BIMBINGAN
KONSELING ISLAM DAN KECEMASAN SISWA
A.
Bimbingan
dan Konseling Islam
1.
Pengertian
Bimbingan dan Konseling Islam
Bimbingan dan konseling merupakan alih bahasa dari
bahasa Inggris, yaitu guidance and counseling, sesuai dengan istilahnya,
maka bimbingan dapat diartikan secara umum sebagai suatu bantuan. Namun untuk
pengertian yang sebenarnya, tidak setiap bantuan adalah bimbingan. Bentuk
bantuan dalam bimbingan membutuhkan syarat tertentu, bentuk tertentu, prosedur
tertentu, dan pelaksanaan tertentu sesuai dengan dasar prinsip dan tujuannya.[1]
a.
Pengertian bimbingan
Secara etimologis kata bimbingan merupakan terjemahan
dari kata guidance yang berasal dari kata kerja to guide yang
berarti mununjukkan, membimbing, menuntun, ataupun membantu.[2]
Sedangkan pengertian bimbingan secara istilah, para
ahli memberikan definisinya antara lain :
1)
Menurut E. Stoops dan G.
Wahquist (1958) yang dikutip oleh Hallen A :
“Guidance is
continous process of helping the individual develop to the maximum of his
capacity in the direction most beneficial to him self and to society”.[3]
|
Artinya : Bimbingan adalah suatu proses kontinyu dalam membantu
perkembangan individu mencapai kemampuannya secara maksimum dalam mengarahkan
manfaat yang sebesar-besarnya baik bagi dirinya maupun bagi masyarakat.
2)
Priyatno
dan Erman Anti mendefinisikan :
Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang
yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak,
remaja, maupun dewasa, agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan
dirinya sendiri dan mandiri, dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana
yang ada dan dapat dikembangkan, berdasarkan norma-norma yang berlaku.[4]
3)
Menurut Dewa Ketut Sukardi :
Bimbingan
merupakan proses pemberian bantuan kepada seseorang atau sekelompok orang
secara terus menerus dan sistematis oleh guru pembimbing agar individu atau
sekelompok individu menjadi pribadi yang mandiri.[5]
Dengan melihat definisi tersebut, dapat diambil
pengertian bahwa bimbingan adalah proses pemberian bantuan untuk menentukan dan
mengembangkan potensi individu, sehingga dapat mengatasi atau menghindari
masalah yang mungkin akan dihadapi di dalam hidupnya.
Dengan demikian, bantuan yang diberikan kepada orang
yang membutuhkan itu bukan sekedarnya saja tetapi dalam arti yang luas, yaitu sampai
individu yang dibantu dapat mencapai kesejahteraannya dan dapat mengembangkan
arah pandangan hidupnya sendiri, menentukan pilihannya sesuai dengan bakat dan
potensi yang dimilikinya.
b.
Pengertian konseling
Secara etimologi kata konseling (counseling)
berasal dari kata counsel yang diambil dari bahasa latin yaitu counsilium,
artinya “bersama” atau “bicara bersama”. Pengertian “berbicara
bersama-sama” dalam hal ini adalah pembicaraan konselor dengan klien (konseli).[6]
Sebagaimana dengan pengertian bimbingan (guidance)
maka dalam pengertian konseling secara istilah juga terdapat beberapa pendapat
antara lain :
1)
Heru Mugiarso, dkk mengatakan :
Konseling
adalah suatu proses memberi bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling
oleh seorang ahli (konselor) kepada individu yang sedang mengalami suatu
masalah (klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh
klien.[7]
2)
Rogers (1942) yang dikutip
Hallen A :
“Counseling
is a series of direct contacts with the individual which aims to offer him
assistance in changing his attidude and behavior”.[8]
Artinya
: Konseling adalah serangkaian hubungan langsung dengan individu yang bertujuan
untuk membantu dia dalam merubah sikap dan tingkah lakunya.
3)
ASCA (American School Counselor
Assosiation) yang dikutip oleh Juntika Nurihsan mengemukakan bahwa :
“Konseling
adalah hubungan tatap muka yang bersifat rahasia penuh dengan sikap penerimaan
dan pemberian kesempatan dari konselor kepada klien, konselor mempergunakan
pengetahuan dan keterampilannya untuk membantu kliennya mengatasi
masalah-masalahnya”.[9]
c.
Pengertian bimbingan dan
konseling Islam
Thohari mengartikan bimbingan dan konseling Islam
sebagai suatu proses pemberian bantuan terhadap individu agar menyadari kembali
eksistensinya sebagai makhluk Allah SWT yang seharusnya hidup selaras dengan
ketentuan dan petunjuk Allah SWT, sehingga dapat mencapai kebahagiaan dunia dan
akhirat.[10]
Yahya Jaya menyatakan bimbingan dan konseling agama
Islam adalah pelayanan bantuan yang diberikan oleh konselor agama kepada
manusia yang mengalami masalah dalam hidup keberagamaannya, ingin mengembangkan
dimensi dan potensi keberagamaannya seoptimal mungkin, baik secara individu
maupun kelompok, agar menjadi manusia yang mandiri dan dewasa dalam beragama, dalam
bidang bimbingan akidah, ibadah, akhlak, dan muamalah, melalui berbagai jenis
layanan dan kegiatan pendukung berdasarkan keimanan dan ketaqwaan yang terdapat
dalam al-Qur’an dan Hadis.[11]
Ainur Rahim Faqih mengartikan bahwa bimbingan dan
konseling Islam adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar mampu
hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah SWT, sehingga dapat mencapai
kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.[12]
Dari
beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa bimbingan dan konseling
Islam merupakan suatu usaha yang dapat dilakukan dalam rangka mengembangkan
potensi dan memecahkan masalah yang dialami klien agar dapat mencapai
kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat berdasarkan ajaran Islam.
Dalam konteks bimbingan dan konseling sebagian besar
mempunyai acuan teori-teori barat. Bimbingan dan konseling Islam diformulasikan
sebagai sarana mencari solusi dari problem solving. Dengan penggunaan
teori-teori yang sesuai dengan koridor religius. Walaupun acuan yang digunakan
bersifat religius namun teori-teori umum tetap digunakan dan dikolaborasikan
selama tidak bertentangan dengan kaidah Islam.
Ciri khas konseling Islam yang paling mendasar menurut
Hamdani Bakran Adz-Dzaky adalah :
1.
Berparadigma pada
wahyu dan keteladanan para Nabi, Rasul dan para ahli warisnya
2.
Hukum konselor
memberikan konseling kepada klien dan klien meminta bimbingan kepada konselor
adalah wajib dan suatu keharusan dan bahkan merupakan Ibadah
3.
Akibat konselor
menyimpang dari wahyu dapat berakibat fatal baik bagi diri sendiri maupun bagi
kliennya
4.
System
konseling Islam di mulai dari mengarahkan kepada kesadaran nurani dan membaca
ayat-ayat Allah
5.
Konselor sejati
dan utama adalah mereka yang proses konseling selalu di bawah bimbingan dan
pimpinan Allah SWT dan al-Qur’an.[13]
Peranan agama dalam bidang bimbingan dan konseling akan
memberikan warna, arah dan susunan hubungan yang tercipta antara klien dan
konselor. Prayitno menyatakan unsur-unsur agama tidak boleh diabaikan dalam
konseling, dan justru harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk mencapai
kesuksesan, upaya bimbingan dan konseling yaitu kebahagiaan klien.[14]
Manfaat pendekatan agama (psikoreligius) di bidang
kesehatan jiwa dibuktikan dari hasil penelitian D.B. Larso yang menyimpulkan
bahwa di dalam memandu kesehatan manusia yang serba komplek ini dengan segala
keterkaitan, hendaknya komitmen agama sebagai suatu kekuatan (spiritual power)
jangan diabaikan begitu saja karena agama dapat berperan sebagai pelindung.[15]
Landasan (fondasi atau dasar pijak) utama bimbingan dan
konseling Islam adalah al-Qur’an dan Sunnah, sebab keduanya merupakan sumber
dari segala sumber pedoman kehidupan umat Islam, seperti yang telah difirmankan
Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Yunus ayat 57.
$pkr'¯»t â¨$¨Z9$# ôs% Nä3ø?uä!$y_ ×psàÏãöq¨B `ÏiB öNà6În/§ Öä!$xÿÏ©ur $yJÏj9 Îû ÍrßÁ9$# Yèdur ×puH÷quur tûüÏYÏB÷sßJù=Ïj9 ÇÎÐÈ
Artinya : Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari
Tuhamnu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) di dalam dada, dan
petunjuk serta ramhat bagi orang-orang yang beriman. (Q.S. Yunus : 57)
Disebutkan pula dalam hadis Nabi Muhammad SAW sebagai
berikut :
تركت فيكم ما لن تضلوا بعده ان اعتصمتم به كتاب الله وسنة رسوله
(رواه ابن ماجه)
Arinya : Aku tinggalkan sesuatu bagi kalian semua yang jika kalian selalu
berpegang teguh kepadanya niscaya selam-lamanya tidak akan pernah salah langkah
tersesat jalan, sesuatu itu yakni Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya. (H.R. Ibnu
Majah)[16]
Ajaran Islam dapat menjadi acuan sebagai landasan yang
ideal dalam menjalani kehidupan. Untuk itu tepatlah kiranya jika teori-teori
dan teknik-teknik bimbingan dan konseling yang lahir di Barat, terlebih dahulu
diIslamisasikan sebelum diterapkan dalam kehidupan. Bimbingan dan konseling
Islami memberikan jalan mencegah dan pemecahan masalah, selalu mengubah
orientasi pribadi, penguatan mental spiritual, penguatan tingkah laku kepada
akhlak yang mulia, upaya perbaikan serta teknik-teknik bimbingan dan konseling
lainnya.
