Warta
Madrasah – sahabat warta madrasah kajian kita kali ini tentang Antara Dakwah
di Perkotaan dan Pinggiran Desa. Menurut Shihab, di kota-kota, sebagaimana
dikemukakan di atas, berdomisili banyak ilmuwan dari berbagai disiplin serta
usahawanusahawan yang sukses sekaligus haus ketenangan batin. Sebagian mereka tampil
ke depan secara mandiri atau termasuk dalam kelompok studi keagamaan untuk
mengatasi kehausan itu. Harus diakui bahwa tidak sedikit dari mereka yang
berhasil bukan hanya memuaskan diri dan keluarganya, tetapi juga masyarakat
sekitarnya. Mereka mampu memadukan antara disiplin ilmu yang mereka tekuni
dengan ajaran-ajaran agama yang diyakini, sehingga agama terasa dan terbukti
semakin rasional dan semakin menyentuh. Tetapi, di sisi lain, tidak jarang pula
kehausan akan pegangan mengantar sebagian yang lain untuk memahami dan
melaksanakan ajaran agama dengan sangat ketat dan- kaku. Sebagai gambaran
ekstremnya adalah demikian: seseorang yang dapat dinilai sebagai ilmuwan kadang
beranggapan bahwa masyarakat ideal adalah masyarakat yang tidak menggunakan
listrik atau kursi karena keduanya belum atau tidak digunakan oleh masyarakat
Islam pada masa Rasulullah saw (Shihab, 2004: 395).
Akibat
yang ditimbulkan oleh usaha belajar sendiri tanpa mengetahui seluk-beluk
disiplin ilmu agama, atau bimbingan dari da'i yang belum siap, adalah lahirnya
kelompok kecil yang "menyempal" dari masyarakat Islam. Timbulnya
kelompok-kelompok kecil tersebut bukan saja merugikan diri mereka sendiri dari
sudut pandangan agama, tetapi juga merugikan keseluruhan umat Islam bahkan juga
masyarakat bangsa. Karena tidak jarang sikap dan pandangan-pandangan mereka
menimbulkan keresahan-keresahan sosial.
Menurut
Shihab, salah satu hal yang harus diantisipasi oleh dakwah di masa datang,
adalah kelompok-kelompok semacam itu, yang diduga akan terus bermunculan
sebagai salah satu akibat dari kehausan batin serta ketidakmampuan para da'i
untuk memberikan kepuasan ruhani dan nalar kepada sasaran dakwah (Shihab, 2004:
396).
Menurut
Shihab, beberapa butir masalah berkaitan dengan kelompok-kelompok dalam
kehidupan keagamaan.
1) Tidak
dapat disangkal bahwa perbedaan pendapat dalam segala aspek kehidupan manusia
merupakan satu fenomena yang telah lahir bersamaan dengan lahirnya masyarakat
dan hanya berakhir dengan berakhirnya masyarakat. Umat Islam tidak terkecuali
akan terkena fenomena tersebut sejak zaman Nabi Muhammad saw., walaupun
tentunya perbedaanperbedaan pada masa itu tidak meruncing karena kehadiran Nabi
saw., di tengah-tengah mereka. Dalam perkembangan lebih lanjut,
perbedaanperbedaan tersebut melahirkan aliran-aliran dalam Islam bahkan
kemudian menjadikan umat Islam berkelompok-kelompok. Sebagian orang ada yang menghitungnya
sebanyak 73 kelompok untuk menyesuaikan jumlah tersebut dengan sebuah hadis
yang memberitakan pengelompokan tersebut dan ada pula yang menghitungnya lebih
dari itu.
2) Tidak
berlebihan jika dikatakan bahwa salah satu faktor penyebab timbulnya perbedaan
tersebut adalah dikarenakan redaksi ayat-ayat Al Quran dan hadis-hadis Nabi saw. Tidak seorang pun
yang dapat memastikan maksud yang sebenarnya dari suatu redaksi atau ucapan kecuali
pemiliknya sendiri. Sehingga, pengertian yang dipahami oleh pembaca atau
pendengar dapat saja bersifat relatif. Tetapi, walaupun demikian, hal itu tidak
berarti bahwa tidak ada tolok ukur untuk menilai kebenaran satu pendapat, atau
kedekatannya kepada kebenaran.
