A. Pola Asuh Orang Tua
1. Pengertian Pola Asuh
Orang Tua
Secara umum, pola asuh orang tua berasal dari kata
“pola” berarti sistem, cara kerja;[1]
“asuh” berarti menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil;[2]
dan “orang tua” berarti ayah dan ibu kandung.[3]
Menurut istilah atau definitif, bahwa pengertian pola
asuh orang tua dari berbagai tokoh yaitu :
-
Moh. Shochib, mengartikan pola
asuh orang tua sebagai upaya yang dilakukan oleh orang tua dalam penataan
lingkungan fisik, lingkungan sosial, pendidikan internal dan eksternal, dialog
dengan anak-anaknya, suasana psikologis, sosiobudaya, perilaku yang ditampilkan
pada saat terjadi pertemuan dengan anak, kontrol terhadap perilaku anak-anak,
dan menentukan nilai-nilai moral sebagai dasar perilaku bagi anak.[4]
-
Chabib Thoha, mendefinisikan pola
asuh orang tua yaitu cara terbaik yang dapat ditempuh orang tua dalam mendidik
anak sebagai perwujudan dari rasa tanggung jawab kepada anak.[5]
-
Elizabeth B. Hurlock, mengartikan
pola asuh orang tua sebagai cara orang tua dalam mendidik anak.[6]
Berdasarkan beberapa pengertian pola asuh orang tua di
atas, dapat disimpulkan bahwa pola asuh orang tua adalah suatu cara terbaik
yang dapat ditempuh orang tua dalam mendidik anak sebagai perwujudan dari
masalah tanggung jawab kepada anak, dimana tanggung jawab untuk mendidik anak
ini adalah tanggung jawab primer, karena anak adalah hasil dari buah kasih
sayang yang diikat dalam perkawinan antara suami istri dalam suatu keluarga.[7]
Pentingnya pola asuh orang tua pada anak karena anak
adalah tanggung jawab orang tua. Tanggung jawab yang perlu disadarkan dan
dibina oleh orang tua terhadap anak antara lain sebagai berikut :
a.
Memelihara dan membesarkannya.
Tanggung jawab ini merupakan dorongan alami untuk dilaksanakan, karena anak
memerlukan makan, minum, dan perawatan, agar ia dapat hidup secara
berkelanjutan.
b.
Melindungi dan menjamin
kesehatannya, baik secara jasmaniah maupun rohaniah dari berbagai gangguan
penyakit atau bahaya lingkungan yang dapat membahayakan dirinya.
c.
Mendidiknya dengan berbagai ilmu
pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi hidupnya.
Selain anak adalah tanggung jawab orang tua, anak juga
merupakan pribadi yang sedang berkembang. Dengan demikian, tugas pokok yang
dapat dilaksanakan orang tua adalah situasi pengajaran dan pendidikan dalam
keluarga karena orang tua adalah sebagai pendidik pertama dan utama bagi
anak-anaknya sehingga anak bisa berkembang sesuai kemampuannya.[9]
Orang tua juga harus bisa memahami cara berpikir anaknya, apa yang dirasakan
dan apa yang dialami pada masa perkembangannya karena perkembangan anak adalah
kenyataan hidup yang tidak bisa dihindari. Untuk itu sebagai orang tua harus
bisa membuat anak untuk menyesuaikan diri sesuai dengan harapan orang tua dan
yang terpenting pola pengasuhan orang tua terus disesuaikan dengan perkembangan
anak.[10]
Kewajiban mendidik secara tegas dinyatakan Allah dalam
surat At-Tahrim
ayat 6 yang berbunyi :
ﻳﺂﻳﻬﺎﺍﻟﺬﻳﻦﺍﻣﻨﻮﺍﻗﻮﺍﺍﻧﻔﺴﻜﻢﻭﺍﻫﻠﻴﻜﻢﻧﺎﺭﺍ﴿ﺍﻟﺘﺣﺮﻳﻢ׃٦﴾
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, jagalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka” (Q.S At-Tahrim: 6)[11]
Perkataan Qur’an di sini adalah kata kerja perintah
atau fiil amar, yaitu suatu kewajiban
yang harus ditunaikan oleh kedua orang tua terhadap anaknya. Kedua orang tua
adalah pendidik yang pertama dan utama bagi anak-anaknya karena sebelum orang
lain mendidik anak ini, kedua orang tuanyalah yang mendidik terlebih dahulu.[12]
2. Tipe-tipe Pola Asuh Orang
Tua
Tipe pola asuh orang tua yaitu bentuk-bentuk orang tua
dalam mengasuh anaknya. Orang tua melakukan pola asuh atas dasar tanggung jawab
sebagai orang tua karena dengan pola asuh orang tua maka akan mempengaruhi
tumbuh dan berkembangnya watak, budi pekerti, dan kepribadian anak.
Menurut Elizabeth B. Hourlock ada 3 (tiga) macam tipe
pola asuh yaitu pola asuh otoriter, pola asuh permisif, dan pola asuh
demokratis. [13] Adapun
penjabarannya adalah sebagai berikut :
A.