Setelah mengetahui detail dari makna bimbingan dan
konseling Islam dapat ditarik benang merah
bahwa kata “Islam” disini merupakan suatu karakter dan memberikan pengertian
bahwa bimbingan dan konseling Islam diaplikasikan sesuai dengan kaidah atau
dasar-dasar ke-Islaman. Karena Islam merupan suatu karakter, maka dapat
dirincikan lagi sebagai berikut :
Bimbingan dan konseling Islam adalah proses pemberian
bantuan terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan
petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.[17]
Dengan demikian bimbingan Islam merupakan proses
bimbingan sebagaimana kegiatan bimbingan lainnya, tetapi dalam seluruh seginya
berlandaskan ajaran Islam, artinya berlandaskan al-Qur’an dan Sunnah Rasul.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat ditarik suatu pengertian
bahwa bimbingan dan konseling Islam adalah proses pemberian bantuan yang
terarah, kontinyu dan sistematis kepada setiap individu agar ia dapat
mengembangkan potensi atau fitrah beragama yang dimilikinya secara optimal
dengan cara menginternalisasikan nilai-nilai yang terkandung di dalam al-Qur’an
dan Sunnah Rasul ke dalam diri sehingga ia dapat hidup selaras dan sesuai
dengan tuntunan al-Qur’an dan as-Sunnah.
2.
Tujuan
Bimbingan dan Konseling Islam
Seperti juga halnya dengan program-program yang lain,
maka program bimbingan dan konseling Islam juga mempunyai tujuan yang hendak
dicapai. Dan tujuan ini merupakan tolok ukur sampai dimana program
bimbingan dan konseling Islam terlaksana.
a.
Tujuan umum
Untuk membantu individu memperkembangkan diri secara
optimal sesuai dengan tahap perkembangan dan predisposisi yang dimilikinya
(seperti kemampuan dasar dan bakat-bakatnya), berbagai latar belakang yang ada
(seperti latar belakang keluarga, pendidikan, status sosial ekonomi), serta
sesuai dengan tuntunan positif lingkungannya. Dalam hal ini, bimbingan dan
konseling membantu individu untuk menjadi insan yang mandiri dan berguna dalam
kehidupannya yang memiliki berbagai wawasan, pandangan, interpretasi, pilihan,
penyesuaian, dan keterampilan yang tepat berkenaan dengan diri sendiri dan
lingkungannya.[18]
Secara
umum, tujuan bimbingan dan konseling Islam itu dapat dirumuskan sebagai
“Membantu individu mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya agar mencapai
kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat”. Bimbingan dan konseling Islam
sifatnya hanya merupakan bantuan kepada individu, yang berarti mewujudkan diri
sesuai dengan hakekatnya sebagai manusia untuk menjadi manusia yang selaras
dengan perkembangan dirinya dan pelaksanaan fungsi atau kedudukannya sebagai
makhluk Allah (makhluk religius), makhluk individu, makhluk sosial dan sebagai
makhluk berbudaya.[19]
b.
Tujuan khusus
Secara khusus layanan bimbingan dan konseling Islam
bertujuan untuk membantu individu
agar dapat mencapai tujuan-tujuan perkembangan meliputi aspek pribadi-sosial,
belajar dan karier. Bimbingan pribadi-sosial dimaksudkan untuk mencapai tujuan
dan tugas perkembangan pribadi-sosial dalam mewujudkan pribadi yang taqwa,
mandiri, dan bertanggung jawab. Bimbingan belajar dimaksudkan untuk mencapai
tujuan dan tugas perkembangan pendidikan. Bimbingan karier dimaksudkan untuk
mewujudkan pribadi pekerja yang produktif.[20]
Lebih jelasnya bimbingan dan konseling Islam bertujuan
untuk :
1)
Membantu
individu agar tidak menghadapi masalah
2)
Membantu
individu mengatasi masalah yang sedang dihadapinya
3)
Membantu
individu memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang baik atau yang
telah baik agar tetap baik, sehingga tidak akan menjadi sumber masalah bagi
dirinya dan orang lain.[21]
Tujuan konseling Islami menurut Hamdani Bakran Adz-Dzuki,
adalah :
a.
Untuk
menghasilkan suatu perubahan, perbaikan, kesehatan, dan kebersihan jiwa dan
mental. Jiwa menjadi tenang, jinak dan damai (muthmainah), bersikap lapang dada
(radhiyah) dan mendapatkan pencerahan taufik dan hidayah Tuhannya (mardhiyah)
b.
Untuk
menghasilkan suatu perubahan, perbaikan dan kesopanan, tingkah laku yang dapat
memberikan manfaat baik pada diri sendiri, lingkungan keluarga, lingkungan
kerja, maupun lingkungan social dan alam sekitarnya
c.
Untuk
menghasilkan kecerdasan rasa (emosi) pada individu sehingga muncul dan
berkembang rasa toleransi, kesetiakawanan, tolong-menolong dan rasa kasih
saying
d.
Untuk
menghasilkan kecerdasan spiritual pada diri individu sehingga muncul dan
berkembang rasa keinginan untuk berbuat taat kepada Tuhannya, ketulusan
mematuhi segala perintah-Nya, serta ketabahan untuk menerima ujian-Nya
e.
Untuk
menghasilkan potensi ilahiyyah, sehingga dengan potensi itu individu dapat
melakukan tugasnya sebagai khalifah dengan baik, menanggulangi berbagai
persoalan hidup dan dapat memberikan kemanfaatan dan keselamatan bagi
lingkungan pada berbagai aspek kehidupan.[22]
Dengan memperhatikan uraian tersebut sudah jelas bahwa
yang ingin dicapai dalam bimbingan dan konseling Islam ialah meningkatkan
perkembangan yang optimal bagi setiap individu yang pemecahan masalah sendiri
sesuai dengan kemampuannya, agar dapat menyesuaikan dirinya pada lingkungan
serta membantu individu mewujudkan dirinya menjadi manusia seutuhnya agar
mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat
3.
Metode-Metode
dan Teknik Bimbingan dan Konseling Islam
Metode lazim diartikan sebagai cara untuk mendekati
masalah sehingga diperoleh hasil yang memuaskan, sementara teknik merupakan
aplikasi metode tersebut dalam praktek. Keberhasilan suatu kegiatan terletak
pada pelaksanaan kegiatan itu sendiri, demikian juga dengan pelaksanaan
bimbingan dan konseling. Penguasaan dan pemahaman seorang pelaksana bimbingan
dan konseling tehadap metode-metode bimbingan dan konseling yang ada akan
mendukung keberhasilan yang ingin dicapainya.
Adapun metode yang biasa digunakan dalam bimbingan Islam
dan konseling adalah :
a.
Metode langsung
Metode langsung (metode komunikasi langsung) adalah
metode dimana pembimbing melakukan komunikasi langsung (bertatap muka) dengan
orang yang dibimbingnya. Metode ini dapat dirinci lagi menjadi :
1)
Metode individual
Pembimbing dalam hal ini melakukan komunikasi langsung
secara individual dengan pihak yang dibimbingnya. Hal ini dapat dilakukan
dengan mempergunakan teknik :[23]
a)
Percakapan pribadi, yakni
pembimbing melakukan dialog langsung tatap muka dengan pihak yang dibimbing
b)
Kunjungan ke rumah (home
visit), yakni pembimbing mengadakan dialog dengan kliennya tetapi dilaksanakan
di rumah klien sekaligus untuk mengamati keadaan rumah klien dan lingkungannya
c)
Kunjungan dan observasi kerja,
yakni pembimbing atau konselor melakukan percakapan individual sekaligus
mengamati kerja klien dan lingkungannya
2)
Metode kelompok
Pembimbing melakukan komunikasi langsung dengan klien
dalam kelompok. Hal ini dapat dilakukan dengan teknik-teknik :
a)
Diskusi kelompok, yakni
pembimbing melaksanakan bimbingan dengan cara mengadakan diskusi dengan atau
bersama kelompok klien yang mempunyai masalah yang sama
b)
Karyawisata, yakni bimbingan
kelompok yang dilakukan secara langsung dengan mempergunakan ajang karyawisata
sebagai forumnya
c)
Sosiodrama, yakni bimbingan dan
konseling yang dilakukan dengan cara bermain peran untuk memecahkan atau
mencegah timbulnya masalah (psikologis)
d)
Group teaching, yakni pemberian
bimbingan atau konseling dengan memberikan materi bimbingan dan konseling
tertentu (ceramah) kepada kelompok yang telah disiapkan
b.
Metode tidak langsung
Metode tidak langsung (metode komunikasi tidak
langsung) adalah metode bimbingan dan konseling yang dilakukan melalui media
komunikasi, baik masa maupun non masa. Hal ini dapat dilakukan secara
individual maupun kelompok, bahkan massal.
1)
Metode individual
a)
Melalui surat menyurat
b)
Melalui telepon dan sebagainya
2)
Metode kelompok atau massal
a)
Melalui papan bimbingan
b)
Melalui surat kabar atau
majalah
c)
Melalui brosur
d)
Melalui radio (media audio)
e)
Melalui televise.[24]
Selain metode dan teknik di atas dalam bimbingan dan
konseling Islam disertakan pula beberapa metode di antaranya :
a. Metode
bil Hikmah
Dalam pengertian sederhana hikmah berarti adil dan bijaksana.
