THE BEAUTY OF UNITY

INDAHNYA KEKITAAN

Berbicara tentang kita berarti berbicara untuk semua. Hal itu berbeda jika hanya dalam lingkup aku dan atau kamu. Beberapa orang mau bekerja bersama-sama jika hasilnya untuk kepentingan bersama atau untuk kita. Sebaliknya, tidak akan dirasakan adil jika misalnya hasilnya hanya dinikmati oleh seseorang atau disebut sebagai milikku, kepentinganku, untukku dan seterusnya. Atau juga sebaliknya, untukmu, milikmu, keperluanmu, atau kebutuhanmu. Tentu kata ku dan mu akan menjadi indah jika diubah menjadi kita, yakni milik kita, kepentingan kita, dan demi kebahagiaan kita bersama.

Hal sederhana tentang kebersamaan tersebut ternyata tidak mudah dilakukan oleh kebanyakan orang. Kegagalan itu bukan dipengaruhi oleh taraf pendidikan, posisi, atau jabatan seseorang. Bisa jadi seseorang yang sebenarnya berpendidikan atau pejabat tinggi tetapi oleh karena memiliki keakuan yang tinggi maka tidak mampu membangun kekitaan itu. Sebaliknya, orang yang berpendidikan rendah dan tidak memiliki posisi atau kekuasaan, tetapi mampu membangun kekitaan. Kemampuan membangun kekitaan bukan berasal dari kecerdasan nalar melainkan oleh kecerdasan hatinya.

Dalam alam modern seperti sekarang ini suasana kekitaan ternyata semakin pudar. Banyak orang sudah tidak mengenal yang sebenarnya kata “kita" lagi. Banyak orang apa saja diukur dari kepentingan dan atau keperluannya sendiri. Seolah-olah orang lain sudah tidak diperlukan lagi. Mereka meyakini, seakan-akan semua persoalan bisa diselesaikan dängan kemampuannya sendiri. Kebutuhan apa saja dirasakan bisa diselesaikan dengan menyuruh orang lain dengan cara dibayar. Maka, siapa saja yang memiliki banyak uang bisa memperoleh dan atau menyelesaikan apa saja.
Akibat dari hal tersebut, suasana kekitaan menjadi semakin melemah oleh karena kegiatan kebersamaan sudah diganti dengan uang. Bahkan tidak terkecuali, kegiatan ritual yang bersifat pribadi sekalipun sudah diupahkan pada orang lain. Sudah menjadi tradisi bagi kelangan tertentu ketika ditinggal mati keluarganya, beberapa malam di rumahnya diselenggarakan kegiatan ritual. Oleh karena keluarga yang bersangkutan tergolong berkecukupan dan tidak terbiasa menjalankannya, maka cara yang ditempuh mengundang dan memberi upah kepada sekelompok orang yang terbiasa menjalankan kegiatan seperti itu.
Selain itu, berbagai kegiatan yang sebenarnya untuk kepentingan bersama seperti pendidikan dan kesehatan sebenarnya adalah keperluan kekitaan. Oleh karena itu seharusnya dipenuhi secara bersama-sama. Namun yang terjadi adalah sebaliknya. Keperluan pendidikan dan kesehatan sudah menjadi barang yang diperjual belikan. Seseorang boleh ikut belajar di institusi pendidikan dan atau pelayanan kesehatan asalkan bersedia membayar dalam jumlah tertentu. Bahkan penggantian biaya dimaksud sudah bernuansa ekonomis, artinya sudah menjadi komuditi untuk memperbanyak kekayaan.

Bersekolah atau datang ke rumah sakit ketika diharuskan mengeluarkan biaya besar dianggap wajar sekalipun sebenarnya dirasakan sangat memberatkan. Dengan demikian sekolah dan atau rumah sakit sudah diposisikan sebagai sarana ekonomi, artinya untuk mengumpulkan uang. Orang mendirikan lembaga tersebut memang diniatkan untuk memperoleh keuntungan. Suasana yang serba kapitalistik seperti itu secara otomastis akan menghilangkan suasana kekitaan, dan sebagai resikonya apa saja selalu berorientasi pada aku, kamu, dan atau untukmu.

Akhirnya sebagai akibat budaya itu, antar manusia menjadi berjarak, dan kadang jarak itu sedemikian jauh. Penyebabnya sederhana, yaitu orang hanya sekedar mengejar-ngejar harta hingga apapun yang dapat dilakukan. Padahal hidup dengan berorientasi seperti itu, orang kehilangan sesuatu yang indah dan membahagiakan, yaitu suasana kekitaan.Wallahu a’lam


SUMBER : FB IMAM SUPRAYOGO SATU

0 Response to "THE BEAUTY OF UNITY"

Post a Comment