Pola asuh orang tua otoriter
1)
Pengertian pola asuh orang tua
otoriter
Pola asuh orang tua yang bersifat otoriter adalah pola
asuh yang ditandai dengan peraturan dan pengaturan yang keras terhadap anak
untuk melaksanakan perilaku yang diinginkan. Dengan cara otoriter biasanya
orang tua menghendaki bahwa segala peraturan dan kehendak orang tua terus
dituruti dan dijalankan anak. Hukuman dijadikan alat apabila anak tidak menurut
peraturan orang tua. Tambah pula, mereka tidak mendorong anak untuk dengan
mandiri mengambil keputusan-keputusan yang berhubungan dengan tindakan mereka.
Sebaliknya, mereka hanya mengatakan apa yang harus dilakukan dan tidak
menjelaskan mengapa hal itu harus dilakukan. Jadi anak-anak kehilangan
kesempatan untuk belajar bagaimana mengendalikan perilaku mereka sendiri.[14]
Dalam hal ini
J. Singgih D. Gunarsa dan Singgih D.
Gunarsa berpendapat cara pendidikan otoriter yaitu cara pendidikan yang
memperbolehkan anak memberikan pandangan dan pendapatnya, akan tetapi tanpa
turut dipertimbangkan. Orang tua tetap menentukan dan mengambil keputusan-keputusan.[15]
2)
Ciri-ciri pola asuh orang tua
otoriter
Pola asuh otoriter memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
(a)
Adanya peraturan, pengertian,
pengawasan yang ketat dan keras.
(b)
Menghendaki anak tunduk dan patuh
terhadap orang tua sehingga apa yang diperintahkan oleh orang tua tidak boleh
dibantah dan harus dilaksanakan.
(c)
Dalam memberikan pengawasan,
perintah, dan peraturan sering menggunakan kata-kata atau kalimat yang bernada
mengancam.
(d)
Pola otoriter ini dalam
menyelesaikan permasalahan sering memberikan hukuman baik fisik maupun non
fisik.[16]
3)
Kelebihan dan kekurangan pola asuh
orang tua otoriter
(a)
Kelebihan pola asuh otoriter:
(1)
Anak benar-benar patuh, tunduk
terhadap orang tua, dan tidak berani melanggar peraturan yang telah ditentukan
dan digariskan oleh orang tua sehingga apa yang diperintahkan orang tua akan
selalu dilaksanakan.
(2)
Anak benar-benar disiplin.
(3)
Anak benar-benar bertanggung jawab
karena takut dikenai hukuman.
(4)
Anak memiliki kesetiaan yang
tinggi terhadap orang tua.
(b)
Kekurangan pola asuh otoriter:
(1)
Sifat pribadi anak biasanya suka
menyendiri, mengalami kemunduran kematangannya, dan ragu-ragu di dalam semua
tindakan.
(2)
Kurangnya inisiatif dan kreasi
dari anak.
(3)
Anak memiliki sifat pasif karena
takut salah dan dikenai hukuman.
B.
Pola asuh permisif
1)
Pengertian pola asuh orang tua
permisif
Pola asuh orang tua permisif adalah membiarkan anak
bertindak sesuai dengan keinginannya, orang tua tidak memberikan bimbingan dan
pengendalian.[18]
Dalam hal ini Elizabeth B. Hurlock berpendapat bahwa
pola asuh permisif tidak membimbing anak
ke pola perilaku yang disetujui secara sosial dan tidak menggunakan hukuman.
Beberapa orang tua dan guru yang menganggap kebebasan (permissiveness) sama dengan laissez-faire,
membiarkan anak-anak meraba-raba
dalam situasi yang terlalu sulit untuk ditanggulangi oleh mereka sendiri
tanpa bimbingan atau pengendalian.[19]
2)
Ciri pola asuh orang tua permisif
Pola asuh permisif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
(a)
Anak tidak diberi batasan-batasan
atau kendala yang mengatur apa saja yang boleh dilakukan.
(b)
Anak diijinkan untuk mengambil
keputusan sendiri dan berbuat sekehendak mereka sendiri.
3)
Kelebihan dan kekurangan pola asuh
orang tua permisif
(a)
Kelebihan pola asuh permisif:
(1)
Anak memiliki sifat mandiri, tidak
bergantung orang tua.
(2)
Anak tidak memiliki rasa takut
terhadap orang tua, karena orang tua jarang memberikan hukuman atau teguran,
sehingga memiliki kreasi, inisiatif untuk mengurusi dirinya sendiri.
(3)
Kejiwaan anak tidak mengalami
goncangan (tekanan) sehingga mudah bergaul dengan sesamanya.
(b)
Kekurangan pola asuh permisif:
(1)
Karena anak terlalu diberikan
kelonggaran, sehingga sering kali disalahgunakan dan disalahartikan dengan
berbuat sesuai dengan keinginannya.
(2)
Anak sering manja, malas-malasan,
nakal, dan berbuat semaunya.
(3)
Anak senantiasa banyak menuntut
fasilitas kepada orang tua.
(4)
Hubungan antara anggota keluarga
sering terkesan kurang adanya perhatian.
C.