Hikmah juga bisa berarti
sabar, cermat, dan teliti. Itulah sebabnya orang yang berbuat sesuatu dengan
penuh keadilan, bijaksana, cermat, teliti dan sabar biasa disebut dengan hakim.
Hakim juga bermakna orang yang mencegah kerusakan. Sedangkan kata muhkamat,
jika ditujukan kepada ayat-ayat al-Qur’an, berarti ayat-ayat yang tercegah dari
kerusakan dan penggantian kata hikmah juga bisa diartikan sebagai mencegah
perbuatan bodoh.[25]
Teori
hikmah adalah sebuah pedoman, penuntun dan pembimbing untuk memberikan bantuan
kepada individu yang sangat membutuhkan pertolongan dalam mendidik dan
mengembangkan eksistensi dirinya serta dapat menyelesaikan atau mengatasi
berbagai ujian hidup secara mandiri. Proses aplikasi konseling dengan
pertolongan Allah secara langsung atau melalui utusan-Nya, yaitu Allah mengutus
malaikat-Nya, dimana ia hadir dalam jiwa konselor atas izin-Nya.[26]
Sesungguhnya
Allah SWT melimpahkan al-hikmah itu tidak hanya kepada para Nabi dan Rasul,
akan tetapi Dia telah limpahkan juga kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya,
sebagaimana firman Allah :
ÎA÷sã spyJò6Åsø9$# `tB âä!$t±o 4 `tBur |N÷sã spyJò6Åsø9$# ôs)sù uÎAré& #Zöyz #ZÏW2 3 $tBur ã2¤t HwÎ) (#qä9'ré& É=»t6ø9F{$# ÇËÏÒÈ
Artinya
: Allah akan memberikan Al-hikmah itu kepada siapa saja yang Dia kehendaki, dan
barang siapa yang diberi Al-hikmah itu maka sesungguhnya ia telah diberi
kebaikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil suatu pelajaran
kecuali orang-orang yang berakal tinggi (QS. Al-Baqarah : 269).[27]
Sebagai
konselor Islam yang profesional, memiliki kompetensi ilmu serta pengetahuan
agama adalah wajib. Apalagi menghadapi klien yang beragam latar belakang serta
strata sosial budaya, maka, hikmah merupakan pokok awal yang harus dimiliki
oleh seorang konselor dalam kegiatan bimbingan dan konseling. Karena dari
hikmah ini akan lahir kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam menerapkan
langkah-langkah bimbingan dan konseling baik secara teoretis maupun praktis.
b. Metode
Mauidhoh Hasanah
Secara
bahasa, Mauidhoh Hasanah terdiri dari dua kata. Mauidhoh
dan Hasanah. Kata mauidhoh berasal dari kata wa’adza - ya’idzu
- idzatan yang berarti; nasihat, bimbingan, pendidikan dan peringatan.
Sementara hasanah merupakan kebalikan dari sayyi’ah yang artinya
kebaikan lawannya kejelekan.
Maidhoh
hasanah
dapat diartikan sebagai ungkapan yang mengandung unsur bimbingan, pendidikan,
pengajaran, kisah-kisah berisi kabar gembira, peringatan, pesan-pesan positif
(wasiat) yang bisa dijadikan pedoman dalam kehidupan agar mendapatkan
keselamatan dunia dan akhirat.[28]
Hamdani
Bakran Adz-Dzaky memberikan pengertian bahwa mauidhoh hasanah merupakan teori
bimbingan atau konseling dengan cara mengambil pelajaran-pelajaran atau
i’tibar-i’tibar dari perjalanan kehidupan para Nabi, Rasul, dan para auliya’
Allah. Bagaimana Allah membimbing dan mengarahkan cara berfikir, cara
berperasaan, cara berperilaku, serta menanggulangi berbagai problem kehidupan.
Bagaimana cara mereka mengembangkan eksistensi diri dan citra diri; bagaimana
cara mereka melepaskan diri dari hal-hal yang dapat menghancurkan mental dan
moral.[29]
Dalam
mengamplikasikan teori ini, konselor bisa merujuk pada firman Allah SWT :
ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_öt ©!$# tPöquø9$#ur tÅzFy$# tx.sur ©!$# #ZÏVx. ÇËÊÈ
Artinya : Sudah
ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu, yaitu bagi siapa
saja yang mengharapkan Allah dan hari akhir dan dia telah banyak mengingat
Allah (Al-Ahzab, 33 : 21).[30]
Mengingat
bahwa Rasulullah merupakan sentral dari semua kebaikan maka tak heran jika
beliau dijadikan suri tauladan bagi seluruh umatnya. Menjadi seorang konselor
harus terlebih dahulu mempunyai akhlaq atau moral yang baik bercermin pada
akhlaq Rasulullah sehingga bisa menjadikan contoh kongkrit bagi klien dan
proses mauidhoh hasanah bisa mendapat respon yang diharapkan dan mempunyai efek
yang baik pula.
c. Metode
Mujadalah
Dari
segi etimologi (bahasa) lafadz mujadalah terambil dari kata “jadala”
yang bermakna memintal, melilit. Apabila ditambah alif pada huruf jim yang
mengikuti wazan fa’ala, “jaadala” dapat bermakna berdebat, dan “mujadalah”
perdebatan.
Dari
segi terminologi terdapat berbagai pengertian, diantaranya adalah :
Munir mengutip pendapat
Sayyid Muhammad Thantawi bahwa “Mujadalah merupakan suatu upaya yang bertujuan
untuk mengalahkan pendapat lawan dengan cara menyajikan argumentasi dan bukti
yang kuat”.[31]
Teori
mujadalah adalah teori konseling yang terjadi dimana seorang klien sedang dalam
kebimbangan. Teori ini biasa digunakan ketika seorang klien ingin mencari suatu
kebenaran yang dapat menyadarkan dirinya, yang selama ini ia memiliki problem
kesulitan mengambil suatu keputusan dari dua hal atau lebih, sedangkan ia
berasumsi bahwa keduanya itu baik dan benar untuk dirinya. Padahal dalam
pandangan konselor hal itu dapat membahayakan perkembangan jiwanya, akal
fikirannya, emosionalnya dan lingkungannya.[32]
Al-Qur’an
menjelaskan kondisi manusia yang mempunyai kecenderungan suka membantah firman
Allah :
ôs)s9ur $oYøù§|À Îû #x»yd Èb#uäöà)ø9$# Ĩ$¨Z=Ï9 `ÏB Èe@à2 9@sWtB 4 tb%x.ur ß`»|¡RM}$# usYò2r& &äóÓx« Zwyy` ÇÎÍÈ
Artinya : Dan sesungguhnya Kami telah
mengulang-ulangi bagi manusia dalam al-Qur’an ini bermacam-macam perumpamaan.
Dan manusia adalah makhluk yang paling membantah (QS. Al Kahfi : 54).[33]
Karena
kecenderungan suka membantah teori mujadalah bisa diaplikasikan supaya ada
kepuasan dari ketidaktahuan dan mendapat titik terang dari semua permasalahan
atau kebimbangan yang sedang dialami.
Metode dan teknik mana yang dipergunakan dalam
melaksanakan bimbingan atau konseling, tergantung pada :
1)
Masalah atau
problem yang sedang dihadapi
2)
Tujuan penanganan masalah
3)
Keadaan yang dibimbing atau
klien
4)
Kemampuan
pembimbing atau konselor mempergunakan metode atau teknik
5)
Sarana dan prasarana yang
tersedia
6)
Kondisi lingkungan sekitar
7)
Organisasi
dan administrasi layanan bimbingan dan konseling
8)
Biaya yang tersedia.[34]
B.
Kecemasan Siswa
Menghadapi Ujian Nasional
1.
Pengertian
Kecemasan
Kecemasan berasal dari bahasa Latin (anxius)
dan dari bahasa Jerman (anst) yaitu suatu kata yang digunakan untuk
menggambarkan efek negatif dan rangsangan fisiologi (Nietzal; dalam Bellack dan
Hersen, 1988). Muchlas (1976) mendefinisikan istilah kecemasan sebagai sesuatu
pengalaman subyektif mengenai ketegangan mental kesukaran dan tekanan yang
menyertai konflik atau ancaman.[35]
Kecemasan
adalah manifestasi dari berbagai proses emosi yang ber campur baur, yang
terjadi ketika orang sedang mengalami tekanan perasaan (frustasi) pertentangan
batin (konflik). Kecemasan itu mempunyai segi yang disadari seperti rasa takut,
terkejut, tidak berdaya, rasa berdosa atau bersalah, terancam dan sebagainya.
Juga ada segi-segi yang terjadi diluar kesadaran dan tidak bias menghindari
perasaan yang tidak menyenangkan itu.[36]
Kecemasan
atau anxiety
merupakan salah satu bentuk emosi individu yang berkenaan dengan adanya rasa
terancam oleh sesuatu, biasanya dengan objek ancaman yang tidak begitu jelas.
Kecemasan dengan intensitas yang wajar dapat dianggap memiliki nilai positif sebagai
motivasi, tetapi apabila intensitasnya sangat kuat dan bersifat negatif justru
malah akan menimbulkan kerugian dan dapat mengganggu terhadap keadaan fisik dan
psikis individu yang bersangkutan.[37]
Cemas
itu timbul akibat adanya respons terhadap kondisi stres atau konflik.
