A.
Komite Madrasah
1.
Pengertian Komite Madrasah
Perubahan
paradigma pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi telah membuka
peluang masyarakat untuk meningkatkan peran sertanya dalam pengelolaan
pendidikan. Salah satu upaya untuk meningkatkan peluang berpartisipasi tersebut
adalah melalui dewan pendidikan dan komite madrasah yang mengacu kepada
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang
menyatakan bahwa komite sekolah/madrasah adalah partisipasi yang berlaku kepada
masyarakat selama ini belum diartikan secara universal. Para perencana
pembangunan termasuk di dalamnya pejabat pemerintah, mengartikan partisipasi
sebagai dukungan terhadap program atau proyek pembangunan yang direncanakan dan
ditentukan oleh pemerintah. Besarnya partisipasi masyarakat sering diukur oleh seberapa
besar sumbangan yang diberikan kepada masyarakat yang ikut menanggung biaya
pembangunan, apakah itu uang atau tenaga.[1]
Penyelenggaraan
pendidikan memerlukan dukungan masyarakat yang memadai. Sebagai langkah
alternatif dalam mengupayakan dukungan masyarakat untuk sektor pendidikan ini
adalah dengan menumbuhkan keberpihakan pada pendidikan yang bermutu, mulai
pemimpin begara sampai aparat yang lebih rendah, termasuk masyarakat yang
bergerak di sektor swasta dan industri. Keberpihakan konkret itu perlu
disalurkan secara politis menjadi suatu gerakan bersama (collective action)
yang mewadahi pendidikan yang berkedudukan di kabupaten/kota dan komite madrasah
di tingkat satuan pendidikan.[2]
Sebagai
konsekuensi perluasan makna partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan
pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, maka diperlukan suatu wadah yang
dapat menampung dan menyalurkan pikiran, gagasan dalam mengupayakan kemajuan
pendidikan yang diberi nama Komite sekolah. Dalam hal ini, komite madrasah adalah
badan mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu,
pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan madrasah,
baik pada pendidikan pramadrasah maupun pendidikan dasar dan menengah.
Berdasarkan
lampiran II Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 044/U/2002 yang dimaksud Komite
madrasah adalah badan mandiri yang mewadahi peran masyarakat dalam rangka
peningkatan mutu, pemerataan dan efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan
pendidikan baik pada jalur pendidikan pra sekolah, pendidikan jalur madrasah dan
pendidikan di luar sekolah.[3]
Nama komite madrasah merupakan nama generik, artinya bahwa nama badan sesuaikan
dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing satuan pendidikan, seperti komite
sekolah, komite pendidikan, komite luar pendidikan sekolah, majelis sekolah,
majelis madrasah, komite TK atau nama lainnya yang disepakati.[4]
Badan inipun bersifat mandiri, tidak mempunyai hubungan hierarkis dengan madrasah
maupun lembaga pemerintah lainnya.
Komite
madrasah merupakan suatu badan atau lembaga non-profit dan non-politis yang
dibentuk berdasarkan musyawarah demokratis para stakeholder pendidikan sekolah,
sebagai representasi dari berbagai unsur yang bertanggung jawab terhadap
peningkatan kualitas proses dan hasil pendidikan.[5]
2.
Maksud dan
Tujuan Komite Madrasah
Dibentuknya komite madrasah dimaksudkan agar adanya suatu
organisasi masyarakat yang mempunyai komitmen dan loyalitas serta peduli
terhadap peningkatan kualitas sekolah. Komite madrasah yang dibentuk dapat
dikembangkan secara khas dan berakar dari budaya, demografi, ekologis, nilai
kesepakatan, serta kepercayaan yang dibangun sesuai dengan potensi masyarakat
setempat. Komite madrasah dikembangkan berdasarkan konsep yang berorientasi
pada pengguna (client), berbagai kewenangan (power sharing and
advocacy) dan kemitraan (partnership) yang difokuskan pada
peningkatan mutu pelayanan pendidikan.[6]
Adapun tujuan dibentuknya komite madrasah sebagai suatu
organisasi masyarakat madrasah adalah sebagai berikut :
a.
Mewadahi
dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan
operasional dan program pendidikan di satuan pendidikan.
b.
Meningkatkan
tanggung jawab dan peran serta masyarakat di satuan pendidikan.
c.
Menciptakan
suasana dan kondisi transparan, akuntabel, dan demokratis dalam penyelenggaraan
dan pelayanan pendidikan yang bermutu di satuan pendidikan.[7]
3.
Peran Komite Madrasah
a.
Peran Komite Madrasah
Seiring dengan perkembangan tuntutan masyarakat terhadap
kualitas pelayanan dan hasil pendidikan serta dalam upaya peningkatan mutu,
pemerataan dan efisiensi penyelenggaraan pendidikan, maka perlu adanya peran
serta masyarakat yang bersinergi dalam satu wadah yaitu komite sekolah. Untuk
itu peran serta komite madrasah memegang peranan penting untuk mewujudkan
tujuan tersebut.
Peran serta masyarakat merupakan amanat Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang diwujudkan dalam
wadah dewan pendidikan dan komite sekolah. Agar peran serta masyarakat tersebut
dapat mendukung upaya pemerintah dalam peningkatan mutu pendidikan, maka dewan
pendidikan dan komite madrasah perlu diberdayakan untuk melaksanakan peran
fungsinya secara optimal. Itulah sebabnya maka renstra Departemen Pendidikan
Nasional Tahun 2005-2009 telah ditetapkan tonggak kunci keberhasilan (key
milestones) pembangunan pendidikan antara lain bahwa (1) 50% dewan
pendidikan telah berfungsi dengan baik pada tahun 2009, (2) 50% komite madrasah
telah berfungsi dengan baik pada tahun 2009, (3) dewan pendidikan nasional
telah dibentuk pada tahun 2009.[8]
Adapun peran yang dijalankan komite madrasah secara umum
adalah sebagai berikut:
a.
Pemberi
pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan
pendidikan di tingkat satuan pendidikan.
Memberi pertimbangan (advisory agency) dalam
penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di tingkat satuan pendidikan,
minimal dalam memberikan masukan, pertimbangan dan rekomendasi kepada
pendidikan, supaya masukan tersebut sesuai dengan kebutuhan satuan pendidikan,
diperlukan informasi-informasi yang didasarkan pada kegiatan-kegiatan sebagai
berikut :
1) Mengadakan pendataan kondisi sosial ekonomi masyarakat
dan sumber daya pendidikan di masyarakat sekitar sekolah.
2) Menganalisis hasil pendataan sebagai bahan pemberian
masukan pertimbangan dan rekomendasi kepada sekolah.
3)
Menyampaikan
masukan, pertimbangan atau rekomendasi secara tertulis kepada sekolah.
4)
Memberikan
pertimbangan kepada madrasah dalam rangka pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP).
5)
Memberikan
pertimbangan kepada madrasah untuk meningkatkan mutu pembelajaran.
6)
Memberikan
pertimbangan kepada madrasah untuk menyelenggarakan pembelajaran yang
menyenangkan (PAKEM).
7)
Memberikan
masukan dan pertimbangan kepada madrasah dalam penyusunan visi, misi, tujuan,
kebijakan, program dan kegiatan pendidikan di sekolah.