Pola asuh demokratis
1)
Pengertian pola asuh orang tua
demokratis
Pola asuh demokratis ialah anak boleh mengemukakan
pendapat sendiri, mendiskusikan pandangan-pandangan mereka dengan orang tua,
menentukan dan mengambil keputusan, akan tetapi orang tua masih melaksanakan
pengawasan, dalam hal ini mengambil keputusan.[22]
Metode demokratis menggunakan penjelasan, diskusi, dan
penalaran untuk membantu anak mengerti mengapa perilaku tertentu diharapkan.
Metode ini lebih menekankan aspek edukatif dan disiplin daripada aspek
hukumannya.[23]
2)
Ciri pola asuh orang tua
demokratis
Pola asuh demokratis mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
(a)
Adanya komunikasi yang dialogis
antara anak dan orang tua.
(b)
Adanya kehangatan yang membuat
anak merasa diterima oleh orang tua sehingga ada pertautan perasaan.
3)
Kelebihan dan kekurangan pola asuh
orang tua demokratis
(a)
Kelebihan pola asuh demokratis:
(1)
Sikap pribadi anak lebih dapat
menyesuaikan diri.
(2)
Mau menghargai pekerjaan orang
lain.
(3)
Menerima kritik dengan terbuka.
(4)
Aktif di dalam hidupnya.
(5)
Emosi lebih stabil.
(6)
Mempunyai rasa tanggung jawab.
(b)
Kekurangan pola asuh demokratis:
(1)
Pada saat berbicara, anak kadang
lepas kontrol dan terkesan kurang sopan terhadap orang tuanya.
(2)
Kadang-kadang antara anak dan
orang tua terjadi perbedaan sehingga lepas kontrol yang akan menimbulkan suatu
percekcokan.[25]
Selanjutnya menurut Mercer sebagaimana dikutip oleh
Mulyono Abdurrahman bahwa dalam pendidikan bagi anak berkesulitan belajar, ada
berbagai aktivitas yang dapat dikerjakan oleh orang tua di rumah untuk membantu
anak, membimbing anak, dan mengarahkan anak sebagai aktivitas yang terbingkai
dalam pola asuh orang tua, yaitu :
a.
Melakukan observasi perilaku anak
Orang tua mempunyai lebih banyak waktu untuk bergaul
dengan anak sehingga mereka dapat lebih leluasa untuk melakukan observasi
perilaku anak bila dibandingkan dengan guru. Oleh karena itu, melatih orang tua
untuk mengembangkan keterampilan melakukan observasi perilaku anak merupakan
kegiatan yang sangat bermanfaat bagi upaya membantu anak berkesulitan belajar.
Hasil observasi orang tua dapat dilaporkan pada guru sebagai bahan pertimbangan
dalam menentukan strategi pemecahan masalah kesulitan belajar anak.
Adapun perilaku anak yang perlu diobservasi oleh orang
tua antara lain adalah yang berkaitan dengan kemampuan anak bermain bersama
kakak dan adiknya, jenis permainan yang disukai, kebiasaan makan, kebiasaan
tidur, dan benda atau peristiwa yang ditakuti anak.
b.
Memperbaiki perilaku anak
Anak berkesulitan belajar sering memperlihatkan banyak
masalah perilaku. Beberapa masalah perilaku yang paling umum adalah
hiperaktivitas, kecanggungan, dan emosi yang labil. Untuk memperbaiki perilaku
tersebut orang tua dapat mengikuti petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh guru
bagi anak berkesulitan belajar. Dengan demikian, berbagai upaya untuk
memperbaiki perilaku anak tidak hanya dilakukan di sekolah tetapi juga di
rumah.
c.
Mengajar anak
Masyarakat umumnya memandang bahwa tugas orang tua di
rumah adalah menanamkan kebiasaan dan tradisi yang berlaku dalam lingkungan
sosialnya. Orang tua diharapkan dapat mengajarkan kepada anak tentang norma dan
keterampilan sosial. Sedangkan mengenai pelajaran akademik, ada 2 (dua) macam
pandangan, yaitu :
1)
Pandangan yang tidak memperbolehkan
orang tua mengajarkan bidang akademik kepada anak, bertolak dari alasan bahwa
orang tua tidak memiliki keterampilan mengajar yang esensial, sering
menimbulkan ketegangan dan frustasi pada anak, waktu anak untuk bermain menjadi
berkurang, orang tua mungkin akan merasa bersalah jika tidak memiliki waktu
untuk mengajar anak.
2)
Pandangan yang menganjurkan agar
orang tua mengajarkan bidang akademik kepada anak di rumah, bertolak dari
alasan bahwa jika mendapat latihan orang tua dapat berfungsi sebagai guru di
rumah, dan orang tua dapat menjadi pelengkap bagi pembelajaran di sekolah.[26]
Dalam penelitian ini cenderung pada pandangan yang
menganjurkan agar orang tua bisa membantu mengajarkan bidang akademik kepada
anaknya di rumah. Hal ini karena orang tua berfungsi sebagai guru di rumah,
yang dapat menjadi pelengkap bagi pembelajaran di sekolah.
