PEMENUHAN KEBUTUHAN DAN TINGKAH LAKU MENYIMPANG

PEMENUHAN KEBUTUHAN DAN TINGKAH LAKU MENYIMPANG  



A.    Pemenuhan Kebutuhan
1.      Pengertian
 Kebutuhan adalah kekurangan, artinya ada sesuatu yang kurang dan oleh karena itu timbul kehendak untuk mencukupinya atau memenuhinya. Kehendak ini dapat disamakan pula dengan tenaga pendorong supaya berbuat sesuatu, bertingkah laku.[1]

Sedangkah menurut W.J.S. Poerwadarminta, kebutuhan adalah barang apa yang diperlukan (dibutuhkan).[2]
Menurut pendapat di atas mengenai arti-arti batasan dari kebutuhan pada hakekatnya sama. Dengan demikian dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kebutuhan adalah kekurangan, artinya ada sesuatu yang kurang dan oleh sebab itu timbul kehendak untuk memenuhi atau mencukupinya. Sedangkan yang dimaksud kehendak yaitu tenaga pendorong untuk berbuat sesuatu dan bertingkah laku.
Kebutuhan yang diperlukan anak itu bermacam-macam jenisnya dari semuanya itu perlu adanya pemenuhan kebutuhan dasar yang ada pada diri anak itu dapat menimbulkan motif-motif yang merupakan tenaga untuk mendorong untuk membangkitkan serta memberikan arah pada tingkah laku setiap tingkah laku merupakan bentuk dari pemenuhan suatu kebutuhan. Pada prinsipnya setiap tingkah laku adalah merupakan manifestasi dari usaha pemenuhan kebutuhan. Tuntutan terhadap pemenuhan kebutuhan bagi anak remaja dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu :
a.       Kebutuhan-kebutuhan yang menuntut pemenuhan dari kelompok teman sebaya (peer-group).
b.      Kebutuhan-kebutuhan yang menuntut pemenuhan dari orang tua anak itu sendiri.[3]
Yang dimaksud dalam penelitian ini adalah menggunakan kelompok yang kedua yaitu kebutuhan-kebutuhan yang menuntut pemenuhan dari orang tua. Dengan demikian dapat penulis kemukakan bahwa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pemenuhan kebutuhan yang diberikan oleh orang tua terhadap putra-putrinya. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan fisik, psikis dan sosial.

2.      Teori Kebutuhan
a.      Menurut Maslaw.
Inti dari teori ini adalah bahwa kebutuhan itu tersusun dalam suatu hirarki, tingkat kebutuhan Maslaw ini ada lima tingkat yaitu :
1)      Kebutuhan fisiologis atau biologis
2)      Kebutuhan rasa aman dan perlindungan
3)      Kebutuhan akan penghargaan
4)      Kebutuhan sosial
5)      Kebutuhan akan aktualisasi diri.
b.     Teori kebutuhan dari MC. Clelland
 Teori ini menekankan pada pemahaman tentang motivasi. Motivasi akan semakin mendalam apabila disadari, bahwa setiap individu mempunyai tiga jenis kebutuhan yaitu :
1)     Need for Achievement (n ach)
Pada dasarnya setiap orang ingin dipandang sebagai orang yang berhasil dalam hidupnya terlebih remaja, dan sebaliknya tidak ada orang yang senang jika menghadapi kegagalan dalam hidupnya. Ini cerminan bahwa pada diri orang itu terdapat Need for Achievement.
2)     Need foor Power (n pow)
Berdasarkan teori ini kebutuhan akan kekuasaan menampakkan diri dari keinginan untuk mempunyai pengaruh terhadap orang lain. Dikatakan bahwa seseorang yang mempunyai kebutuhan n pow-nya besar biasanya menyukai kondisi kompetitif dan orientasi status serta akan lebih memberikan perhatian pada hal-hal yang memungkinkannya memperbesar pengaruhnya terhadap orang lain.
3)     Need for Affiliation (n aff)
Kebutuhan affiliasi ini merupakan kebutuhan riil dari setiap manusia terlepas dari kedudukan, jabatan maupun pekerjaannya. Kebutuhan ini pada umumnya tercermin pada keinginan berada pada situasi yang bersahabat dalam interaksi seseorang dengan orang lain.[4]
Dari kedua teori tersebut di atas dapat dipahami bahwa setiap manusia (termasuk anak) mempunyai beberapa kebutuhan dimana kebutuhan-kebutuhan tersebut perlu pemenuhan secara memadai.

3.      Macam-macam Kebutuhan
 Ada bermacam-macam jenis kebutuhan, diantaranya adalah kebutuhan menurut Maslaw :
a.      Physiological needs (kebutuhan yang bersifat biologis)
Misalnya : sandang, pangan dan tempat berlindung, seks dan kesejahteraan hidup. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang amat primer, karena kebutuhan ini telah ada dan terasa sejak manusia dilahirkan di bumi ini.
b.     Safety needs (kebutuhan rasa aman)
Individu dalam melakukan kegiatan hidupnya membutuhkan adanya rasa aman. Misalnya : bilamana individu itu sedang bekerja, membutuhkan keamanan bagi jiwanya. Perasaan aman juga menyangkut mengenai harta yang ditinggal atau juga perasaan aman yang menyangkut masa depan.
c.      Sosial needs
Manusia sebagai makhluk sosial, membutuhkan adanya :
1)      Kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain dimana ia hidup atau berada.
2)      Kebutuhan akan perasan dihormati, karena setiap manusia merasa dirinya penting.
3)      Kebutuhan untuk bisa berprestasi.
4)      Kebutuhan untuk ikut serta (sens of partisioation)
d.     Esteem needs (kebutuhan akan harga diri)
Setiap orang yang hidup selalu menginginkan adanya penghargaan atas dirinya.
e.      Self actualization (ingin berbuat yang lebih baik)
Bahwa setiap individu ingin mengembangkan kapasitas mental dan kapasitas kerjanya melalui pengembangan pribadinya. Oleh sebab itu pada tingkatan ini orang cenderung untuk selalu mengembangkan diri dari berbuat yang lebih baik atau yang paling baik.[5]
Kebutuhan khas remaja menurut Gorison, yaitu :
1)     Kebutuhan akan kasih sayang
2)     Kebutuhan akan keikutsertaan dan diterima dalam kelompok
3)     Kebutuhan untuk berdiri sendiri
4)     Kebutuhan untuk berprestasi
5)     Kebutuhan akan pengakuan dari orang lain.
6)     Kebutuhan untuk dihargai
7)     Kebutuhan memperoleh falsafah hidup yang utuh.[6]
Dari berbagai macam jenis kebutuhan seperti yang disebutkan di atas merupakan kebutuhan manusia yang perlu mendapatkan perhatian untuk dipenuhinya. Dan kalau disimpulkan bahwa jenis-jenis kebutuhan anak (remaja) dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) bagian yaitu :
a.      Kebutuhan biologis (fisik), meliputi :
1)      Kebutuhan akan sandang, makan dan minum
2)      Kebutuhan untuk beristirahat
3)      Kebutuhan kesejahteraan hidup.
b.      Kebutuhan psikis (kejiwaan), meliputi :
1)     Kebutuhan untuk dikasihi (kasih sayang)
2)     Kebutuhan akan rasa aman
3)     Kebutuhan akan sukses
4)     Kebutuhan untuk berprestasi
5)     Kebutuhan beragama
6)     Kebutuhan akan harga diri
7)     Kebutuhan berkreasi
c.       Kebutuhan sosial, meliputi :
1)      Kebutuhan untuk dihargai
2)      Kebutuhan mengadakan hubungan dengan sesama teman pergaulan
3)      Kebutuhan akan pengakuan dari orang lain
4)      Kebutuhan untuk berdiri sendiri, mengambil tanggung jawab sendiri, mengambil pilihan sendiri.