Memberikan masukan dan
pertimbangan kepada madrasah dalam penyusunan RAPBS.[9]
b. Pendukung (supporting
agency) baik yang berwujud finansial, pemikiran, maupun tenaga dalam
penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.
Pendukung
(supporting agency) baik yang berwujud financial, pemikiran
tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan, minimal dalam
mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan
pendidikan yang bermutu, dalam bentuk kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
1) Mengadakan pertemuan secara berkala dengan stakeholder
di lingkungan sekolah.
2) Mendorong peran serta masyarakat dan dunia usaha/industri
untuk mendukung penyelenggaraan pembelajaran yang bermutu.
3)
Memotivasi
masyarakat kalangan menengah ke atas untuk meningkatkan komitmen bagi upaya
peningkatan mutu pembelajaran di sekolah.
4)
Mendorong
orang tua dan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pendidikan, seperti :
a)
Mendorong
peran serta masyarakat dan dunia usaha/industri dalam penyediaan
sarana/prasarana serta biaya pendidikan untuk masyarakat tidak mampu.
b) Ikut memotivasi masyarakat untuk melaksanakan kebijakan
pendidikan sekolah.[10]
c.
Pengontrol (controlling
agency) dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan
keluaran pendidikan di satuan pendidikan.
Pengontrol (controlling agency) dalam rangka
transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di
satuan pendidikan. Minimal melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap
kebijakan, program, penyelenggaraan, dan keluaran-keluaran pendidikan dari
satuan pendidikan. Dalam bentuk kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
1) Meminta penjelasan madrasah tentang hasil belajar siswa
di sekolahnya.
2) Mencari penyebab ketidakberhasilan belajar siswa, dan
memperkuat berbagai hal yang menjadi keberhasilan belajar siswa.
Komite madrasah menyampaikan hasil kajian pelaksanaan
program madrasah kepada stakeholder secara periodik, baik yang berupa
keberhasilan maupun kegagalan dalam pencapaian tujuan dan sasaran program
sekolah. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban bantuan masyarakat baik berupa
materi, maupun nonmateri kepada masyarakat dan pemerintah setempat.[11]
d. Mediator antara
pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di satuan pendidikan.
Mediator
antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di satuan pendidikan, seperti:
1) Melakukan
kerjasama dengan masyarakat baik perorangan, organisasi pemerintah dan
kemasyarakatan untuk penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran yang bermutu.
a)
Membina
hubungan dan kerjasama yang harmonis dengan seluruh stakeholders
pendidikan di sekitar sekolah.
b)
Mengadakan
penjajagan tentang kemungkinan untuk dapat mengadakan kerjasama dengan lembaga
lain di luar madrasah untuk memajukan mutu pembelajaran di sekolah.
2) Menampung dan
menganalis aspirasi, ide, tuntutan dan berbagai pendidikan yang diajukan oleh
masyarakat, dalam bentuk :
a)
Menyebarkan
kuesioner untuk memperoleh masukan, saran dan ide kreatif dari stakeholder
pendidikan di sekitar sekolah.
b)
Menyampaikan
laporan kepada masyarakat secara tertulis tentang pengamatan terhadap
perkembangan pendidikan di daerah sekitar sekolahnya.[12]
4.
Fungsi Komite Madrasah
Dalam
menjalankan perannya, secara umum komite madrasah memiliki fungsi sebagai
berikut :
a.
Mendorong
tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan
yang bermutu.
Para
orang tua menghendaki putra-putri mereka warga negara atau manusia yang baik
yang berguna bagi negara dan bangsa. Di dalam GBHN ditegaskan bahwa pendidikan
adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah, orang tua dan masyarakat.
Masyarakat terdiri atas kelompok-kelompok dan individu-individu yang berusaha
menyelenggarakan pendidikan atau membantu usaha-usaha pendidikan. Di dalam
masyarakat terdapat berbagai organisasi penyelenggaraan pendidikan dan
organisasi lain yang bergerak dalam usaha pendidikan. Dalam masyarakat juga
terdapat individu-individu atau pribadi yang bersimpati terhadap
penyelenggaraan pendidikan di sekolah.[13]
Penyelenggaraan
pendidikan memerlukan dukungan masyarakat yang memadai sebagai langkah
alternatif dalam mengupayakan dukungan masyarakat untuk sektor pendidikan ini
adalah menumbuhkan keberpihakan terhadap penyelenggaraan pendidikan yang
bermutu, mulai dari pemimpin negara, sampai aparat yang paling rendah, termasuk
masyarakat yang bergerak di bidang swasta dan industri. Ditinjau dari
perspektif sejarah, persekolahan tingkat SD, SLTP, dan SMU/SMK di Indonesia
masyarakat madrasah khususnya orang tua telah memerankan sebagai fungsinya
dalam membantu penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Pasang surut
penyelenggaraan pendidikan tidak dapat dilepaskan dari perhatian dan komitmen
masyarakat khususnya orang tua peserta didik.
Keberpihakan, perhatian dan komitmen dari masyarakat,
khususnya orang tua peserta didik tersebut perlu disalurkan secara konkret dan
politis menjadi suatu gerakan bersama (collective action) yang diwadahi
dalam komite sekolah.
b. Melakukan kerjasama dengan masyarakat, perorangan,
organisasi/dunia usaha dan dunia industri (DUDI) dan pemerintah berkenaan
dengan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.
Agar penyelenggaraan pendidikan bermutu dapat
dikembangkan, dilaksanakan dan berhasil guna perlu diikut sertakan secara aktif
berbagai pihak di suatu daerah yang sesuai dengan keadaan dan kebutuhan daerah
tersebut. Pihak-pihak terkait tersebut dapat diharapkan dapat memberikan
kontribusinya sesuai dengan keterkaitan dan potensi masing-masing pihak.
Pihak-pihak yang dapat diikut sertakan antara lain: Pemda, dunia usaha/dunia
industri dan masyarakat sekitar sekolah.[14]
Tugas, tanggung jawab, dan peran serta instansi terkait
dalam pelaksanaan pendidikan yang bermutu adalah sebagai berikut:
1)
Pemerintah
Daerah
a) Mendukung
rencana dan pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan di daerah yang bersangkutan.
b) Mendukung
pembiayaan pelaksanaan pendidikan.
2)
Dunia
Usaha/kerja
a) Memberikan
informasi tentang pengembangan ketenagakerjaan di daerah yang bersangkutan.
b) Menyediakan
berbagai data ketenagakerjaan bagi pengembangan dan pelaksanaan penyelenggaraan
pendidikan.
3)
Tokoh
Masyarakat
a)
Membantu
merumuskan kemampuan belajar dalam pengembangan dan pelaksanaan pendidikan.
Selanjutnya adalah bagaimana pembagian kerja dan tanggung jawab antara
pemerintah, masyarakat dan sekolah.[15]
b)
Pemerintah:
fasilitator, motivator perlindungan hukum, memberi pengakuan menjadi “wasit”
yang adil dan “fending agency” (memberi dana).
c)
Masyarakat:
memberi dukungan materiil, moral dan kultural. Pendidikan akan dapat berjalan
baik, benar dan dinamis apabila hidup dalam masyarakat yang berbudaya akademik
tinggi dan peduli dengan pendidikan. Masyarakat juga merupakan kontrol mutu
pendidikan yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan yang bersangkutan, melalui
penilaian stakeholder: murid, orang tua, tokoh-tokoh masyarakat,
ilmuwan, agamawan, industrialis dan para pengguna jasa terkait lainnya.
c. Menampung dan menganalis aspirasi, ide, tuntutan, dan
berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat.
