan membentuk sikap dan perilaku
moral, spiritual dan sosial anak. Oleh karena itu, masalah keteladanan menjadi
faktor penting dalm hal baik-buruknya perilaku anak.[20]
Pada dasarnya
keinginan untuk mencontoh merupakan pembawaan atau sifat asli manusia ketika
seseorang masih berusia anak-anak, sebab secara psikologis anak-anak adalah
masa yang membuthkan figur atau telasdan. Bimbingan keagamaan yang diberikan
dengan memberikan contoh atau keteladanan orang tua adalah salah satu bimbingan yang paling membekas pada diri anak. Dengan
keteladanan ini timbullah gejala identifikasi positif yaitu penyamaan diri
dengan orang yang ditiru.[21]
c. Adanya Nasehat
Merupakan sajian
tentang kebenaran dan kebajikan dengan maksud mengajak orang yang dinasehati
untuk menjauhkan diri dari bahaya dan membimbing ke jalan yang benar daan berfaedah baginya.[22]
e. Pembentukan
Kerohanian yang Luhur
Yaitu
pembentukan atau menanamkan nilai-nilai agama yang terdiri atas :
1)
Iman kepada Allah
2)
Iman kepada Malaikat-malaikat-Nya
3)
Iman kepada Kitab-kitab-Nya
4)
Iman kepada Rosul-rosul-Nya
5)
Iman kepada Hari kiamat
6) Iman kepada Qodho dan Qodar.[23]
Dalam proses
pembentukan perilaku ada beberapa unsur-unsur yang diperhatikan yaitu :
a. Ciri-ciri watak yang berhubungan dengan cirri umum yang tidak
berubah yaitu ciri-ciri yang membedakan respon seseorang tanpa memperhatikan
rangsangan yang menyebabkan kecepatan bereaksi terhadap sesuatu hal.
b. Kemampuan dan kesanggupan mental yaitu menentukan kemampuan
untuk melakukan pekerjaan tertentu yang tercermin dalam kecerdasan dan kemampuan
hitung serta ketrampilannya.[24]
Pembentukan
perilaku yang sempurna dan terpadu akan terpadu jika daalam prosesnya tanpa
mengabaikan sedikitpun dari tiga tahap pembentukan yang harus berjalan lancar
dan bersamaan dengan aspek-aspek serta unsur-unsur penunjang yang mempengaruhi pembentukan perilaku. Semua
itu dibutuhkan proses kerja secara serasi dan seimbang.
c. Kebiasaan
berperilaku baik. Sudah diketahui bersama bahwa manusia dalam hidupnya itu akan
mengadakan hubungan dengan orang lain. Dengan adanya hubungan ini ia harus
berusaha menyesuaikan dengan lingkungan yang dihadapinya. Dalam perilaku baik
itu manusia itu harus sifat yang dihadapinya. Dan pada hakikatnya manusia itu
telah diberi kesadaran untuk memilih yang baik dan buruk dari Sang Pencipta,
seperti firman Allah Al Qur’an :
وهدينه النّجدين .....
Artinya
: “Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan”. (Q.S. Al-Balad : 10).[25]
Perilaku
baik dan buruk merupakan suatu yang mendasar dalam diri manusia. Karena manusia
mempunyai kebebasan untuk memilih yaitu kehendak bebas dan bertanggung jawab
yang menempati antara dua kutub yang berlawanan.[26]
Dengan
andanya kehendak bebas itu, maka manusia perlu mengarahkan untuk memilih atau
menentukan kehendaknya agar manusia tidak terperosok dalam lempung busuk. Untuk
itu, diperlukan suatu pendidikan yang
akan mendidik manusia untuk berperilaku ihsan atau baik. Dalam kehidupan
bermasyarakat manusia itu tidak dapat hidup sendiri. Oleh karena itu, manusia
dalam hidupnya harus menggunakan bahasa yang benar, menghormati sesama, tolong
menolong, menepati janji dan lain-lain.[27]
Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT :
وتعاونوا على البرّ والتّقوى صلى ولا تعونوا على الاثم
والعدوان صلى واتّقوالله انّ الله شد يد العقاب.
Artinya
: “Hendaknya kamu tolong menolong atas perbuatan kebaikan dan taqwa. Dan janganlah
kamu tolong menolong atas dosa dan dirinya dan bertaqwalah kepada Allah”. (QS.
Al-Maidah : 2)[28]
Oleh karena itu
manusia diwajibkan untuk berbuat baik dan bila hal itu menjadi kebiasaan dalam
hidupnya sehingga akan melekat pada jiwanya dan akhirnya akan menjadi akhlak.
Selanjutnya dengan adanya kebiasaan-kebiasaan yang baik tersebut akan membentuk
perilaku ihsan seseorang.
10 Sofyan S. Willis, Problem Remaja dan Pemecahannya, Angkasa, Bandung, 1991, hlm. 59.
[1]
Supartinah Sadli, Persepsi Sesuai Perilaku
Menyimpang, Bulan Bintang, Jakarta, 1976, hal. 16.