3. Faktor-faktor Yang
Mempengaruhi Pola Asuh Orang Tua.
Semua sikap orang tua terhadap anaknya akan
mempengaruhi pola asuh orang tua. Faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua
adalah sebagai berikut :
a.
Faktor kedewasaan orang tua.
Kedewasaan merupakan faktor pertama yang mempengaruhi
pola asuh orang tua terhadap anak. Kedewasaan yang dimaksud tentu lebih tertuju
pada kedewasaan psikis, artinya orang tua yang secara psikis telah cukup dewasa
atau matang untuk mendidik anak akan cenderung memiliki pola asuh yang baik dan
sebaliknya orang tua yang secara kejiwaan belum matang, memiliki bekal yang
tidak memadai untuk mengasuh anak dari segi psikis dengan segala problematikanya,
akan cenderung memiliki pola asuh yang kurang baik.
Kesiapan untuk menjadi ayah atau ibu merupakan modal
awal orang tua dalam mengasuh anak. Keluarga yang telah terbentuk dari pasangan
yang telah dewasa ini akan dapat menjadi keluarga seimbang, yaitu hubungan
anggota keluarga ayah, ibu, dan anak berjalan secara harmonis, disertai
tanggung jawab dan keteladanan dari orang tua.[27]
b.
Faktor pendidikan orang tua.
Selain kedewasaan, faktor pendidikan orang tua juga
berpengaruh terhadap pola asuh yang mereka terapkan. Pendidikan orang tua yang
memadai menjadikan orang tua sadar akan hakekat, fungsi, dan tanggung jawab
orang tua terhadap anak. Dengan pendidikan yang cukup, orang tua akan dapat
memiliki pengetahuan tentang cara memahami karakteristik anak dan mempunyai
bekal untuk mendidik anak.
Agar orang tua memahami dan memperlakukan anak
sebaik-baiknya sesuai dengan keadaan anak, maka faktor pendidikan tentu saja
berpengaruh besar. Orang tua dengan tingkat pendidikan tinggi, biasanya akan
memiliki konsep tertentu dengan diyakininya benar. Sebaliknya orang tua dengan
pendidikan rendah cenderung mengasuh anak dengan berjalan begitu saja, tanpa
dilandasi oleh kesadaran akan tujuan orang tua yang terdidik setiap tindakannya
senantiasa terkandung kesadaran bahwa ada unsur pendidikan dalam tindakan
tersebut. Dengan kata lain tindakan apa saja yang dilakukan oleh orang tua,
ditujukan sebagai pendidikan bagi anaknya.
c.
Faktor keberagamaan orang tua.
Secara fitrah orang tua merupakan pendidikan pertama
dan utama bagi anak-anaknya, artinya secara kodrati orang tua harus menempati
posisi itu dalam keadaan bagaimanapun juga. Oleh karena itu mau tidak mau orang
tua adalah sebagai penanggung jawab pertama dan utama pendidikan anak. Kaidah
ini diyakini oleh semua agama dan semua sistem nilai yang dikenal semua
manusia.
Untuk dapat mengasuh anak dengan baik, terutama dalam
hal keagamaan, maka sudah barang tentu orang tua harus memiliki keberagamaan
yang baik pula. Dengan keberagamaan yang baik, orang tua tidak hanya akan
menjadi teladan bagi anaknya, namun ia juga akan bersikap kasih sayang, adil,
sabar, dan bertanggung jawab.[29]
4. Definisi operasional
variabel pola asuh orang tua
Pola asuh orang tua yaitu suatu cara terbaik yang
dapat ditempuh orang tua dalam mendidik anaknya dan pola asuh yang dilakukan
atas dasar tanggung jawab sebagai orang tua yaitu memelihara dan membesarkannya,
melindungi dan menjamin kesehatannya baik secara jasmaniah maupun rohaniah,
mendidiknya dengan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi
hidupnya dan membahagiakan anak untuk dunia dan akhirat dengan memberinya
pendidikan agama.
Dalam penelitian ini pola asuh orang tua sebagai
variabel Independent (bebas) sebagai
variabel X dengan indikator sebagai berikut :
1)
Penataan lingkungan fisik
2)
Penataan lingkungan sosial
3)
Penataan lingkungan pendidikan
4)
Penataan suasana psikologis
keluarga
B. Kemampuan Memecahkan
Kesulitan Belajar
1. Pengertian Kesulitan
Belajar
Prestasi belajar yang memuaskan dapat diraih oleh
setiap anak jika mereka dapat belajar secara wajar, terhindar dari berbagai
ancaman, hambatan, dan gangguan. Namun sayangnya, ancaman, hambatan, dan
gangguan dialami oleh anak tertentu sehingga mereka mengalami kesulitan dalam
belajar.
Pada tingkat tertentu memang ada siswa yang dapat
mengatasi kesulitan belajarnya tanpa harus melibatkan orang lain, tetapi ada
kasus-kasus tertentu, karena anak belum mampu mengatasi kesulitan belajarnya,
maka bantuan guru atau orang tua sangat diperlukan oleh anak.