Seiring dengan perkembangan tuntutan masyarakat terhadap
kualitas pelayanan dan hasil pendidikan yang diberikan sekolah, dan dalam
rangka mencapai tujuan pendidikan nasional melalui upaya peningkatan mutu,
pemerataan dan efisiensi penyelenggaraan pendidikan, dan tercapainya demokrasi
pendidikan, perlu adanya dukungan dan peran serta masyarakat untuk bersinergi
dalam suatu wadah yang lebih sekedar lembaga pengumpul dana pendidikan dari
orang tua siswa.[16]
Seperti yang kita ketahui bahwa masalah pelaksanaan
pendidikan apapun wujudnya adalah mengusahakan agar para anggota masyarakat
menjadi lebih maju, terutama bagi masa depan anak didik. Oleh karena itu, tidak
berlebihan apabila para orang tua murid dan masyarakat ikut memikirkan dan
menyalurkan aspirasi maupun ide terhadap berbagai persoalan kebutuhan
pendidikan.
Kondisi nyata tersebut dalam memasuki era manajemen
berbasis madrasah (MBS) perlu dibenahi selaras dengan tuntutan perubahan yang
dilandasi kesepakatan, komitmen, kesadaran dan kesiapan budaya baru
profesionalisme dalam mewujudkan “masyarakat sekolah” yang memiliki loyalitas
dan peningkatan mutu sekolah. Untuk terciptanya suatu masyarakat madrasah yang
kompak dan sinergis, maka komite madrasah merupakan bentuk atau wujud
kebersamaan yang dibangun melalui kesepakatan (SK. Mendiknas No. 044/U/2002).
d.
Memberikan
masukan, pertimbangan dan rekomendasi kepada satuan pendidikan dalam hal :
1)
Kebijakan
dan program pendidikan;
2)
Penyusunan
Rencana Anggaran dan Pendapatan dan Belanja Madrasah (RAPBS);
3)
Kriteria
kinerja satuan pendidikan;
4)
Kriteria
tenaga kependidikan;
5)
Kriteria
fasiltas pendidikan; dan
6)
Hal-hal
lain yang terkait dengan pendidikan.[17]
Strategi
secara sederhana dapat didefinisi sebagai keputusan atau tindakan yang berusaha
untuk mencapai sasaran organisasi. Strategi itu sendiri dipengaruhi oleh misi
organisasi atau lembaga (sekolah) dan lingkungannya. Dari pendidikan (sekolah)
sangat terpengaruh oleh berbagai perubahan, baik dalam aspek politik, sosial,
budaya, ekonomi teknologi, industri maupun informasi. Perubahan dalam
aspek-aspek tersebut menuntut para pengambil keputusan kebijakan pendidikan
menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut. Dengan demikian, dalam penyusunan
RAPBS (misalnya) sangat penting untuk diperhatikan berbagai peluang pembiayaan
pendidikan. Strategi pembiayaan pendidikan dalam penyusunan RAPBS dimulai
dengan mengkaji perubahan-perubahan peraturan perundang-undangan tuntutan
peningkatan mutu pendidikan yang mungkin membuka peluang dalam hal ini
memberikan kewenangan kepada kepala madrasah (otonomi) untuk mengelola keuangan
madrasah yang menjadi tanggung jawabnya menjadi strategis.[18]
Pada
dasarnya sebagaimana yang dikutip oleh Nanang Fattah, ada lima strategi
pembiayaan pendidikan, yaitu sebagai berikut:
a)
Suatu pola
keputusan yang intergrity, coherent, dan menyatu di antara setiap
komponen.
b)
Menentukan dan
mengembangkan tujuan lembaga yang dinyatakan dalam sasaran jangka pendek,
jangka panjang, jangka menengah, program dan prioritas dari alokasi
sumber-sumber daya pendidikan.
c)
Memilih jenis
kemampuan, keterampilan, pengetahuan apa saja yang mungkin akan diperlukan
masyarakat di masa yang akan datang.
d)
Merespon dengan
cepat semua peluang dan ancaman, kelemahan dan keunggulan yang ada di bidang
lembaga pendidikan.
e)
Membangun
komitmen dari siswa, orang tua, masyarakat, pemerintah, unit-unit departemen
pendidikan dan kebudayaan sampai pada internal madrasah (kepala sekolah-siswa)
untuk bersama-sama meningkatkan mutu sekolah.[19]
Karena berbagai pertimbangan dan banyaknya permasalahan
yang dihadapi di satuan pendidikan dan karena banyak pihak yang berpartisipasi
dari siswa sampai pemerintah, keberadaan Komite madrasah diharapkan mampu
memberikan kontribusinya dengan membantu memecahkan permasalahan kepada pihak
sekolah.
e. Mendorong orang tua dan masyarakat berpartisipasi dalam
pendidikan guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan.
Partisipasi masyarakat adalah bentuk kerja sama yang
dilaksanakan madrasah dengan masyarakat, hubungan madrasah dengan masyarakat
serta hubungan madrasah dengan orang tua murid, pada hakekatnya adalah suatu
sarana yang cukup mempunyai peran guna mendukung peningkatan mutu dan
pemerataan pendidikan. Dasar kerja sama yang sebaiknya dilaksanakan madrasah dengan
masyarakat adalah sebagai berikut:
1)
Kesamaan
tanggung jawab
Di
dalam GBHN ditegaskan bahwa penyelenggaraan pendidikan adalah tanggung jawab
bersama antara pemerintah, orang tua murid dan masyarakat.
2)
Kesamaan
tujuan
Para
orang tua murid menghendaki putra-putri mereka menjadi warga masyarakat atau manusia
yang baik dan berguna bagi negara dan bangsa. Demikian juga para guru yang
menghendaki siswa-siswi yang menjadi manusia yang baik dan berguna bagi negara
dan bangsa. Demikian juga para guru yang menghendaki siswa-siswi menjadi
manusia yang sehat jasmani dan rohani, terampil demokratis serta berguna bagi
nusa dan bangsa.[20]
Menurut pasal 4 PP no. 39 tahun 1992, partisipasi
masyarakat dapat berbentuk:
a)
Pendirian dan
penyelenggaraan pendidikan melalui jalur pendidikan madrasah atau jalur
pendidikan luar madrasah di semua jenjang pendidikan, kecuali pendidikan
kedinasan.
b)
Pengadaan dan
pemberian tenaga kependidikan.
c) Pemberian
bantuan tenaga ahli.
d) Pengadaan dana
dan pemberian bantuan berupa wakaf, hibah, pinjam, beasiswa, dan bentuk lain
yang sejenis.
e) Pengadaan dan
penyelenggaraan program pendidikan yang belum diadakan atau diselenggarakan
pemerintah.
f) Pengadaan dan
pemberian bantuan buku pelajaran dan peralatan pendidikan untuk melaksanakan
KBM.
g) Pemberian
kesempatan untuk magang dan atau latihan kerja kepada anak didik.
h)
Pengadaan dan
pemberian bantuan ruangan, gedung dan tanah untuk melaksanakan KBM.
i)
Pemberian
pelatihan manajemen bagi penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan pendidikan
nasional.
j)
Pemberian
bantuan berupa pemikiran dan perkembangan yang berkenaan dengan penentuan
kebijakan dan atau penyelenggaraan pendidikan.
k) Pemberian
bantuan dan pelaksanaan kerja sama dalam kegiatan dan pengembangan pendidikan.
l)
Pemberian
kesempatan untuk berperan dalam program dan atau penelitian yang
diselenggarakan pemerintah di dalam maupun luar negeri.[21]
f. Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan
penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.