4.      Implikasi pemenuhan kebutuhan
Pada dasarnya semua anak menghendaki semua kebutuhan-kebutuhannya dapat terpenuhi secara wajar baik kebutuhan biologis (seperti makan, minum, dan sebagainya), kebutuhan psikologis maupun kebutuhan sosiologis, terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan tersebut secara memadai akan mendatangkan keseimbangan dan keutuhan integritas pribadi. Seseorang akan gembira, harmonis produktif. Dengan kata lain anak yang segala kebutuhannya terpenuhi secara memadai akan memperoleh suatu kepuasan secara memadai akan memperoleh suatu kepuasan hidupan (statisfaction).
Sebaliknya jika kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, maka anak akan mengalami kekecewaan (dissatisfaction). Mereka akan frustasi yang pada reaksi eksploitasinya dalam bentuk marah, menyerang orang lain, minum-minuman keras, narkotika dan akhirnya mempunyai tingkah laku yang menyimpang.

5.      Pemenuhan kebutuhan oleh orang tua
Pada prinsipnya setiap tingkah laku adalah merupakan perwujudan dari usaha pemenuhan suatu kebutuhan maka baik buruknya keluarga memberikan dampak yang positif atau negatif pada pertumbuhan anak menuju kedewasaannya, menjadi orang tua yang efektif bagi putra putrinya tidaklah mudah, mendapat bahwa setiap orang tua akan secara reflektif dapat mendidik anak-anaknya cukup dengan naluri ke ayahannya dan keibuannya saja tidak benar, sebab membutuhkan suatu ilmu tersendiri untuk memprogram anak-anaknya agar menjadi generasi yang taqwa, sehat dan pintar. Orang tua mempunyai fungsi sebagai berikut :
a.      Orang yang memenuhi kebutuhan naluri anak
b.      Orang yang berkewajiban membangun ruhani dan pribadinya serta bersih dan sehat.7
Sabda Nabi:
كلكم را ع وكلكم مسؤ ل عن رعيته و ا لر جل ر ا ع في ا هله و هو مسؤ ل عن ر عيته (متفق عليه)                         
Artinya: “Kalian adalah pemimpin dan akan mempertanggung jawabkan rakyatnya, seorang suami adalah pemimpin keluarga yang harus bertanggung jawab atas anggotanya”.8
Agar anak dapat berkembang kepribadiannya secara wajar, maka semua kebutuhannya dapat terpenuhi secara memadai. Baik kebutuhan biologis, pikologis maupun sosiologis. Dalam hal ini peran orang tua sangat diharapkan untuk dapat menjembatani dari kebutuhan-kebutuhan tersebut.
Dalam hal ini Abdillah Ahmad dalam bukunya tanggung jawab dalam Islam menjelaskan beberapa hak-ahak anak atas orang tua yaitu:
a.      Perhatian terhadap perkembangan mereka ketika masih kanak-kanak.
b.      Perhatian terhadap perkembangan akhlak anak.
c.       Perhatian terhadap bakat dan kecerdasan berfikir secara perlahan-lahan, seperti jangan memberi beban yang tak mungkin dilaksanakan.
d.     Pelakasanaan terhadap perintah agama.
e.      Perhatian dalam membaca al-Qur’an
f.        Orang tua memberi perhatian terhadap putra-putrinya dalam hal masalah pendidikan dalam memilih sekolah.
g.      Orang tua hendaknya memberi pelajaran ketrampilan kepada putra-putrinya.
h.      Dan yang perlu diperhatiakn seorang ayah adalah membina anak-anaknya untuk memahami gejala-gejala etika, sosial, politik, ekonomi maupun yang lainnya.
Itulah beberapa tugas dan tanggung jawab orang tua apabila kita perhatikan kita akan mengerti betapa pentingnya tugas dan tanggung jawab orang tua atas anak-anaknya adalah merupakan tugas yang sangat berat dan itu semua harus dilakukan oleh orang tua.[7]
Memenuhi kebutuhan anak oleh orang tua secara memadai akan menjadi keseimbangan dan kebutuhan integritas pribadi. Dapat dikatakan bahwa anak yang memperoleh kepuasan terhadap kebutuhan, maka anak tersebut menjadi baik tingkah lakunya (kepribadiannya).
Akan tetapi sebaliknya, jika orang tua tidak dapat memenuhi kebutuhan anaknya secara memadai, maka anak tersebut akan mengalami ketegangan, ketidak puasan, kecewa dan akan frustasi yang pada akhirnya akan mengganggu pada pertumbuhan dan perkembangannya. Sebagai dampak negatifnya anak akan mempunyai tingkah laku yang menyimpang.
Menurut para ahli mengatakan :
Apabila anak mengalami perkembangan yang wajar, maka akan diperoleh anak yang memiliki keseimbangan pikiran dan perasaan. Dalam perkembangan yang wajar ini terpenuhi : 1). The mish for new experience, 2). The wish for person, 3). The wish for security. Anak inilah yang di sebut anak normal. Tetapi apabila perkembangan anak mengalami kebutuhan karena tidak terpenuhi kebutuhannya, akan terjadi frustasi, konflik, stress, mental meladjusmen, emosional distur banes, anak-anak inilah yang memiliki perasaan tidak aman (felings of security), Perasaan rendah diri (felings of hostility). Akibat perasan ini ialah ketidak sesuaian dengan lingkungan membangkang dan melakukan perbuatan inti sosial, Perbuatan melanggar hukum.9
Sehubungan dengan hal itu Umar bin Khattab mengatakan sebagai berikut:
من حق الو لد على الو لد ان يعلمه الكتا بة و الر ما ية واو لا يرزقه الا طيبا .
Artinya: termasuk anak yang menjadi orang tua adalah mengajarnya, menulis  dan memanah dan memberikan rizki kecuali yang halal dan baik. 
Dari kata-kata Umar bin Khattab dapat diambil pengertian bahwa :
a.      Pendidikan baik jasmani, akal dan rohani merupakan hak anak dan sepenuhnya menjadi tanggung jawab orang tua.
b.      Setiap orang tua bertanggung jawab dn memberikan hak kewajiban kepada anak-anaknya dengan sebaik-baiknya.
c.       Setiap orang tua berkewajiban memberikan nafkah kepada anak-anaknya.
d.     Setiap orang tua harus bertanggung jawab dan berkewajiban untuk mencari rizki yang halal untuk menghidupi dan menafkahi anak-anaknya.
Pendapat di atas dapat diketahui bahwa jika anak memperoleh pemenuhan secara memadai maka anak akan menjadi baik dalam arti mempunyai tingkah laku yang wajar, tetapi sebaliknya apabila anak tidak dapat pemenuhan kebutuhan secara wajar, maka anak tersebut akan menjadi nakal atau dapat dikategorikan mempunyai tingkah laku yang menyimpang.