Setiap kali kesulitan belajar anak yang satu dapat
diatasi, tetapi pada waktu yang lain muncul lagi kasus kesulitan belajar anak
yang lain. Dalam setiap bulan atau bahkan dalam setiap minggu tidak jarang
ditemukan anak yang berkesulitan belajar. Walaupun sebenarnya masalah yang
mengganggu keberhasilan belajar anak ini sangat tidak disenangi oleh guru
ataupun orang tua bahkan oleh anak itu sendiri.
Usaha demi usaha harus diupayakan dengan berbagai
strategi dan pendekatan agar siswa dapat dibantu keluar dari kesulitan belajar,
sebab bila tidak, gagallah siswa meraih prestasi belajar yang memuaskan. [31]
Beberapa pengertian dari kesulitan belajar adalah
sebagai berikut :
-
Kesulitan belajar menyatakan suatu
kegagalan terus menerus yang dialami seorang anak dalam pelajaran di sekolah.
-
Kesulitan belajar sebagai adanya
suatu hambatan dalam hubungan antar manusia dengan sekitarnya, dengan sesama,
dan diri sendiri.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
kesulitan belajar adalah suatu kondisi dimana siswa tidak dapat belajar secara
wajar, disebabkan adanya hambatan ataupun gangguan dalam belajar, baik psikis
maupun fisik.
2.Penyebab Kesulitan
Belajar
Sebagaimana yang telah dikemukakan di atas bahwa para
pendidik atau guru dan orang tua sering menghadapi anak-anak yang mengalami
kesulitan dalam belajar. Kesulitan belajar yang dialami anak tersebut
termanifestasi dalam berbagai bentuk gejala tingkah laku. Gejala kesulitan
belajar yang termanifestasi dalam tingkah laku anak itu merupakan akibat dari
beberapa faktor yang melatarbelakanginya. Untuk dapat memberikan bimbingan yang
efektif terhadap anak yang mengalami kesulitan belajar itu sudah barang tentu
setiap pendidik atau guru dan orang tua memahami terlebih dahulu faktor yang
melatarbelakangi kesulitan belajar tersebut.
Menurut para ahli pendidikan, kesulitan belajar yang
dialami oleh anak dipengaruhi oleh dua faktor utama, yakni faktor yang terdapat
di dalam diri anak itu sendiri yang disebut dengan faktor internal dan faktor
yang terdapat di luar diri anak yang disebut dengan eksternal. [33]
Faktor internal atau faktor yang terdapat di dalam
diri anak itu sendiri antara lain adalah sebagi berikut :
a.
Kurangnya kemampuan dasar yang
dimiliki oleh anak. Jika kemampuan dasar anak rendah, maka akan menimbulkan
kesulitan dalam belajar.
b.
Kurangnya bakat khusus untuk suatu
situasi belajar tertentu. Siswa yang kurang atau tidak berbakat untuk suatu
kegiatan belajar tertentu akan mengalami kesulitan dalam belajar.
c.
Kurangnya motivasi atau dorongan
untuk belajar. Tanpa motivasi yang besar, anak akan banyak mengalami kesulitan
dalam belajar karena motivasi merupakan faktor pendorong kegiatan belajar.
d.
Situasi pribadi terutama emosional
yang dihadapi anak pada waktu tertentu dapat menimbulkan kesulitan dalam
belajar, misalnya : konflik yang dialaminya, kesedihan, dan sebagainya.
e.
Faktor jasmaniah yang tidak
mendukung kegiatan belajar, seperti gangguan kesehatan, cacat tubuh, gangguan
penglihatan, gangguan pendengaran, dan sebagainya.
f.
Faktor hereditas (bawaan) yang
tidak mendukung kegiatan belajar, seperti buta warna, kidal, trepor, cacat
tubuh, dan sebagainya.
Adapun faktor yang terdapat di luar diri
anak atau faktor eksternal, yang dapat
mempengaruhi hasil belajar anak adalah :
a.
Faktor lingkungan sekolah yang
kurang memadai bagi situasi belajar anak, seperti : cara mengajar, sikap guru,
kurikulum atau materi yang akan dipelajari, perlengkapan belajar yang tidak
memadai, teknik evaluasi yang kurang tepat, ruang belajar yang kurang nyaman, situasi
sosial sekolah yang kurang mendukung , dan sebagainya.
b.
Situasi dalam keluarga yang tidak
mendukung situasi belajar anak, seperti rumah tangga yang kacau (broken home), kurangnya perhatian orang
tua karena sibuk dengan pekerjaannya, kurangnya kemampuan orang tua dalam
memberi pengarahan, dan sebagainya.
c.
Situasi lingkungan sosial yang
mengganggu kegiatan belajar anak, seperti pengaruh negatif dari pergaulan,
situasi masyarakat yang kurang memadai, gangguan kebudayaan, film, bacaan,
permainan elektronik, play station, dan sebagainya.
3. Siswa Yang Mengalami
Kesulitan Belajar
Seperti telah dijelaskan bahwa anak yang mengalami
kesulitan belajar adalah mereka yang tidak dapat belajar secara wajar
disebabkan adanya ancaman, hambatan, ataupun gangguan dalam belajar, sehingga
menampakkan gejala-gejala yang bisa diamati oleh orang lain, guru, ataupun
orang tua.
