KOMITE MADRASAH

KOMITE MADRASAH

A.    Komite Madrasah
1.      Pengertian Komite Madrasah
Perubahan paradigma pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi telah membuka peluang masyarakat untuk meningkatkan peran sertanya dalam pengelolaan pendidikan. Salah satu upaya untuk meningkatkan peluang berpartisipasi tersebut adalah melalui dewan pendidikan dan komite madrasah yang mengacu kepada Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menyatakan bahwa komite sekolah/madrasah adalah partisipasi yang berlaku kepada masyarakat selama ini belum diartikan secara universal. Para perencana pembangunan termasuk di dalamnya pejabat pemerintah, mengartikan partisipasi sebagai dukungan terhadap program atau proyek pembangunan yang direncanakan dan ditentukan oleh pemerintah. Besarnya partisipasi masyarakat sering diukur oleh seberapa besar sumbangan yang diberikan kepada masyarakat yang ikut menanggung biaya pembangunan, apakah itu uang atau tenaga.[1]
Penyelenggaraan pendidikan memerlukan dukungan masyarakat yang memadai. Sebagai langkah alternatif dalam mengupayakan dukungan masyarakat untuk sektor pendidikan ini adalah dengan menumbuhkan keberpihakan pada pendidikan yang bermutu, mulai pemimpin begara sampai aparat yang lebih rendah, termasuk masyarakat yang bergerak di sektor swasta dan industri. Keberpihakan konkret itu perlu disalurkan secara politis menjadi suatu gerakan bersama (collective action) yang mewadahi pendidikan yang berkedudukan di kabupaten/kota dan komite madrasah di tingkat satuan pendidikan.[2]
Sebagai konsekuensi perluasan makna partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, maka diperlukan suatu wadah yang dapat menampung dan menyalurkan pikiran, gagasan dalam mengupayakan kemajuan pendidikan yang diberi nama Komite sekolah. Dalam hal ini, komite madrasah adalah badan mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan madrasah, baik pada pendidikan pramadrasah maupun pendidikan dasar dan menengah.
Berdasarkan lampiran II Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 044/U/2002 yang dimaksud Komite madrasah adalah badan mandiri yang mewadahi peran masyarakat dalam rangka peningkatan mutu, pemerataan dan efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan baik pada jalur pendidikan pra sekolah, pendidikan jalur madrasah dan pendidikan di luar sekolah.[3] Nama komite madrasah merupakan nama generik, artinya bahwa nama badan sesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing satuan pendidikan, seperti komite sekolah, komite pendidikan, komite luar pendidikan sekolah, majelis sekolah, majelis madrasah, komite TK atau nama lainnya yang disepakati.[4] Badan inipun bersifat mandiri, tidak mempunyai hubungan hierarkis dengan madrasah maupun lembaga pemerintah lainnya.
Komite madrasah merupakan suatu badan atau lembaga non-profit dan non-politis yang dibentuk berdasarkan musyawarah demokratis para stakeholder pendidikan sekolah, sebagai representasi dari berbagai unsur yang bertanggung jawab terhadap peningkatan kualitas proses dan hasil pendidikan.[5]
2.      Maksud dan Tujuan Komite Madrasah
Dibentuknya komite madrasah dimaksudkan agar adanya suatu organisasi masyarakat yang mempunyai komitmen dan loyalitas serta peduli terhadap peningkatan kualitas sekolah. Komite madrasah yang dibentuk dapat dikembangkan secara khas dan berakar dari budaya, demografi, ekologis, nilai kesepakatan, serta kepercayaan yang dibangun sesuai dengan potensi masyarakat setempat. Komite madrasah dikembangkan berdasarkan konsep yang berorientasi pada pengguna (client), berbagai kewenangan (power sharing and advocacy) dan kemitraan (partnership) yang difokuskan pada peningkatan mutu pelayanan pendidikan.[6]
Adapun tujuan dibentuknya komite madrasah sebagai suatu organisasi masyarakat madrasah adalah sebagai berikut :
a.       Mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan di satuan pendidikan.
b.      Meningkatkan tanggung jawab dan peran serta masyarakat di satuan pendidikan.
c.       Menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel, dan demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu di satuan pendidikan.[7]

3.      Peran Komite Madrasah
a.      Peran Komite Madrasah
Seiring dengan perkembangan tuntutan masyarakat terhadap kualitas pelayanan dan hasil pendidikan serta dalam upaya peningkatan mutu, pemerataan dan efisiensi penyelenggaraan pendidikan, maka perlu adanya peran serta masyarakat yang bersinergi dalam satu wadah yaitu komite sekolah. Untuk itu peran serta komite madrasah memegang peranan penting untuk mewujudkan tujuan tersebut.
Peran serta masyarakat merupakan amanat Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang diwujudkan dalam wadah dewan pendidikan dan komite sekolah. Agar peran serta masyarakat tersebut dapat mendukung upaya pemerintah dalam peningkatan mutu pendidikan, maka dewan pendidikan dan komite madrasah perlu diberdayakan untuk melaksanakan peran fungsinya secara optimal. Itulah sebabnya maka renstra Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2005-2009 telah ditetapkan tonggak kunci keberhasilan (key milestones) pembangunan pendidikan antara lain bahwa (1) 50% dewan pendidikan telah berfungsi dengan baik pada tahun 2009, (2) 50% komite madrasah telah berfungsi dengan baik pada tahun 2009, (3) dewan pendidikan nasional telah dibentuk pada tahun 2009.[8]
Adapun peran yang dijalankan komite madrasah secara umum adalah sebagai berikut:
a.      Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di tingkat satuan pendidikan.
Memberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di tingkat satuan pendidikan, minimal dalam memberikan masukan, pertimbangan dan rekomendasi kepada pendidikan, supaya masukan tersebut sesuai dengan kebutuhan satuan pendidikan, diperlukan informasi-informasi yang didasarkan pada kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
1)      Mengadakan pendataan kondisi sosial ekonomi masyarakat dan sumber daya pendidikan di masyarakat sekitar sekolah.
2)      Menganalisis hasil pendataan sebagai bahan pemberian masukan pertimbangan dan rekomendasi kepada sekolah.
3)      Menyampaikan masukan, pertimbangan atau rekomendasi secara tertulis kepada sekolah.
4)      Memberikan pertimbangan kepada madrasah dalam rangka pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
5)      Memberikan pertimbangan kepada madrasah untuk meningkatkan mutu pembelajaran.
6)      Memberikan pertimbangan kepada madrasah untuk menyelenggarakan pembelajaran yang menyenangkan (PAKEM).
7)      Memberikan masukan dan pertimbangan kepada madrasah dalam penyusunan visi, misi, tujuan, kebijakan, program dan kegiatan pendidikan di sekolah.
Memberikan masukan dan pertimbangan kepada madrasah dalam penyusunan RAPBS.[9]
b.      Pendukung (supporting agency) baik yang berwujud finansial, pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.