Rangsangan berupa konflik, baik yang datang dari luar maupun dalam diri
sendiri, itu akan menimbulkan respons dari sistem saraf yang mengatur pelepasan
hormon tertentu. Akibat pelepasan hormon tersebut, maka muncul perangsangan
pada organ-organ seperti lambung, jantung, pembuluh darah maupun alat-alat
gerak. Karena bentuk respons yang demikian, penderita biasanya
tidak menyadari hal itu sebagai hubungan sebab akibat. Apakah seseorang akan
mengalami kecemasan atau tidak dan berapa beratnya, sangat tergantung pada
berbagai faktor. Faktor itu ada yang bersumber pada keadaan biologis, kemampuan
beradaptasi atau mempertahankan diri terhadap lingkungan yang diperoleh dari
perkembangan dan pengalamannya, serta adaptasi terhadap rangsangan, situasi
atau stressor yang dihadapi. Setiap kecemasan selalu melibatkan komponen
kejiwaan maupun organ biologik walaupun pada tiap individu bentuknya tidak
sama. Kebanyakan gejala tersebut merupakan penampakan dari terangsangnya sistem
saraf otonom maupun viceral. Penderita ada yang mengeluh menjadi sering kencing
atau malah sulit kencing, mulas, mencret, kembung, perih di lambung, keringat
dingin, berdebar-debar, darah tinggi, sakit kepala dan sesak napas. Pada sistem
alat gerak dapat timbul kejang-kejang, nyeri oto, keluhan seperti rematik dan
lainnya. Pada kasus yang lebih berat dapat menimbulkan kepanikan. Pada
orang-orang sibuk, eksekutif yang selalu mendambakan vitalitas dan kebetulan
kena kecemasan tetapi dia menyadari adanya gejala berupa darah tinggi atau
berdebar-debar seperti mau serangan jantung, misalnya akan menimbulkan rasa
takut yang berlebihan sehingga dapat menjadi stressor baru yang lebih besar.
Dengan demikian, hilang timbulnya serangan kecemasan menjadi siklus yang
semakin lama semakin berat sehingga dapat menyebabkan penderita jatuh ke
kondisi yang sangat buruk. Biasanya pengalaman terhadap serangan tersebut
menjadi traumatik sehingga bila ada keadaan atau kejadian yang mirip dengan
trauma tersebut akan menimbulkan serangan ulang. Pada orang-orang yang
menderita kecemasan menyeluruh, penghayatan terhadap kecemasannya secara
subyektif lebih dirasakan dari pada keluhan-keluhan fisik seperti berdebar
debar dan lainnya. Hal buruk lainnya, terutama bagi pelajar atau orang aktif,
dengan adanya kecemasan adalah terganggunya proses pikir, konsentrasi yang
dengan sendirinya juga mengganggu proses belajar dan persepsi. Keadaan ini akan
menimbulkan hambatan dalam tugas dan kehidupan sehari-hari. Selain itu, orang
yang dalam keadaan takut dan cemas cenderung untuk selektif dalam berpikir dan
menjadi tidak tajam pengamatannya terhadap hal-hal lain, kecuali akan hal-hal
yang menghantui pikirannya dan kecemasannya. Akibatnya timbul sikap apriori dan
berprasangka. Pada gangguan panik umumnya, penderita datang ke psikiater atau
konselor biasanya sudah menunjukkan penampilan dan ekspresi cemas yang jelas.
Adapun gejala yang mencolok pada serangan pertama biasanya adalah gejala-gejala
fisik seperti berdebar-debar, sesak dan sebagainya, yang datang secara
mendadak, sehingga penderita menjadi takut dan cemas. Serangan selanjutnya akan
dimulai dengan serangan cemas yang datang mendadak tanpa penyebab yang jelas.
Dalam beberapa menit, perasaan cemas itu diikuti oleh keluhan berdebar-debar,
sesak napas, keringat dingin dan sebagainya, sehingga cemas dan ketakutan kian
menjadi-jadi. Bahkan seringkali disertai perasaan mau mati yang sangat
mengganggu dan menyakitkan. Walaupun serangan tersebut berlangsung tidak terlalu
lama, setidaknya kurang dari satu jam, tetapi dampak cemas dan takut bisa
berkepanjangan. Setiap kali mendapat serangan, penderita merasakannya sebagai
pengalaman traumatik. Dan di antara serangan panik seringkali penderita
mengalami gejala kecemasan yang bersifat antisipatorik. Keadaan ini berbeda
dari kecemasan pada cemas menyeluruh. Keadaan traumatik menyebabkan penderita
cenderung untuk mengaitkan serangan panik dengan situasi yang dianggap
berkaitan datangnya serangan, misalnya kalau berada di tempat ramai, terjebak
di jalan macet, bepergian sendiri dan sebagainya. Dengan demikian, bahwa
gangguan panik berlanjut disertai agorafobia. Sementara itu, pada gangguan
cemas menyeluruh biasanya mengalami gangguan yang berlangsung menahun. Keluhan
utama yang menonjol adalah kecemasan atau kekhawatiran yang berlebihan mengenai
berbagai hal yang sebenarnya tidak beralasan. Kecemasan tersebut tidak hanya
datang sesekali, tetapi hampir setiap waktu, lebih dari enam bulan. Penderita gangguan
cemas menyeluruh biasanya tidak dapat tenang, resah, gemetaran, cepat lelah,
otot terasa sakit atau tegang disertai gejala saraf otonom seperti keringat
dingin dan lainnya. Penderita jadi sangat peka sehingga seringkali mengeluh
mudah terkejut, merasa terpojok, cepat tersinggung, susah konsentrasi dan tidur
yang terganggu. Dengan mengenali gejala-gejala tersebut timbul, mungkin Anda
tidak akan terkecoh lagi dengan gangguan fisik akibat kecemasan yang tidak
rasional.[38]
2.
Jenis- jenis
Kecemasan
Dalam
Konseling dikenal tiga jenis kecemasan yang senantiasa ada dalam diri kita.
Ketiga kecemasan itu adalah kecemasa alamiah (natural anxiety),
kecemasan melumpuhkan (toxic anxiety)), dan kecemasan luhur (sacred
anxiety).
a.
Kecemasan Alamiah (natural
anxiety)
Kecemasan
alamiah (natural anxiety) merupakan kekuatiran yang spesifik, relaistik,
masuk akal, dan berperan membawa pertolongan. Ia berkaitan dengan ketidak
pastian alamiah di tengah kehidupan, ketidakpastian tentang bagaimana
sesuatu bakal terjadi. Ia juga merangkum konflik antara diri sendiri dengan
dunia kehidupan. Di sinilah diri kita menghasilkan respon terhadap bahaya atau
ancaman riil. Namun kecemasan alamiah tersebut merupakan hal yang wajar dan
bisa diterima akal budi.
b.
Kecemasan Melumpuhkan (toxic
anxiety)
Kecemasan
mmelumpuhkan (toxic anxiety) merupakan kekuatiran bersifat kabur,
non-realistik, tak masuk akal, repetitif namun tak efektif. Ia merangkum
konflik diri sendiri dengan diri sendiri. Ia bersumber dari afeksi bawah sadar
yaitu keinginan, pikiran dan memori yang disupresikan. Ia pula bisa bersumber
dari kecemasan alamiah dan luhur yang ditekan dan tidak diekspresikan. Kecemasan
ini dapat meracuni dan melumpuhkan diri kita sehingga ia di sebut kecemasan
toksik
c.
Kecemasan Luhur (sacred anxiety)
Kecemasan
luhur (sacred anxiety) merupakan keprihatinan-keprihatinan atau
kegelisahan-kegelisahan akhirat tentang kematian dan makna serta tujuan
kehidupan. Ia adalah hasil interaksi rasionalitas sadar, afeksi bawah
sadar dan rahmat Tuhan. Ia lahir dari ketidaktahuan eksistensial yang
direpresentasikan oleh pertanyaan seperti: apa makna dan tujuan kehidupan, apa
nasibku setelah kematian dan apakah ada Tuhan. Kecemasan ini merangkum konflik
diri sendiri terhadap kehidupan. Ia bersifat terus menerus tapi hanya sekali
waktu hadir dalam kehidupan.[39]
Freud (Calvin S. Hall, 1993) membagi kecenasan ke dalam
tiga tipe :
1.
Kecemasan
realistik yaitu rasa takut terhadap ancaman atau bahaya-bahaya nyata yang ada
di dunia luar atau lingkungannya.
2.
Kecemasan
neurotik adalah rasa takut jangan-jangan insting-insting (dorongan Id) akan lepas dari
kendali dan menyebabkan dia berbuat sesuatu yang bisa membuatnya dihukum.
Kecemasan neurotik bukanlah ketakutan terhadap insting-insting itu sendiri,
melainkan ketakutan terhadap hukuman yang akan menimpanya jika suatu insting
dilepaskan. Kecemasan neurotik berkembang berdasarkan pengalaman yang
diperolehnya pada masa kanak-kanak, terkait dengan hukuman dan ancaman dari
orang tua maupun orang lain yang mempunyai otoritas, jika dia melakukan
perbuatan impulsif.
3.
Kecemasan moral
yaitu rasa takut terhadap suara hati (super ego). Orang-orang yang memiliki
super ego yang baik cenderung merasa bersalah atau malu jika mereka berbuat
atau berfikir sesuatu yang bertentangan dengan moral. Sama halnya dengan
kecemasan neurotik, kecemasan moral juga berkembang berdasarkan pengalaman yang
diperolehnya pada masa kanak-kanak, terkait dengan hukuman dan ancaman dari
orang tua maupun orang lain yang mempunyai otoritas jika dia melakukan
perbuatan yang melanggar norma
Selanjutnya, dikemukakan pula bahwa kecemasan yang tidak
dapat ditanggulangi dengan tindakan-tindakan yang efektif disebut traumatik,
yang akan menjadikan seseorang merasa tak berdaya, dan serba kekanak-kanakan.