B.     Tingkah Laku Menyimpang

1.      Pengertian
Tingkah laku menyimpang adalah suatu perbuatan manusia yang melanggar norma-norma atau aturan yang berlaku. Bakolak Inpres No. 6/1971 Pedoman 8 menyatakan bahwa kenakalan remaja adalah :
“ Kelainan tingkah laku, perbuatan atau tindakan remaja yang bersifat asosiasi atau anti sosial yang melanggar norma-norma sosial, agama serta ketentuan hukum yamg berlaku dalam masyarakat”.10
Sedangkan yang dimaksud prilaku menyimpang ahli-ahli ilmu sosial memberikan beberapa definisi antara lain:
a.      Tingkah laku yang menyimpang dari normatif atau pengharapan masyarakat.
b.      Tingkah laku yang secara normal.
c.       Tingkah laku yang patologis.
d.     Tingkah laku yang secara sosial dinilai tidak baik dan tingkah laku yang berhubungan dengan peranan menyimpang.[8]
Dari definisi diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa perilaku meyimpang “tingkah laku yang melanggar atau bertentangan atau meyimpang dari aturan-aturan normatif, dari pengertian-pengertian normatif maupun dari harapan-harapan sosial kemasyarakatan yang bersangkutan”.[9]
Mengenai macam-macam perilaku menyimpang penulis batasi pada hal sebagai berikut:
a.      Perilaku siswa yang menyimpang dari norma-norma agama.
b.      Perilaku siswa yang menyimpang dari harapan-harapan orang tua, sekolah dan lingkungan sosial yang bersagkutan.
Dengan adanya perilaku siswa yang menyimpang tersebut khususnya orang tua harus berpedoman bahwa anak adalah sebagai amanah dan lebih di pertegas lagi dengan ungkapan “anak sebagai ujian bagi orang tuanya” sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an surat al- Anfal ayat 28.
اعلموا انما اموالكم واولادكم فتنة, وان الله عنده اجر عظيم
Artinya: “ Ketahuilah bahwa harta-hartamu adalah anak-anakmu adalah sebagai ujian (cobaan) dan sesungguhnya disisi Allahlah pahala yang besar. (QS. Al-Anfal:28)[10]

Menurut Kusmanto menyatakan bahwa kenakalan remaja adalah :
Juvenile delinqueney atau kenakalan remaja adalah tingkah laku individu yang bertentangan dengan syarat-syarat dan pendapat umum yang dianggap akseptabel dan baik oleh suatu lingkungan atau hukum yang berlaku di suatu masyarakat yang berkebudayaan”.11
Sedangkan  menurut B. Simanjuntak menyatakan kenakalan     remaja :
“ Suatu perbuatan itu disebut delinquent apabila perbuatan tersebut bertentangan dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat dimana ia hidup”.12

Dari pendapat beberapa ahli tentang batasan kenakalan remaja, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kenakalan remaja adalah suatu perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh para remaja yang bertentangan dengan hukum, agama dan norma, norma masyarakat, sehingga akibatnya merugikan orang lain, mengganggu ketentraman umum dan merusak dirinya sendiri. Hal ini dapat dipertegas dari pengertian tingkah laku seseorang yang menyimpang.

2.      Bentuk Kenakalan
Banyak pendapat yang memberikan batasan definisi yang berbeda-beda tentang kategori apakah anak itu mempunyai tingkah laku yang menyimpang atau tidak. Bagaimana bentuknya apabila itu dikatakan apabila punya tingkah laku yang menyimpang (nakal). Untuk itu perlu adanya penegasan dari para ahli diantaranya adalah menurut Sofyan S. Willis bentuk atau jenis kenakalan sebagai berikut :
a.      Pencurian
b.      Penipuan
c.       Perkelahian
d.     Pengrusakan
e.      Penganiayaan
f.        Perampokan
g.      Narkotika
h.      Pelanggaran susila
i.        Pelanggaran
j.        Pembunuhan
k.      Kejahatan lain.13
Menurut Ny Singgih D. Gunarsa dan Singgih D. Gunarsa mengemukakan bahwa jenis kenakalan sebagai berikut :14
a.      Kenakalan yang bersifat amoral dan tidak diatur dalam UU, sehingga tidak dapat atau sulit digolongkan pelanggaran hukum seperti :
1)      Membohong, memutar balikkan kenyataan dengan tujuan menipu orang atau menutup kesalahan.
2)      Membolos, pergi meninggalkan sekolah tanpa sepengetahuan kepada pihak sekolah.
3)      Kabur, meninggalkan rumah tanpa ijin orang tua atau menentang keinginan orang tua.
4)      Keluyuran, pergi sendiri atau kelompok tanpa tujuan dan mudah menimbulkan perbuatan iseng yang negatif.
5)      Memiliki dan membawa benda yang membahayakan orang lain, sehingga mudah terangsang untuk mempergunakannya.
6)      Bergaul dengan teman yang memberikan pengaruh buruk sehingga mudah terjerat dengan perkara yang benar-benar kriminal.
7)      Berpesta pora semalam suntuk tanpa pengawasan, sehingga mudah timbul tindakan-tindakan yang kurang bertanggung jawab (amoral dan asosial).
8)      Membaca buku-buku cabul dan kebiasaan tidak senonoh seolah-olah menggambarkan kurang perhatian dan pendidikan dari orang dewasa.
9)      Secara kelompok makan di rumah makan tanpa membayar atau naik bis tanpa membayar.
10)  Turut dalam pelacuran dan melacurkan diri dalam tujuan kesulitan ekonomis maupun tujuan lainnya.
11)  Berpakaian tidak pantas dan meminum minuman keras atau menguras atau menghisap ganja sehingga merusak dirinya maupun orang lain.
b.      Kenakalan yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai dengan Undang-Undang hukum yang berlaku dan acap kali  bisa disebut dengan istilah kejahatan, misalnya :
1)      Perjudian dan segala bentuknya yang menggunakan uang
2)      Pencurian dengan kekerasan maupun tanpa kekerasan seperti pencopet, perampokan, penjambretan
3)      Penggelapan barang
4)      Penipuan dan pemalsuan
5)      Pelanggaran tata susila, menjual gambar-gambar porno, pemerkosaan.
6)      Pemalsuan uang dan pemalsuan  surat-surat resmi
7)      Tindakan-tindakan anti sosial, perbuatan yang merugikan milik orang lain
8)      Percobaan pembunuhan
9)      Menyebabkan kematian orang, turut tersangkut dalam pembunuhan
10)  Pembunuhan
11)  Pengguguran kandungan