Beberapa gejala adanya kesulitan belajar anak dapat
dilihat dari petunjuk-petunjuk berikut : [34]
a.
Menunjukkan prestasi belajar yang
rendah, di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh kelompok anak di kelas.
b.
Hasil belajar yang dicapai tidak
seimbang dengan usaha yang dilakukan. Padahal anak sudah berusaha belajar
dengan keras, tetapi nilainya selalu rendah.
c.
Anak lambat dalam mengerjakan
tugas-tugas belajar. Ia selalu tertinggal dengan kawan-kawannya dalam segala
hal. Misalnya dalam menyelesaikan soal-soal seringkali membutuhkan waktu yang
lebih lama dari waktu yang telah ditentukan, dalam mengerjakan tugas-tugas
selalu menunda waktu.
d.
Anak menunjukkan sikap yang kurang
wajar, seperti acuh tak acuh, berpura-pura, berdusta, mudah tersinggung, dan
sebagainya.
e.
Anak menunjukkan tingkah laku yang
tidak seperti biasanya ditunjukkan kepada orang lain. Dalam hal ini misalnya
anak menjadi pemurung, pemarah, selalu bingung, selalu sedih, kurang gembira,
atau mengasingkan diri dari kawan-kawan sepermainan.
f.
Anak yang tergolong memiliki IQ
tinggi, yang secara potensial mereka seharusnya meraih prestasi belajar yang
tinggi, tetapi kenyataannya mereka mendapatkan prestasi belajar yang rendah.
g.
Anak yang selalu menunjukkan
prestasi belajar yang tinggi untuk sebagian besar mata pelajaran, tetapi di
lain waktu prestasi belajarnya menurun drastis.
4. Cara Memecahkan
Kesulitan Belajar
Menghadapi anak yang mengalami kesulitan belajar, maka
seorang pendidik atau guru dan orang tua harus dapat memberikan bantuan atau
bimbingan untuk memecahkan keulitan belajar yang dialami oleh anak.
Untuk dapat memecahkan kesulitan
belajar, maka cara yang diantaranya bisa ditempuh adalah sebagai berikut :[35]
a.
Menghargai keseriusan situasi
Kebanyakan orang tua itu mempunyai
sifat tabah. Dalam beberapa kasus mendengarkan dan kesabaran akan memberi
akomodasi atas situasi itu. Misalnya : seorang anak mengkomplain nilai tesnya
yang rendah. Meskipun tes hanya merupakan kuis pendek dan nilai rendah hanya
akan berpengaruh kecil pada evaluasi anak secara keseluruhan. Secara temporal
anak merasa frustasi dan melampiaskan kemarahan. Dengan mendengarkan dan dengan
kesabaran orang tua harus menunjukkan kepedulian dan perhatian yang masuk akal
kepada anaknya.
b.
Menjadi penuh kasih sayang
Orang tua perlu mengetahui tentang
perasaan dan persoalan anak di saat anak mengalami kesulitan di dalam
belajarnya, maka orang tua membantu anaknya dengan penuh kasih sayang.
c.
Menekankan situasi positif
Orang tua mengajak anak dalam usaha
kolaboratif artinya orang tua dan anak bersama – sama untuk menemukan apa yang
menjadi kesulitan belajar anak. Setiap ada permasalahan merupakan pelajaran
dari pengalaman, kesulitan dalam belajar lebih menunjukkan perlunya anak lebih
banyak untuk belajar.[36]
d.
Menentukan masalah yang
sesungguhnya
Orang tua harus mengetahui apa yang
mengakibatkan anak mengalami kesulitan belajar, kapan strategi belajar yang
harus diterapkan orang tua kepada anak, dan kapan masalah dipecahkan dan
diselesaikan. Ini merupakan langkah yang harus diketahui orang tua untuk
mengetahui kesulitan belajar yang sedang dihadapi anak.
e.
Mempertimbangkan dan memilih
solusi
Untuk memecahkan kesulitan dalam
belajar anak maka orang tua harus mengetahui cara apa yang harus dilakukan.
Setelah caranya ditempuh maka kesulitan belajar anak akan terpecahkan. Misalnya
anak mengalami kesulitan di saat mengerjakan tugas pekerjan rumah (PR), maka
sebagai orang tua seharusnya membantu memberikan solusi yang tepat dengan cara
membantu menyelesaikannya masalah yang dihadapi anak terkait dengan pekerjaan
rumah (PR) nya bisa terselesaikan.
f.
Membuat rencana dan melaksanakan
Setelah solusi didapatkan, maka
langkah selanjutnya yang ditempuh orang tua adalah kapan anak harus
melaksanakan, ketika anak melaksanakan rencana, maka orang tua memonitor
bagaimana rencana tersebut terlaksana dan berhasil.
g.
Mendorong atau memotivasi anak
Setelah rencana terlaksana, orang tua
seharusnya memberikan dukungan dan anak juga membantu mendorong dirinya sendiri
supaya lebih maju dengan melakukan yang terbaik. Selanjutnya yang perlu
ditunjukkan orang tua kepada anak yaitu bahwa orang tua percaya dan yakin kalau
anaknya bisa melakukan perbaikan dan orang tua yakin kalau anaknya dapat melaksanakannya.
h.
