TINJUAN UMUM TENTANG DOA’ UNTUK ORANG MENINGGAL

TINJUAN UMUM TENTANG DOA’ UNTUK ORANG MENINGGAL 

A.    Pengertian Doa’
Doa’ secara bahasa adalah permohonan (harapan) kepada tuhan.[1] Sedangkan secara kaidah ushul fikih doa adalah permohonan hamba terhadap tuannya.
Doa adalah permohonan dari seseorang kepada Allah SWT atas sesuatu hal. Dalam Al- Quran Allah SWT telah berfirman yang artinya :
وقال ربكم ادعوني استجب لكم (المؤمن : 60)
Artinya : Dan Tuhanmu berfirman berdo’alah kepadaKu niscaya akan kuperkenankan bagimu”
B.  Permohonan Ampunan (Maghfiroh) Orang Yang Masih Hidup Terhadap Orang Yang Sudah Meninggal.
Dalam permasalahan ini para ulama’ telah sepakat bahwa doa’ terhadap orang yang sudah meninggal dunia agar mendapat ampunan dari Allah SWT dari orang-orang yang masih hidup baik itu dari anak, keluarga atau dari kaum muslimin secara umum akan sampai kepadanya hal ini berdasarkan fiman Allah SWT dalam surat Al  Hasyr ayat :10
والذين جاءوا من بعد هم يقولون ربنا اغفرلنا ولاخواننا الذين سبقونا بالايمان  (الحشر: 10)

Artinya:
Dan orang-orang yang datang sesudah mereka berdoa: ya tuhan kami ampunilah kami dan saudara-saudara kami seiman yang telah mendahului kami”.[2]
C. Membaca Al Quran dan Menghadiahkan  Pahala Kepada Orang yang Telah Meninggal Dunia
Dalam masalah membaca al Quran dan menghadiahkan pahalanya untuk orang yang telah meninggal dunia, para ulama’ berbeda pendapat mengenai sampai dan tidaknya pahala tersebut terhadap orang yang telah meninggal. Apabila yang membacakannya bukan dari anaknya atau kerabatnya.[3] Diantaranya adalah:
1.  Menurut imam Syafi’i membaca Al Quran yang pahalanya dihadiahkan kepada orang yang telah meninggal pahala tersebut tidak sampai kepadanya. Karena perbuatan tersebut tidak dilakukan dan diusahakan mereka sendiri.[4] Berdasarkan firman Allah SWT surat an Najm ayat 39.
وان ليس للانسان الاما سعى ( النجم:39 )
Artinya:
“Dan seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya”. [5]

Biarpun demikian sebagian pengikut beliau justru berpendapat bahwa pahala membaca Al- Qur’an pahalanya sampai pada orang yang telah meninggal. Hal ini berdasarkan keterangan dari Imam Nawawi  dalam kitab Adzkarnya yang berbunyi
واختلف العلماء فى وصول ثواب قرأة القران فالمشهور من مذاهب الشا فعي وجماعة انه لايصل وذهب احمد بن حنبل وجماعة من العلماء وجماعة من اصحا ب الشا فعي الى انه يصل [6]
Artinya:
"Dan para ulama’ berbeda pendapat mengenai sampai dan tidaknya membaca Al-Qur’an ( kepada mayit), menurut pendapat Madhab Syafi’i dan para pengikutnya bahwa pahala tersebut tidak akan sampai kepadanya. Berbeda dengan pendapat Imam  Ahmad bin Hambal dan pengikutnya serta sebagian ulama’ pengikut  Syafi’I bahwa bacaan tersebut akan sampai kepada orang yang telah meninggal”.

2.      Menurut Ibnu taimiyyah dalam masalah ini beliau berpendapat “sesungguhnya berbagai ibadah badaniyah seperti shalat, puasa dan membaca Al-Qur’an akan bermanfaat bagi orang yang telah meninggal sebagaimana bermanfaatnya ibadah yang berbentuk harta seperti shodaqoh dan lain sebagainya, dan hal tersebut selalu menjadi ketetapan seluruh ulama’ sebagaimana orang yang telah  meninggal juga akan merasakan manfaat doa’ dan permohonan ampun.[7]
3.      Menurut Ibnu Qoyim dalam kitabnya Ar –Ruh, 
افضل ما يهدي الى الميت الصد قة والا ستغفار والدعاء له والحج عنه واماقرأة القران وا هدؤها اليه تطوعا من غير اجر فهذا يصل اليه ثواب الصوم والحج واللاولى عند الفعل انها للميت ولا يشتر ط التلفظ بذالك
Artinya :
“Hadiah yang paling utama umtuk mayit adalah  shodakoh, ishtighfar, doa’ dan haji. Adapun mambaca Al-Qur’an dan menghadiahkan kepadanya  secara sunah tanpa mengharap imbalan maka pahalanya juga sampai seperti halnya pahala puasa dan haji. Yang lebih utama ketika melakukan ibadah adakah dihadiahkan kepada mayit dan hal itu tidak disyaratkan dengan mengucapkannya”.[8]
Dianjurkan bagi orang yang telah selesai membaca Al-Qur’an dan ingin menghadiahkannya kepada orang yang telah meninggal dunia yaitu:

اللهم اوصل ثواب ما قرأ ته الى فلان

Artinya:
“Ya Allah! Sampikanlah pahala apa yang telah saya baca pada si fulan”.    
Biarpun sebagian ulama menyatakan bahwa bacaan al   qur`an sampai kepada orang yang telah meninggal. Namun meraka sepakat bahwasanya pahala membaca Al-Qur’an tidak akan sampai kepada orang yang telah meninggal, apabila orang yang membacanya disewa.
Pemberi keterangan (pensyarah) kitab al-Thahawiyah berkata” Adapun perbuatan orang-orang yang menyewa beberapa orang untuk membaca Al-Quran dan menghadiahkanya kepada jenayah, tidak pernah dilakukan oleh satupun generasi terdahulu kita. Bahkan tidak ada satu pun ulama’ yang memperintahkan hal tersebut. oleh Karena itu secara sepakat para ulama’ berpendapat bahwa menyewa orang untuk membaca Al-Qur’an hukumnya tidak boleh“ [9]
D.   Bershodaqoh yang Pahalanya  Dihadiahkan Kepada Orang yang Telah Meninggal Dunia
Seluruh ulama’ sepakat bahwa pahala shodaqah tersebut bisa sampai kepada mayit hal ini berdasarkan hadits Nabi SAW
عن سيدتنا عائشة رضي الله عنها ان رجلا اتىالنبىصلى الله عليه وسلم فقال يارسول الله  ان امى افتلتت نفسها ولم توص واظنها لو تكلمت تصدقت افلها اجر ان تصد قت عنها؟قال نعم (رواه البخاري ومسلم ونسائى)
Artinya :
“Dari sayidatina Aisyah r.a., bahwa ada seorang datang mennemuhi Nabi SAW, lalu bertanya “bahwa sanya ibu saya meninggal secara mendadak dan belum sempat berwasiat. Saya kira jika beliau dapat berbicara sebelumnya tentu beliau akan (berwasiat untuk) bershodaqoh. Apakah beliau akan mendapat pahala jika saya bershodaqoh untuknya?” jawab Nabi SAW “ya!”(HR.Bukhori Muslim dan Nasai’I)10

Hadits yang menerangkan sampainya pahala shodaqah yang lain adalah:
عن ابن عباس رضى الله عنه قال توفيت ام سعد ابن عباده وهو غائب عنها اينفعها شيئ ان تصدقت به عنها ؟ قال نعم قال فائنى اشهدك ان حا ئطى المحراف صدقةعنها (رواه النسائى)

Artinya:

Dari ibnu Abbas r.a., beliau berkata : ibunya Saad ibnu Ubadah meninggal, sedangkan ia sedang tidak ada (dirumah), lalu ia bertanya pada Rasulullah SAW “Apakah ada manfaatnya jika saya bershodaqoh untuk beliau?” Rasul menjawab.”Ya”  lalu ia berkata “ Saya minta kesaksian dari engkau bahwa kebun saya aku shodaqohkan untuk beliau.” (HR Nasai’i)[10]


