Warta
Madrasah – sahabat warta madrasah kajian kita kali ini akan membahas tentang Pengertian
Strategi Dakwah. Strategi merupakan istilah yang sering diidentikkan dengan
"taktik" yang secara bahasa dapat diartikan sebagai "corcerning
the movement of organisms in respons to external stimulus" (suatu yang terkait
dengan gerakan organisme dalam menjawab stimulus dari luar). Sementara itu,
secara konseptual strategi dapat dipahami sebagai suatu garis besar haluan
dalam bertindak untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan (Pimay, 2005: 50).
Strategi juga bisa dipahami sebagai segala cara dan daya untuk menghadapi sasaran
tertentu dalam kondisi tertentu agar memperoleh hasil yang diharapkan secara
maksimal (Arifin, 2003:39). Dengan demikian, strategi dakwah dapat diartikan
sebagai proses menentukan cara dan daya upaya untuk menghadapi sasaran dakwah dalam
situasi dan kondisi tertentu guna mencapai tujuan dakwah secara optimal. Dengan
kata lain strategi dakwah adalah siasat, taktik atau manuver yang ditempuh
dalam rangka mencapai tujuan dakwah (Pimay,2005: 50).
Strategi
pada mulanya berasal dari peristiwa peperangan, yaitu sebagai suatu siasat
untuk mengalahkan musuh. Namun pada akhirnyastrategi berkembang untuk semua
kegiatan organisasi, termasuk keperluan ekonomi, sosial, budaya, dan agama.
Strategi ini dalam segala hal digunakan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Tujuan tidak akan mudah dicapai tanpa strategi, karena pada
dasarnya segala tindakan atau perbuatan itu tidak terlepas dari strategi.
Adapun tentang taktik, sebenarnya merupakan cara yang digunakan, dan merupakan
bagian dari strategi. Strategi yang disusun, dikonsentrasikan, dan
dikonsepsikan dengan baik dapat membuahkan pelaksanaan yang disebut strategis (Rafi'udin
dan Djaliel, 1997: 76). Menurut Hisyam Alie yang dikutip Rafi'udin dan Djaliel,
untuk mencapai strategi yang strategis harus memperhatikan apa yang disebut
SWOT sebagai berikut:
1.
Strength (kekuatan), yakni memperhitungkan kekuatan yang dimilikiyang biasanya
menyangkut manusianya, dananya, beberapa pirantiyang dimiliki.
2.
Weakness (kelemahan), yakni memperhitungkan kelemahan kelemahan yang
dimilikinya, yang menyangkut aspek-aspek sebagaimana dimiliki sebagai kekuatan,
misalnya kualitas manusianya, dananya, dan sebagainya.
3.
Opportunity (peluang), yakni seberapa besar peluang yang mungkin tersedia di
luar, hingga peluang yang sangat kecil sekalipun dapat diterobos.
4.
Threats (ancaman), yakni memperhitungkan kemungkinan adanya ancaman dari luar
(Rafi'udin dan Djaliel, 1997: 77).
Strategi
Dakwah
Dalam
pengertian keagamaan, dakwah memasukkan aktifitas tabligh (penyiaran), tatbiq
(penerapan/pengamalan) dan tandhim (pengelolaan) (Sulthon, 2003: 15). Kata
dakwah berasal dari bahasa Arab dalam bentuk masdar (infinitif) dari kata kerja
da'â , yad'û , da'watan, di mana kata dakwah ini sekarang sudah umum dipakai oleh
pemakai Bahasa Indonesia, sehingga menambah perbendaharaan bahasa Indonesia
(Munsyi, 1981: 11).
Kata
da'wah secara harfiyah bisa diterjemahkan menjadi: "seruan, ajakan,
panggilan, undangan, pembelaan, permohonan (do'a) (Pimay, 2005: 13). Sedangkan
secara terminologi, banyak pendapattentang definisi dakwah, antara lain:
a.
Menurut Ya'qub (1973: 9), dakwah adalah mengajak umat manusiadengan hikmah
kebijaksanaan untuk mengikuti petunjuk Allah dan RasulNya.
b.
Menurut Anshari (1993: 11) dakwah adalah semua aktifitas manusiamuslim di dalam
usaha merubah situasi dari yang buruk pada situasiyang sesuai dengan ketentuan
Allah SWT dengan disertai kesadaran dan tanggung jawab baik terhadap dirinya
sendiri, orang lain, dan terhadap Allah SWT.
Keaneka
ragaman pendapat para ahli seperti tersebut di atas meskipun terdapat kesamaan
ataupun perbedaan-perbedaan namun biladikaji dan disimpulkan bahwa dakwah
adalah suatu usaha atau proses yang diselenggarakan dengan sadar dan terencana;
usaha yang dilakukanadalah mengajak umat manusia ke jalan Allah, memperbaiki
situasi yang lebih baik (dakwah bersifat pembinaan dan pengembangan); usahatersebut
dilakukan dalam rangka mencapai tujuan tertentu, yakni hidup bahagia sejahtera
di dunia ataupun di akhirat.
Berkaitan
dengan strategi dakwah Islam, maka diperlukan pengenalan yang tepat dan akurat
terhadap realitas hidup manusia yang secara aktual berlangsung dalam kehidupan
dan mungkin realitas hidup antara satu masyarakat dengan masyarakat lain
berbeda. Di sini, juru dakwah dituntut memahami situasi dan kondisi masyarakat
yang terus mengalami perubahan, baik secara kultural maupun sosial-keagamaan. Strategi
dakwah semacam ini telah diperkenalkan dan dikembangkan oleh Rasulullah
Muhammad SAW dalam menghadapi situasi dan kondisi masyarakat Arab saat itu.