Pendukung (supporting agency) baik yang berwujud financial, pemikiran tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan, minimal dalam mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu, dalam bentuk kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
1)      Mengadakan pertemuan secara berkala dengan stakeholder di lingkungan sekolah.
2)      Mendorong peran serta masyarakat dan dunia usaha/industri untuk mendukung penyelenggaraan pembelajaran yang bermutu.
3)      Memotivasi masyarakat kalangan menengah ke atas untuk meningkatkan komitmen bagi upaya peningkatan mutu pembelajaran di sekolah.
4)      Mendorong orang tua dan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pendidikan, seperti :
a)      Mendorong peran serta masyarakat dan dunia usaha/industri dalam penyediaan sarana/prasarana serta biaya pendidikan untuk masyarakat tidak mampu.
b)      Ikut memotivasi masyarakat untuk melaksanakan kebijakan pendidikan sekolah.[10]
c.       Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.
Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan. Minimal melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program, penyelenggaraan, dan keluaran-keluaran pendidikan dari satuan pendidikan. Dalam bentuk kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
1)      Meminta penjelasan madrasah tentang hasil belajar siswa di sekolahnya.
2)      Mencari penyebab ketidakberhasilan belajar siswa, dan memperkuat berbagai hal yang menjadi keberhasilan belajar siswa.
Komite madrasah menyampaikan hasil kajian pelaksanaan program madrasah kepada stakeholder secara periodik, baik yang berupa keberhasilan maupun kegagalan dalam pencapaian tujuan dan sasaran program sekolah. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban bantuan masyarakat baik berupa materi, maupun nonmateri kepada masyarakat dan pemerintah setempat.[11]
d.     Mediator antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di satuan pendidikan.
Mediator antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di satuan pendidikan, seperti:
1)      Melakukan kerjasama dengan masyarakat baik perorangan, organisasi pemerintah dan kemasyarakatan untuk penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran yang bermutu.
a)      Membina hubungan dan kerjasama yang harmonis dengan seluruh stakeholders pendidikan di sekitar sekolah.
b)      Mengadakan penjajagan tentang kemungkinan untuk dapat mengadakan kerjasama dengan lembaga lain di luar madrasah untuk memajukan mutu pembelajaran di sekolah.
2)      Menampung dan menganalis aspirasi, ide, tuntutan dan berbagai pendidikan yang diajukan oleh masyarakat, dalam bentuk :
a)      Menyebarkan kuesioner untuk memperoleh masukan, saran dan ide kreatif dari stakeholder pendidikan di sekitar sekolah.
b)      Menyampaikan laporan kepada masyarakat secara tertulis tentang pengamatan terhadap perkembangan pendidikan di daerah sekitar sekolahnya.[12]
4.      Fungsi Komite Madrasah
Dalam menjalankan perannya, secara umum komite madrasah memiliki fungsi sebagai berikut :
a.       Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.
Para orang tua menghendaki putra-putri mereka warga negara atau manusia yang baik yang berguna bagi negara dan bangsa. Di dalam GBHN ditegaskan bahwa pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah, orang tua dan masyarakat. Masyarakat terdiri atas kelompok-kelompok dan individu-individu yang berusaha menyelenggarakan pendidikan atau membantu usaha-usaha pendidikan. Di dalam masyarakat terdapat berbagai organisasi penyelenggaraan pendidikan dan organisasi lain yang bergerak dalam usaha pendidikan. Dalam masyarakat juga terdapat individu-individu atau pribadi yang bersimpati terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah.[13]
Penyelenggaraan pendidikan memerlukan dukungan masyarakat yang memadai sebagai langkah alternatif dalam mengupayakan dukungan masyarakat untuk sektor pendidikan ini adalah menumbuhkan keberpihakan terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu, mulai dari pemimpin negara, sampai aparat yang paling rendah, termasuk masyarakat yang bergerak di bidang swasta dan industri. Ditinjau dari perspektif sejarah, persekolahan tingkat SD, SLTP, dan SMU/SMK di Indonesia masyarakat madrasah khususnya orang tua telah memerankan sebagai fungsinya dalam membantu penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Pasang surut penyelenggaraan pendidikan tidak dapat dilepaskan dari perhatian dan komitmen masyarakat khususnya orang tua peserta didik.
Keberpihakan, perhatian dan komitmen dari masyarakat, khususnya orang tua peserta didik tersebut perlu disalurkan secara konkret dan politis menjadi suatu gerakan bersama (collective action) yang diwadahi dalam komite sekolah.
b.      Melakukan kerjasama dengan masyarakat, perorangan, organisasi/dunia usaha dan dunia industri (DUDI) dan pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.
Agar penyelenggaraan pendidikan bermutu dapat dikembangkan, dilaksanakan dan berhasil guna perlu diikut sertakan secara aktif berbagai pihak di suatu daerah yang sesuai dengan keadaan dan kebutuhan daerah tersebut. Pihak-pihak terkait tersebut dapat diharapkan dapat memberikan kontribusinya sesuai dengan keterkaitan dan potensi masing-masing pihak. Pihak-pihak yang dapat diikut sertakan antara lain: Pemda, dunia usaha/dunia industri dan masyarakat sekitar sekolah.[14]
Tugas, tanggung jawab, dan peran serta instansi terkait dalam pelaksanaan pendidikan yang bermutu adalah sebagai berikut:
1)      Pemerintah Daerah
a)      Mendukung rencana dan pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan di daerah yang bersangkutan.
b)     Mendukung pembiayaan pelaksanaan pendidikan.
2)     Dunia Usaha/kerja
a)      Memberikan informasi tentang pengembangan ketenagakerjaan di daerah yang bersangkutan.
b)     Menyediakan berbagai data ketenagakerjaan bagi pengembangan dan pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan.
3)     Tokoh Masyarakat
a)      Membantu merumuskan kemampuan belajar dalam pengembangan dan pelaksanaan pendidikan. Selanjutnya adalah bagaimana pembagian kerja dan tanggung jawab antara pemerintah, masyarakat dan sekolah.[15]
b)     Pemerintah: fasilitator, motivator perlindungan hukum, memberi pengakuan menjadi “wasit” yang adil dan “fending agency” (memberi dana).
c)      Masyarakat: memberi dukungan materiil, moral dan kultural. Pendidikan akan dapat berjalan baik, benar dan dinamis apabila hidup dalam masyarakat yang berbudaya akademik tinggi dan peduli dengan pendidikan. Masyarakat juga merupakan kontrol mutu pendidikan yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan yang bersangkutan, melalui penilaian stakeholder: murid, orang tua, tokoh-tokoh masyarakat, ilmuwan, agamawan, industrialis dan para pengguna jasa terkait lainnya.
c.       Menampung dan menganalis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat.
