HUKUM CIUM TANGAN KIAI


HUKUM CIUM TANGAN KIAI

Bahwa mencium tangan para kiai yang kita anggap sebagai orang alim, zuhud, dan wara` adalah hal yang lumrah. Mencium tangan mereka bukan berarti mengkultuskannya, tetapi lebih karena menghormati kealiman, kezuhudan, dan kewara`annya.

Para sahabat Rasulullah saw pernah mencium tangan Beliau SAW. Contohnya adalah Ibnu Umar RA yang pernah mencium tangan Rasulullah SAW. Hal ini bisa kita lihat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud berikut ini,

وَرُوِيَ عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهُ كَانَ فِي سَرِيَّةٍ مِنْ سَرَايَا رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَ قِصَّةً قَال : فَدَنَوْنَا مِنَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَبَّلْنَا يَدَهُ

Diriwayatkan dari Ibnu Umar RA bahwa ia pernah ikut dalam salah satu pasukan infantri Rasulullah SAW kemudian ia menuturkan sebuah kisah dan berkata: “Kemudian kami mendekati Nabi SAW dan mengecup tangannya,” (Lihat Wizaratul Awqaf was Syu`unul Islamiyyah-Kuwait, al-Mawsu’atul Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, Kuwait-Dar as-Salasil, cet ke-2, juz, XIII, h. 131)

Menurut Muhyiddin Syaraf An-Nawawi dalam kitab al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab bahwa mencium tangan orang yang saleh, zuhud, alim dan yang semisalnya dari orang-orang ahli akhirat adalah sunah. Tetapi sebaliknya jika menjadi sangat makruh apabila kita mencium tangan seseorang karena kekayaannya atau kedudukannya di hadapan orang-orang senang dunia.     

يُسْتَحَبُّ تَقْبِيلُ يَدِ الرَّجُلِ الصَّالِحِ وَالزَّاهِدِ وَالْعَالِمِ وَنَحْوِهِمْ مِنْ اَهْلِ الآخِرَةِ وَأَمَّا تَقْبِيلُ يَدِهِ لِغِنَاهُ وَدُنْيَاهُ وَشَوْكَتِهِ وَوَجَاهَتِهِ عِنْدَ أَهْلِ الدُّنْيَا بِالدُّنْيَا وَنَحْوِ ذَلِكَ فَمَكْرُوهٌ شَدِيدَ الْكَرَاهَةِ

Disunahkan mencium tangan laki-laki yang saleh, zuhud, alim, dan yang semisalnya dari ahli akhirat. Sementara mencium tangan seseorang karena kekayaannya, kekuasaan dan kedudukannya di hadapan ahli dunia dan semisalnya, hukumnya adalah makruh dan sangat dibenci, (Lihat Muhyiddin Syaraf An-Nawawi,al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, Kairo, Darul Hadits, 1431 H/2010 M, juz, VI, h. 27).

Bahkan As-Sarakhsi dan sebagaian ulama muta’akhhirin membolehkan untuk mencium tangan orang alim dalam rangka tabarrukan. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh az-Zaila’i dalam kitab Tabyinul Haqa`iq Syarhu Kanzid Daqa`iq.

وَرَخَّصَ الشَّيْخُ الْإِمَامُ شَمْسُ الْأَئِمَّةِ السَّرَخْسِيُّ وَبَعْضُ الْمُتَأَخِّرِينَ تَقْبِيلَ يَدِ الْعَالِمِ أو الْمُتَوَرِّعِ على سَبِيلِ التَّبَرُّكِ

Syaikh al-Imam Syamsul A`immah as-Sarakhsi dan sebagian ulama yang belakangan memberikan rukhshah dengan membolehkan mencium tangan orang yang alim atau wara` dengan tujuan untuk bertabarruk, (Lihat az-Zaila’i, Tabyinul Haqa`iq Syarhu Kanzid Daqa`iq, Kairo, Darul Kutub al-Islami, 1313 H, juz, VI, h. 25).

Berangkat dari penjelasan singkat ini maka mencium tangan orang yang kita anggap alim, zuhud, atau wara’ adalah sunah, seperti mencium tangan para kiai. Bukan untuk mengkultuskan mereka, tetapi lebih karena kesalehan, kealiman, kezuhudan, atau kewara’annya. Bahkan boleh juga mencium tangan mereka dalam rangka bertabarruk atau mencari berkah.

Demikian jawaban yang dapat kami kemukakan. Semoga bisa dipahami dengan baik. Sudah selayaknya kita menghormati para kiai yang alim, wara`, dan zuhud dan bertabarrukan kepada mereka. Kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca.

Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu ‘alaikum wr. wb

0 Response to "HUKUM CIUM TANGAN KIAI"

Post a Comment