Apabila ego tidak
dapat menanggulangi kecemasan dengan cara-cara rasional, maka ia akan kembali
pada cara-cara yang tidak realistik yang dikenal istilah mekanisme pertahanan
diri (self defense
mechanism), seperti: represi, proyeksi, pembentukan reaksi, fiksasi
dan regresi. Semua bentuk mekanisme pertahanan diri tersebut memiliki
ciri-ciri umum yaitu:
a.
Mereka
menyangkal, memalsukan atau mendistorsikan kenyataan
Lazarus (1976) membedakan perasaan cemas menurut
penyebabnya menjadi dua yaitu :
a.
State anxiety adalah
reaksi emosi sementara yang timbul pada situasi tertentu yang dirasakan sebagai
ancaman, misalnya mengikuti ujian, keadaan ini ditentukan oleh perasaan tegang
yang subyektif
b.
Trait anxiety adalah
disposis untuk menjadi cemas didalam menghadapi berbagai macam situasi
(gambaran kepribadian) merupakan ciri atau sifat seseorang yang cukup stabil
yang mengarahkan seseorang atau menginterpretasikan suatu keadaan tersebut
menetap pada individu (bersifat bawaan), berhubungan dengan kepribadian yang
demikian.
Penelitian ini akan memfokuskan pada individu atas suatu
keadaan tertentu (State anxiety) yaitu menghadapi situasi yang tidak
pasti dan tidak menentu terhadap kemampuannya dalam menghadapi ujian, berupa
emosi yang kurang menyenangkan yang dialami oleh individu saat menghadapi ujian
dan bukan kecemasan sebagai sifat yang melekat pada kepribadiannya.[41]
Kecemasan dapat dialami siapapun dan di mana pun,
termasuk juga oleh para siswa di sekolah. Kecemasan yang dialami siswa di
sekolah bisa berbentuk kecemasan realistik, neurotik atau kecemasan moral.
Karena kecemasan merupakan proses psikis yang sifatnya tidak tampak ke
permukaan maka untuk menentukan apakah seseorang siswa mengalami kecemasan atau
tidak, diperlukan penelaahan yang seksama, dengan berusaha mengenali simptom
atau gejala-gejalanya, beserta faktor-faktor yang melatar belangi dan
mempengaruhinya. Kendati demikian, perlu dicatat bahwa gejala-gejala kecemasan
yang bisa diamati di permukaan hanyalah sebagian kecil saja dari masalah yang
sesungguhnya, ibarat gunung es di lautan yang apabila diselami lebih dalam
mungkin akan ditemukan persoalan-persoalan yang jauh lebih kompleks.[42]
Lewis (1997) mendefinisikan kecemasan menghadapi ujian
adalah pengalaman buruk yang kurang menyenangkan yang dialami oleh individu
baik disaat persiapan ujian, menjelang pelaksanaan ujian. Sarason (Davey, 1994)
menggambarkan bahwa kecemasan menghadapi ujian sebagai proses gangguan koknitif
(cognitive deficits) berawal dari adanya informasi ujian yang akan
diikuti, selama ujian berlangsung dan rasa cemas itu hilang disaat berakhirnya
ujian tersebut. individu yang menderita kecemasan menghadapi ujian, menyebabkan
ia bertahan dalam proses informasi sehingga tidak dapat menemukan cara
pemecahan masalah yang tepat.
Menurut Golanty (2001) kecemasan menghadapi ujian sebagai
perasaan khawatir, gelisah dan ketakutan yang nampak pula pada gejala fisik,
seperti sakit perut, susah istarah, gangguan tidur, nafsu makan berkurang dan
berpengaruh pada gangguan konsentrasi, sehingga banyak membuat kesalahan dalam
mengerjakan ujian, kecemasan menghadapi ujian adalah istilah untuk
menggambarkan suatu pengalaman subyektif mengenai kekhawatiran atau kegagalan
penilaian selama prose berlangsungnya ujian (Sprel Berger, Uagg dalam Elirot,
1999).
Kleinjn, et al (Briggs, 1990) mendefinisikan kecemasan
menghadapi ujian dalam tiga model :
a.
Kecemasan
berlangsung saat menghadapi ujian, akibatnya terjadi penurunan dalam belajar
sehingga siswa kurang siap dalam menghadapi ujian. Model ini dikenal dengan learning
deficit model.
b.
Kecemasan tumbuh selama berlangsung
ujian. siswa yang memiliki kecemasan menghadapi ujian menganggap bahwa ujian
sebagai stimulus yang tidak relevan atau tidak menyenangkan (task irrelevant
stimuly) dan berpengaruh negatif pada kinerja (Seroson, 1978). Reaksi dari
kecemasan saat berlangsungnya ujian, dapat dilihat pada reaksi fisik, dan
meningkatnya kesadaran atas aktifitas otonomi yang tinggi, seperti tegang,
tangan berkringat, perilaku mengganggu, tidak rasional dalam berfikir dan
menilai dirinya sebagai siswa yang bodoh. Model ini dikenal dengan interference
model.
c.
Siswa yang telah mempersiapkan ujian
secara baik namun selalu merasa kurang persiapan dalam belajar. Keadaan ini
sering menimbulkan rasa cemas yang tinggi dalam menghadapi ujian berikutnya.
Beberapa
pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kecemasan menghadapi ujian
merupakan pengalaman subyektif yang tidak menyenangkan mengenai kekhawatiran
atau ketegangan berupa perasaan cemas, tegang dan emosi yang dialami oleh siswa
dalam menghadapi ujian.
Defenbacher dan Hazaleus (dalam Ragister, 1991)
mengemukakan bahwa sumber penyebab kecemasan menghadapi ujian ada tiga,
meliputi :
a.
Kekhawatiran (worry)
merupakan pikiran negatif tenteng dirinya sendiri. Bruch (dalam Register, 1991)
menunjukkan bahwa tingginya kecemasan menghadapi ujian dipengaruhi oleh pikiran
negatif tentang dirinya sendiri.
b.
Emosionalitas (Imosionality)
sebagai reaksi diri terhadap rang sangan saraf
otonomi,seperti : jantung berdebar-debar, keringat dingin dan tegang.
c.
Gangguan dan hambatan dalam
menyelesaikan tugas (task generated interference) merupakan
kecenderungan yang dialami seseorang yang selalu tertekan karena pemikiran yang
rasional terhadap tugas.[43]
Spielberger, Liebert and Morris (Elliot, 1999), Jeslid
(Hunsley, 1985), Mandler dan sarason (Hookey, 1983), Gonzales, Tayler dan Anton
(Frietman, 1997) telah mengadakan percobaan konseptual untuk mengukur
kecemasan yang dialami individu dan
kecemasan tersebut didefinisikan sebagai konsep yang terdiri dari dua dimensi
utama yaitu kehawatiran dan emosionalitas. Dimensi emosi merujuk pada reaksi
fisiologis dan sistem saraf otonomik yang timbul akibat ujian atau merupakan
perasaan yang tidak menyenangkan dan reaksi-reaksi emosi terhadap hal-hal buruk
yang tidak menyenangkan dan reaksi-reaksi emosi terhadap hal-hal buruk yang
dirasakan yang mungkin terjadi terhadap hasil ujian seperti ketegangan
bertambah, badan gemetar saat ujian. khawatir merupakan aspek kognitif dari kecemasan yang dialami berupa pikiran
negatif tentang diri dan lingkungnya dan perasaan negatif terhadap kemungkinan
kegagalan dalam ujian serta konsekuensinya seperti tidak adanya harapan
mendapat nilai baik, kristis terhadap diri sendiri, menyerah terhadap diri
situasi yang ada, dan merasa hawatir berlebihan tentang kemungkinan gagal dalam
ujian.
Shah (2000) membagi kecemasan menghadapi ujian menjadai
tiga komponen, yaitu :
a.
Komponen fisik
: pusing, sakit perut, tangan berkringat, perut mual, mulut kering, nerves dan
lain-lain
b.
Emosional seperti panik dan
takut
c.
Mental atau kognitif, seperti
gangguan perhatian dan memori, kehawatiran, ketidak teraturan dalam berfikir
dan bingung.
Kecemasan yang dialami siswa, berupa fikiran buruk
tentang diri dan lingkunganya dan perasaan negatif terhadap kemungkinan
kegagalan dalam ujian serta konsekwensinya, seperti tidak ada harapan untuk
mendapat nilai buruk, kritik dari orang tua dan masyarakat disekitarnya.
Friedmen (1997) berpendapat bahwa ada tiga dimensi yang ada pada siswa yang
mengalami kecemasan menghadapi ujian, antara lain :
a.
Sosial Derogation (hinaan
sosial) merupakan kekhawatiran terhadap penilaian negatif dari orang lain,
celaan masyarakat, dan orang tua akibat siswa gagal dalam ujian
b.
Gangguan kognitif serti
gangguan konsentrasi, kelemahan dalam mengingat, kesulitan dalam memecahran
problem
c.
Ketegangan (ketidak
nyamanan fisik dan emosi).
Ada empat komponen yang ada pada kecemasan siswa
menghadapi ujian yaitu : kekhawatiran (worry), emosionalitas (imosionality)
gangguan dan hambatan dalam menyelesaikan tugas (task generated), serta
hinaan sosial (sosial derogation).[44]
3.