Seiring dengan perkembangan tuntutan masyarakat terhadap kualitas pelayanan dan hasil pendidikan yang diberikan sekolah, dan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional melalui upaya peningkatan mutu, pemerataan dan efisiensi penyelenggaraan pendidikan, dan tercapainya demokrasi pendidikan, perlu adanya dukungan dan peran serta masyarakat untuk bersinergi dalam suatu wadah yang lebih sekedar lembaga pengumpul dana pendidikan dari orang tua siswa.[16]
Seperti yang kita ketahui bahwa masalah pelaksanaan pendidikan apapun wujudnya adalah mengusahakan agar para anggota masyarakat menjadi lebih maju, terutama bagi masa depan anak didik. Oleh karena itu, tidak berlebihan apabila para orang tua murid dan masyarakat ikut memikirkan dan menyalurkan aspirasi maupun ide terhadap berbagai persoalan kebutuhan pendidikan.
Kondisi nyata tersebut dalam memasuki era manajemen berbasis madrasah (MBS) perlu dibenahi selaras dengan tuntutan perubahan yang dilandasi kesepakatan, komitmen, kesadaran dan kesiapan budaya baru profesionalisme dalam mewujudkan “masyarakat sekolah” yang memiliki loyalitas dan peningkatan mutu sekolah. Untuk terciptanya suatu masyarakat madrasah yang kompak dan sinergis, maka komite madrasah merupakan bentuk atau wujud kebersamaan yang dibangun melalui kesepakatan (SK. Mendiknas No. 044/U/2002).
d.      Memberikan masukan, pertimbangan dan rekomendasi kepada satuan pendidikan dalam hal :
1)      Kebijakan dan program pendidikan;
2)      Penyusunan Rencana Anggaran dan Pendapatan dan Belanja Madrasah (RAPBS);
3)      Kriteria kinerja satuan pendidikan;
4)      Kriteria tenaga kependidikan;
5)      Kriteria fasiltas pendidikan; dan
6)      Hal-hal lain yang terkait dengan pendidikan.[17]
Strategi secara sederhana dapat didefinisi sebagai keputusan atau tindakan yang berusaha untuk mencapai sasaran organisasi. Strategi itu sendiri dipengaruhi oleh misi organisasi atau lembaga (sekolah) dan lingkungannya. Dari pendidikan (sekolah) sangat terpengaruh oleh berbagai perubahan, baik dalam aspek politik, sosial, budaya, ekonomi teknologi, industri maupun informasi. Perubahan dalam aspek-aspek tersebut menuntut para pengambil keputusan kebijakan pendidikan menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut. Dengan demikian, dalam penyusunan RAPBS (misalnya) sangat penting untuk diperhatikan berbagai peluang pembiayaan pendidikan. Strategi pembiayaan pendidikan dalam penyusunan RAPBS dimulai dengan mengkaji perubahan-perubahan peraturan perundang-undangan tuntutan peningkatan mutu pendidikan yang mungkin membuka peluang dalam hal ini memberikan kewenangan kepada kepala madrasah (otonomi) untuk mengelola keuangan madrasah yang menjadi tanggung jawabnya menjadi strategis.[18]
Pada dasarnya sebagaimana yang dikutip oleh Nanang Fattah, ada lima strategi pembiayaan pendidikan, yaitu sebagai berikut:
a)      Suatu pola keputusan yang intergrity, coherent, dan menyatu di antara setiap komponen.
b)     Menentukan dan mengembangkan tujuan lembaga yang dinyatakan dalam sasaran jangka pendek, jangka panjang, jangka menengah, program dan prioritas dari alokasi sumber-sumber daya pendidikan.
c)      Memilih jenis kemampuan, keterampilan, pengetahuan apa saja yang mungkin akan diperlukan masyarakat di masa yang akan datang.
d)     Merespon dengan cepat semua peluang dan ancaman, kelemahan dan keunggulan yang ada di bidang lembaga pendidikan.
e)      Membangun komitmen dari siswa, orang tua, masyarakat, pemerintah, unit-unit departemen pendidikan dan kebudayaan sampai pada internal madrasah (kepala sekolah-siswa) untuk bersama-sama meningkatkan mutu sekolah.[19]
Karena berbagai pertimbangan dan banyaknya permasalahan yang dihadapi di satuan pendidikan dan karena banyak pihak yang berpartisipasi dari siswa sampai pemerintah, keberadaan Komite madrasah diharapkan mampu memberikan kontribusinya dengan membantu memecahkan permasalahan kepada pihak sekolah.
e.       Mendorong orang tua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan.
Partisipasi masyarakat adalah bentuk kerja sama yang dilaksanakan madrasah dengan masyarakat, hubungan madrasah dengan masyarakat serta hubungan madrasah dengan orang tua murid, pada hakekatnya adalah suatu sarana yang cukup mempunyai peran guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan. Dasar kerja sama yang sebaiknya dilaksanakan madrasah dengan masyarakat adalah sebagai berikut:



1)      Kesamaan tanggung jawab
Di dalam GBHN ditegaskan bahwa penyelenggaraan pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah, orang tua murid dan masyarakat.
2)     Kesamaan tujuan
Para orang tua murid menghendaki putra-putri mereka menjadi warga masyarakat atau manusia yang baik dan berguna bagi negara dan bangsa. Demikian juga para guru yang menghendaki siswa-siswi yang menjadi manusia yang baik dan berguna bagi negara dan bangsa. Demikian juga para guru yang menghendaki siswa-siswi menjadi manusia yang sehat jasmani dan rohani, terampil demokratis serta berguna bagi nusa dan bangsa.[20]
Menurut pasal 4 PP no. 39 tahun 1992, partisipasi masyarakat dapat berbentuk:
a)      Pendirian dan penyelenggaraan pendidikan melalui jalur pendidikan madrasah atau jalur pendidikan luar madrasah di semua jenjang pendidikan, kecuali pendidikan kedinasan.
b)     Pengadaan dan pemberian tenaga kependidikan.
c)      Pemberian bantuan tenaga ahli.
d)     Pengadaan dana dan pemberian bantuan berupa wakaf, hibah, pinjam, beasiswa, dan bentuk lain yang sejenis.
e)      Pengadaan dan penyelenggaraan program pendidikan yang belum diadakan atau diselenggarakan pemerintah.
f)       Pengadaan dan pemberian bantuan buku pelajaran dan peralatan pendidikan untuk melaksanakan KBM.
g)     Pemberian kesempatan untuk magang dan atau latihan kerja kepada anak didik.
h)     Pengadaan dan pemberian bantuan ruangan, gedung dan tanah untuk melaksanakan KBM.
i)       Pemberian pelatihan manajemen bagi penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan pendidikan nasional.
j)        Pemberian bantuan berupa pemikiran dan perkembangan yang berkenaan dengan penentuan kebijakan dan atau penyelenggaraan pendidikan.
k)     Pemberian bantuan dan pelaksanaan kerja sama dalam kegiatan dan pengembangan pendidikan.
l)       Pemberian kesempatan untuk berperan dalam program dan atau penelitian yang diselenggarakan pemerintah di dalam maupun luar negeri.[21]
f.       Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.
