TANGGUNGJAWAB ORANG TUA UNTUK MOTIVASI ANAK-ANAKNYA

TANGGUNGJAWAB ORANG TUA UNTUK MOTIVASI ANAK-ANAKNYA
Warta Madrasah - Allah SWT telah menciptakan manusia di dunia kecuali bertugas pokok menyembah khaliknya, juga bertugas utuk mengelola dan memanfaatkan kekayaan yang terdapat dibumi agar mereka dapat hidup sejahtera dan makmur lahir batin. Manusia diciptakan Allah selain sebagai hambanya juga sebagai penguasa (khalifah) di atas bumi. Selaku hamba dan khalifah manusia telah diberi kelengkapan dan kemanpuan jasmaniah (fisiologis) dan rohaniah (mental psikoogis) yang dapat dikembangtumbuhkan seoptimal mungkin, sehingga menjadi alat yang berdaya guna dalam ikhtiar kemanusiaanya untuk melaksanakan tugas pokok kehidupanya di dunia. Untuk mengembangkan atau menumbuhkan kemampuan dasar jasmaniah dan rohaniah tesebut, poendidikan merupakan sarana atau alat yang menentukan sampai di mana titik kemampuan tersebut dapat dicapai.[1]
Dalam pandangan Islam, anak adalah amanat yang dibebankan oleh Allah SWT kepada orang tuanya, karena itu orang tua harus menjaga dan memelihara serta menyampaikan amanat itu kepada yang berhak menerima. Karena manusia adalah milik Allah SWT, mereka harus mengantarkan anaknya untuk mengenal anaknya untuk mengenal Allah SWT.[2]
Allah SWT berfirman dalam al Qur’an yang berbunyi:
ياايهاالذين امنوا قواانفسهم واهليكم نارا (التحريم : 6)
“Wahai orang-orang yang beriman jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”. ( Q.S. at-tahrim : 6)[3]
Menjaga diri artinya setiap orang yang beriman harus dapat melakukan self education, dan melakukan pendidikan terhadap anggota keluarganya untuk menaati Allah dan rasul Nya.[4]
Dalam pendidikan anak, orang tua lah yang bertanggungjawab, dan orang tua harus dapat memberikan dorongan atau motivasi agar anak berhasil dalam belajar.Suatu proses belajar mengajar dikatakan baik bila proses tersebut dapat membangkitkan kegiatan belajar yang efektif dalam hal ini perlu disadari, masalah yang menentukan bukan metode atau prosedur yang diinginkan dalam pelajaran, bukan kolot atau modern nya pengajaran, bukan pula konvensional atau progresif nya pengajaran. Semua itu mungkin penting artinya, tetapi tidak merupakan pertimbangan akhir, karena itu hanya berkaitan dengan alat bukan tujuan pengajaran. Bagi pengukuran suksesnya pengajaran, memang syarat utamanya adalah hasilnya . tetapi harus diingat bahwa dalam menilai atau menerjemahkan hasil itupun harus secara cermat dan tepat, yaitu dengan memperhatikan bagaimana prosesnya.[5]

عن ابي هريرة انه كان قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم كل مولود يولد على الفطرة فابواه يهودانه اوينصرانه اويمجسانه (رواه مسلم)[6]

“Dari Abu Hurairah, sesungguhnya ia berkata: bahwa Rasulullah SAW bersabda : tidaklah anak itu dilahirkan kecuali dalam keadaan fitrah. Kedua orang tualah yang mempengaruhi anak itu menjadi Yahudi, Nasrani dan Majusi (H.R. Muslim)”