3.      Faktor-faktor Kenakalan
a.      Faktor internal
Yang dimaksud faktor internal adalah faktor yang datangnya dari tubuh manusia itu sendiri tanpa dipengaruhi oleh lingkungan sekitar.
Adapun faktor internal yang mempengaruhi kenakalan adalah :
1)      Faktor umur
Faktor umur ini mempunyai pengaruh dalam kenakalan anak. Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan, bahwa anak yang berumur 18-19 tahun paling sering melakukan pencurian (hasil penelitian Moh. Musa di LPC Tangerang dari jumlah 453 orang terdapat 315 orang yang tergolong Jucenile delinguent, dipidana karena mencuri).15
2)     Faktor kedudukan dalam keluarga
Kedudukan anak dalam keluarga adalah urut-urutan dalam kelahiran, seperti anak pertama, kedua, ketiga, keempat dan lain sebagainya.
Kedudukan yang dimaksudkan ialah urut-urutan kelahiran dari nucleans famili. Berdasarkan penelitian Bigot bahwa anak sulung lebih berkemungkinan jadi recidevist dibandingkan dengan anak bungsu, penelitian ini dilanjutkan dengan penelitian Greef terhadap 200 orang narapidana, yang mana hasil penelitian itu menggambarkan bahwa mereka berasal dari ortrime position: firetborn, last born, only one child.16
Melihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh para ahli dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kedudukan anak remaja dalam keluarga kalau dihubungkan dengan kenakalan adalah masalah perlakuan oleh orang tua, yaitu anak pertama, anak terakhir atau anak tunggal biasanya diperlakukan secara manja atau diberikan perlindungan yang berlebihan.
3)     Faktor intelegensi
Intelegensi adalah kemampuan seseorang untuk menyesuaikan diri dengan situasi atau memecahkan suatu masalah yang dihadapi. Menurut penyelidikan Cinyl Burt anak yang mempunyai IQ 85-90 (bodoh) paling banyak menjadi Juvenile deligqunt, mentality retarded person. Mereka ini sering berbuat kenakalan karena tidak dapat memperhitungkan akibat-akibat perbuatannya, lagi tak dapat bersaing sehingga berbuat kenakalan. Menurut penelitian Norviq, anak ini sering melakukan kenakalan kesusilaan.17
b.     Faktor eksternal
Suatu kenyataan yang tidak bisa dipungkiri lagi, yaitu bahwa setiap individu atau anak pasti mempunyai masalah, makin dewasa dan makin bertambahnya pengalaman anak, maka semakin komplek pula masalah yang dihadapinya, baik ringan maupun berat. Termasuk masalah tingkat kenakalan anak, hal ini banyak faktor yang mempengaruhi baik faktor internal seperti yang dijelaskan di atas dan faktor eksternal yang akan dibahas di bawah ini.
Faktor eksternal adalah faktor yang datangnya dari luar tubuh anak. Faktor ini sering dikatakan faktor lingkungan dimana anak itu di besarkan.18
1)      Lingkungan keluarga
Lingkungan keluarga adalah unit terkecil dari suatu lingkungan masyarakat, di dalamnya terjadi kegiatan sebagai layaknya dalam masyarakat. Kesibukan ayah dan ibu mempengaruhi tingkat perkembangan kepribadian anak, oleh karena itu keluarga mempunyai peranan yang sangat penting dalam memberikan corak dan warna bagi proses pembentukan kepribadian anak. Dengan demikian lingkungan keluarga yang baik akan membawa dampak yang positif terhadap tingkah laku dan sebaliknya lingkungan keluarga yang tidak mendukung atau lingkungan yang jelek akan membawa dampak yang jelek terhadap tingkah laku anak.
Di bawah ini kemungkinan-kemungkinan pengaruh yang dapat menimbulkan tingkat kenakalan anak, diantaranya :
a)      Kurangnya pendidikan agama
Kehidupan keluarga seperti ini tidak disebut harmonis lagi, keluarga semacam ini dinamakan keluarga pecah atau disebut juga broken home.
Menurut Bimo Walgito broken home ada dua tipe  yaitu :
(1)   Broken home yang disebabkan oleh karena stuktur keluarga itu tidak lengkap lagi, seperti :
·         Karena kematian salah satu atau kedua orang tua
·         Karena perceraian orang tua
·         Karena ketidak hadiran salah satu orang tua atau keduanya dalam tenggang waktu yang lama secara kontinyu.
(2)    Struktur itu masih utuh, akan tetapi karena masing-masing anggota keluarga (ayah dan ibu) mempunyai kesibukan masing-masing sehingga orang tua tidak sempat memberikan perhatian kepada pendidikan anak-anaknya.19 Keluarga seperti ini disebutnya dengan broken home semu (quasai broken home).
Keadaan keluarga yang terpecah (broken home) maupun keluarga yang broken home semu, keluarga memberikan potensi yang kuat dalam membuat anak menjadi nakal.
Broken home dapat pula terjadi apabila adanya ketidak cocokan antara pihak orang tua dan berada dalam suasana perselisihan konflik, hal ini mungkin karena faktor perbedaan agama, norma, ambisi-ambisi orang tua dan sebagainya.20
b)     Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai cara-cara mendidik anak
 Cara-cara mendidik anak yang salah banyak membawa akibat yang negatif bagi perkembangan atau pembentukan kepribadian remaja. Cara-cara mendidik anak yang salah antara lain sebagai berikut :
(1)    Terlalu dimanja
Orang tua yang bersikap terlalu memanjakan terhadap anak-anaknya sebenarnya adalah merupakan hal yang salah, Karena hal ini berarti memperkecil kepribadian si anak. Apabila anaknya mengalami kesulitan kecil saja, orang tua segera membebaskan dengan pertolongan yang berlebihan, seolah-olah si anak tidak diperbolehkan menghadapi problem hidup yang sebenarnya sangat penting bagi perkembangan dan kematangan anak remaja.
Akibat pemanjaan atau perlindungan yang berlebihan terhadap anak, maka anak akan mengalami kesulitan tertentu dalam mengadakan hubungan dengan dunia sekitarnya, seperti dijelaskan dengan dunia sekitarnya, seperti dijelaskan oleh Zakiah Darajat :
“Betapa besar bahaya yang diderita oleh si anak karena ia terlalu dimanja. Ia menjadi bingung, Karena tidak mendapat kesempatan untuk belajar menghadapi kesukaran. Ia seakan-akan dipenjara oleh kasih sayang yang berlebihan. Ia ingin wajar, tetapi tidak tahu bagaimana caranya.21