Evaluasi hasil
Pada saat rencana dan solusi selesai
maka orang tua melihat apakah anak masih mengalami kesulitan belajar atau
tidak, apakah hasil yang dapat dicapai anak dan apakah anak merasa puas dengan
hasil tersebut. Pada langkah evaluasi ini hendaknya orang tua dan anak berusaha
keras dan melaksanakan sesuai rencana sehingga orang tua merasa puas dengan
keberhasilan anak dan anak tidak lagi mengalami kesulitan dalam belajarnya.[37]
5. Definisi operasional
variabel kemampuan memecahkan kesulitan belajar
Kemampuan
memecahkan kesulitan belajar yaitu suatu kondisi dimana siswa dapat belajar
secara wajar tanpa adanya hambatan ataupun gangguan dalam belajar baik psikis
maupun fisik.
Dalam penelitian ini pola asuh orang tua sebagai
variabel Dependent (terikat) sebagai
variabel Y dengan indikator sebagai berikut :
1)
Menunjukkan prestasi belajar yang
tinggi
C. Pengaruh Pola Asuh Orang
Tua Terhadap Kemampuan Memecahkan Kesulitan Belajar
Pendidikan anak karena dorongan orang tua yaitu hati
nuraninya yang terdalam yang mempunyai sifat kodrati untuk mendidik anaknya
baik dalam segi phisik, sosial, emosi maupun intelegensinya agar memperoleh
keselamatan, kepandaian, agar mendapat kebahagiaan hidup yang mereka
idam-idamkan, sehingga ada tanggung jawab moral atas hadirnya anak tersebut
yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa untuk dapat dipelihara dan dididik
dengan sebaik-baiknya.[39]
Pola asuh orang tua adalah suatu cara terbaik yang
dapat ditempuh orang tua dalam mendidik anak sebagai perwujudan dari masalah
tanggung jawab kepada anak, dimana tanggung jawab untuk mendidik anak ini
adalah tanggung jawab primer, karena anak adalah hasil dari buah kasih sayang
yang diikat dalam perkawinan antara suami istri dalam suatu keluarga.[40]
Pentingnya pola asuh orang tua, salah satunya dalam
memahami kesulitan belajar yang dialami oleh anak, orang tua harus dapat
memberikan bantuan atau bimbingan untuk mengatasi kesulitan belajar yang
dialami oleh anak tersebut. Pemberian bantuan dilaksanakan secara terus menerus
dan terarah. Bantuan untuk mengentaskan kesulitan belajar terutama ditekankan
pada peningkatan prestasi belajar dengan mengurangi hambatan yang menjadi latar
belakangnya.
Pola asuh orang tua, terutama dalam memberikan
bimbingan belajar terhadap kegiatan belajar anak, merupakan salah satu faktor
yang berhubungan erat dengan pemecahan kesulitan belajar. Masalah kesulitan
belajar yang dialami oleh anak seharusnya dapat diatasi apabila telah diketahui
penyebab terjadinya kesulitan belajar.
Lingkungan hidup yang pertama-tama dan yang terutama
mempengaruhi, melatih, dan bisa membiasakan anak mandiri dan bisa memecahkan
masalah sendiri, termasuk masalah kesulitan belajar adalah orang tuanya
sendiri. Kegagalan sering dirasakan orang tua, karena ada hal-hal yang kurang
diperhatikan, padahal bisa menjadi sumber utama ke arah munculnya kesulitan
belajar anak.
Suasana hubungan antara orang tua dan anak acapkali
menjadi sumber yang mempengaruhi motivasi dan dorongan untuk berprestasi pada
anak. Kegiatan utama yang menyita sebagian besar dari kegiatan anak sehari-hari
adalah belajar dan karena itu kegiatan belajar harus menjadi kegiatan utama
anak yang disetujui dan didukung oleh orang tua, sehingga pola asuh orang tua
berpengaruh terhadap kemampuan memecahkan kesulitan belajar.[41]
Singkatnya, posisi orang tua sebagai faktor pemberi
pengaruh utama untuk memotivasi belajar anak. Efek membangun motivasi belajar
anak memiliki pengaruh mendalam pada setiap tingkat perkembangan anak.
Anak-anak percaya bahwa orang tua dapat memberikan kekuatan dalam mengatasi
kesulitan belajar dan membantu anak menjadi berhasil di sekolah.[42]
D. Kerangka Berpikir
Berlatar belakang
dari sebuah cerita dalam keseharian melaksanakan tugas mengajar, peneliti
mendapatkan fenomena beberapa perilaku anak didik, ada beberapa siswa yang
minat belajarnya kurang dengan ditandai kurang memperhatikan pelajaran atau
mengerjakan tugas dari bapak atau ibu guru dan ada siswa yang mengalami
kesulitan di dalam belajarnya.
