PINTU MEMENANGKAN PERSAINGAN

PINTU MEMENANGKAN PERSAINGAN

Warta Madrasah - Sahabat Warta Madrasah Orang mengatakan bahwa hidup ini harus dijalani secara bersama-sama. Ajakan itu betul, dengan bersama maka akan menjadi kuat. Akan tetapi, pada kenyataannya kebersamaan itu tidak pernah terwujud. Sebaliknya yang terjadi adalah persaingan untuk meraih kemenangan. Persaingan itu terjadi antar kelopok dan bahkan juga antar pribadi pada kelompok yang sama. Itulah sebabnya, pada setiap organisasi terjadi perebutan peran, pengaruh, dan bahkan kekuasaan, apalagi antar kelompok dalam skala besar.

Bangsa yang majemuk seperti Indonesaia ini juga pasti di dalamnya terjadi persaingan. Hal demikian itu adalah wajar dan manusiawi. Sifat manusia adalah selalu tidak mau kelintasan, tidak mau kalah, tidak mau berkekurangan, dan tidak mau direndahkan. Sifat yang demikian itu, disengaja atau tidak, akan menumbuhkan semangat bersaing di antara sesama, antar kelompok, organisasi dengan berbagai latar belakangnya. Oleh karena itu, tanpa ditumbuh kembangkan sekalipun, persaingan selalu mewarnai kehidupan, baik berskala kecil hingga berskala besar, baik yang tampak maupun yang tidak tampak.
Adanya persaingan tersebut itulah masyarakat menjadi dinamis dan mengalami perubahan. Namun yang pasti, ada sementara yang kuat hingga memenangkan persaingan dan sebaliknya, ada yang lemah dan bahkan tidak menyadari, sehingga selalu mengalami kekalahan. Persaingan itu menyangkut seluruh aspek kehidupan, baik di bidang politik, ekonomi, pendidikan, sosial, ilmu pengetahuan, pertahanan dan keamanan dan bahkan juga agama.

Secara sederhana persaingan dimaksud dalam kehidupan sehari-hari dapat dilihat dengan jelas misalnya di bidang ekonomi. Sesama yang kuat, mereka bersaing dan berebut menguasai sumber-sumber ekonomi, misalnya di bidang pertanian, perdagangan, pertambangan, kehutanan, perkebunan, peternakan, transportasi, komunikasi, teknologi informasi, dan usaha berskala besar lainnya. Sebaliknya bagi yang lemah dan tidak menyadari bahwa hidup ini bersaing dan apalagi harus ditambah dengan berubah, maka mereka tidak akan memperoleh apa-apa.

Masih dalam persaingan ekonomi, dahulu orang menjual jasa transportasi dengan menggunakan andong yang ditarik kuda. Antar mereka bersaing mendapatkan penumpang. Siapa saja yang andongnya bagus dan tampak kuat, maka mereka dipiling sebagai langganannya. Sarana transportasi itu, sebagai akibat kemajuan teknologi, segera disaingi oleh kendaraan bermesin, disebut bemo, dan kemudian bemo pun segera digantikan dengan jenia sarana lain, berupa angkutan kota dan taksi. Tidak lama kemudian, kedua jenis transportasi umum itupun semakin tidak laku, oleh karena digantikan oleh sepeda motor dan atau mobil pribadi oleh karena harganya semakin terjangkau.

Dalam bidang pendidikan, dahulu orang yang bergelar Doktorandus (Drs) menjadi rebutan. Bahkan siapa saja yang bergelar akademik tersebut dibolehkan mengajar di perguruan tinggi. Namun sekarang ini oleh karena tuntutan dan jumlahnya sudah banyak, penyandang gelar akademik tersebut sudah tidak boleh lagi mengajar di perguruan tinggi, melainkan hanya dibolehkan mengajar di Sekolah Dasar. Pengajar di perguruan tinggi dipersyaratkan minmal harus berijazah S2 dan bahkan sebentar lagi mungkin harus S3.

Untuk meraih kemenangan dalam persaingan, seseorang tidak melihat identitas hingga mendetail, misalnya menyangkut asal usul, etnis, dan bahkan juga agama yang dipeluknya, kecuali bidang tertentu yang mempersyaratkannya. Siapapun yang dipandang kuat, memiliki kelebihan, dipercaya, dan mampu memenangkan persaingan akan diajak serta. Untuk mendapatkan tenaga kerja, bagi perusahaan yang ingin maju danb unggul, pertimbangan terpenting adalah mampu bekerja dengan kualitas yang terbaik.

Pada akhir-akhir ini, menang dan atau kalah dalam persaingan rupanya semakin disadari, dan bahkan dikaitkan denganm etnis, dan bahkan juga agama. Etnis tertentu dan juga agama tertentu dikaitkan dengan usaha ekonomi. Hal demikian itu mungkin dianggap sebagai keniscayaan untuk menjaga keamanan dan keberlangsungannya. Umat Islam yang dalam keadaan mayoritas, dalam berkompetisi, dirasakan bukan sebagai pemenangnya. Sebaliknya etnis dan agama tertentu justru dipandang unggul dalam persaingan, dan berhasil menguasai berbagai lapangan kehidupan, baik ekonomi, media komunikasi, teknologi, dan jbahkan uga lainnya.

Kesadaran tersebut sebenarnya menjadi amat penting agar muncul semangat berubah untuk kemudian kelak memenangkan di dalam persaingan itu. Bersaing dalam keadaan lemah namun agar menang maka harus bekerja lebih keras, hemat, dan bahkan juga ada kemauan untuk berkolaborasi. Tanpa modalkan itu, maka hingga kapan pun akan tetap kalah. Nabi Muhammad memberikan petunjuk, agar menjadi umat atau manusia unggul dan menang dalam kehidupan ini, maka harus memiliki sifat siddiq, amanah, tabligh, dan fathonah. Tanpa menyandang sifat-sifat itu, maka hingga kapan pun, dalam menjalani persaingan akan selalu kalah. Wallahu a’lam

sumber : https://www.facebook.com/imam.suprayogo.1?fref=ts

0 Response to "PINTU MEMENANGKAN PERSAINGAN"

Post a Comment