[2]
Ibid., hal. 35.
[3]
AL-Qur’an, Surat al-Anfal ayat 28, Yayasasan Penyelenggara Penerjemah
al-Qur’an, al-Qur’an dan Terjemahnya,
Depag RI, 1989, hlm. 264.
11 Ibid.
hlm. 59
12 B. Simanjuntak, Op. Cit, hlm. 49
13 Sofyan S. Willis, Op. Cit., hlm. 60
14 Singgih D. Gunarsa, Nyonya Singgih D.
Gunarsa, Op. Cit., hlm. 20
15 B. Simanjuntak, Op. Cit., hlm. 115.
16 Ibid.
hlm. 116.
17 B. Simanjuntak, Op, Cit., hlm. 115
18 Ibid,
hlm.117
19 Bimo Walgito, Kenakalan Anak (Juvile Delinquency), Yayasan Penerbit Fakultas
Psikologi UGM, Yogyakarta, 1984, hlm. 11.
20 Y. Bambang Mulyono, Pendekatan Analisis Kenakalan Remaja dan
Penanggulangannya, Kanisius, Yogyakarta, 1984, hlm. 27.
21 Zakiah Darajat, Kesehatan Mental, Gunung Mulia, Jakarta, 1983, hlm 84.
22 B. Simanjuntak, Op. Cit., hlm. 319.
23 Zakiyah Darajat, Op. Cit., hlm. 80.
24Ibid.,
hlm. 86.
25 Sofyan S. Willis, Op. Cit., hlm. 69.
26 Ibid,
hlm. 71.
27 Ibid,
hlm. 72.
28 B. Simanjuntak, Op. Cit., hlm. 120.
29 Andi Mappiare, Op. Cit., hlm. 32.
[4]Clifford T. Morgant, Intructions to Psichology, MC. Graw Hill
International Book Company, New York, 1979, hlm. 683.
[5]Hussain Bahreij, Ajaran-Ajaran Akhlaqul Karimah, Bumi
Aksara, Bandung, 1997, hlm. 23.
[6]Abu Tauhid, Seratus Hadits, Yayasan Pendidikan Islam
Imam Furo, Purworejo, 1987, hlm. 15.
[7]Hamzah Yakub, Etika Islam Membina Akhlaqul Karimah Suatu
Pengantar, CV. Diponegoro, Bandung, 1988, hlm. 23.
[8]Kartini
Kartono, Teori Kepribadian dan Mental
Hygenie, Alumni, Bandung, 1974, hlm. 12.
[9]Aminah Abd. Dahlan, Hadist Arbain An-Nawawiyyah, Al-Ma’ruf,
Bandung, 1982, hlm. 14.
[10] Syamsul Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja,
PT. Remaja Rosda Karya, Bandung, 2000, hlm. 127-128.
[11]Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam,
PT. Remaja Rosda Karya, Bandung, 1994, hlm. 37.
[12]Sutari Imam Barnadib, Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematika,
FIP. IKIP. Yogyakarta, 1987, hlm. 33.
[13]Ibid,
hlm. 120.
[14]Zakiah Darajjat, Ilmu Jiwa Agama, Bulan Bintang, Jakarta,
1976, hlm. 127.
[15]Ibid,
hlm. 128.
[16]Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja,
PT. Remaja Rosda Karya, Bandung, 2000, hlm. 128-129.
[17]Patty, et.al, Pengantar Psikologi Umum, Usaha
Nasional, Surabaya, 1982, hlm. 130.
[18]M. Athiyyah Al-Abrasy, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam,
Bulan Bintang, Jakarta, 1970, hlm. 109.
[19]Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, PT. Gunung Agung, Jakarta, 1982, hlm. 130.
[20]Abdul Kholiq, Pemikiran Pendidikan Islam, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta, 1999, hlm. 66.
[21]Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, PT. Al-Ma’ruf Jakarta, 1974, hlm. 85.
[22]Abdurrohman An-Nahlawi, Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam,
Bandung, 1992: hlm 404.
[23]Ibid,
hlm. 81-86.
[24]Musthofa Fahmi, Penyesuaian Diri, Bulan Bintang,
Jakarta, 1983, hlm. 52.
[25]Al-Qur'an, Surat Al-Balad
Ayat 10, Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur'an, Al-Qur'an dan
Terjemahnya, Depag. RI, Jakarta, 1987, hlm. 1061.
[26]Ali Syariati, Tentang Sosiologi Islam, Alih Bahasa
Syaifullah Muhyidin, Ananda, Yogyakarta, 1992, hlm. 114.
[27]Ibid,
hlm. 115.
[28]Al-Qur'an, Surat Al-Maidah
Ayat 2, Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur'an, Al-Qur'an dan Terjemahnya,
Depag. RI, Jakarta, 1987, hlm. 157.
0 Response to "PEMAHAMAN PERILAKU MENYIMPANG DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERILAKU ANAK"
Post a Comment