(2)    Penolakan orang tua
 Yang dimaksud penolakan orang tua yaitu apabila salah satu atau kedua orang tua tidak merasa senang dengan kehadiran anak dalam lingkungan keluarganya. Orang tua yang menolak anak-anaknya biasanya menunjukkan sikap-sikap seperti di bawah ini :
·        Menghukum anaknya secara berlebihan
·        Anak itu kurang diperhatikan mengenai makanan, pakaian, kemajuan di sekolah dan kegiatan sosial.
·        Kurang sadar terhadap anaknya dan mudah marah.
·        Ancaman-ancaman untuk mengusir anak
·        Anak yang bersangkutan diperlukan lain dibandingkan dengan saudara-saudaranya.
·        Sangat kritis terhadap anak tersebut.22

Adanya sikap penolakan orang tua akan menyebabkan para remaja kurang mendapatkan kasih sayang dan merasa diabaikan, terhina, malu dan sebagainya. Sehingga akan mudah mengembangkan pola tingkah laku dalam bentuk kenakalan, seperti yang dijelaskan oleh Zakiyah Darajat sebagai berikut :
Akibat yang mungkin terjadi pada anak-anak apabila ia merasa kurang disayangi atau kurang diperhatikan itu banyak sekali, antar lain akan terganggu kesehatan mentalnya. Diantara gejala kelakukan yang dapat terlihat dengan nyata adalah :
·        Suka memperhatikan gerak-gerik orang tua, banyak tanya atau sedikit seperti pergi kemana, dari mana, yang kadang-kadang menyakitkan hati orang tuanya seolah-olah mereka diperintah oleh anaknya.
·        Senang melakukan hal-hal yang menarik perhatian untuk memperoleh kasih sayang, misalnya banyak keluhan dan pengaduan. Menjerit-jerit, suka membuat ribut, kekacauan dan sebagainya.
·        Mungkin pula si anak akan melukai menyakiti dirinya sendiri, misalnya : mogok makan, tidak mau berbicara, membiarkan dirinya jatuh dan sebagainya. Sebaliknya ia mungkin pula menjadi keras kepala, tidak mau mendengar nasehat orang tua, nakal yang berlebih-lebihan baik di dalam maupun di luar rumah, suka merusak dan sebagainya.
·        Kelakukan dan sikap menunjukan bahwa ia benci kepada orang, acuh tak acuh, sering sakit dan sebagainya.23


(3)    Terlampau dikuasai
Sikap orang tua yang demikian biasanya disebabkan oleh adanya keinginan orang tua agar anaknya menjadi orang uang dicita-citakan seperti agar menjadi dokter, hakim, insinyur dan sebagainya. Orang tua seperti ini ingin anaknya cepat pandai, rajin belajar, mendapat kedudukan yang terpandang dalam masyarakat dan sebagainya sehingga tidak segan-segan mendorong anaknya dengan berbagai macam cara, seperti dengan cara memarahi, menghukum, memukul atau dengan meperkenalkan segala permintaan anaknya agar mau melakukan apa yang dicita-citakannya, tanpa memperhatikan kemampuan, kecerdasan, bakat dan minat anaknya. Sebagai akibatnya si anak akan mengalami kelelahan dan kekecewaan yang mendorong anak untuk bersikap menentang orang tua atau anak menjadi minder, apatis dan sebagainya seperti dijelaskan oleh Zakiah Darajat :
“Kadang-kadang orang tua karena ambisi atau keinginannya yang berlebih-lebihan sering mendorong anaknya untuk melakukan sesuatu yang di luar batas kemampuanya. Tindakan seperti ini akan menyebabkan si anak tidak mau bertanggung jawab dan menyebabkan sering gagal. Kegagalan itu sangat berbahaya, ia akan merasa rendah diri, apatis dan sebagainya”.24

Dari uraian di atas jelaslah bahwa mendorong anak untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu tanpa memperhatikan bakat dan kemampuannya akan berakibat merugikan diri si anak.