Peningkatan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan harus ditingkatkan agar tujuan penyelenggaraan pendidikan tercapai. Hal itu didasarkan atas pemikiran bahwa masyarakat sangat membutuhkan sekolah. Salah satu bentuk partisipasi dari masyarakat antara lain berupa bantuan dalam administrasi pendidikan. Administrasi pendidikan adalah kegiatan administrasi yang secara langsung atau tidak langsung mendukung kegiatan pendidikan sekolah. Administrasi pendidikan meliputi administrasi siswa, administrasi personal, administrasi usaha, administrasi sarana dan prasarana, administrasi kurikulum supervisi pendidikan dan termasuk di dalamnya adalah masalah keuangan dan pembiayaan pendidikan.
Di dalam pasal 5 PP no. 39 tahun 1992 menyebutkan bahwa peran serta masyarakat yang bersifat wajib, antara lain membantu biaya penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan kemampuan orang tua/wali murid menyekolahkan anak-anak mereka dengan peraturan yang berlaku.[22]
g.      Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program, penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.[23]
Untuk mengetahui sejauh mana hasil dari usaha-usaha yang dilaksanakan di satuan pendidikan perlu diadakan penilaian. Agar pimpinan mampu mengevaluasi dengan baik, pimpinan memerlukan informasi, baik informasi tentang kemajuan yang telah dicapai maupun informasi penyimpangan-penyimpangan yang telah terjadi. Di samping itu pimpinan harus menghayati berbagai masalah yang dihadapi.[24]
Untuk melakukan evaluasi dalam pendidikan, hendaknya mengetahui prinsip-prinsip evaluasi sebagai berikut :
1)      Prinsip integritas (keseluruhan)
Pada prinsip ini evaluasi dilakukan bukan hanya pada akhir atau hasil dari kebijakan, program dan keluaran pendidikan yang dinilai, tapi keseluruhan proses tersebut juga perlu dievaluasi.
2)     Prinsip kontinuitas
Evaluasi yang baik tidak hanya dilakukan secara insendental. Karena pendidikan itu merupakan proses yang kontinyu, maka penilaian juga harus dilakukan secara kontinyu. Hasil penilaian yang diperoleh sewaktu-waktu harus senantiasa dihubungkan dengan hasil-hasil penilaian pada waktu sebelumnya, sehingga dapat diperoleh gambaran yang jelas tentang kebijakan, program penyelenggaraan dan keluaran pendidikan.
3)     Prinsip obyektifitas
Pada prinsip ini, penilaian yang dilakukan harus obyektif berdasarkan atas kenyataan-kenyataan yang sebenarnya. Misalnya apabila terdapat program-program di satuan pendidikan yang tidak dapat direalisasikan, maka pada pelaksanaan evaluasi harus disampaikan kepada forum sehingga dapat dijadikan sebagai pelajaran di masa yang akan datang.
4)     Prinsip kooperatif
Prinsip ini sangat erat hubungannya dengan ketiga prinsip di atas. Yang dimaksud ialah bahwa setiap penilaian hendaknya dilakukan secara bersama-sama.[25]
Konsep tentang pengawasan bertujuan untuk mengukur, membandingkan, dan menilai. Dalam kebijakan umum pengawasan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (rakernas 1999), dinyatakan bahwa sistem pengawasan harus berorientasi pada hal-hal berikut :
a)      Sistem pengawasan fungsional yang dimulai sejak perencanaan yang menyangkut aspek penilaian kehematan, efisiensi, efektivitas, yang mencakup seluruh aktivitas program di setiap bidang organisasi.
b)     Hasil temuan pengawasan harus ditindaklanjuti dengan koordinasi.
c)      Kegiatan pengawasan hendaknya lebih diarahkan pada bidang-bidang strategis dan memperhatikan aspek manajemen.
d)     Kegiatan pengawasan hendaknya memberi dampak terhadap penyeleksian masalah dengan konsepsional dan menyeluruh.
e)      Kegiatan pengawasan dilakukan oleh orang-orang yang memiliki ketetapan data atau informasi yang sangat tinggi.
f)       Tepat waktu, artinya kata yang dihasilkan dapat digunakan sesuai dengan saat untuk perbaikan.
g)     Obyektifitas dan komprehensif.
h)     Tidak mengakibatkan pemborosan atau in-efisiensi.
i)       Tindakan dan kegiatan pengawasan bertujuan untuk menyamakan rencana atau keputusan yang telah dibuat.
j)        Kegiatan pengawasan harus mampu mengoreksi dan menilai pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana semula.[26]
Pendidikan tidak hanya merupakan tanggung jawab pemerintah, tetapi juga orang tua dan masyarakat. Karena itu kepala madrasah sebagai pembina, diharapkan dapat mengaktifkan semua jajaran khususnya pengurus dan komite madrasah untuk lebih aktif dalam membantu melancarkan penyelenggaraan pendidikan di sekolah, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan mendayagunakan kemampuan yang ada pada orang tua, masyarakat dan pemerintah. Partisipasi mereka tidak hanya bersifat material, keuangan, pemikiran, masukan-masukan guna mencapai kualitas pendidikan di satuan pendidikan. Dengan adanya Komite madrasah diharapkan mampu memperlancar proses pembelajaran kemudian tercapainya pelaksanaan pendidikan yang berkualitas.
Untuk mempermudah proses belajar mengajar, diperlukan bentuk hubungan kerjasama yang kedudukannya sejajar dengan kepala sekolah, pengurus komite madrasah dan warga sekolah. Hubungan kerja sama yang bersifat kemitraan ini perlu dijalin dan dijunjung tinggi demi terwujudnya tujuan pendidikan. Ini berarti kepala madrasah ataupun pengurus komite madrasah menjalankan tugasnya tidak saling mendominasi satu sama lain, tidak saling melanggar wewenang masing-masing, tetapi saling bekerja sama berdasarkan aturan yang telah ditetapkan.[27]
5.      Organisasi Komite Madrasah
a.      Keanggotaan Komite Madrasah
Keanggotaan komite madrasah berasal dari unsur yang ada dalam masyarakat. Di samping itu unsur dewan guru, yayasan/lembaga penyelenggara pendidikan, Badan Pertimbangan Desa dapat pula dilibatkan sebagai anggota. Anggota komite madrasah tersebut dibentuk dengan ketentuan-ketentuan unsur tertentu, misalnya:
1)      Unsur masyarakat yang berasal dari : orang tua/wali peserta didik; tokoh masyarakat; tokoh pendidikan; dunia usaha/industri; organisasi profesi tenaga pendidikan; wakil alumni; dan khusus untuk jenjang menengah, wakil dari peserta didik;
5)      Unsur dewan guru, paling banyak 15 % dari jumlah anggota Komite sekolah;
6)      Unsur Yayasan/lembaga penyelenggara pendidikan;
7)      Badan Pertimbangan Desa atau lain-lain yang dianggap perlu dapat pula dilibatkan sebagai anggota komite sekolah;
8)      Perwakilan dari anggota siswa, bagi Madrasah Aliyah;
Jumlah anggota komite madrasah disesuaikan dengan kebutuhan dan jumlahnya gasal.[28]
a.      Kepengurusan Komite sekolah
Pengurus komite madrasah ditetapkan berdasarkan AD/ART yang sekurang-kurangnya terdiri atas seorang ketua, sekretaris, bendahara, dan bidang-bidang tertentu sesuai dengan kebutuhan. Pengurus komite dipilih dari dan oleh anggota secara demokratis. Khusus jabatan ketua komite dianjurkan bukan berasal dari kepala satuan pendidikan. Yang menangani urusan administrasi komite madrasah sebaliknya juga bukan pegawai komite sekolah.