Faktor Yang
Mempengaruhi Kecemasan
Individu mengalami kecemasan menghadapi ujian
dipengaruhi oleh bebepara hal, diantaranya karena adanya pengalamana negatif
saat mengikuti ujian, seperti kekhawatiran akan adanya kegagalan. Mereka frustasi
dalam situasi ujian dan ketidak pastian melakukan ujian (Anastasia, 1989). Dinamika
kecemasan menghadapi ujian, ditinjau dari teori psikoanalisis dapat disebabkan
oleh adanya tekanan buruk tenteng ujian yang lalu, serta adanya gangguan
mental (Schmits, 2001). Ditinjau dari
teori kognitif kecemasan menghadapi ujian terjadi karena adanya evaluasi diri
yang negatif. Perasaan negatif tentang kemampuan yang dimilikinya, dan
orientasi dari yang negatif. Seperti merasa bodoh dan merasa tidak mempunyai
persiapan diri, menyebabkan sisiwa cemas menghadapi ujian (Wine dan Anderson,
1999). berdasarkan pandangan teori humanistik, maka kecemasan menghadapi ujian
merupakan kekhawatiran tentang masa depan yaitu khawatir akan ujian.
Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa kecemasan itu
dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya adalah kehawatiran akan kegagalan,
frustasi pada hasil ujian yang lalu, evaluasi diri yang negatif, perasaan diri
yang negatif tentang kemampuan yang dimiliki dan orientasi diri yang negatif.
Adler dan Rodman (1991) menyatakan terdapat dua faktor
yang menyebabkan adanya kecemasan yaitu, pengalaman yang negatif dimasa lalu
dan pikiran yang tidak rasional.
a.
Pengalaman negatif dimasa lalu
Pengalaman ini merupakan yang tidak menyenangkan
dimasa lalu mengenai suatu peristiwa yang dapat terulang kembali di masa
mendatang apabila individu tersebut menghadapi kejadian atau situasi yang sama
dan juga tidak menyenangkan, misalnya; pernah gagal dalam ujian atau pengalaman
dari kakak kelas yang gagal dalam ujian, hal tersebut merupakan pengalaman umum
yang menimbulakan kecemasan siswa dalam manghadapi ujian.[45]
b.
Pikiran yang tidak rasional
Para psikolog memperdebatkan bahwa saat terjadi
kecemasan bukan kejadian yang membuat merasa cemas, tetapi kepercayaan atau
keyakinan tentang kejadian itulah yang menjadi penyebab kecemasan. Ellis dalam
Adler dan Rodman, (1991) memberi daftar kepercayaan atau keyakinan kecemasan
sebagai contoh dari pikiran tidak rasional yang disebut buah pikir yang keliru,
yaitu kegagalan katastropik, kesempurnaan, persetujuan dan generalisasi yang
tidak tepat.
1.
Kegagalan katastropik, yaitu
adanya asumsi dari individu bahwa akan terjadi sesuatu yang buruk pada dirinya.
Individu mengalami kecemasan dan perasaan ketidak mampuan serta tidak
sanggupan mengatasi permasalahan-permasalahannya.
2.
Kesempurnaan,
yaitu indivu menginginkan kesempurnaan. Individu ini mengharapkan dirinya berprilaku
sempurna dan tidak ada cacat, ukuran kesempurnaan dijadikan target dan sumber
inspirasi bagi individu tersebut.
3.
Persetujuan,
yaitu adanya keyakinan yang salah didasarkan pada ide bahwa terdapat hal vitual
yang tidak hanya diinginkan tetapi juga untuk mencari persetujuan dari sesama
teman atau siswa.
4.
Generalisasi yang
tepat. Keadaan ini juga memberi istilah generalisasi yang berlebihan. Hal ini
terjadi pada orang yang mempunyai sedikit pengalaman.[46]
Lebih
lanjut, siswa mungkin juga mendapatkan tingkat kesulitan soal yang sangat
tinggi, sehingga memicu kecemasan mereka yang berakibat tidak hanya soal yang
sulit saja yang tidak dapat mereka jawab, tapi juga soal-soal yang mudah yang
sebenarnya sudah mereka kuasai. Instruksi ujian yang panjang atau sulit
dipahami oleh siswa juga berpotensi menimbulkan kecemasan ini. Kecemasan
terhadap ujian ini tidak hanya dirasakan oleh siswa pada saat ujian
berlangsung, bahkan telah dirasakan beberapa hari sebelum ujian tersebut. Wujud
dari rasa cemas ini bermacam-macam, seperti jantung berdebar lebih keras,
keringat dingin, tangan gemetar, tidak bisa berkonsentrasi, lupa semua hal yang
telah dipelajari atau tidak bisa tidur malam sebelum ujian.
Dengan
kondisi seperti ini, sudah dapat diduga siswa tidak menampilkan kemampuan
mereka yang sebenarnya pada saat ujian. Maka tidak mengherankan jika ada siswa
yang dikenal cukup pintar ternyata tidak lulus Ujian Nasional. Selain dari
ketiga hal di atas beberapa hal penting lainnya juga dicatat sebagai pemicu
kecemasan menghadapi ujian. Di antaranya adalah meningkatnya kecemasan
menghadapi ujian seiring dengan tingginya jenjang pendidikan. Artinya, siswa
SMA atau MA yang menghadapi ujian akan menghadapi tingkat kecemasan yang lebih
tinggi dari pada siswa SMP atau MTs. Selanjutnya, penelitian yang melibatkan
berbagai budaya (cross cultural research) membuktikan bahwa makin besar peran
sebuah ujian, makin besar pula tingkat kecemasan yang ditimbulkannya terhadap
peserta ujian.
Ujian
yang berperan menentukan lulus atau tidak lulusnya seseorang untuk jenjang
pendidikan tertentu berpotensi besar membuat cemas peserta yang mengikutinya.
Bayangan buruk seperti tanggapan dari lingkungan sosial, malu dan kehilangan
muka memperparah efek kecemasan menghadapi ujian tersebut. Melihat lebih dekat
kondisi ujian nasional, terutama Ujian Nasional tingkat SMA atau MA bukan tidak
mungkin semua faktor di atas berperan cukup besar. Terutama ketakutan akan
gagalnya menempuh ujian tersebut serta besarnya resiko yang akan diterima. Seperti
diungkapkan di atas, besarnya pengaruh kecemasan menghadapi ujian ini
menyebabkan sebagian besar ujian tidak memperlihatkan kemampuan siswa yang
sebenarnya.[47]
Secara umum faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya
kecemasan yang dialami siswa adalah faktor internal dan faktor eksternal,
faktor internal meliputi tingkat kurangnya motivasi siswa menghadapi ujian,
rasa pesimis, takut gagal, pengalaman negatif masa lalu dan fikiran yang tidak
rasional. Sedang faktor eksternal seperti kurangnya dukungan sosial.[48]
4.
Pengertian Ujian
Nasional
Ujian Nasional berasal dari kata-kata “Ujian dan
Nasional”. Ujian berarti hasil menguji, memeriksa, cobaan, sesuatu yang dipakai
untuk menguji mutu sesuatu (kepandaian, kemampuan, hasil belajar, dan
sebagainya).[49] Ujian juga
merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta
didik. Sebagai pengakuan prestasi belajar dan penyelesaian dari suatu satuan
pendidikan. Jadi Ujian Nasional adalah sesuatu yang dipakai untuk menguji
kemampuan anak didik yang meliputi suatu bangsa dalam konteks ini Indonesia.
Dari definisi di atas ujian merupakan salah satu
bentuk evaluasi yang secara bahasa berarti menilai, mengukur. Sedangkan
evaluasi menurut Ralph Tyler merupakan sebuah prose pengumpulan data untuk
menentukan sejauhmana dalam hal dan bagaimana tujuan pendidikan sudah tercapai,
dan jika belum tercapai apa penyebabnya.[50] Evaluasi
merupakan suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh lembaga pendidikan atau sekolah
melalui guru untuk mengukur keberhasilan guru dalam menyampaikan materi
pembelajaran pada penggalan waktu yang telah diprogramkan sehingga hasilnya
dapat menjadi bahan tindak lanjut guru dalam meneruskan mengulang atau
memberikan perbaikan baik secara klasikal maupun individual.[51]
Sedangkan dalam Permendiknas No. 9 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional pendidikan evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian,
penjaminan dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan
pada setiap jalur, jenjang dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggung
jawaban penyelenggaraan pendidikan.[52]
Berdasarkan hal tersebut dapat diambil kesimpulan
bahwa evaluasi merupakan hal yang tidak terpisahkan dari proses pendidikan.
Biasanya yang memegang penuh peran sebagai evaluator
di sekolah adalah seorang guru. Untuk mengetahui sejauhmana tujuan dapat
tercapai melalui proses pembelajaran adalah diukur dari out put pendidikan
(baca : prestasi siswa). Hanya saja pembelajaran bukanlah satu-satunya faktor
penentu dalam hal ini, melainkan ada unsur-unsur yang lain di antaranya ;
siswa sendiri, guru dan personel
lainnya, bahan pelajaran, metode mengajar dan sistem evaluasi, sarana penunjang
(media pembelajaran), dan sistem administrasi.