Peningkatan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan
pendidikan harus ditingkatkan agar tujuan penyelenggaraan pendidikan tercapai.
Hal itu didasarkan atas pemikiran bahwa masyarakat sangat membutuhkan sekolah.
Salah satu bentuk partisipasi dari masyarakat antara lain berupa bantuan dalam
administrasi pendidikan. Administrasi pendidikan adalah kegiatan administrasi
yang secara langsung atau tidak langsung mendukung kegiatan pendidikan sekolah.
Administrasi pendidikan meliputi administrasi siswa, administrasi personal,
administrasi usaha, administrasi sarana dan prasarana, administrasi kurikulum
supervisi pendidikan dan termasuk di dalamnya adalah masalah keuangan dan
pembiayaan pendidikan.
Di dalam pasal 5 PP no. 39 tahun 1992 menyebutkan bahwa
peran serta masyarakat yang bersifat wajib, antara lain membantu biaya
penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan kemampuan orang tua/wali murid
menyekolahkan anak-anak mereka dengan peraturan yang berlaku.[22]
g. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan,
program, penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.[23]
Untuk mengetahui sejauh mana hasil dari usaha-usaha yang
dilaksanakan di satuan pendidikan perlu diadakan penilaian. Agar pimpinan mampu
mengevaluasi dengan baik, pimpinan memerlukan informasi, baik informasi tentang
kemajuan yang telah dicapai maupun informasi penyimpangan-penyimpangan yang
telah terjadi. Di samping itu pimpinan harus menghayati berbagai masalah yang
dihadapi.[24]
Untuk melakukan evaluasi dalam pendidikan, hendaknya
mengetahui prinsip-prinsip evaluasi sebagai berikut :
1)
Prinsip
integritas (keseluruhan)
Pada
prinsip ini evaluasi dilakukan bukan hanya pada akhir atau hasil dari
kebijakan, program dan keluaran pendidikan yang dinilai, tapi keseluruhan
proses tersebut juga perlu dievaluasi.
2)
Prinsip
kontinuitas
Evaluasi yang baik tidak hanya dilakukan secara
insendental. Karena pendidikan itu merupakan proses yang kontinyu, maka
penilaian juga harus dilakukan secara kontinyu. Hasil penilaian yang diperoleh
sewaktu-waktu harus senantiasa dihubungkan dengan hasil-hasil penilaian pada
waktu sebelumnya, sehingga dapat diperoleh gambaran yang jelas tentang
kebijakan, program penyelenggaraan dan keluaran pendidikan.
3)
Prinsip
obyektifitas
Pada
prinsip ini, penilaian yang dilakukan harus obyektif berdasarkan atas
kenyataan-kenyataan yang sebenarnya. Misalnya apabila terdapat program-program
di satuan pendidikan yang tidak dapat direalisasikan, maka pada pelaksanaan
evaluasi harus disampaikan kepada forum sehingga dapat dijadikan sebagai
pelajaran di masa yang akan datang.
4)
Prinsip
kooperatif
Prinsip ini sangat erat hubungannya dengan ketiga prinsip
di atas. Yang dimaksud ialah bahwa setiap penilaian hendaknya dilakukan secara
bersama-sama.[25]
Konsep tentang pengawasan bertujuan untuk mengukur,
membandingkan, dan menilai. Dalam kebijakan umum pengawasan Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan (rakernas 1999), dinyatakan bahwa sistem pengawasan
harus berorientasi pada hal-hal berikut :
a)
Sistem
pengawasan fungsional yang dimulai sejak perencanaan yang menyangkut aspek
penilaian kehematan, efisiensi, efektivitas, yang mencakup seluruh aktivitas
program di setiap bidang organisasi.
b)
Hasil temuan
pengawasan harus ditindaklanjuti dengan koordinasi.
c)
Kegiatan
pengawasan hendaknya lebih diarahkan pada bidang-bidang strategis dan
memperhatikan aspek manajemen.
d)
Kegiatan
pengawasan hendaknya memberi dampak terhadap penyeleksian masalah dengan
konsepsional dan menyeluruh.
e)
Kegiatan
pengawasan dilakukan oleh orang-orang yang memiliki ketetapan data atau
informasi yang sangat tinggi.
f)
Tepat waktu,
artinya kata yang dihasilkan dapat digunakan sesuai dengan saat untuk
perbaikan.
g) Obyektifitas
dan komprehensif.
h)
Tidak
mengakibatkan pemborosan atau in-efisiensi.
i)
Tindakan dan
kegiatan pengawasan bertujuan untuk menyamakan rencana atau keputusan yang
telah dibuat.
j)
Kegiatan
pengawasan harus mampu mengoreksi dan menilai pelaksanaan pekerjaan sesuai
dengan rencana semula.[26]
Pendidikan tidak hanya merupakan tanggung jawab
pemerintah, tetapi juga orang tua dan masyarakat. Karena itu kepala madrasah sebagai
pembina, diharapkan dapat mengaktifkan semua jajaran khususnya pengurus dan komite
madrasah untuk lebih aktif dalam membantu melancarkan penyelenggaraan
pendidikan di sekolah, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan
mendayagunakan kemampuan yang ada pada orang tua, masyarakat dan pemerintah.
Partisipasi mereka tidak hanya bersifat material, keuangan, pemikiran, masukan-masukan
guna mencapai kualitas pendidikan di satuan pendidikan. Dengan adanya Komite madrasah
diharapkan mampu memperlancar proses pembelajaran kemudian tercapainya
pelaksanaan pendidikan yang berkualitas.
Untuk mempermudah proses belajar mengajar, diperlukan
bentuk hubungan kerjasama yang kedudukannya sejajar dengan kepala sekolah,
pengurus komite madrasah dan warga sekolah. Hubungan kerja sama yang bersifat
kemitraan ini perlu dijalin dan dijunjung tinggi demi terwujudnya tujuan
pendidikan. Ini berarti kepala madrasah ataupun pengurus komite madrasah menjalankan
tugasnya tidak saling mendominasi satu sama lain, tidak saling melanggar
wewenang masing-masing, tetapi saling bekerja sama berdasarkan aturan yang
telah ditetapkan.[27]
5. Organisasi Komite
Madrasah
a. Keanggotaan Komite
Madrasah
Keanggotaan
komite madrasah berasal dari unsur yang ada dalam masyarakat. Di samping itu
unsur dewan guru, yayasan/lembaga penyelenggara pendidikan, Badan Pertimbangan
Desa dapat pula dilibatkan sebagai anggota. Anggota komite madrasah tersebut
dibentuk dengan ketentuan-ketentuan unsur tertentu, misalnya:
1) Unsur
masyarakat yang berasal dari : orang tua/wali peserta didik; tokoh masyarakat;
tokoh pendidikan; dunia usaha/industri; organisasi profesi tenaga pendidikan;
wakil alumni; dan khusus untuk jenjang menengah, wakil dari peserta didik;
5)
Unsur
dewan guru, paling banyak 15 % dari jumlah anggota Komite sekolah;
6) Unsur Yayasan/lembaga penyelenggara pendidikan;
7) Badan Pertimbangan Desa atau lain-lain yang dianggap
perlu dapat pula dilibatkan sebagai anggota komite sekolah;
8) Perwakilan dari anggota siswa, bagi Madrasah Aliyah;
Jumlah anggota komite madrasah disesuaikan dengan
kebutuhan dan jumlahnya gasal.[28]
a. Kepengurusan Komite
sekolah
Pengurus
komite madrasah ditetapkan berdasarkan AD/ART yang sekurang-kurangnya terdiri
atas seorang ketua, sekretaris, bendahara, dan bidang-bidang tertentu sesuai
dengan kebutuhan. Pengurus komite dipilih dari dan oleh anggota secara
demokratis. Khusus jabatan ketua komite dianjurkan bukan berasal dari kepala
satuan pendidikan. Yang menangani urusan administrasi komite madrasah sebaliknya
juga bukan pegawai komite sekolah.