Pengurus komite madrasah adalah personal yang ditetapkan berdasarkan kriteria sebagai berikut:
1)      Dipilih dari dan oleh anggota secara demokratis dan terbuka dalam musyawarah Komite sekolah.
2)      Masa kerja ditetapkan oleh musyawarah anggota Komite sekolah.
3)      Jika diperlukan pengurus komite madrasah dapat menunjukkan atau dibantu oleh tim ahli sebagai konsultan sesuai dengan bidang keahliannya.[29]
Mekanisme kerja komite madrasah dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
a)      Pengurus komite madrasah terpilih bertanggung jawab kepada musyawarah anggota sebagai forum tertinggi sesuai AD/ART.
b)      Pengurus komite madrasah menyusun program kerja yang disetujui melalui musyawarah anggota yang berfokus pada peningkatan pelayanan pendidikan peserta didik.
c)      Apabila pengurus komite madrasah terpilih dinilai tidak produktif dalam masa jabatannya, maka musyawarah anggota dapat memperhentikan dan mengganti dengan kepengurusan baru.
d)     Pembiayaan pengurus komite madrasah diambil dari anggaran Komite madrasah yang ditetapkan melalui musyawarah.[30]
 







6.      Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Komite Madrasah
Komite madrasah wajib memiliki Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART). Anggaran dasar sekurang-kurangnya memuat:
a.      Nama dan tempat kedudukan;
b.      Dasar, tujuan dan kegiatan;
c.       Keanggotaan dan kepengurusan;
d.     Hak dan kewajiban anggota dan pengurus;
e.      Keuangan;
f.        Mekanisme kerja dan rapat-rapat;
g.      Perubahan AD dan ART dan pembubaran organisasi.
Anggaran Rumah Tangga sekurang-kurangnya memuat :
1)      Mekanisme pemilihan, penetapan anggota, dan pengurus komite sekolah.
2)      Rincian tugas komite sekolah.
3)      Mekanisme rapat.
4)      Kerja sama dengan pihak lain.
5)      Ketentuan penutup.[31]
7.      Pembentukan Komite Madrasah
a.      Prinsip Pembentukan Komite Madrasah
Komite madrasah harus dibentuk berdasarkan prakarsa masyarakat yang peduli pendidikan, bukan didasarkan pada arahan atau intruksi dari lembaga pemerintahan.
Dua prinsip yang harus dipegang dalam pembentukan Komite madrasah adalah :
1)      Pembentukan komite madrasah harus dilakukan secara transparan, akuntabel dan demokratis.
2)      Komite madrasah yang dibentuk harus dapat menjadi mitra sejajar dengan satuan pendidikan.
Transparan berarti pembentukan komite madrasah dilakukan secara terbuka dan diketahui oleh masyarakat khususnya masyarakat lingkungan madrasah mulai dari tahap pembentukan panitia persiapan, sosialisasi oleh panitia persiapan, penentuan kriteria calon anggota, pengumuman calon anggota, proses pemilihan sampai penyampaian hasil pemilihan kepada masyarakat.
Akuntabel berarti pembentukan komite madrasah yang dilakukan panitia persiapan harus dapat dipertanggung jawabkan, baik secara substansi maupun finansial.
Demokratis berarti proses pembentukan komite madrasah dilakukan dengan melibatkan masyarakat lingkungan sekolah, baik secara musyawarah mufakat maupun melalui pemungutan suara.
Menjadi mitra sejajar berarti komite madrasah dan satuan pendidikan memiliki kemandirian masing-masing, tetapi sebagai mitra yang saling bekerja sama sejalan dengan konsep Manajemen Berbasis Madrasah (MBS).[32]
b.      Mekanisme Pembentukan Komite Madrasah
Pembentukan komite madrasah diawali dengan pembentukan panitia persiapan yang dibentuk oleh kepala satuan pendidikan dan/atau oleh masyarakat. Panitia persiapan berjumlah sekurang-kurangnya 5 (lima) orang yang terdiri atas kalangan praktisi pendidikan (seperti guru, kepala satuan pendidikan, penyelenggara pendidikan), pemerhati pendidikan (LSM peduli pendidikan, tokoh masyarakat, tokoh agama, dunia usaha dan industri), dan orang tua peserta didik.
Panitia persiapan bertugas mempersiapkan pembentukan komite madrasah dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1)         Mengadakan forum sosialisasi kepada masyarakat (termasuk pengurus/anggota BP3, majelis madrasah dan komite madrasah yang sudah ada). Tentang Komite madrasah menurut keputusan ini;
2)         Menyusun kriteria dan mengidentifikasi calon anggota berdasarkan usulan dari masyarakat;
3)         Menyeleksi anggota berdasarkan usulan dari masyarakat;
4)         Mengumumkan calon-calon anggota kepada masyarakat;
5)         Menyusun nama-nama terpilih;
6)         Memfasilitasi pemilihan pengurus dan anggota komite sekolah;
7)         Menyampaikan nama pengurus dan anggota komite madrasah kepada kepala satuan pendidikan.[33]
Panitia persiapan dinyatakan bubar setelah komite madrasah terbentuk.
c.       Penetapan Komite Madrasah
Calon anggota komite madrasah yang disepakati dalam musyawarah atau mendapat dukungan suara terbanyak melalui pemungutan suara langsung menjadi anggota Komite madrasah sesuai dengan jumlah yang disepakati dari masing-masing unsur. Komite madrasah ditetapkan untuk pertama kali dengan surat keputusan kepala satuan pendidikan, dan selanjutnya diatur dalam AD dan ART. Misalnya: dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga disebutkan bahwa pemilihan anggota dan pengurus komite madrasah ditetapkan oleh musyawarah anggota komite sekolah.
