Warta
Madrasah – sahabat warta madrasah kajian kita kali ini tentang Dakwah di
tengah Kemajuan Sains dan Teknologi. Strategi dakwah merupakan sebagai
proses siasat, taktik atau manuver yang merefleksikan metode dan segala upaya
untuk menghadapi sasaran dakwah dalam situasi dan kondisi tertentu guna
mencapai tujuan dakwah secara optimal. Tujuan dakwah adalah memenuhi perintah
Allah Swt dan melanjutkan tersiarnya syari'at Islam secara merata. Dakwah bertujuan
untuk mengubah sikap mental dan tingkah laku manusia yang kurang baik menjadi
lebih baik atau meningkatkan kualitas iman dan Islam seseorang secara sadar dan
timbul dari kemauannya sendiri tanpa merasa terpaksa oleh apa dan siapa pun
(Shihab, 2004: 446).
M.
Quraish Shihab dalam bukunya yang berjudul: Wawasan al-Qur'an Tafsir Maudhui Atas Pelbagai Persoalan Umat
berpendapat bahwa dari hari ke hari tercipta mesin-mesin semakin canggih.
Mesin-mesin tersebut melalui daya akal manusia digabung-gabungkan dengan yang lainnya,
sehingga semakin kompleks, serta tidak bisa lagi dikendalikan oleh seorang.
Tetapi akhirnya mesin dapat mengerjakan tugas yang dulu mesti dilakukan oleh
banyak orang. Pada tahap ini, mesin telah menjadi semacam "seteru"
manusia, atau lawan yang harus disiasati agar mau mengikuti kehendak manusia.
Dewasa ini telah lahir teknologi khususnya di bidang rekayasa genetika yang
dikhawatirkan dapat menjadikan alat sebagai majikan. Bahkan mampu menciptakan
bakal-bakal "majikan" yang akan diperbudak dan ditundukkan oleh alat.
Jika begitu, ini jelas bertentangan dengan kedua catatan yang disebutkan di
terdahulu (Shihab, 2004: 446).
M.
Quraish Shihab dalam bukunya yang berjudul: Menabur Pesan Ilahi menjelaskan
bahwa sebagian pakar menguraikan betapa kemajuan teknologi yang kini
dikembangkan sangat rawan terhadap sisi negatif yang disinggung di atas.
Misalnya, uraian yang menyebut bahwa manusia sering kali tidak mampu membedakan
apa yang dia inginkan dan apa yang dia butuhkan, dan menduga bahwa sesuatu yang
baik adalah sesuatu yang telah dapat dilakukan, tanpa seleksi apakah yang mampu
dilakukan itu perlu atau diinginkan, atau justru sebaliknya. Apakah perpindahan
dari satu tempat ke tempat lain melebihi kecepatan suara dibutuhkan atau tidak?
Apakah kemampuan menembus ruang angkasa diperlukan atau tidak? Apakah kloning
merupakan kebutuhan manusia atau sekadar keinginan yang timbul karena
keberhasilannya sudah di pelupuk mata? Sampai kini belum ada sesuatu yang
begitu kuat yang mampu membatasi keinginan sementara ilmuwan untuk mewujudkan
dalam kenyataan apa yang dapat dilakukannya. Sebab, sebagian dari apa yang
mampu diwujudkan itu sebenarnya tidak diperlukan, bahkan boleh jadi
membahayakan diri manusia. Ini dapat menjadikan manusia seperti kupu-kupu yang
berhasil keluar dari kepompongnya dan berhasil terbang, tetapi akhirnya
terbakar sendiri akibat kemampuannya itu (Shihab, 2004: 157)
M.
Quraish Shihab dalam bukunya yang berjudul: Membumikan al- Qur'an berpendapat
bahwa apa yang akan terjadi di masa datang tidak terlepas dari apa yang terjadi
masa kini. Karenanya, secara umum, terlebih dahulu harus diamati keadaan masa
kini dalam kaitannya dengan dakwah agar apa yang diharapkan dari uraian ini
dapat dikemukakan. Apa yang akan terjadi pada tahun akan datang, bukanlah satu
hal yang mudah diramalkan, apalagi jika pandangan ditujukan kepada seluruh
problem yang berkaitan dengan dakwah. Ini berarti membicarakan seluruh
kehidupan masyarakat dalam berbagai aspek, baik aspek sosial, ekonomi, budaya,
dan sebagainya (Shihab, 2004: 394).
Gejala
Umum Masyarakat Dewasa Ini
Menurut
Shihab, gejala umum yang dapat dirasakan atau dilihat dewasa ini khususnya
dalam kaitannya dengan kehidupan beragama adalah banyaknya ilmuwan yang
berdomisili di kota-kota besar yang menyadari benar bahwa ilmu pengetahuan dan
teknologi (iptek) tidak mampu menyelesaikan segala problem kehidupan manusia.
Karena iptek tidak mampu memberi ketenangan batin kepada mereka, terasa ada
sesuatu "yang kurang pas" atau "hilang" dari diri mereka.
Mereka pun berusaha menemukan "yang hilang" itu melalui beberapa
cara, antara lain dengan mencarinya pada ajaran spiritual keagamaan. Semaraknya
kehidupan keagamaan di kota-kota besar setelah sebelumnya memudar yang dihuni oleh
lapisan atas baik dari segi ekonomi maupun pengetahuan merupakan salah satu
indikator tentang betapa besarnya kesadaran akan "kehilangan" tersebut.
Sekian banyak pria dan wanita berusia tua atau muda yang tadinya tidak mengenal
agama, kini kembali ke pangkuan agama. Sehingga, tidak jarang pula
di-"temukan" orang yang diduga keras belum merasakan nikmatnya
beragama, menjadi malu untuk tidak melaksanakan tuntunan agama (Shihab, 2004:
394).
Di
Jakarta, misalnya menurut Shihab, pada tahun 1965 jumlah masjid kurang lebih
hanya 500 buah. Kini, jumlahnya telah melebihi angka 2000, dan hampir
kesemuanya penuh sesak pada saat berlangsung upacara shalat Jumat. Belum lagi
yang dilaksanakan di kantor-kantor pemerintah atau swasta. Kalau gambaran di
atas, secara umum atau lahiriah, dapat dikatakan menggembirakan dari segi
dakwah, maka berbeda halnya dengan keadaan di luar kota-kota besar. Di samping
kesenjangan ekonomi antara penduduk pedesaan dan perkotaan yang merupakan
gejala umum dan yang tentunya mempunyai dampak dalam berbagai bidang,
pelaksanaan dakwah di pedesaan seringkali tidak menemukan sasarannya. Misalnya,
tema dan materi dakwah seringkali tidak membumi atau menyentuh problem-problem dasar
mereka, sehingga kelemahan dalam bidang ekonomi digunakan oleh sementara pihak
untuk maksud-maksud tertentu.
Menurut
Shihab, masuknya informasi melalui media elektronik dan cetak ke pedesaan, di
samping membawa dampak-dampak positif juga menghasilkan dampak-dampak negatif.
Pemberitaan-pemberitaan tentang berbagai peristiwa telah sedemikian
"maju" dan "menyentuh" sehingga materi-materi dakwah yang
disampaikan oleh para muballigh dan da'i yang tidak siap menjadi tertinggal
sangat jauh (Shihab, 2004: 395).
Demikian
kajian kita tentang Dakwah di tengah Kemajuan Sains dan Teknologi semoga
bermanfaat
0 Response to "Dakwah di tengah Kemajuan Sains dan Teknologi"
Post a Comment