Pengurus komite madrasah adalah personal yang ditetapkan
berdasarkan kriteria sebagai berikut:
1) Dipilih dari dan oleh anggota secara demokratis dan
terbuka dalam musyawarah Komite sekolah.
2) Masa kerja ditetapkan oleh musyawarah anggota Komite
sekolah.
3) Jika diperlukan pengurus komite madrasah dapat
menunjukkan atau dibantu oleh tim ahli sebagai konsultan sesuai dengan bidang
keahliannya.[29]
Mekanisme kerja komite madrasah dapat diidentifikasikan
sebagai berikut:
a) Pengurus komite madrasah terpilih bertanggung jawab
kepada musyawarah anggota sebagai forum tertinggi sesuai AD/ART.
b) Pengurus komite madrasah menyusun program kerja yang
disetujui melalui musyawarah anggota yang berfokus pada peningkatan pelayanan
pendidikan peserta didik.
c) Apabila pengurus komite madrasah terpilih dinilai tidak
produktif dalam masa jabatannya, maka musyawarah anggota dapat memperhentikan
dan mengganti dengan kepengurusan baru.
d)
Pembiayaan
pengurus komite madrasah diambil dari anggaran Komite madrasah yang ditetapkan
melalui musyawarah.[30]
6. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Komite Madrasah
Komite madrasah wajib memiliki Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga (AD/ART). Anggaran dasar sekurang-kurangnya memuat:
a. Nama dan tempat
kedudukan;
b. Dasar, tujuan
dan kegiatan;
c. Keanggotaan dan
kepengurusan;
d.
Hak dan
kewajiban anggota dan pengurus;
e. Keuangan;
f.
Mekanisme kerja dan rapat-rapat;
g. Perubahan AD
dan ART dan pembubaran organisasi.
Anggaran Rumah Tangga sekurang-kurangnya memuat :
1)
Mekanisme
pemilihan, penetapan anggota, dan pengurus komite sekolah.
2) Rincian tugas komite
sekolah.
3) Mekanisme
rapat.
4)
Kerja sama
dengan pihak lain.
5) Ketentuan
penutup.[31]
7.
Pembentukan Komite Madrasah
a.
Prinsip Pembentukan Komite Madrasah
Komite
madrasah harus dibentuk berdasarkan prakarsa masyarakat yang peduli pendidikan,
bukan didasarkan pada arahan atau intruksi dari lembaga pemerintahan.
Dua
prinsip yang harus dipegang dalam pembentukan Komite madrasah adalah :
1) Pembentukan komite madrasah harus dilakukan secara
transparan, akuntabel dan demokratis.
2) Komite madrasah yang dibentuk harus dapat menjadi mitra
sejajar dengan satuan pendidikan.
Transparan berarti pembentukan komite madrasah dilakukan
secara terbuka dan diketahui oleh masyarakat khususnya masyarakat lingkungan madrasah
mulai dari tahap pembentukan panitia persiapan, sosialisasi oleh panitia
persiapan, penentuan kriteria calon anggota, pengumuman calon anggota, proses
pemilihan sampai penyampaian hasil pemilihan kepada masyarakat.
Akuntabel berarti pembentukan komite madrasah yang
dilakukan panitia persiapan harus dapat dipertanggung jawabkan, baik secara
substansi maupun finansial.
Demokratis berarti proses pembentukan komite madrasah
dilakukan dengan melibatkan masyarakat lingkungan sekolah, baik secara
musyawarah mufakat maupun melalui pemungutan suara.
Menjadi mitra sejajar berarti komite madrasah dan
satuan pendidikan memiliki kemandirian masing-masing, tetapi sebagai mitra yang
saling bekerja sama sejalan dengan konsep Manajemen Berbasis Madrasah (MBS).[32]
b.
Mekanisme Pembentukan Komite Madrasah
Pembentukan
komite madrasah diawali dengan pembentukan panitia persiapan yang dibentuk oleh
kepala satuan pendidikan dan/atau oleh masyarakat. Panitia persiapan berjumlah
sekurang-kurangnya 5 (lima) orang yang terdiri atas kalangan praktisi
pendidikan (seperti guru, kepala satuan pendidikan, penyelenggara pendidikan),
pemerhati pendidikan (LSM peduli pendidikan, tokoh masyarakat, tokoh agama,
dunia usaha dan industri), dan orang tua peserta didik.
Panitia
persiapan bertugas mempersiapkan pembentukan komite madrasah dengan langkah-langkah
sebagai berikut :
1)
Mengadakan forum sosialisasi kepada masyarakat
(termasuk pengurus/anggota BP3, majelis madrasah dan komite madrasah yang sudah
ada). Tentang Komite madrasah menurut keputusan ini;
2)
Menyusun kriteria dan mengidentifikasi calon anggota
berdasarkan usulan dari masyarakat;
3)
Menyeleksi anggota berdasarkan usulan dari masyarakat;
4)
Mengumumkan
calon-calon anggota kepada masyarakat;
5)
Menyusun nama-nama terpilih;
6)
Memfasilitasi
pemilihan pengurus dan anggota komite sekolah;
7)
Menyampaikan
nama pengurus dan anggota komite madrasah kepada kepala satuan pendidikan.[33]
Panitia
persiapan dinyatakan bubar setelah komite madrasah terbentuk.
c. Penetapan Komite
Madrasah
Calon
anggota komite madrasah yang disepakati dalam musyawarah atau mendapat dukungan
suara terbanyak melalui pemungutan suara langsung menjadi anggota Komite madrasah
sesuai dengan jumlah yang disepakati dari masing-masing unsur. Komite madrasah ditetapkan
untuk pertama kali dengan surat keputusan kepala satuan pendidikan, dan
selanjutnya diatur dalam AD dan ART. Misalnya: dalam Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga disebutkan bahwa pemilihan anggota dan pengurus komite madrasah
ditetapkan oleh musyawarah anggota komite sekolah.
Pengurus dan anggota terpilih dilaporkan kepada
pemerintah daerah dan dinas pendidikan setempat. Untuk memperoleh kekuatan
hukum, komite madrasah dapat dikukuhkan oleh pejabat pemerintah setempat
misalnya komite madrasah untuk MI dan MTs dikukuhkan oleh Camat dan Kepala
Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota setempat.[34]
d.