Pengurus dan anggota terpilih dilaporkan kepada pemerintah daerah dan dinas pendidikan setempat. Untuk memperoleh kekuatan hukum, komite madrasah dapat dikukuhkan oleh pejabat pemerintah setempat misalnya komite madrasah untuk MI dan MTs dikukuhkan oleh Camat dan Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota setempat.[34]
d.     Pembentukan Komite Madrasah Masa Bakti Berikutnya
Bila masa bakti madrasah sudah hampir selesai, komite madrasah wajib membentuk panitia persiapan (sebaiknya tercantum dalam AD/ART) pemilihan anggota komite madrasah masa bakti berikutnya.
Pembentukan komite madrasah masa bakti berikutnya mengacu pada AD/ART yang disusun oleh komite madrasah masa bakti pertama. Dengan demikian prinsip dan langkah-langkah pembentukan komite madrasah seperti tersebut di atas (butir b) tetap menjadi pegangan. Namun bisa dengan penyempurnaan disesuaikan dengan kondisi setempat (sebaiknya tercantum dalam AD/ART).
Dalam Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 ditegaskan bahwa komite madrasah ditetapkan untuk pertama kalinya dengan Surat Keputusan Kepala Satuan Pendidikan, untuk periode selanjutnya diatur dalam AD dan ART. Demikian ketentuan legal yang diatur dalam pedoman umum. Namun, bila ada madrasah yang dapat melaksanakan cara penetapan dan pengesahan komite madrasah yang dipandang lebih baik, misalnya dengan akte notaris, atau cara-cara lain yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum maka hal itu pun diserahkan kepada masing-masing sekolah. Bahkan jika setelah diterbitkan surat keputusan kemudian diadakan acara pelantikan oleh pejabat pemerintah, maka hal itu juga diserahkan kepada komite madrasah dan madrasah itu sendiri. Yang perlu digarisbawahi adalah jangan sampai keberadaan komite madrasah menjadi badan subordinasi (di bawah kekuasaan dari pihak yang melantik).[35]
8.      Tata Hubungan Komite Madrasah
Penyelenggaraan pendidikan jalur madrasah sesuai dengan jenjang dan jenis, baik negeri maupun swasta telah diatur melalui perundang-undangan serta perangkat peraturan yang mengikutinya. Selain itu setiap penyelenggaraan persekolahan dibina oleh instansi yang berwenang. Dengan demikian, kondisi tersebut berimplikasi terhadap tatanan dan hubungan baik vertikal maupun horizontal yang baku antara madrasah dan instansi lain. Hubungan-hubungan tersebut dapat berupa pelaporan, konsultasi, koordinasi, pelayanan, dan kemitraan. Tatanan hubungan antara komite madrasah dengan madrasah, dan institusi lain yang bertanggungjawab dalam pengelolaan pendidikan dengan komite madrasah pada satuan pendidikan lain bersifat koordinatif.[36]
Contoh struktur organisasi koordinatorat komite madrasah untuk beberapa
satuan pendidikan










Keterangan :
----------------- : Hubungan koordinatif



Keterangan :
--------------- : Hubungan Koordinatif

 








B.     Peningkatan Mutu Pendidikan
1.      Pengertian Mutu
Mutu (quality) merupakan suatu istilah yang dinamis yang terus bergerak dikatakan mutunya bertambah baik, sebaiknya jika bergerak mundur dikatakan mutunya merosot mutu dapat berarti superiolity atau excelence yaitu melebihi standar umum yang berlaku. Sesuatu dikatakan bermutu jika terdapat kecocokan antara syarat-syarat yang dimiliki oleh benda yang dikehendaki dengan maksud dari orang yang menghendakinya “the fitness purpose as percieved by the costomer” (Idrus, dkk, 200:2).
Dalam, pengelolaan suatu unit pendidikan, mutu dapat dilihat dari input, proses dan output. Input meliputi: siswa, tenaga pengajar, administrator, dana, sarana prasarana, kurikulum, buku-buku perpustakaan, laboratorium, dan alat-alat pembelajaran, baik perangkat keras mapun perangkat lunak. Proses meliputi: pengelolaan lembaga, pengelolaan program studi, pengelolaan kegiatan belajar mengajar, interaksi akademik, seminar, dialog, pnelitian, evaluasi dan akreditasi. Output meliputi: lulusan, penerbitan-penerbitan temuan-temuan ilmiah dan hasil-hasil kinerja lainnya.
Ketiganya: Input, proses dan output terus berproses/berubah-ubah. Karena itu, pengelolaan unit pendidikan/madrasah perlu menetapkan patokan/benchmark, yaitu standar target yang harus dicapai dalam sustu periode waktu tertentu dan terus beruasaha melampuinya.[37]
2.      Prinsip-Prinsip Peningkatan Mutu Pendidikan
Ada beberapa prinsip yang perlu dipegang dalam menerapkan program mutu pendidikan diantaranya sebagai berikut:
a.      Peningkatan mutu pendidikan menuntut kepemimpian profesional dalam bidang pendidikan, manajemen mutu pendidikan dalam memperbaiki sistem pendidikan bangsa kita.
b.      Kesulitan yang dihadapi “para profesional pendidikan adalah ketidak mampuan mereka dalam menghadapi’’ kegagalan sistem yang mencegah mereka dari pengembangan/penerapan cara/proses baru untuk memeperbaiki mutu pendidikan yang ada.
c.       Peningkatan mutu pendidikan harus melakukan loncatan-loncatan, norma dan kepercayaan lama harus diubah. Seklah harus belajar bekerja sama dengan sumber-sumber yang terbatas. Para Profesional pendidikan harus membantu para siswa mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dibutuhkan guna bersaing di dunia global.
d.     Uang bukan kunci utama dalam peningkatan mutu. Mutu pendidikan dapat diperbaiki jika administrator, guru, staf, pengawas dan pimpinan kantor Diknas menegembangkan sikap yang terpusat pada kepemimpinan, team work, kerja sama, akuntabilitas, rekognisi uang yang tidak penentu dalam peningkatan mutu.
e.      Kunci utama peningkatan mutu pendidikan adalah komitmen apada perubahan jika semua guru dan staf madrasah telah memiliki komitmen pada perubahan, pimpinan dapat dengan mudah mendorong mereka menemukan cara baru untuk memperbaiki efesiensi, produktifitas dan kualitas layanan pendidikan. Guru akan menggunakan pendekatan yang baru/model-model mengajar, membimbing, dan melatih dalam membantu perkembangan siswa. Demikian juga staf admistrasi, ia akan menggunkan proses baru dalam menyusun biaya menyelesaikan masalah, dan mengembangkan program baru.