Dari persoalan
tersebut peneliti semkin meningkatkan upaya untuk mengungkap lebih dalam dan
menyeluruh. Untuk mengetahui kebenaran sebuah fakta tersebut, peneliti lebih
fokuskan pada pertanyaan hal tersebut, yang pertama mencoba mengasih pekerjaan
rumah (PR), dengan dikasih pekerjaan rumah jika ada siswa yang mengalami
kesulitan dalam belajar maka orang tua siswa akan lebih perhatian sama anaknya
dengan cara membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi anak dan anak akan
lebih semangat untuk belajar karena mendapat motivasi dari orang tuanya. Hasil
yang peneliti dapati banyak siswa yang mengerjakan pekerjaan rumahnya (PR) dan
banyak yang aktif dalam pembelajaran di kelas.
Sehingga dengan
adanya fakta-fakta tersebut menjadi keinginan peneliti untuk mengetahui sejauhmana
pengaruh pola asuh orang tua terhadap kemampuan memecahkan kesulitan belajar
siswa di MI NU Nurul Ulum Piji Dawe Kudus dengan diwujudkan dalam bentuk
skripsi.
E. Perumusan Hipotesis
Hipotesa adalah jawaban sementara terhadap masalah
yang dihadapi, yakni dugaan yang mungkin benar atau salah.[43]
Sedangkan Suharsimi Arikunto berpendapat bahwa hipotesa adalah sebagai suatu
jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai
terbukti melalui data yang terkumpul.[44]
Adapun yang peneliti ajukan sebagai dugaan awal dalam
penelitian ini adalah bahwa ada pengaruh yang positif antara pola asuh orang
tua dengan kemampuan memecahkan kesulitan belajar siswa kelas IV, V, dan VI
Madrasah Ibtidaiyah Nahdlatul Ulama Nurul Ulum Piji Dawe Kudus Tahun Pelajaran
2008/2009.
[1] Tim
Akarmedia, Kamus Besar Lengkap Praktis
Bahasa Indonesia, Akarmedia, Surabaya ,
2003, hlm. 778.
[2] Ibid., hlm. 63.
[3] Ibid., hlm. 706.
[6] Elizabet
B. Hurlock, Perkembangan Anak, Terj.
Meitasari Tjandrasa, Jilid II, Erlangga, Jakarta ,
1978, hlm. 93.
[11]
Al-Qur’an Surat At-Tahrim Ayat 6, Yayasan Penyelenggara Penerjemah Penafsiran
Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya,
Depag RI, 1992, hlm. 720.
[12] Fuad
Ihsan, Op. Cit., hlm. 62.
[13]
Elizabet B. Hurlock, Loc. Cit.,
[14] Ibid., hlm. 93.
[15] J.
Singgih D. Gunarsa dan Singgih D. Gunarsa, Psikologi
Remaja, Gunung Mulia, Jakarta ,
1981, hlm. 135.
[16] Syamsu Yusuf LN , Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja,
Remaja Rosda Karya, Bandung ,
2000, hlm. 51.
[19]
Elizabet B. Hurlock, Loc. Cit.,
[20] Ibid., hlm. 93.
[21] Utami
munandar, Pemandu Anak Berbakat Suatu
Studi Penjajakan, CV. Rajawali, Jakarta ,
1992, hlm. 99.
[22] J.
Singgih D. Gunarsa dan Singgih D. Gunarsa, Op.
Cit., hlm. 136.
[23]
Elizabet B. Hurlock, Loc. Cit.,
[24] Moh.
Shochib, Op. Cit., hlm. 6.
[25] Abu
Ahmadi, Loc. Cit.,
[26] Mulyono
Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak
Berkesulitan Belajar, Rineka Cipta, Jakarta ,
1999, hlm. 109.
[27] Moh.
Sochib, Op. Cit., hlm 19.
[28] Donya Betan Court , Peran Orang Tua Terhadap Perkembangan anak, Rineka
Cipta, Jakarta ,
2001, hlm. 10.
[29] Ahmad
Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif
Islam, Remaja Rosdakarya, Bandung ,
1994, hlm. 155.
[30] Moh.
Shochib, Op.Cit., hlm. 70.
[34] Syaiful
Bahri Djamarah, Op. Cit., hlm. 212.
[35] Raymond
J. Wlodkowski dan Judith H. Jaynes,
Motivasi Belajar, Cerdas Pustaka, Jakarta ,
2004, hlm. 104.
[36] Ibid., hlm. 105.
[37] Ibid., hlm. 106.
[38] Syaiful
Bahri Djamarah, Op.Cit., hlm. 212.
[40] Hasan
Langgulung, Loc. Cit.,
[41] Singgih
D. Gunarsa dan Yulia Singgih D. Gunarsa, Psikologi
Praktis: Anak, Remaja, dan Keluarga, Gunung Mulia, Jakarta , 2004, hlm. 58.
[42] Raymond
J. Wlodkowski dan Judith H. Jaynes, Op.,
Cit., hlm. 21.
[44]
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktik, Rineka Cipta, Jakarta , 1996, hlm. 62.
0 Response to "POLA ASUH ORANG TUA DAN KEMAMPUAN MENGATASI KESULITAN BELAJAR"
Post a Comment