Menurut peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 1
tentang Ujian Nasional tahun pelajaran 2005/2006. Ujian Nasional adalah
kegiatan pengukuran dan penilaian kompetensi peserta didik secara nasional
untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah pada tahun 2004/2005, pemerintah
menyelenggarakan Ujian Nasional untuk mata pelajaran yang ditentukan yang
diikuti oleh peserta didik SMP/MTs/SMPLB/SMA/MA dan SMK. Adapun tujuan Ujian
Nasional adalah untuk mengukur dan menilai kompetensi ilmu pengetahuan dan
teknologi peserta didik pada mata pelajaran yang ditentukan dalam rangka
pencapaian standar nasional pendidikan.[53]
5. Fungsi
dan tujuan Ujian Nasional
a. Fungsi
Ujian Nasional
Berdasarkan
makna evaluasi (penilaian) yang ditinjau dari berbagai segi dalam sistem
pendidikan, maka fungsi evaluasi adalah : pertama, fungsi selektif artinya
penilaian dilakukan untuk menyeleksi (memilih) mana siswa yang berhal lulus
atau tinggal. Kedua, fungsi diagnosis artinya dengan evalausi tersebut guru
sekaligus mengetahui kelemahan siswanya dan mana yang perlu diperbaiki. Ketiga,
fungsi penempatan, biasanya ini digunakan sebagai pertumbangan bagi sekolah
yang memiliki kelompok untuk mensiasati perbedaan kemampuan (diffabel).
Dan terakhir fungsi pengukur keberhasilan, ini dilakukan untuk mengetahui
sejauhmana suatu program berhasil diterapkan.[54]
Berdasarkan
fungsi tersebut sangat jelas bahwa evaluasi memegang peran yang urgen
untuk meningkatkan mutu pendidikan. Bagaimanapun ketika akan ingin mengetahui
tingkat perkembangan pendidikan tidak hanya diukur satu aspek saja misal :
prestasi siswa, itu tidak cukup karena pendidikan merupakan sebuah proses yang
berkesinambungan dan ada saling keterkaitan antara satu komponen dengan
lainnya.
Ada
satu prinsip umum dan penting dalam kegiatan evaluasi yaitu adanya triangulasi
hubungan erat antara tiga komponen, yaitu antara tujuan pembelajaran, kegiatan
pembelajaran atau KBM dan evaluasi.[55] Artinya
kegiatan belajar mengajar yang dirancang dalam bentuk rencana mengajar disusun
oleh guru harus mengacu pada tujuan yang hendak dicapai. Begitu juga kalau
menyusun alat evaluasi harus mengacu pada tujuan dan kegiatan belajar mengajar.
Jadi antara ketiga komponen harus saling keterkaitan.
Berdasarkan
peraturan Menteri Pendidikan Nasional, fungsi Ujian Nasional adalah sebagai
berikut :
1. Sebagai
alat pengendali mutu pendidikan
2. Pendorong
peningkatan mutu pendidikan
3.
Pertimbangan
dalam menentukan tamat belajar dan predikat prestasi siswa
4.
Umpan balik
untuk perbaikan program pembelajaran di Madrasah Aliyah
5.
Bahan
pertanggung jawaban penyelenggaraan pendidikan kepada “stakeholder”
pendidikan
6.
Bahan
pertimbangan dalam seleksi penerimaan siswa baru pada jenjang pendidikan yang
lebih tinggi.
Dalam pasal empat peraturan menteri pendidikan No. 1
tentang Ujian Nasional tahun 2005/2006 disebutkan Ujian Nasional digunakan
sebagai dasar :
1)
Penentuan
kelulusan peserta didik dari suatu satuan pendidikan
2)
Pertimbangan
dalam penerimaan peserta didik baru pada jenjang pendidikan selanjutnya
3) Pertimbangan
dalam pemetaan mutu pendidikan secara nasional
4) Pertimbangan
dalam akreditasi satuan pendidikan.[56]
b. Tujuan
Ujian Nasional
Sudah
menjadi rahasia umum, adanya Ujian Nasional merupakan sebuah penyikapan akan
keterpurukan pendidikan di Indonesia. Ujian Nasional merupakan kebijakan
pemerintah dalam bidang pendidikan untuk menentukan standar mutu pendidikan.
Kebijakan ini dilakukan dalam rangka menjadi standarisasi mutu pendidikan
secara nasional dan menjaga peradaban bangsa yang dikelola melalui pendidikan.
Kebijakan ini berkaitan dengan berbagai aspek dinamis, seperti budaya,
kondisisosial ekonomi bahkan politik dan keamanan sehingga akan selalu rentah
terhadap perbedaan dan kontroversi sejalan dengan perkembangan masyarakat.
Kebijakan
tersebut menurut Mulyasa merupakan keputusan politik atau politik pendidikan
yang menyangkut kepentingan berbagai pihak bahkan dalam batas-batas tertentu
dapat dipolitisir untuk kepentingan kekuasaan.[57] Di mana
beberapa mata pelajaran yang diujikan tersebut nampaknya belum dapat memberikan
arti sebuah penilaian yang komperhensif dan holistif yang mencakup ketiga ranah
(kognitif, afektif, psikomotorik), serta kecakapan motorik, sosial emosional,
moral atau budi pekerti dan aspek spiritual.
Tujuan-tujuan
Ujian Nasional adalah untuk penentuan kelulusan peserta didik dari satuan
pendidikan, seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya. Pemetaan mutu satuan
dan program pendidikan, akreditasi satuan pendidikan dalam upaya peningkatan
mutu pendidikan. Dari sini tercermin bahwa Ujian Nasional memegang peranan yang
cukup signifikan dalam menentukan langkah selanjutnya untuk kemajuan
pendidikan. Hanya saja dengan Ujian Nasional, evaluasi hanya dilakukan pada
satu aspek yaitu prestasi siswa. Sayangnya pemaknaan prestasi secara umum
dipahami sebagai capaian angka-angka yang tertera pada rapor atau selembar
kertas (baca : ijazah).[58]
C.
Pengaru
Bimbingan dan Konseling Islam Dalam Mengatasi Kecemasan Siswa
Sebelum membahas peran bimbingan dan konseling Islam ada
baiknya kita ketahui dulu kedudukan bimbingan dan konseling Islam, karena
perannya tidak lepas dari kedudukan.
1.
Kedudukan
Bimbingan dan Konseling Islam
Bimbingan dan konseling Islam menempati bidang
pelayanan pribadi dalam keseluruhan proses dan kegiatan pendidikan. Dalam
hubungan ini bimbingan dan konseling Islam diberikan kepada siswa dalam rangka
upaya agar siswa dapat menemukan pribadi, mengenal lingkungan dan merencanakan
masa depan.
Bimbingan dalam rangka menemukan pribadi dimaksud agar
peserta didik mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya sendiri serta menerimanya
secara positif dan dinamis sebagai modal pengembangan diri lebih lanjut.
Bimbingan dalam rangka mengenal lingkungan dimaksud agar peserta didik mengenal
lingkungannya secara obyektif baik lingkungan sosial maupun ekonomi. Sedang
bimbingan dalam rangka merencanakan masa depan dimaksud agar peserta didik
mampu mempertimbangkan dan mengambil keputusan tenteng masa depan dirinya, baik
menyangkut bidang pendidikan, bidang karir maupun bidang budaya, keluarga dan
masyarakat. Melalui perencanaan masa depan ini individu diharapkan mampu
mewujudkan dirinya sendiri dengan bakat, minat, intelegensi, dan kemungkinan-kemungkinan
yang dimilikinya.[59]
Peran bimbingan dan konseling bagi siswa terutama
remaja yang masih labil atau belum dewasa dalam berfikir sangat penting sekali
karena remaja atau siswa adalah manusia yang belum sempurna dalam
perkembangannya untuk mencapai kedewasaan, agar remaja atau siswa berkembang
menjadi manusia yang mandiri yang berguna bagi dirinya sendiri, nusa dan
bangsa.
Untuk dapat melaksanakan kegiatan pembinaan pribadi
peserta didik dengan baik diperlukan petugas-petugas khusus yang mempunyai
keahlian dalam bidang bimbingan dan konseling. Dikatakan demikian karena
beberapa alasan sebagai berikut :
a.
Ada beberapa masalah dalam
pengajaran yang tidak mungkin diselesaikan hanya oleh staf pengajar saja,
karena pada umumnya pengajar lebih banyak menggunakan waktunya untuk
melaksanakan tugas-tugas dan tanggung jawabnya dalam kegiatan pengajaran.
Masalah tersebut misalnya, pengumpulan data tentang peserta didik. Penyelesaian
masalah pribadi atau sosial dan lain sebagainya.
b.
Pekerjaan menyelesaikan masalah
pribadi dan sosial kadang-kadang memerlukan keahlian tersendiri. Penanganan
masalah ini akan sangat sulit dilaksanakan oleh staf pengajar yang telah
dibebani tugas dalam bidang instruksional.
c.
Dalam situasi tertentu
kadang-kadang terjadi konflik antara peserta didik dengan guru, sehingga dalam
situasi tersebut sangat sulit bagi guru untuk menyelesaikannya sendiri. Untuk
itu perlu adanya pihak ketiga yang dapat membantu penyelesaian konflik
tersebut.
d.
Dalam situasi tertentu juga
dirasakan perlunya suatu wadah atau lembaga untuk menampung dan menyelesaikan
masalah-masalah peserta didik yang tidak dapat tertampung dan terselesaikan
oleh para pendidik.[60]
Dari uraian tersebut jelaslah bahwa dalam keseluruhan
proses layanan atau bimbingan kepada siswa, program bimbingan dan konseling Islam
merupakan keharusan yang tidak dapat dipisahkan dari program bimbingan pada
umumnya. Apalagi dalam situasi sekarang ini, dimana fungsi sekolah tidak hanya
membekali para siswanya dengan setumpuk ilmu pengetahuan dan keterampilan saja,
tetapi juga mempersiapkan para siswa untuk memenuhi tuntutan dan perubahan
serta kemajuan yang terjadi baik pendidikan maupun lingkungan masyarakat.