Strategi dakwah Rasulullah yang dimaksud antara lain menggalang kekuatan di
kalangan keluarga dekat dan tokoh kunci yang sangat berpengaruh di masyarakat
dengan jangkauan pemikiran yang sangat luas, melakukan hijrah ke Madinah untuk
fath al-Makkah dengan damai tanpa kekerasan, dan lain sebagainya (Rafi'udin dan
Djaliel, 1997: 78).
Kemudian,
jika dikaitkan dengan era globalisasi saat ini, maka juru dakwah harus memahami
perubahan transisional dari transaksi pada kekuatan magis dan ritual ke arah
ketergantungan pada sains dan kepercayaan serta transisi dari suatu masyarakat
yang tertutup, sakral dan tunggal ke arah keterbukaan, plural dan sekuler.
Jadi, suatu strategi tidak bersifat universal. la sangat tergantung pada
realitas hidup yang sedang dihadapi. Karena itu, strategi harus bersifat
terbuka terhadap segala kemungkinan perubahan masyarakat yang menjadi sasaran
dakwah (Pimay, 2005: 53).
Berkaitan
dengan perubahan masyarakat yang berlangsung di era globalisasi, maka perlu
dikembangkan strategi dakwah Islam sebagai berikut. Pertama, meletakkan
paradigma tauhid dalam dakwah. Pada dasarnya dakwah merupakan usaha penyampaian
risalah tauhid yang memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan yang universal
(egaliter, keadilan dan kemerdekaan). Dakwah berusaha mengembangkan fitrah dan kehanifan
manusia agar mampu memahami hakekat hidup yang berasal dari Allah dan akan
kembali kepada-Nya. Dengan mengembangkan potensi atau fitrah dan kedhaifan
manusia, maka dakwah tidak lain merupakan suatu proses memanusiakan manusia
dalam proses transformasi sosio-kultural yang membentuk ekosistem kehidupan. Karena
itu, tauhid merupakan kekuatan paradigmatis dalam teologi dakwah yang akan
memperkuat strategi dakwah.
Kedua,
perubahan masyarakat berimplikasi pada perubahan paradigmatik pemahaman agama.
Dakwah sebagai gerakan transformasi sosial sering dihadapkan pada
kendala-kendala kemapanan keberagamaan seolah-olah sudah merupakan standar
keagamaan yang final sebagaimana agama Allah. Pemahaman agama yang terialu
eksoteris dalam memahami gejala-gejala kehidupan dapat menghambat pemecahan
masalah social yang dihadapi oleh para juru dakwah itu sendiri. Oleh karena
itu, diperlukan pemikiran inovatif yang dapat mengubah kemapanan pemahaman
agama dari pemahaman yang tertutup menuju pemahaman keagamaan yang terbuka.
Ketiga,
strategi yang imperatif dalam dakwah. Dakwah Islam berorientasi pada upaya amar
ma'ruf dan nahi munkar. Dalam hal ini, dakwah tidak dipahami secara sempit
sebagai kegiatan yang identic dengan pengajian umum atau memberikan ceramah di
atas podium, lebih dari itu esensi dakwah sebetulnya adalah segala bentuk
kegiatan yang mengandung unsur amar ma'ruf dan nahi munkar (Pimay, 2005: 52).
Dalam
QS. Ali Imran/3: 110, Allah berfirman:
Artinya:
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada
yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya
ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada
yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik (Q.S. Ali
Imran/3: 110) (Depag RI, 1978: 94).
Selanjutnya,
strategi dakwah Islam sebaiknya dirancang untuk lebih memberikan tekanan pada
usaha-usaha pemberdayaan umat, baik pemberdayaan ekonomi, politik, budaya,
maupun pendidikan. Karena itu, strategi yang perlu dirumuskan dalam berdakwah
perlu memperhatikan asas-asas sebagai berikut. Pertama, asas filosofis, asas
ini erat hubungannya dengan perumusan tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam proses
atau aktivitas dakwah. Kedua, asas kemampuan dan keahlian (Achievemen and
professional) da'i. Ketiga, asas sosiologis, asas ini membahas tentang
persoalan-persoalan yang berhubungan dengan situasi dan kondisi masyarakat
obyek dakwah. Misalnya situasi politik, ekonomi, keamanan, kehidupan beragama
masyarakat dan lain sebagainya.
Keempat,
asas psikologis, merupakan asas yang membahas tentang aspek kejiwaan manusia,
untuk memahami karakter penerima dakwah agar aktivitas dakwah berjalan dengan
baik. Kelima, asas efektif dan efisien, hal ini merupakan penerapan prinsip
ekonomi dalam dakwah, yaitu pengeluaran sedikit untuk mendapatkan penghasilan
yang semaksimal mungkin. Setidak-tidaknya seimbang antara tenaga, pikiran,
waktu dan biaya dengan pencapaian hasilnya (Syukir, 1983: 32-33).
Karena
itu, dakwah masa depan perlu mengagendakan beberapa hal antara lain: Pertama,
mendasarkan proses dakwah pada pemihakan terhadap kepentingan masyarakat.
Kedua, mengintensifkan dialog dan menjaga ketertiban masyarakat, guna membangun
kesadaran kritis untuk memperbaiki keadaan. Ketiga, memfasilitasi masyarakat
agar mampu memecahkan masalahnya sendiri serta mampu melakukan transformasi sosial
yang mereka kehendaki. Keempat, menjadikan dakwah sebagai media pendidikan dan
pengembangan potensi masyarakat, sehingga masyarakat akan terbebas dari
kejahilan dan kedhaifan (Syukir, 1983: 172).
0 Response to "Pengertian Strategi Dakwah"
Post a Comment