Pembentukan Komite
Madrasah Masa Bakti Berikutnya
Bila masa bakti madrasah sudah hampir selesai, komite madrasah
wajib membentuk panitia persiapan (sebaiknya tercantum dalam AD/ART) pemilihan
anggota komite madrasah masa bakti berikutnya.
Pembentukan komite madrasah masa bakti berikutnya mengacu
pada AD/ART yang disusun oleh komite madrasah masa bakti pertama. Dengan
demikian prinsip dan langkah-langkah pembentukan komite madrasah seperti
tersebut di atas (butir b) tetap menjadi pegangan. Namun bisa dengan
penyempurnaan disesuaikan dengan kondisi setempat (sebaiknya tercantum dalam
AD/ART).
Dalam Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 ditegaskan bahwa komite
madrasah ditetapkan untuk pertama kalinya dengan Surat Keputusan Kepala Satuan
Pendidikan, untuk periode selanjutnya diatur dalam AD dan ART. Demikian
ketentuan legal yang diatur dalam pedoman umum. Namun, bila ada madrasah yang
dapat melaksanakan cara penetapan dan pengesahan komite madrasah yang dipandang
lebih baik, misalnya dengan akte notaris, atau cara-cara lain yang dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum maka hal itu pun diserahkan kepada
masing-masing sekolah. Bahkan jika setelah diterbitkan surat keputusan kemudian
diadakan acara pelantikan oleh pejabat pemerintah, maka hal itu juga diserahkan
kepada komite madrasah dan madrasah itu sendiri. Yang perlu digarisbawahi
adalah jangan sampai keberadaan komite madrasah menjadi badan subordinasi (di
bawah kekuasaan dari pihak yang melantik).[35]
8.
Tata Hubungan Komite Madrasah
Penyelenggaraan
pendidikan jalur madrasah sesuai dengan jenjang dan jenis, baik negeri maupun
swasta telah diatur melalui perundang-undangan serta perangkat peraturan yang
mengikutinya. Selain itu setiap penyelenggaraan persekolahan dibina oleh
instansi yang berwenang. Dengan demikian, kondisi tersebut berimplikasi
terhadap tatanan dan hubungan baik vertikal maupun horizontal yang baku antara
madrasah dan instansi lain. Hubungan-hubungan tersebut dapat berupa pelaporan,
konsultasi, koordinasi, pelayanan, dan kemitraan. Tatanan hubungan antara komite
madrasah dengan madrasah, dan institusi lain yang bertanggungjawab dalam
pengelolaan pendidikan dengan komite madrasah pada satuan pendidikan lain
bersifat koordinatif.[36]
Contoh
struktur organisasi koordinatorat komite madrasah untuk beberapa
satuan
pendidikan
|
B. Peningkatan
Mutu Pendidikan
1. Pengertian
Mutu
Mutu (quality)
merupakan suatu istilah yang dinamis yang terus bergerak dikatakan mutunya
bertambah baik, sebaiknya jika bergerak mundur dikatakan mutunya merosot mutu
dapat berarti superiolity atau excelence yaitu melebihi standar
umum yang berlaku. Sesuatu dikatakan bermutu jika terdapat kecocokan antara
syarat-syarat yang dimiliki oleh benda yang dikehendaki dengan maksud dari
orang yang menghendakinya “the fitness purpose as percieved by the costomer”
(Idrus, dkk, 200:2).
Dalam,
pengelolaan suatu unit pendidikan, mutu dapat dilihat dari input, proses dan
output. Input meliputi: siswa, tenaga pengajar, administrator, dana, sarana
prasarana, kurikulum, buku-buku perpustakaan, laboratorium, dan alat-alat
pembelajaran, baik perangkat keras mapun perangkat lunak. Proses meliputi:
pengelolaan lembaga, pengelolaan program studi, pengelolaan kegiatan belajar
mengajar, interaksi akademik, seminar, dialog, pnelitian, evaluasi dan
akreditasi. Output meliputi: lulusan, penerbitan-penerbitan
temuan-temuan ilmiah dan hasil-hasil kinerja lainnya.
Ketiganya:
Input, proses dan output terus berproses/berubah-ubah. Karena itu, pengelolaan
unit pendidikan/madrasah perlu menetapkan patokan/benchmark, yaitu
standar target yang harus dicapai dalam sustu periode waktu tertentu dan terus
beruasaha melampuinya.[37]
2. Prinsip-Prinsip
Peningkatan Mutu Pendidikan
Ada
beberapa prinsip yang perlu dipegang dalam menerapkan program mutu pendidikan
diantaranya sebagai berikut:
a.
Peningkatan
mutu pendidikan menuntut kepemimpian profesional dalam bidang pendidikan,
manajemen mutu pendidikan dalam memperbaiki sistem pendidikan bangsa kita.
b.
Kesulitan yang
dihadapi “para profesional pendidikan adalah ketidak mampuan mereka dalam
menghadapi’’ kegagalan sistem yang mencegah mereka dari pengembangan/penerapan
cara/proses baru untuk memeperbaiki mutu pendidikan yang ada.
c.
Peningkatan
mutu pendidikan harus melakukan loncatan-loncatan, norma dan kepercayaan lama
harus diubah. Seklah harus belajar bekerja sama dengan sumber-sumber yang
terbatas. Para Profesional pendidikan harus membantu para siswa mengembangkan
kemampuan-kemampuan yang dibutuhkan guna bersaing di dunia global.
d.
Uang bukan
kunci utama dalam peningkatan mutu. Mutu pendidikan dapat diperbaiki jika
administrator, guru, staf, pengawas dan pimpinan kantor Diknas menegembangkan
sikap yang terpusat pada kepemimpinan, team work, kerja sama, akuntabilitas,
rekognisi uang yang tidak penentu dalam peningkatan mutu.
e.
Kunci utama
peningkatan mutu pendidikan adalah komitmen apada perubahan jika semua guru dan
staf madrasah telah memiliki komitmen pada perubahan, pimpinan dapat dengan
mudah mendorong mereka menemukan cara baru untuk memperbaiki efesiensi,
produktifitas dan kualitas layanan pendidikan. Guru akan menggunakan pendekatan
yang baru/model-model mengajar, membimbing, dan melatih dalam membantu
perkembangan siswa. Demikian juga staf admistrasi, ia akan menggunkan proses
baru dalam menyusun biaya menyelesaikan masalah, dan mengembangkan program
baru.
f.
Banyak
profesional di bidang pendidikan yang kurang memiliki pengetahuan danmkeahlian
dalam menyiapkan para siswa memasuki pasar kerja yang bersifat global,
ketakutan terhadap ketidaktahuan bagaimana mengatasi tuntunan- tuntunan baru.
g.
Program
peningkatan mutu dalam bidang komersial tidak dapat dipakai secara langsung
dalam pendidikan tetapi membutuhkan penyesuaian-penyesuaian dan penyempurnaan.
Budaya, lingkungan dan proses kerja tiap organisasi berbeda. para profesional
pendidikan harus di bekalai oleh program yang khusus di rancang untuk menunjang
pendidikan.
h.
Salah satu
komponen kunci dalam program mutu adalah sistem pengukuran dengan menggunkan
sistem pengukuran memungkinkan para profesional pendidikan dapat memperlihatkan
dan mendokumentasikan nilai tambah dari pelaksanaanprogram peningkatan mutu
pendidikan baik terhadap siswa, orangtua maupun masyarakat.
i.