Dari pembahasan di atas, dapatlah ditemukan kedudukan
pelayanan bimbingan dan konseling Islam dalam keseluruhan program layanan di MA
Ki Aji Tunggal Karangaji Kedung Jepara, yaitu sebagai bagian integral dari
keseluruhan sistim pendidikan bimbingan konseling Islam di MA Ki Aji Tunggal
Karangaji Kedung Jepara juga sebagai salah satu upaya agar siswa dapat memecahkan
masalah, menemukan pribadi, mengenal lingkungan dan merencanakan masa depan.
2.
Pengaruh
Bimbingan dan Konseling Islam Dalam Mengatasi Kecemasan Siswa Menghadapi Ujian
Nasional
Kecemasan
menghadapi ujian walaupun dianggap sesuatu yang wajar dan tidak seluruhnya
merugikan bahkan dalam tingkat ringan dibutuhkan siswa terutama yang berkaitan
denagn motivasi belajar, akan teapi pada kenyataannya kecemasan menghadapi
ujian dapat berakibat buruk terhadap hasil prestasi belajar siswa, bahkan kecemasan tersebut bila terlalu
berlebihan akan mempengaruhi kehidupan akademik siswa dan berakibat rendahnya
motivasi siswa, kemampuan koping strategi yang buruk dan efaluasi diri yang
negatif serta kesulian berkonsentrasi (lewis,1997)[61]
Maka
dari itu bagaimana kontribusu bimbingan konseling Islam dalam mengatasi kecemasan
siswa menghadapi ujian agar siswa mempunyai
tanggung jawab dan disiplin dalam pola belajar serta untuk memotivasi
siswa agar bisa berprestasi lebih tinggi. Lebih relevan lagi, jika bimbimgan
dan konseling Islam diberlakukan di madrasah-madrasah konsep yang sama, maka
produk yang diproduksi pun akan lebih berkualitas.
Dengan
demikian dapat diketahui bahwasanya bimbingan dan konseling Islam yang sarat
yang nilai-nilai religius serta mempunyai teory seperti al-Hikmah, mauidhoh
khasanah dan mujadalah bisa memberikan stimultan bagi siswa . Selain itu teory
umum dalam bimbingan konseling juga diaplikasi dengan frame Islam dalam
bimbingan dan konseling Islam. Sehingga ada nilai tambah
bahwa bimbingan dan konseling Islam tidak bersifat ekstrim dan fanatisme.
Dalam pelaksanaannya, bimbingan dan konseling Islam
dalam dunia pendidikan terutama madrasah memberikan layanan yang bersifat persuasive,
comfort, relax, dan memberikan motivasi yang diperlukan guna membangun jiwa
peserta didik kearah yang lebih baik dan meningkatkan dari yang lebih baik
menjadi lebih baik lagi. Target dari bimbingan dan konseling Islam adalah
manusia bebas dari problem, sehingga bisa menjalani aktivitas keseharian dengan
enjoy dan relax. Hal ini tentu saja didasari dari faktor pribadi
yang bisa menyesuaikan diri dengan lingkungannya serta bisa berinteraksi sosial
dengan baik.[62]
Pengaruh bimbingan konseling Islam dalam mengatasi
kecemasan siswa menghadapi Ujian Nasional tidak terlepas dari peran yang
dijalankan yakni sesuai dengan urgen dan kedudukannya, maka bimbingan konseling
berperan sebagai penunjang kegiatan pendidikan lainnya dalam mencapai tujuan
pendidikan. Peran ini dimanifestasikan dalam bentuk membantu para siswa untuk
mengembangkan kompetensi religius, kompetensi kemanusiaan, kompetensi sosial
serta membantu kelancaran para siswa dalam mengemban kompetensi akademik dan
profesional sesuai dengan bidang yang ditekuninya melalui pelayanan bimbingan
konseling Islam di sekolah.
Secara operasional peran yang dijalankan oleh
pelayanan bimbingan konseling Islam dalam mengatasi kecemasan siswa menghadapi
Ujian Nasional yaitu dengan memperbaiki dan merubah sikap, persepsi, cara
berpikir, menyakini serta pandangan siswa yang irasional dan tidak logis menjadi
rasional dan logis dengan layanan serta metode bimbingan konseling Islam yang
ada di sekolah agar siswa dapat mengembangkan diri, meningkatkan self
actualizationnya seoptimal mungkin melalui prilaku kognitif dan afektif
yang positif serta menghilangkan gangguan emosional yang merusak diri sendiri
seperti rasa takut, cemas, was-was dan lain sebagainya sebagi petugas bimbingan
konseling sekolah dari cara berpikir dan sistem keyakinan yang keliru dengan
jalan melatih dan mengajari siswa untuk menghadapi kenyataan hidup secara
rasional dan membangkitkan kepercayaan, motivasi dan kemampuan diri sendiri.
Selain itu layanana bimbingan konseling Islam juga
menekankan pada nilai-nilai agama dengan tujuan kecemasan siswa menghadapi
ujian yang dialami siswa akan dapat diatasi dengan adanya religuitas yang ada
pada siswa, karena dengan religuitas siswa merasa tidak sendiri dalam
menghadapi kecemasan dalam menghadapi ujian melainkan ada Allah SWT yang akan
menolong, sehingga hal tersebut akan menjadikan hati merasa tenang dan dapat
menghadapi Ujian Nasional dengan baik. Peran agama bagi siswa yang cemas dalam
mengahadapi Ujian Nasional dengan melaksanakan ajaran agama secara baik serta
dianjurkan untuk melaksanakan sholat malam.
Hal ini akan
menjadikan siswa memiliki ketenangan batin serta keyakinan akan pertolongan
Allah SWT, menumbuhkan harapan dan memberikan motivasi untuk dapat mengatasi
rasa cemas dalam menghadapi Ujian Nasional, sehingga siswa dapat menghadapi Ujian
Nasional dengan baik. Sehingga peran bimbingan konseling Islang di MA Ki Aji
Tunggal Karangaji Kedung Jepara dapat teraplikasikan dalam proses belaja
mengajar sesuai dengan fungsi dan tujuannya.
[4] Priyatno dan
Erman Anti, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, Rineka Cipta, Jakarta,
1999, hlm. 99
[5] Dewa Ketut
Sukardi, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah,
Rineka Cipta, Jakarta, 2000, hlm. 20
[10] Thoha Musnamar, Dasar-Dasar
Konseptual Bimbingan dan Konseling Islami, UII Press, Yogyakarta, 1992,
hlm. 9
[13] Hamdani Bakran
Adz-Dzaky, Konseling dan Psikoterapi Islam, Fajar Pustaka Baru,
Yogyakarta, 200, hlm. 189-190
[14] Prayitno dan Erman Amti,
Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, Rineka Cipta, Jakarta, 2004, hlm.
135
[15] Dadang Hawari, Dimensi
Religi dalam Praktek Psikiatri dan Psikologi, Balai Pustaka, Jakarta, 2002,
hlm. 3
[22] Hamdani Bakran
Adz-Dzaky, Psikoterapi dan Konseling Islam (Penerapan Metode
Sufistik), Fajar Pustaka Baru, Yogyakarta, 2001, hlm. 167-168
[26] Hamdani Bakran
Adz-Dzaky, Konseling dan Psikoterapi Islam, Fajar Pustaka Baru,
Yogyakarta, 2002, hlm. 198
[27] Yayasan Penyelenggara
Penerjemah Penafsir Al Qur'an, Depag RI, Al Qur'an dan Terjemahannya,
Grafindo Persada, Semarang, 1994, hlm. 45
[35] M. Nur Ghufron, Konseling Religi
dalam judul, ”Peran Religiusitas Dalam Menurunkan Kecemasan Menghadapi Tes”
Jurusan Dakwa STAIN Kudus, 2005, hlm 34
[41] M. Nur Ghufron, Konseling Religi
dalam judul, ”Peran Religiusitas Dalam Menurunkan Kecemasan Menghadapi Tes”
Op.Cit, hlm 35-36
[43] M. Nur Ghufron, Konseling Religi
dalam judul, ”Peran Religiusitas Dalam Menurunkan Kecemasan Menghadapi Tes”
Op.Cit, hlm 36
[49] Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud, Balai Pustaka, Jakarta, 1996,
hlm. 684.
[50] Peraturan Menteri No. 45 Tahun 2006
Tentang Ujian Nasional (Http://urip.files.Word
pess.com/2006/12/permen-45 – Ujian Nasional.pdf)
[52] Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005, Tentang Standar Nasional
Pendidikan, Departemen Pendidikan Nasional Pendidikan Republik Indonesia,
Jakarta, 2005, hlm. 4.
[53] Peraturan Menteri, Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor 1, Tahun 2005 tentang Ujian Nasional
tahun 2004/2005, hlm. 3.
[57] HM. Kaojin, UN : Antara
Ketegangan dan Standarisasi Mutu, Indang, No. 8/th. XXXii/Maret/2007, hlm.
23.
[61] M. Nur Ghufron,
Konseling Religi dalam judul, ”Peran Religiusitas Dalam Menurunkan Kecemasan
Menghadapi Tes” Op.Cit, hlm. 33
[62] Dewa Ketut Sukardi, Pengantar
Pelaksanaan program Bimbingan dan Konseling di Sekolah, PT Rineka Cipta,
Jakarta, 2002, hlm. 26
0 Response to "BIMBINGAN KONSELING ISLAM DAN KECEMASAN SISWA"
Post a Comment