f.        Banyak profesional di bidang pendidikan yang kurang memiliki pengetahuan danmkeahlian dalam menyiapkan para siswa memasuki pasar kerja yang bersifat global, ketakutan terhadap ketidaktahuan bagaimana mengatasi tuntunan- tuntunan baru.
g.      Program peningkatan mutu dalam bidang komersial tidak dapat dipakai secara langsung dalam pendidikan tetapi membutuhkan penyesuaian-penyesuaian dan penyempurnaan. Budaya, lingkungan dan proses kerja tiap organisasi berbeda. para profesional pendidikan harus di bekalai oleh program yang khusus di rancang untuk menunjang pendidikan.
h.      Salah satu komponen kunci dalam program mutu adalah sistem pengukuran dengan menggunkan sistem pengukuran memungkinkan para profesional pendidikan dapat memperlihatkan dan mendokumentasikan nilai tambah dari pelaksanaanprogram peningkatan mutu pendidikan baik terhadap siswa, orangtua maupun masyarakat.
i.        Masyarakat dan manajemen pendidikan harus menjauhkan diri sendiri kebiasaan menggunakan “program singkat”. Peningkatan mutu dapat dicapai melalui perubahan yang berkelanjutan tidak dengan program-program singkat. [38]
3.      Faktor-faktor Peningkatan Mutu Pendidikan
Banyak faktor faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan mutu pendidikan. Namun, karena bidang pendidikan sangat luas cakupannya, perlu pembatasan pendidikan di sekolah-di madrasah banyak faktor yang dapat menentukan kualitas pendidikan dalam usaha pengembanagn sumber daya manusia. Mortimote (1995) mengemukakan beberapa faktor yang perlu dicermati agar kualitas pendidikan di madrasah dapat di tingkatkan:
a.       Kepemimpinan madrasah yang positif dan kuat tidak dapat di pungkiri, bahwa faktor kepemimpinan yang diterapkan di madrasah sangat menentukan peningkatan mutu pendidikan di madrasah apalagi di Indonesia yang banyak menganut ajaran Ki Hajar Dewantoro. “Ing Ngarso sung Tulodho, Ing Madya Mangun Karso dan Tut Wuri Handayani”.
b.      Harapan yang tinggi, tantangan bagi berfikir siswa. Mutu pendidikan dapat diperoleh jika harapan yang ditetapkan kepada peserta didik memberikan tantangan kepada mereka untuk berkompetisi mencapai tujuan pendidikan.
c.       Monitor terhadap kemajuan siswa aspek monitor menjadi penting karena keberhasilan siswa di madrasah tak akan terekam dengan baik tanpa adanya aktivitas monitoring secara kontinyu.
d.      Tanggung jawab siswa dan keterlibatannya dala kehidupan sekolah. Pendidikan akan berkualitas jika menghasilkan lulusan yang bertanggung jawab, disiplin, kreatif dan terampil.
e.       Insentif dan hadiah. Penerapan pendidikan yang menerapkan hadiah dan intensif bagi keberhasilan pendidikan akan meningkatkan usaha belajar siswa. Dengan begitu kualitas pendidikan akan turut meningkat oleh karenanya.
f.       Keterlibatan orang tua dalam kehidupan sekolah. Faktor ini telah menjadi klasik sebagai realisasi tanggung jawab pendidikan. Namun faktor ini akan meningkatkan mutu pendidikanjika terancang secara terstruktur dan peran aktifnya tampak secara nyata. Hal ini menuntut kedewasaan kedua belah pihak (madrasah di satu pihak dan orang tua dan masyarakat di lain pihak).
g.      Perencanaan dan pendekatan yang konsisten. Kualitas pendidikan akan tertingkatkan jika semua aktivitas pendidikan direncanakan dengan baik menggunakan pendekatsn yang tepat dalam merancang dan melaksanakan pendidikan. Perencanaan dan pendekatan dilakukan berdasarkan kajian hevistik terhadap situasi dan kondisi yang ada di sekolah.
4.      Usaha Peningkatan Mutu Pendidikan
Dalam konvensi nasional pendidikan Indonesia III di ujung pandang telah dirumuskan beberapa upaya peningkatan mutu pendidikan yang secara singkat disebutkan sebagai berikut:
a.      Pengembangan tatanan strategis pendidikan menjelang tahun 2020
1)      Peningkatan hubungan pendidikan dengan dunia kerja
2)      Penembangan dan pemantapan isi pendidikan
3)      Pemantapan sistem tenaga pendidikan
4)      Peningkatan peran serta daya masyarakat dalam pendidikan dan upaya menggali sumber daya masyrakat
5)      Profesionalisasi dalam pengelolaan pendidikan
6)      Pembinaan pendidikan multikultural dan wawasan kebangsaan[39]
b.      Pembinaan manusia Indonesia yang beriman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan memperhatikan budaya dan lingkungan bangsa yangb religius.
1)      Pembinaan dan pemantapan kepribadian Indonesia sedini-dininya dan seoptimal-optimalnya.
2)      Pembinaan manusia Indonesia yang sehat jasmani dan rohani serta pendidikan keluarga dan kehidupan kepada agamaan yang menunjang terciptanya manusia dan masyarakat bangsa yang sejahtera, modern dan berkepribadian Indonesia.
c.       Pengembangan fungsi LPTK menjelang tahun 2020
1)      Perluasan fungsi IKIP menjadi universitas
2)      Pengembanagan profesional tenaga kependidikan
3)      Pengembangan ketenagaan pada LPTK
d.     Implementasi wajar Diknas 9 tahun dalam upaya pemerataan dan peningkatan mutu pendidikan
1)        Pimpinan daerah (Propinsi dan Kodya/Kabupaten) sebagai penanggung jawab tim koordinasi wajar perlu mengambil inisiatif.
2)        Sekolah/madrsah swasta perlu mendapat bantuan.
3)        Profesionalisasi manajemen pendidikan kerja sama dengan LPTK ditingkatkan.
4)        Peningkatan mutu guru, proses belajar dan sumber pembelajaran.
5)        Penggalangan potensi masyarakat dalam mensukseskan wajar Diknas 9 tahun
e.      Pemantapan pengelolaan pendidikan di daerah terpencil desa tertinggal
1)      Mengkaji model wajar diknas 9 tahun untuk daerah terpencil dan desa tertinggal.
2)      Menghimpun dana dari masyarakat mampu.
3)      Perlu SMP kecil di daerah terpencil
f.        Teknologi informasi dan pembangunan pendidikan
1)      Pengembangan teknologi informasi dan pemanfaatannya dalam upaya peningkatan efisiensi dan efektivitas pendidikan.
2)      Pemahamana fungsi dan tata kerja internet dalam informasi global serta pengembanagannya dalam penyelenggaraan pendidikan
3)      Pemanfaatan teknologi dan pengembangan multi media dalam proses pembelajaran.