c)      Keadaan ekonomi keluarga
Keadaan ekonomi yang tinggi maupun yang rendah, keduanya dapat menyebabkan para remaja menjadi nakal. Hal ini mungkin terjadi karena pada kalangan ekonomi tinggi orang tua terlalu sibuk mencari nafkah pada kalangan ekonomi rendah, sehingga lupa menyediakan waktu untuk berkomunikasi yang baik dengan anak-anak mereka.
Pada kalangan ekonomi tinggi sering kita lihat, banyak ibu-ibu pejabat yang sibuk berorganisasi, arisan, piknik, menolong korban banjir dan sebagainya. Kesemuanya itu menyebabkan para ibu lupa tugasnya sebagai pendidik. Mereka tidak sempat memberikan perhatian, tuntunan dan kasih sayang yang wajar terhadap anak-anaknya. Kenyataan kita temui kebanyakan keluarga kaya, mempercayakan pemeliharaan anak-anaknya kepada pembantu yang mendidiknya relatif rendah, dimana mereka kurang mengerti bagaimana memelihara atau mendidik anak yang baik.
Sementara orang tua ada yang beranggapan bahwa anak cukup hanya dengan diberi uang, perhiasan tanpa mengingat kebutuhan rohaniah anak. Tindakan orang tua semacam ini dapat menyebabkan remaja kurang menjadi tingkah laku yang baik, merasa berkuasa, berandal dan melawan pada orang tua.
Sebaliknya keadaan ekonomi yang rendah atau buruk dalam suatu keluarga, dapat pula menimbulkan broken home dan juga merupakan hambatan bagi perkembangan kepribadian remaja. Hal ini disebabkan karena orang tua sibuk memenuhi kebutuhan dalam rumah tangga, sehingga pendidikan anak menjadi terlantar.
Di samping itu akan usia remaja biasanya mempunyai keinginan-keinginan, keindahan-keindahan dan penuh dengan cita-cita, mereka menginginkan berbagai macam mode pakaian, hiburan, kendaraan dan sebagainya. Apabila orang tua tidak dapat memenuhi kebutuhan dan keinginannya itu, maka anak remaja akan merasa tertekan, kemudian timbullah khayalan-khayalan kalau memiliki harta yang banyak seperti halnya teman-temannya. Karena orang tuanya tidak dapat memenuhi keinginanya, mungkin ia akan berusaha memperolehnya dengan jalan mencuri, merampas, menjambret dan sebagainya.
2)     Lingkungan sekolah
Ajang pendidikan kedua setelah keluarga adalah sekolah, sekolah mempunyai peranan penting dalam membina anak untuk menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab. Dalam rangka pembinaan anak didik ke arah kedewasaan itu kadang-kadang sekolah juga menjadi sumber terjadinya konflik-konflik psikologis anak, sehingga anak menjadi nakal. Hal ini dapat bersumber dari guru itu sendiri, fasilitas pendidikan yang kurang lengkap, kekurangan guru serta norma-norma pendidikan dan kelompok guru.25
a)      Faktor guru
Pengaruh yang negatif yang terjadi pada anak sekolah dapat timbul karena perbuatan guru yang menangani langsung proses pendidikan seperti karena kesulitan ekonomi yang dialami oleh guru, sehingga guru atau pendidik tidak dapat memusatkan perhatiannya terhadap anak didiknya. Karena kesulitan tersebut ia akan berusaha mencukupi kebutuhan hidupnya di luar sekolah, mungkin ia akan banyak mengajar di sekolah lain (sebagai guru honorer), bisnis dan lain-lain usaha. Sebagai akibatnya guru datang terlambat, tidak bisa mengajar dan sebagainya. Sehingga murid-murid diliburkan atau dipulangkan. Jika peristiwa ini sering terjadi, maka murid sering dongkol, resah, berkeliaran tanpa pengawasan guru, kelas menjadi kacau, mereka menjadi terbiasa tak terawasi, tanpa disiplin dan menjadi liar. Maka terjadilah pengoloran kelas, pencurian di kelas, perkelahian antar siswa, antar kelompok dan lain-lain kenakalan.
Ada pula guru yang kurang simpatik, tidak memiliki dedikasi pada profesi, tidak menguasai didaktif metodik, materi pelajaran dangkal sifatnya, tidak sesuai dengan kebutuhan siswa dan tidak menarik minat anak didik. Ada juga yang tidak sabar mudah tersinggung serta tidak memiliki rasa humor. Keadaan tersebut di atas jelas bahwa guru tidak bisa menciptakan proses belajar mengajar yang baik. Akibatnya timbul kecemasan pada diri siswa, mereka tidak lagi semangat dan tekun belajar. Maka timbullah perilaku membolos, hidup santai dan siswa akan lebih tertarik kepada hal-hal non persekolahan.
b)     Minimnya fasilitas-fasilitas pendidikan
Faktor lain yang amat penting dalam menentukan gangguan pendidikan adalah minimnya fasilitas-fasilitas pendidikan yang disediakan sekolah, seperti laboratorium, sarana olah raga, alat-alat kesenian dan sebagainya. Kurangnya fasilitas pendidikan dapat menyebabkan penyaluran bakat dan keinginan murid-murid terhalang.26
Terhalangnya bakat dan keinginan siswa pada waktu sekolah, mungkin akan mencari penyalurannya kepada kegiatan yang negatif, seperti apabila sekolah tidak mempunyai lapagan olah raga, maka ini berarti anak didik tidak mempunyai tempat olah raga dan bermain sebagaimana mestinya. Karena bakat dan keinginanya tidak tersalurkan kepada aktivitas-aktivitas yang positif, maka akan mencari penyalurannya kepada kegiatan-kegiatan yang negatif, misalnya bermain di jalan raya, di pasar dan sebagainya yang mungkin akan berakibat buruk kepada anak remaja. Kekurangan fasilitas yang lain seperti : alat-alat pelajaran, alat-alat praktik atau alat-alat kesenian, juga dapat merupakan sumber gangguan pendidikan, yang juga dapat mengakibatkan terjadinya berbagai tingkah laku yang negatif pada diri anak didik.
c)      Kekurangan guru
Kekurangan tenaga pengajar atau guru akan menyebabkan jalannya pendidikan teganggu. Jika pada suatu sekolah tenaga pengajarnya tidak mencukupi, maka kemungkinan yang akan terjadi adalah sebagai berikut :
·        Penggabungan kelas-kelas oleh seorang tenaga guru
·        Pengurangan jam pelajaran
·        Meliburkan murid-murid.27
Apabila kelas-kelas itu digabung-gabungkan karena tenaga pengajar kurang, maka guru akan merasa letih, kelas menjadi ribut dan pelajaran tidak berketentuan. Akibatnya timbul tingkah laku yang negatif pada diri murid seperti bolos mengganggu temannya dan lain-lain.
3)     Lingkungan masyarakat
Ajang pendidikan ketiga setelah keluar dari sekolah adalah masyarakat. Karenanya bagaimana keadaan masyarakat sekitarnya, baik langsung maupun tidak langsung akan memberikan pengaruh terhadap kehidupan anak remaja. Adapun hal-hal yang mungkin dapat menimbulkan kenakalan dari lingkungan masyarakat adalah sebagai berikut :
a)      Lingkungan tempat tinggal remaja yang kurang baik
Dalam hidupnya manusia selalu membutuhkan komunikasi dengan manusia lain, yang akhirnya terbentuklah kelompok manusia yang disebut masyarakat. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa melepaskan begitu saja dari masyarakat dimana ia tinggal. Proses kematangan sosial anak dibentuk dalam masyarakat, maka ia pun membutuhkan masyarakat. Apabila pembentukan kematangan sosial masyarakat itu baik, maka akan membawa tingkah laku yang baik pula, sebaliknya apabila masyarakat itu tidak baik, maka dapat membawa seseorang menjadi tidak baik.
Gabril Tarde mengatakan bahwa :
“Semua saling berhubungan (social interuction) itu berkisar pada proses contoh-mencontoh, dalam sosial, dengan demikian lingkungan buruk akan cenderung akan membuat pada hal-hal yang buruk, demikian juga sebaliknya”.28
b)     Kurangnya sarana-sarana serta pemanfaatan waktu senggang remaja
Suatu faktor yang juga ikut memudahkan timbulnya kenakalan adalah kurangnya sarana-sarana kegiatan kepemudaan dalam masyarakat, sebagai tempat untuk mengisi waktu terluang remaja, seperti organisasi olah raga, karang taruna, kesenian dan sebagainya.
Dalam kehidupannya sehari-hari remaja sering mempunyai waktu luang yang cukup lama. Seperti, sisa waktu belajar, bekerja atau liburan sekolah. Usia remaja adalah usia goncang, suka berkhayal dan melamunkan sesuatu hal yang jauh. Jadi pada usia remaja terdapat gejala-gejala yang disebut gejala negatife phase. Adapun gejala-gejala negatife phase antara lain adalah berkurangnya kemauan untuk bekerja (disinchination to work), kegelisahan (retlessness), penantangan terhadap kewibawaan orang dewasa (resistence to authority) dan kesukaan berkhayal (day dreaming).29
Adapun sarana-sarana sebagai tempat untuk mengisi atau menggunakan waktu terluang tidak ada, serta tidak adanya bimbingan dari orang tua atau guru maka akan banyaklah khayalan-khayalan atau lamunan-lamunan yang jauh dari kenyataan dan waktu terluang tersebut sering digunakan untuk aktifitas-aktifitas yang negatif seperti mabuk-mabukan, kebut-kebutan dan sebagainya. Sehubungan dengan hal inilah kita sering melihat orang yang tidak ada pekerjaan terjerumus ke dalam kenakalan atau perbuatan lain yang banyak menggelisahkan masyarakat.
c)      Pengaruh media massa
Media massa seperti film dan buku bacaan yang menggambarkan kejahatan, kelicikan perampok, pencuri, cerita-cerita porno, memberikan kesempatan kepada anak-anak remaja untuk mengungkapkan rasa hati yang terpendam, disamping pengaruh merangsang untuk mencontohnya dalam kehidupan sehari-hari, akhirnya secara tidak disadari mereka telah meniru apa yang terdapat dalam film maupun dalam bacaan-bacaan tersebut. Secara psikologis para pelajar yang usianya berada pada usia remaja mempunyai sifat imitative, yaitu ingin meniru apa yang dilakukan oleh idolanga, yang diperoleh ketika membaca buku, film dan sebagainya. Tidak selektifnya para remaja dalam memilih buku bacaan, majalah, film vedio atau media massa lainnya dapat mengakibatkan kenakalan pada sekelompok remaja, karena remaja sifatnya mencontoh.
d)    Pengaruh budaya asing
Faktor lain yang dapat mempercepat timbulnya kenakalan adalah banyaknya kebudayaan asing yang memperkenalkan dan dikembangkan dalam masyarakat, terutama kebudayaan asing yang sebenarnya bertentangan dengan jiwa pancasila.
Masuknya kebudayaan asing ke Indonesia dapat melalui orang asing itu sendiri seperti dimana oleh turis, melalui orang Indonesia yang telah lama tinggal di luar negeri dan yang tak kalah pentingnya adalah melalui alat-alat komunikasi seperti film, TV, radio, surat kabar, majalah dan buku-buku,
Melalui alat-alat komunikasi diperkenalkan kepada anak-anak muda budaya luar, seperti budaya pergaulan bebas yang datangnya dari barat, minuman keras dan sebagainya. Budaya itu akan banyak ditiru oleh anak muda yang sedang mengalami kegoncangan jiwa dan budaya semacam itu cepat menjalar terutama di kota-kota besar bahkan sudah sampai ke desa-desa. Sekarang anak desa sudah banyak yang terpengaruh oleh budaya semacam itu, karena masyarakat di desa masih berpegang kuat kepada agama dan adat sehingga sering menimbulkan konflik dengan masyarakat sekitarnya. Timbulnya pertentangan antara norma yang dianut oleh remaja dengan yang berlaku pada masyarakat adalah merupakan sumber timbulnya kenakalan.