3) Salah satu
dari kelima pokok ajaran adalah pemeliharaan terhadap agama itu sendiri, yang
antara lain menuntut peningkatan pemahaman umat terhadap ajaran agamanya, serta
usaha membentengi mereka dari segala bentuk pencemaran dan pengeruh
kemurniannya. Benar bahwa manusia diberi kebebasan oleh Tuhan untuk memilih
agama atau bahkan tidak beragama. Tetapi, bagi yang memilih, tidak lagi diberi
kebebasan untuk memilah agama itu, sehingga menganut apa yang dianggapnya
sesuai dan menolak yang dinilainya tidak sesuai (Shihab, 2004: 396).
Menurut
Shihab, agama pilihan adalah satu paket. Lebih jauh, agama Islam tidak memberi
kepada seorang Muslim kebebasan memilih keragamankeragaman pendapat yang
berkembang dalam bidang ushul al-din (prinsipprinsip pokok agama) semacam
Keesaan Tuhan, Kedudukan Muhammad saw. sebagai nabi terakhir, kedudukan dan
fungsi Sunnah beliau, kewajiban shalat, puasa, haji, dan sebagainya.
Kebebasan
memilih hanya dibolehkan dalam bidang furu' (cabang). Itupun hanya berlaku
selama yang mengemukakan pendapat dalam bidang tersebut adalah seseorang yang
memiliki otoritas dalam disiplin ilmu tertentu. Di sini wajar untuk
digarisbawahi, bahwa ada sekian banyak masalah-masalah keagamaan yang kait
berkait dengan berbagai disiplin ilmu. Sehingga, ketika memberikan keputusan
agama, para ahli dalam berbagai disiplin terkait seharusnya berperan serta
bersama agamawan dalam memecahkannya.
Adapun.
masalah-masalah yang dicakup oleh bidang ijma' (persepakatan ulama) menurut
Shihab, maka walaupun penolakannya tidak berakibat dikeluarkannya si penolak
dari komunitas Muslim, namun bila ditinjau dari segi kewajiban memelihara agama
dan kemurniannya, pada hakikatnya hal itu tidak jauh berbeda dengan kedudukan
ushul al-din. Artinya umat berkewajiban melakukan usaha-usaha konkret guna
membentengi diri dan membendung tersebar luasnya paham seperti itu.
Di
sini, kebebasan beragama tidak dapat dijadikan dalih dan alasan karena di
samping kebebasan itu tidak mencakup bidang ini, juga dan yang lebih penting
lagi karena kewajiban pemeliharaan kemurnian agama mempunyai kedudukan yang
melebihi bahkan bertentangan dengan dalih kebebasan tersebut.
Butir-butir
di atas menurut Shihab mengantarkan kita untuk berkesimpulan bahwa
kelompok-kelompok seperti yang digambarkan di atas tidak serta merta dijatuhi
vonis "sesat dan atau menyesatkan", sebagaimana yang kadang terjadi
dewasa ini. Kita tidak berhak membendungnya dengan memutar-balikkan fakta,
tetapi kita harus menghadapi mereka dengan argumentasi-argumentasi ilmiah yang
kokoh serta dengan dada yang sangat lapang.
Dari
uraian sekilas di atas, agaknya dapat disimpulkan bahwa dakwah di perkotaan
harus didukung oleh uraian-uraian ilmiah dan logis serta menyentuh hati dan
menyejukkannya. Sementara ahli menurut Shihab menggambarkan perkembangan dakwah
dari masa ke masa dengan menyatakan bahwa pada mulanya dakwah selalu dikaitkan
dengan alam metafisika disertai dengan janji-janji dan ancaman-ancaman ukhrawi.