4)      Pengembalian dampak teknologi informasi terhadap pendidikan perangkat hukum, lembaga sosial, peningkatan fungsi pembimbing di sekolah, pengawasan dan kewaspadaan orang tua.
g.      Penelitian dan inovasi pendidikan
1)      Pengembangan mutu penelitian
2)      Pengembangan penelitian disiplin ilmu
3)      Penyebarluasan jaringan penelitian di bidang pendidikan
4)      Pengembangan jaringan penelitian di bidang pendidikan
5)      Pengembangan kolaborasi penelitian antara LPTK Indonesia
h.      Efisiensi dan efektifitas manajemen sistem pendidikan
1)      Profesionalisasi manajemen sistem pendidikan
2)      Pemanfaatan internet dan komputer untuk manajemen
3)      Perlu gerakan moral untuk menumbuhkan nurani para pemimpin dan manajer pendidikan
4)      Pengembangan jaringan penelitian di bidang pendidikan
5)      Pengembangan kolaborasi penelitian antara LPTK dengan sekolah
Banyak cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan. Namun, semuanya itu berpulang pada faktor manusia yang menjalankannya. Oleh sebab itu manusia yang berada di lingkungan meningkatkan mutu pendidikan di madrasah adalah kepala madrasah sebagai manajer madrasah dan guru manajer kelas.[40]
C.    Optimalisasi Peran Komite Madrasah dalam Peningkatan Mutu Pendidikan
Pada hakikatnya keberadaan seklah merupakan wujud dari kesadaran keberadan madrasah merupakan wujud dari kesedaran keberagamaan masyarakat terhadap pentingnya mempersiapkan genarasi masa depan yang memiliki kompetensi dan pemahaman agama yang baik, sehingga dapat dipahami bahwa perkembangan madrasah tergantung pada seberapa besar perhatian masyarakat sekitar yang menjadi pendukung dalam memelihara keberlangsungannya. Namun dalam perkembangan selanjutnya, terjadi kesenjangan antara madrasah dan masyarakat. Masyarakat hanya dilibatkan dalam hal-hal berkaitan dengan masalah keuangan, khususnya penggalangan dana, dan madrasah khususnya madrasah yang berada dibawah pengelolaan yayasan kurang terbuka terhadap tanggung jawab akuntabilitas publiknya.
Oleh karena itu, dibentuklah komite seklah yang merupakan suatu lembaga yang dibentuk komite madrasah yang merupakan suatu lembaga yang dibentuk dalam rangka pelaksanaan MBM, anggota komite madrasah terdiri dari kepala sekolah, guru dan beberapa tokoh masyarakat serta orangtua yang memiliki potensi dan perhatian besar terhadap pendidikan di sekolah. Komite madrasah ini di bentuk untuk membantu menyukseskan kelancaran proses pembelajaran di sekolah, baik yang menyangkut perencanaan, pelaksanaan, maupun penilaian di samping itu peran komite madrasah tidak hanya mendukung madrasah tidak hanya mendukung madrasah melalui bantuan keuangan, akan tetapi melalui komite madrasah dapat merumuskan serta mengembangkan program-program yang dapat meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah. Oleh karenanya peran komite madrasah harus optimal.

 






[1]Departemen Agama RI, Pedoman Komite Madrasah, Dirjen KAI, Jakarta, 2003, hal. 9.
                [2]Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, Departemen Pendidikan nasional, www.depdiknas.go.id
                [3]Panduan Umum Komite Sekolah, Salinan Lampiran II Surat Keputusan Mendiknas no. 044/U/2002 tanggal 2 April 2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.
                [4]Tim Pengembangan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, Panduan Umum Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, Depdiknas, Jakarta, hal. 19.
[5]Departemen Agama RI, Op.Cit., hal. 10.
[6]Ibid, hal 13
[7]Ibid., hal. 250.
[8]Departemen Pendidikan Nasional, Pemberdayaan Komite Sekolah, Modul 3: Peningkatan Kemampuan  Organisasional Komite Sekolah, Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta, 2006, hal. 1.
[9]Departemen Pendidikan Nasional, Pemberdayaan Komite Sekolah, Modul 1: Penguatan Kelembagaan Sekolah,  Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta, 2006, hal. 18.
[10]Ibid., hal. 18-19.
[11]Ibid., hal. 19.
[12]Ibid., hal. 19-20.
[13]B. Surya Subroto, Humas dalam Dunia Pendidikan, Mitra Gama Widya, Yogyakarta, 1998, hal. 61.
[14]Ibid., hal. 96-97.
[15]Mastuhu, Menata Ulang Pemikiran Sisdiknas dalam Abad 21, Safiria Insan Press, 2004, hal. 168.
                [16]Tim Pengembang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, Op.Cit.,  hal. 18.
                [17]Yadi Haryadi, et.al., Pemberdayaan Komite Sekolah, Modul 1, Depdiknas Manajemen Disdaknes, Jakarta, hal. 4.
                [18]Nanang Fattah, Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2000, hal. 54.
[19]Ibid., hal. 55.
                [20]B. Suryo Subroto, Op.Cit., hal. 70-71.
[21]Ibid., hal. 85.
                [22]Ibid., hal. 86.
[23]Departemen Agama RI, Op. Cit., hal. 15-16..
                [24]Ig. Wursanto, Dasar-dasar Ilmu Organisasi, Andi Offset, Yogyakarta, 2003, hal. 317.
                [25]M. Ngalim Purwanto, et, al., Administrasi Pendidikan, Mutiara, Jakarta, 1999, hal. 146.
                [26]Nanang Fattah, Op.Cit., hal. 65-66.
                [27]Yadi Haryadi, et, al., Op.Cit., hal. 30-34.
[28]Ibid., hal. 252-253.
[29]Departemen Agama RI, Op. Cit., hal. 18.
[30]Ibid., hal. 18.
[31]Departemen Agama, RI, Op.Cit. hal 19
[32]Kepmendiknas No. 044/U/2002 Pasal 3 Tanggal 2 April 2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.
[33]Departemen Agama RI, Op. Cit., hal. 21.
[34]Ibid., hal. 22.
[35]Kepmendiknas No. 044/U/2002 Pasal 3 Tanggal 2 April 2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. 
[36]Departemen Agama, RI, Op.Cit.  hal. 256.
[37]Mastuhu, Menata Ulang Pemikiran, Sistem Pendidikan Nasional dalam Abad 21. Safira Insani Press, Jakarta, 2004, hal. 65-66.
[38]Syaodih Sumadinata Nana, et, al. Pengendalian Mutu Pendidikan Madrasah Menengah (Konsep, Prinsip dan Instrumen). Refika Aditama, Bandung, 2006, hal. 9-11.
[39]Soetopo Hendiyat, Pendidikan dan Pembelajaran, UMM Press, Malang, 2005, hal. 94-96
[40]Ibid., hal. 97-99

0 Response to "KOMITE MADRASAH"

Post a Comment