Warta Madrasah - Perkembangan
akhir-akhir ini terutama dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi
telah begitu meninggalkan umat Islam jauh di belakangnya. Bahkan dalam
perkembangan pemikiran umat Islam sendiri pun belum tersosialisasikan dengan
baik. Lagi pula dalam kajian ilmiah bidang keagamaan justru kalah dan
tertinggal dari "orang lain" yang mengkaji keislaman, terutama
apabila dibandingkan dengan para Orientalis Barat. Juga dalam penerimaan
terhadap pemikiran baru, mayoritas umat Islam masih terkesan "menutup
diri" dari perkembangan pemikiran keislaman. Realitas ini banyak dijumpai
pada daerah-daerah Indonesia, terutama Jawa, yang memiliki tipologi masyarakat
yang terkesan masih sangat meminjam istilah Eric Fromm, mitologis dan kultis
dengan corak eksklusif dan sektarian. Sehingga mayoritas umat Islam sekarang
ini mengalami dis-informasi yang berakibat timbulnya "keterbelahan
jiwa" atau mental dis-order ketika berhadapan dengan segala sesuatu yang dianggapnya
baru serta modern. Karena daya inferiority complex yang berlebihan itu banyak
umat Islam yang terkesan phobi terhadap gejalagejala baru dalam pemahaman
keagamaan yang mereka anggap sebagai produk Barat. Walaupun itu menyangkut
perkembangan umat Islam sendiri. Sehingga sikap yang diperlihatkan terkesan
amat ambiguistis.
Hal
ini paling tidak disebabkan oleh tiga hal:
a. Umat Islam
kurang respect terhadap perkembangan informasi-informasi baru baik dalam skala
umum ataupun religi lewat media-media yang tersedia baik cetak maupun lainnya.
Bahkan masih banyak para da'i yang membuat jalur pemisah antara faktor agama
dengan faktor yang dianggapnya profan seperti pembangunan nasional umpamanya.
Sehingga materi tentang pembangunan nasional tidak termasuk dalam agenda dakwah
mereka.
b. Akibat
dari yang pertama, para da'i yang selama ini menjadi kunci informasi religius
bagi umat beragama kurang/tidak mampu memberikan dan mensosialisasikan
informasi-informasi yang sangat dibutuhkan umat sehubungan dengan perkembangan
yang terjadi.
c. Kedua
dilema di atas berakibat metoda dakwah sampai saat ini simplifikasinya masih
dalam tataran fiqih-sentris (Ibadah dan amaliyah mahdhah par exelence).
Hal
itu dapat sedikit diantisipasi dengan upaya memperluas cakrawala pengetahuan
para ulama dan cendekiawan, karena problem yang ada selama ini, masih banyak
da'i yang masih terjebak dalam kondisi berpikir 'ala mazhabi yang berakibat
dakwahnya terkesan sangat eksklusifistik dan sektarianis. Mereka terjerembab
dalam sudut pemahaman normatifitas an sich, tanpa memperimbangkan aspek
empiris-praksis dalam sosial kemasyarakatan. Akibatnya Islam seakan-akan hanya
menjadi sejumlah konsep hukum epistimologis yang tidak memiliki kemampuan pembaruan
aspek-aspek sosio-kultural, ekonomi dan politik, (contradiction in-terminis).
Padahal tiga konsep inilah yang dapat mendatangkan perubahan umat Islam menuju
kemajuannya ('izzu al-lslam wa al-muslimin).
Sedangkan
pada masa ketika agama dihadapkan pada problematika zaman baik sosial atau
lingkungan seperti saat ini, yang disinyalir sebagai krisis global, dalam era
dunia yang serba absurd dan tidak menentu, dengan segala kompleksitas
permasalahannya terutama bidang bio-teknologi, dibutuhkan da'i-da'i yang
"tercerahkan" yang mampu menampilkan Islam secara kaffah (prima) baik
dalam segi eksoteris maupun esoterisnya.
Sehingga
yang dibutuhkan bukan lagi Islam yang tersekat dalam Sunni ataupun Syi'i,
apalagi Islam Syafi'i dan yang lebih kecil lagi, karena Islam yang demikian itu
bukanlah Islam yang terkategorikan dalam al-Qur'an, namun Islam yang benar
adalah Islam Ciniversal (kaffah) yang memandang realitas selalu dalam skala
normatifitas-empiris murni dengan prinsip ekuilibriumnya, yang membawa
kemampuan maksimal dalam peran pembangunan yang diambil dalam konstruk
akademis-intelektual maupun praxis-aktual. Sehingga pada saatnya nanti Islam
mampu menampilkan diri sebagai agama yang bukan hanya "sekadar
agama", namun bisa menjawab seluruh rangkaian program zaman, yang tidak menutup
kemungkinan Islam harus mampu menampilkan teologi "parsial" dalam
dimensi Insaniyyah, seperti teologi ekologi, teologi biotik, teologi medis dan
bentuk teologi developmentalisme lain dalam rangka mewujudkan Islam yang mampu
"mendikte" zaman.
0 Response to "Analisis Strategi Dakwah M. Quraish Shihab bag III"
Post a Comment