Warta Madrasah – sahabat warta madrasah tentunya sangat tidak
asing bagi kita satu minggu setelah hari raya idul fitri kita merayakan “Bodo
Kecil” dengan tradisi membuat ketupat dan Lepet. Tahukah kita Kenapa dinamakan
ketupat dan lepet berikut fisolosinya, beriku ulasan tentang Filosofi Kupat
dan Lepet Adalah *Sunan Kalijaga* yang pertama kali memperkenalkan pada
masyarakat Jawa.
Sunan Kalijaga membudayakan 2 kali "BAKDA", yaitu
"bakda Lebaran" dan "bakda Kupat" yang dimulai seminggu
sesudah Lebaran.
Arti Kata “Ketupat”
Dalam filosofi Jawa, ketupat memiliki makna khusus. Ketupat atau
KUPAT merupakan kependekan dari Ngaku Lepat dan Laku Papat. Ngaku lepat artinya
mengakui kesalahan. Laku papat artinya empat tindakan.
"Ngaku Lepat"
Tradisi sungkeman menjadi implementasi ngaku lepat (mengakui
kesalahan) bagi orang jawa. Sungkeman mengajarkan pentingnya menghormati orang
tua, bersikap rendah hati, memohon keikhlasan dan ampunan dari orang lain.
"Laku Papat"
1. Lebaran.
2. Luberan.
3. Leburan.
4. Laburan.
" Lebaran"
Sudah usai, menandakan berakhirnya waktu puasa.
"Luberan"
Meluber atau melimpah, ajakan bersedekah untuk kaum miskin.
Pengeluaran zakat fitrah.
"Leburan"
Sudah habis dan lebur. Maksudnya dosa dan kesalahan akan melebur
habis karena setiap umat islam dituntut untuk saling memaafkan satu sama lain.
"Laburan"
Berasal dari kata labur, dengan kapur yang biasa digunakan untuk
penjernih air maupun pemutih dinding.
Maksudnya supaya manusia selalu menjaga kesucian lahir dan
batinnya.
FILOSOFI "KUPAT-LEPET"
"KUPAT"
Kenapa mesti dibungkus janur ?
Janur, diambil dari bahasa Arab *"Ja'a nur"* (telah
datang cahaya).
Bentuk fisik kupat yang segi empat ibarat hati manusia.
Saat orang sudah mengakui kesalahannya maka hatinya seperti kupat
yang dibelah, pasti isinya putih bersih, hati yang tanpa iri dan dengki.
Kenapa? karena hatinya sudah dibungkus cahaya (ja'a nur).
"LEPET"
Lepet = silep kang rapet.
Mangga dipun silep ingkang rapet, mari kita kubur/tutup yang
rapat.
Jadi setelah ngaku lepat, meminta maaf, menutup kesalahan yang
sudah dimaafkan, jangan diulang lagi, agar persaudaraan semakin erat seperti
lengketnya ketan dalam lepet.
Betapa besar peran para wali dalam memperkenalkan/ da'wah agama.
Demikian Filosofi Kupat dan Lepet Semoga bermanfaat*
0 Response to "FILOSOFI KUPAT DAN LEPET"
Post a Comment