C.    Hubungan Antara Pemenuhan Kebutuhan Dengan Tingkah Laku Menyimpang
Adanya tingkah laku yang menyimpang pada siswa, banyak dipengaruhi beberapa hal salah satu diantaranya adalah kurang terpenuhinya kebutuhan. Menurut kajian psikologi tentang hubungan pemenuhan kebutuhan dan tingkah laku menyimpang, kedua faktor tersebut berkaitan erat. Hal ini senada dengan konsep Crow & Crow bahwa faktor-faktor yang memungkinkan kelakuan-kelakuan nakal (menyimpang) adalah faktor psychologis yaitu:
“ kesehatan anak didik dapat mempengaruh sikapnya yang nakal. Makan yang cukup, kesehatan indera, dan kesehatan seluruhnya membantu cara belajar yang tenang. Gangguan-gangguan kelenjar dapat menyebabkan sikap pemarah, gelisah, lemah. Kesehatan pendidik dan anak didik keduanya membantu terlaksananya ketertiban, dan suasana yang tenang di dalam kelas”.[11]
Dari pendapat ini bisa kita tarik benang merah bahwa kurang terpenuhinya kebutuhan tersebut seperti makan yang cukup, kesehatan seluruhnya (sehat jasmani dan rohani) menjadikan seorang siswa akan merasa adanya tekanan, rasa minder ataupun yang lainnya, yang mana siswa menutupinya dengan berbagai sikap dan tingkah laku yang tanpa ia sadari, hal itu merupakan hal yang menyimpang.
Oleh karena itu hubungan antara anggota keluarga harus dipupuk dan dipelihara dengan baik. Hubungan yang harmonis, penuh perhatian, penuh kasih sayang, kesatuan sikap ayah dan ibu merupakan jalinan yang memberikan rasa aman bagi anak-anak. Hubungan yang serasi dari orang tua akan memberikan rasa tenang dan keteladanan bagi anak dan keluarga yang kelak dibentuknya. Hal ini jelas karena orang tua adalah pendidik yang pertama dan utama dalam keluarga terhadap anak untuk membentuk kepribadian dan tingkah laku yang baik. Hal ini antara lain ditunjukkan oleh beberapa ahli mengenai pengaruh lingkungan keluarga (orang tua) terhadap tingkah laku manusia.
Menurut Soepartinah Pakasi mengatakan bahwa :
……….., Bila iklim dan suasana rumah kita hangat dan di dalamnya dapat dirasakan adanya perhatian, pengakuan, pengertian, kasih sayang, saling percaya dan waktu disediakan oleh orang tua bagi anak-anak, maka anak-anak kita berusaha hidup sesuai dengan nilai-nilai yang kita junjung tinggi.30
Sedangkan menurut Bimo Walgito mengatakan bahwa :
Dalam broken home maka dalam keluarga itu terjadi disintregasi, sehingga keadaan ini memberikan pengaruh yang kurang menguntungkan terhadap perkembangan anak. Broken home memberikan potensi yang cukup kuat untuk anak menjadi delinquent. Dalam broken home semu sebenarnya struktur keluarga masih lengkap, artinya kedua orang tuanya masih utuh (ayah dan ibu) mempunyai kesibukan masing-masing sehingga orang tua tidak sempat untuk memberikan perhatiannya terhadap pendidikan anak-anaknya ………… dalam situasi keluarga yang demikain anak-anak muda mengalami frustasi, mengalami konflik psikologis sehingga keadaan ini juga mudah mendorong anak menjadi deliguent.31
Sedangkan menurut Ny. Y. Singgih D. Gunarsa dan Singgih D.  Gunarsa menerangkan bahwa :
Keadaan rumah yang sederhana, bersih, rapi, dimana anak mendapat makanan yang sehat dan anggota keluarga bersikap sedemikian rupa sehingga memberikan rasa aman kepada anak, inilah yang akan membantu perkembangan kepribadian anak ke arah terbentuknya kepribadian yang harmonis dan wajar.32
Dengan demikian jelas bagi kita bahwa pemenuhan kebutuhan berkaitan dengan kepribadian dan akhirnya mempengaruhi tingkah laku anak. Karena itu agar anak-anak tidak mempunyai tingkah laku menyimpang (nakal) maka mereka tersebut perlu mendapatkan pemenuhan kebutuhan secara memadai dari orang tua.
Berlandaskan pendapat tersebut di atas, dengan didukung oleh kondisi lingkungan yang baik, maka menjadi berkembang secara optimal dan mempunyai tingkah laku yang baik.