Kemudian
beralih kepada pengaitan ajaran agama dengan bukti-bukti ilmiah rasional. Dan
kini, kata mereka, dakwah seharusnya lebih banyak mendorong masyarakat untuk
berpartisipasi dalam pembangunan. Hemat Shihab, pemilahan semacam itu tidak
selalu harus demikian. Karena di satu saat khusus di kalangan kaum terpelajar,
kesadaran dan kepuasan yang mereka dambakan bukanlah selalu harus melalui
dorongan berpartisipasi dalam pembangunan.
Dakwah
di Daerah Pinggiran dan Pedesaan
Perumusan
masalah dalam hal ini dikaitkan secara erat dengan situasi dan kondisi
kemasyarakatan secara luas. Menurut Shihab, situasi dan kondisi dimaksud
tecermin antara lain dalam:
1) lemahnya
kemampuan kelembagaan dalam mengembangkan swadaya masyarakat,
2) adanya
anutan eksklusif ('ashabiyyah atau fanatisme) sehingga kemampuan menopang
aspirasi seluruh umat sangat kurang.
3) keterbatasan
lapangan kerja, informasi dan pembinaan di kalangan masyarakat miskin
perkotaan/pinggiran dan pedesaan
4) keterbatasan
dana khususnya di luar kota-kota besar, serta lebih-lebih lagi ditunjang oleh
pandangan keagamaan menyangkut kredit perbankan (Shihab, 2004: 398).
Berdasar
sedikit dari banyak masalah yang dikemukakan di atas, maka alternatif gerakan
dakwah yang digalakkan di masa datang adalah apa yang selama ini dikenal dengan
da'wah bil hal atau "dakwah pembangunan". Alternatif ini berangkat
dari asumsi bahwa syarat utama agar suatu komunitas dapat memelihara dan
mengembangkan identitasnya adalah terciptanya kondisi yang terorganisasi, yang
kemudian memudahkan persatuan, kerja sama, dan pergerakan ke arah yang lebih
produktif.
Selama
ini menurut Shihab, dakwah mengajarkan kepada umat bahwa Islam datang membawa
rahmat untuk seluruh alam dan tentunya lebih-lebih lagi untuk pemeluknya.
Tetapi, sangat disayangkan bahwa kerahmatan tersebut tidak dirasakan menyentuh
segi-segi kehidupan nyata kaum Muslim, lebih-lebih yang hidup di pedesaan. Hal
di atas disebabkan antara lain karena yang menyentuh mereka dari ajaran agama
selama ini, baru segi-segi ibadah ritual (ibadah murni), sedangkan segi-segi
lainnya kalaupun disentuh dan dilaksanakan hanya dalam bentuk individual dan
tidak dalam bentuk kolektif.
Da'wah
bil hal diharapkan menunjang segi-segi kehidupan masyarakat, sehingga pada akhirnya
setiap komunitas memiliki kemampuan untuk mengatasi kebutuhan dan kepentingan
anggotanya, khususnya dalam bidang ekonomi, pendidikan, dan kesehatan
masyarakat (Shihab, 2004: 398)
Membicarakan
masyarakat Indonesia di masa yang akan datang, berkait erat pula dengan jumlah
penduduk yang pada saat itu diperkirakan mencapai 225 juta orang, yang
kesemuanya membutuhkan sarana kehidupan, sehingga pembangunan pun harus
mengarah kepada industri. Bila hal ini terlaksana, maka tantangan-tantangan
akan semakin berat, apalagi jika, hipotesis yang menyatakan bahwa masyarakat
industri akan lebih menjauh dari agama sehingga penyakit-penyakit masyarakat
akan lebih banyak dan lebih parah. Oleh sebab itu dakwah tentunya harus
mengambil peranan yang lebih besar, karena bila tidak, maka pembangunan
nasional yang didambakan tidak akan dapat tercapai (Shihab, 2004: 399).
Demikian
kajian kita tentang Antara Dakwah di Perkotaan dan Pinggiran Desa Semoga
Bermanfaat
0 Response to "Antara Dakwah di Perkotaan dan Pinggiran Desa"
Post a Comment