Dari hadis di atas dapat diketahui bahwa segala perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh seorang anak itu dipengaruhi oleh orang tua. Karena anak dilahirkan dalam keadaan yang fitrah. Sehingga sebagai orang tua harus dapat mendidik anak dengan baik dan benar.
Dalam proses belajar, motivasi sangat diperlukan, sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar, tak akan mungkin melakukan aktivitas belajar. Hal ini merupakan pertanda bahwa sesuatu yang akan dikerjakan itu tidak menyentuh kebutuhannya. Segala sesuatu yang menarik minat orang lain belum tentu menarik minat orang tertentu selama sesuatu itu tidak bersentuhan dengan kebutuhannya.[7]
Berhasil tidaknya belajar anak, sangat dipengaruhi oleh baik atau benarnya proses belajar anak. Proses belajar anak tidak akan berhasil dengan baik tanpa motivasi, khususnya dari orang tua, karena peranan orang tua sangat penting dalam proses belajarnya anak Masalah anak-anak dan pendidikan adalah suatu persoalan yang sangat menarik perhatian terutama guru yang tiap hari bertemu dengan anak yang membutuhkan pendidikan. Sehingga banyak anak yang mengeluh jika melihat hasil pendidikannya kurang menggembirakan.[8]
Kebanyakan orang masih menganggap enteng dan mudah terhadap hal pendidik. Orang tua mendidik anak-anaknya hanya berdasarkan pengalaman-pengalaman Praktis nya saja mereka banyak memicu nenek moyang nya yang belum tentu benar dan baik mereka beranggapan bahwa kepandaian pendidik itu sudah akan sendirinya dari setiap orang dari pergaulan nya. Mereka percaya bahwa dalam setiap situasi intuitif akan mendapat sikap dan tindakan yang tepat , jadi mereka berkehendak bekerja secara intuitif,  mereka tidak atau kurang mau mempelajari atau menyelidiki hal mendidik secara ilmu pengetahuan, secara teoritis.[9]
Sebagai pendidik atau pengasuh, orang tua harus memberi motivasi terhadap anak tidak hanya dalam bersikap atau berperilaku dengan baik tetapi juga dalam hal belajar, karena orang tua tidak hanya menginginkan agar anaknya sehat , berlaku sopan , berperilaku dengan baik, tetapi juga menginginkan anaknya agar berhasil dalam belajar dan mencapai tujuannya .
Untuk mendapatkan komunikasi yang dialogis antara orang tua dan anak, maka orang tua harus mengetahui kebutuhan dan keinginan anak. Dengan seperti ini maka anak merasa diberi kebebasan untuk memiliki sesuai dengan kemampuan dan keinginannya, sehingga anak dapat memahami dan menerima pesan moral dari orang tuanya sesuai dengan kata hati, dan anak dapat belajar dengan tenang dan nyaman. Seorang anak harus diberi kebebasan untuk berpikir, agar anak dapat menentukan dan memilih mana yang baik untuk dirinya maupun yang lain. Oleh karena itu sebagai orang tua tidak boleh terlalu memanjakan anaknya, karena sikap seperti itu tidak baik untuk perkembangan anak, dan nantinya anak akan selalu bergantung pada orang tua. 



[1] M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hlm. 141
[2] Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hlm. 103
[3] Soenarjo, Al-Qur’an dan Terjrmahannya, (Semarang, CV. Al Waah, 1993), hlm. 951
[4] Chabib Thoha, Op. Cit, hlm. 104
[5] Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta : Rajawali Pers, 2001),  hlm. 47
[6] Imam Abi Husein, Muslim Bin Hajaj Al-Quraisy An-Naisabuy, Shahih Muslim, Juz IV( Beirut : Darul Kutub Ilmiah, th.t), hlm. 2047
[7] Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002), hlm. 114-115
[8] Zakiah drajat, kesehatan Mental, ( Jakarta : CV haji Masagung, 1988), hlm. 66
[9] M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, ( Bandung : PT Remaja Rosdakarya,1994), cet. VII, hlm. 4

0 Response to "TANGGUNGJAWAB ORANG TUA UNTUK MOTIVASI ANAK-ANAKNYA"

Post a Comment