[1] Singgih D. Gunarsa, Psikologi Praktis Anak, Remaja dan Keluarga, PT. Bpk Gunung Mulia, Jakarta, 1988, hlm. 15.
[2] W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1984, hlm. 173.
[3] Andi Mampiare, Psikologi Remaja, Usaha Nasional, Surabaya, 1982, hlm. 153.
[4] Sugeng Hariyadi, Perkembangan Peserta Didik, FIP IKIP, Semarang, 1993, hlm. 106.
[5] Mungin Edi Wibowo, Tehnik Bimbingan dan Konseling, FIP IKIP, Semarang, 1984, hlm. 8.
[6] Andi Mampiare, Op. Cit. hlm. 152.
7 Al Is Tabuly Mahmudy Mahdy, Terapi anak bermasalah, Pustaka Mantiq, Solo, 1996, hlm. 8
8 Ibid, hlm. 49
[7] Abdullah Ahmad Ahmad Qodiri, (terjemahan Rosihan Abdul Qoni), Tanggung jawab Dalam Islam, Toha Putra, Semarang, 1982, hlm. 60-69.
9 B. Simanjuntak, Psikologi Perkembangan, Tarsito, Bandung, 1989, hlm.12.
10 Sofyan S. Willis, Problem Remaja dan Pemecahannya, Angkasa, Bandung, 1991,  hlm. 59.
[8] Supartinah Sadli, Persepsi Sesuai Perilaku Menyimpang, Bulan Bintang, Jakarta, 1976, hal. 16.
[9] Ibid., hal. 35.
[10] AL-Qur’an, Surat al-Anfal ayat 28, Yayasasan Penyelenggara Penerjemah al-Qur’an, al-Qur’an dan Terjemahnya, Depag RI, 1989, hlm. 264.
11 Ibid. hlm. 59
12 B. Simanjuntak, Op. Cit, hlm. 49
13 Sofyan S. Willis, Op. Cit., hlm. 60
14 Singgih D. Gunarsa, Nyonya Singgih D. Gunarsa, Op. Cit., hlm. 20
15 B. Simanjuntak, Op. Cit., hlm. 115.
16 Ibid. hlm. 116.
17 B. Simanjuntak, Op, Cit., hlm. 115
18 Ibid, hlm.117
19 Bimo Walgito, Kenakalan Anak (Juvile Delinquency), Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta, 1984, hlm. 11.
20 Y. Bambang Mulyono, Pendekatan Analisis Kenakalan Remaja dan Penanggulangannya, Kanisius, Yogyakarta, 1984, hlm. 27.
21 Zakiah Darajat, Kesehatan Mental, Gunung Mulia, Jakarta, 1983, hlm 84.
22 B. Simanjuntak, Op. Cit., hlm. 319.
23 Zakiyah Darajat, Op. Cit., hlm. 80.
24Ibid., hlm. 86.
25 Sofyan S. Willis, Op. Cit., hlm. 69.
26 Ibid, hlm. 71.
27 Ibid, hlm. 72.
28 B. Simanjuntak, Op. Cit., hlm. 120.
29 Andi Mappiare, Op. Cit., hlm. 32.
[11] Siti Muchiati, M.A, Pengantar Ilmu Pendidikan (disadur dari Crow & Crow), Reka Serasin, Yogyakarta, 1979, hal. 155.
30 Soepartinah Pakasi, Anak dan Perkembangannya, PT. Gramedia, Jakarta, 1981,       hlm. 100
31 Bimo Walgiyto, Op. Cit., hlm. 11
32 Ny. Y. Singgih D. Gunarsa dan Singgih D. Gunarsa, Op. Cit., hlm. 95.

0 Response to "PEMENUHAN KEBUTUHAN DAN TINGKAH LAKU MENYIMPANG "

Post a Comment