Masyarakat dan
manajemen pendidikan harus menjauhkan diri sendiri kebiasaan menggunakan “program
singkat”. Peningkatan mutu dapat dicapai melalui perubahan yang berkelanjutan
tidak dengan program-program singkat. [38]
3.
Faktor-faktor
Peningkatan Mutu Pendidikan
Banyak faktor faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan
mutu pendidikan. Namun, karena bidang pendidikan sangat luas cakupannya, perlu
pembatasan pendidikan di sekolah-di madrasah banyak faktor yang dapat
menentukan kualitas pendidikan dalam usaha pengembanagn sumber daya manusia.
Mortimote (1995) mengemukakan beberapa faktor yang perlu dicermati agar
kualitas pendidikan di madrasah dapat di tingkatkan:
a. Kepemimpinan madrasah yang positif dan kuat tidak dapat
di pungkiri, bahwa faktor kepemimpinan yang diterapkan di madrasah sangat
menentukan peningkatan mutu pendidikan di madrasah apalagi di Indonesia yang
banyak menganut ajaran Ki Hajar Dewantoro. “Ing Ngarso sung Tulodho, Ing Madya
Mangun Karso dan Tut Wuri Handayani”.
b. Harapan yang tinggi, tantangan bagi berfikir siswa. Mutu
pendidikan dapat diperoleh jika harapan yang ditetapkan kepada peserta didik
memberikan tantangan kepada mereka untuk berkompetisi mencapai tujuan pendidikan.
c. Monitor terhadap kemajuan siswa aspek monitor menjadi
penting karena keberhasilan siswa di madrasah tak akan terekam dengan baik
tanpa adanya aktivitas monitoring secara kontinyu.
d. Tanggung jawab siswa dan keterlibatannya dala kehidupan
sekolah. Pendidikan akan berkualitas jika menghasilkan lulusan yang bertanggung
jawab, disiplin, kreatif dan terampil.
e.
Insentif dan hadiah. Penerapan
pendidikan yang menerapkan hadiah dan intensif bagi keberhasilan pendidikan
akan meningkatkan usaha belajar siswa. Dengan
begitu kualitas pendidikan akan turut meningkat oleh karenanya.
f. Keterlibatan orang tua dalam kehidupan sekolah. Faktor
ini telah menjadi klasik sebagai realisasi tanggung jawab pendidikan. Namun
faktor ini akan meningkatkan mutu pendidikanjika terancang secara terstruktur
dan peran aktifnya tampak secara nyata. Hal ini menuntut kedewasaan kedua belah
pihak (madrasah di satu pihak dan orang tua dan masyarakat di lain pihak).
g. Perencanaan dan pendekatan yang konsisten. Kualitas
pendidikan akan tertingkatkan jika semua aktivitas pendidikan direncanakan
dengan baik menggunakan pendekatsn yang tepat dalam merancang dan melaksanakan
pendidikan. Perencanaan dan pendekatan dilakukan berdasarkan kajian hevistik
terhadap situasi dan kondisi yang ada di sekolah.
4. Usaha
Peningkatan Mutu Pendidikan
Dalam
konvensi nasional pendidikan Indonesia III di ujung pandang telah dirumuskan
beberapa upaya peningkatan mutu pendidikan yang secara singkat disebutkan
sebagai berikut:
a.
Pengembangan
tatanan strategis pendidikan menjelang tahun 2020
1) Peningkatan hubungan pendidikan dengan dunia kerja
2)
Penembangan
dan pemantapan isi pendidikan
3)
Pemantapan
sistem tenaga pendidikan
4)
Peningkatan
peran serta daya masyarakat dalam pendidikan dan upaya menggali sumber daya
masyrakat
5)
Profesionalisasi
dalam pengelolaan pendidikan
6) Pembinaan pendidikan multikultural dan wawasan kebangsaan[39]
b.
Pembinaan manusia
Indonesia yang beriman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan
memperhatikan budaya dan lingkungan bangsa yangb religius.
1) Pembinaan dan pemantapan kepribadian Indonesia sedini-dininya
dan seoptimal-optimalnya.
2) Pembinaan manusia Indonesia yang sehat jasmani dan rohani
serta pendidikan keluarga dan kehidupan kepada agamaan yang menunjang
terciptanya manusia dan masyarakat bangsa yang sejahtera, modern dan
berkepribadian Indonesia.
c.
Pengembangan
fungsi LPTK menjelang tahun 2020
1) Perluasan fungsi
IKIP menjadi universitas
2) Pengembanagan
profesional tenaga kependidikan
3) Pengembangan
ketenagaan pada LPTK
d. Implementasi
wajar Diknas 9 tahun dalam upaya pemerataan dan peningkatan mutu pendidikan
1)
Pimpinan daerah (Propinsi dan Kodya/Kabupaten) sebagai
penanggung jawab tim koordinasi wajar perlu mengambil inisiatif.
2)
Sekolah/madrsah swasta perlu mendapat bantuan.
3)
Profesionalisasi manajemen pendidikan kerja sama dengan
LPTK ditingkatkan.
4)
Peningkatan
mutu guru, proses belajar dan sumber pembelajaran.
5)
Penggalangan
potensi masyarakat dalam mensukseskan wajar Diknas 9 tahun
e. Pemantapan
pengelolaan pendidikan di daerah terpencil desa tertinggal
1)
Mengkaji
model wajar diknas 9 tahun untuk daerah terpencil dan desa tertinggal.
2)
Menghimpun
dana dari masyarakat mampu.
3)
Perlu
SMP kecil di daerah terpencil
f.
Teknologi informasi dan pembangunan
pendidikan
1)
Pengembangan
teknologi informasi dan pemanfaatannya dalam upaya peningkatan efisiensi dan
efektivitas pendidikan.
2)
Pemahamana
fungsi dan tata kerja internet dalam informasi global serta pengembanagannya
dalam penyelenggaraan pendidikan
3)
Pemanfaatan
teknologi dan pengembangan multi media dalam proses pembelajaran.
4)
Pengembalian
dampak teknologi informasi terhadap pendidikan perangkat hukum, lembaga sosial,
peningkatan fungsi pembimbing di sekolah, pengawasan dan kewaspadaan orang tua.
g. Penelitian dan
inovasi pendidikan
1) Pengembangan
mutu penelitian
2)
Pengembangan penelitian disiplin ilmu
3)
Penyebarluasan
jaringan penelitian di bidang pendidikan
4)
Pengembangan
jaringan penelitian di bidang pendidikan
5) Pengembangan
kolaborasi penelitian antara LPTK Indonesia
h.
Efisiensi dan
efektifitas manajemen sistem pendidikan
1) Profesionalisasi
manajemen sistem pendidikan
2)
Pemanfaatan internet dan komputer untuk manajemen
3)
Perlu gerakan
moral untuk menumbuhkan nurani para pemimpin dan manajer pendidikan
4)
Pengembangan
jaringan penelitian di bidang pendidikan
5)
Pengembangan
kolaborasi penelitian antara LPTK dengan sekolah
Banyak cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan mutu
pendidikan. Namun, semuanya itu berpulang pada faktor manusia yang menjalankannya.
Oleh sebab itu manusia yang berada di lingkungan meningkatkan mutu pendidikan
di madrasah adalah kepala madrasah sebagai manajer madrasah dan guru manajer
kelas.[40]
C.
Optimalisasi
Peran Komite Madrasah dalam Peningkatan Mutu Pendidikan
Pada hakikatnya keberadaan seklah merupakan wujud dari
kesadaran keberadan madrasah merupakan wujud dari kesedaran keberagamaan
masyarakat terhadap pentingnya mempersiapkan genarasi masa depan yang memiliki
kompetensi dan pemahaman agama yang baik, sehingga dapat dipahami bahwa
perkembangan madrasah tergantung pada seberapa besar perhatian masyarakat
sekitar yang menjadi pendukung dalam memelihara keberlangsungannya. Namun dalam perkembangan
selanjutnya, terjadi kesenjangan antara madrasah dan masyarakat. Masyarakat
hanya dilibatkan dalam hal-hal berkaitan dengan masalah keuangan, khususnya
penggalangan dana, dan madrasah khususnya madrasah yang berada dibawah
pengelolaan yayasan kurang terbuka terhadap tanggung jawab akuntabilitas
publiknya.
Oleh
karena itu, dibentuklah komite seklah yang merupakan suatu lembaga yang
dibentuk komite madrasah yang merupakan suatu lembaga yang dibentuk dalam
rangka pelaksanaan MBM, anggota komite madrasah terdiri dari kepala sekolah,
guru dan beberapa tokoh masyarakat serta orangtua yang memiliki potensi dan
perhatian besar terhadap pendidikan di sekolah. Komite madrasah ini di bentuk
untuk membantu menyukseskan kelancaran proses pembelajaran di sekolah, baik
yang menyangkut perencanaan, pelaksanaan, maupun penilaian di samping itu peran
komite madrasah tidak hanya mendukung madrasah tidak hanya mendukung madrasah melalui
bantuan keuangan, akan tetapi melalui komite madrasah dapat merumuskan serta
mengembangkan program-program yang dapat meningkatkan kualitas pendidikan di
sekolah. Oleh karenanya peran komite madrasah harus optimal.
[1]Departemen Agama RI, Pedoman Komite
Madrasah, Dirjen KAI, Jakarta, 2003, hal. 9.
[5]Departemen Agama RI, Op.Cit., hal.
10.
[6]Ibid, hal 13
[7]Ibid.,
hal. 250.
[8]Departemen Pendidikan Nasional, Pemberdayaan
Komite Sekolah, Modul 3: Peningkatan Kemampuan
Organisasional Komite Sekolah, Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan
Menengah, Jakarta, 2006, hal. 1.
[9]Departemen Pendidikan Nasional, Pemberdayaan
Komite Sekolah, Modul 1: Penguatan Kelembagaan Sekolah, Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan
Menengah, Jakarta, 2006, hal. 18.
[10]Ibid.,
hal. 18-19.
[11]Ibid.,
hal. 19.
[12]Ibid.,
hal. 19-20.
[13]B. Surya
Subroto, Humas dalam Dunia Pendidikan, Mitra Gama Widya, Yogyakarta,
1998, hal. 61.
[14]Ibid.,
hal. 96-97.
[15]Mastuhu,
Menata Ulang Pemikiran Sisdiknas dalam Abad 21, Safiria Insan Press,
2004, hal. 168.
[19]Ibid.,
hal. 55.
[21]Ibid.,
hal. 85.
[23]Departemen
Agama RI, Op. Cit., hal. 15-16..
[28]Ibid.,
hal. 252-253.
[29]Departemen
Agama RI, Op. Cit., hal. 18.
[30]Ibid.,
hal. 18.
[31]Departemen Agama, RI, Op.Cit. hal 19
[32]Kepmendiknas No. 044/U/2002 Pasal 3
Tanggal 2 April 2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.
[33]Departemen Agama RI, Op. Cit., hal.
21.
[34]Ibid., hal. 22.
[35]Kepmendiknas No. 044/U/2002 Pasal 3
Tanggal 2 April 2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.
[36]Departemen Agama, RI, Op.Cit. hal.
256.
[37]Mastuhu, Menata Ulang Pemikiran, Sistem
Pendidikan Nasional dalam Abad 21. Safira Insani Press, Jakarta, 2004,
hal. 65-66.
[38]Syaodih
Sumadinata Nana, et, al. Pengendalian
Mutu Pendidikan Madrasah Menengah (Konsep, Prinsip dan Instrumen). Refika Aditama, Bandung, 2006, hal. 9-11.
[39]Soetopo Hendiyat, Pendidikan dan
Pembelajaran, UMM Press, Malang, 2005, hal. 94-96
[40]Ibid.,
hal. 97-99
[1]Departemen Agama RI, Pedoman Komite
Madrasah, Dirjen KAI, Jakarta, 2003, hal. 9.
[5]Departemen Agama RI, Op.Cit., hal.
10.
[6]Ibid, hal 13
[7]Ibid.,
hal. 250.
[8]Departemen Pendidikan Nasional, Pemberdayaan
Komite Sekolah, Modul 3: Peningkatan Kemampuan
Organisasional Komite Sekolah, Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan
Menengah, Jakarta, 2006, hal. 1.
[9]Departemen Pendidikan Nasional, Pemberdayaan
Komite Sekolah, Modul 1: Penguatan Kelembagaan Sekolah, Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan
Menengah, Jakarta, 2006, hal. 18.
[10]Ibid.,
hal. 18-19.
[11]Ibid.,
hal. 19.
[12]Ibid.,
hal. 19-20.
[13]B. Surya
Subroto, Humas dalam Dunia Pendidikan, Mitra Gama Widya, Yogyakarta,
1998, hal. 61.
[14]Ibid.,
hal. 96-97.
[15]Mastuhu,
Menata Ulang Pemikiran Sisdiknas dalam Abad 21, Safiria Insan Press,
2004, hal. 168.
[19]Ibid.,
hal. 55.
[21]Ibid.,
hal. 85.
[23]Departemen
Agama RI, Op. Cit., hal. 15-16..
[28]Ibid.,
hal. 252-253.
[29]Departemen
Agama RI, Op. Cit., hal. 18.
[30]Ibid.,
hal. 18.
[31]Departemen Agama, RI, Op.Cit. hal 19
[32]Kepmendiknas No. 044/U/2002 Pasal 3
Tanggal 2 April 2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.
[33]Departemen Agama RI, Op. Cit., hal.
21.
[34]Ibid., hal. 22.
[35]Kepmendiknas No. 044/U/2002 Pasal 3
Tanggal 2 April 2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.
[36]Departemen Agama, RI, Op.Cit. hal.
256.
[37]Mastuhu, Menata Ulang Pemikiran, Sistem
Pendidikan Nasional dalam Abad 21. Safira Insani Press, Jakarta, 2004,
hal. 65-66.
[38]Syaodih
Sumadinata Nana, et, al. Pengendalian
Mutu Pendidikan Madrasah Menengah (Konsep, Prinsip dan Instrumen). Refika Aditama, Bandung, 2006, hal. 9-11.
[39]Soetopo Hendiyat, Pendidikan dan
Pembelajaran, UMM Press, Malang, 2005, hal. 94-96
[40]Ibid.,
hal. 97-99
0 Response to "KOMITE MADRASAH"
Post a Comment