E.  Tahlil
Pengertian Tahlil
Tahlil berasal dari kata هلل يهلل تهليلا yang menurut bahasa berarti bacaan kalimat thoyyibah لا اله الا الله (Tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah) sedang menurut istilah yang berlaku dan dipahami di kalangan masyarakat tahlil berarti rangkaian dzikir  dan bacaan-bacaan tertentu yang mempunyai fadhilah (keutamaan) dan pahalanya ditujukan kepada orang yang telah meninggal dunia.
Maka apabila ada orang yang menyebut kata tahlil atau tahlilan maka masyarakat bisa langsung mengerti bahwa yang dimaksud dengan dzikir bersama-sama dengan membaca bacaan di bawah ini :
الى حضرة النبي المصطفى محمد صلى الله عليه وسلم وعلى اله وصحبه وذريته والى ارواح جميع المسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات وخصوصا الى روح ... لهم الفاتحة.
الفاتحة : 1 ×
قل هو الله احد 3 ×
قل اعوذ برب الفلق  1 ×
قل اعوذ برب الناس ‍×
لااله الا الله  والله اكبر. الفاتحة  1 ×
البقرة اية 1-5
اية كرسي
البقرة اية 284 – 286
Dan kemudian dilanjutkan dengan membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW yang bunyinya :
اللهم صل افضل الصلاة على اسعد مخلوقاتك نور الهدى سيدنا محمد وعلى اله وصحبه وسلم عدد معلوماتك ومداد كلماتك كلما ذكرك الذاكرون وغفل عن ذكرك الغافلون.
اللهم صل افضل الصلاة على اسعد مخلوقاتك شمش الضحى سيدنا محمد وعلى اله وصحبه وسلم عدد معلوماتك ومداد كلماتك كلما ذكرك الذاكرون وغفل عن ذكرك الغافلون.
اللهم صل افضل الصلاة على اسعد مخلوقاتك بدر الدجى سيدنا محمد وعلى اله وصحبه وسلم عدد معلوماتك ومداد كلماتك كلما ذكرك الذاكرون وغفل عن ذكرك الغافلون.
وسلم ورضي الله تعالى عن سادتنا اصحاب رسول الله اجمعين.
وحسبنا الله ونعم الوكيل نعم المولى ونعم النصير. ولا حول ولاقوة الا با الله العلي العظيم.
(استغفر الله العظيم 3×)
افضل الذكر فاعلم انه : لااله الا الله 100 ×
اللهم صل على محمد, اللهم صل عليه وسلم 7 ×
سبحان الله وبحمده سبحان الله العظيم 7 ×

Do’a Tahlil

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين. حمدا يوافى نعمه ويكافئ مزيده. اللهم صل على سيدنا محمد. اللهم اجعل واوصل ثواب ما قرأناه من القران العظيم. وماهللنا وما سبحنا ومااستغفرنا وما صلينا على سيدنا محمد صلى الله عليه وسلم. هدية واصلة ورحمة نازلة وبركة شا ملة الى حضرة حبيبنا وشفعينا وقرة اعيننا سيدنا محمد صلى الله عليه وسلم. ثم الى حضرة اخوانه من الانبياء والمرسلين والاولياء والشهداء والصالحين والصحابة والتابعين والعلماء العاملين وخصوصا الى سيدنا شيخ عبد القادر الجيلاني. ثم الى جميع اهل القبور من المسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات الاحياء منهم والاموات خصوصا الى روح ...
اللهم الغفرلهم وارحمهم وعافه واعف عنهم واجعل الجنة مثواهم.
اللهم اغفرلنا ولوالدينا وارحمهما كما ربيانا صغارا.
ربنا اتنا فى الدنيا حسنة وفى الاخرة حسنة وقنا عذاب النار.
والحمد لله رب العالمين.
الفاتحة.

F.   Pelapisan Sosial Masyarakat Islam Di Jawa
Di dalam sistem religi, masyarakat Islam Jawa dikenal dua sistem pelapisan sosial yaitu santri dan abangan.
1.             Masyarakat santri ialah mereka  yang menyatakan dirinya Islam dan betul-betul melakukan perintah dan menghindari larangan-larangan Islam.
2.             Masyarakat abangan ialah mereka  yang menyatakan dirinya sebagai Islam tetapi tidak  melakukan syari’at Islam sepenuhnya.11
Di dalam analisis sosialnya, Cliffordt Geertz seorang antropolog dari bangsa Amerika yang sangat terkenal juga menggunakan dua istilah tersebut secara luas dalam bukunya “The Religion  of Java”. Golongan abangan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1.      Kepercayaan religius para abangan merupakan campuran khas  penyembahan unsur-unsur alamiah secara animis (kepercayaan terhadap roh yang memiliki kekuatan ghaib) yang berakar dalam agama-agama Hindhuisme yang semuanya telah ditumpangi oleh ajaran Islam. Masyarakat abangan menyebut roh-roh yang disembah dengan Hyang (Tuhan) dengan ritual sembahyang (menyembah Tuhan). Roh-roh pelindung desa (dayang desa) dengan ritual dongo (do’a) dan roh-roh jahat yang lain dengan jimat atau sajen.
2.      Ibadah orang abangan meliputi upacara perjalanan, penyembah roh halus, upacara cocok tanam dan tata cara pengobatan yang semuanya berdasar kepercayaan kepada roh baik atau roh jahat. Upacara pokok dalam agama Jawa tradisional adalah slametan (selamatan, kenduri). Ini merupakan acara agama yang paling umum di antara abangan dan melambangkan persatuan mistik dan sosial dari orang-orang yang ikut serta dalam selamatan itu. Adapun selamatan diadakan pada hampir setiap kesempatan yang mempunyai arti upacara bagi orang Jawa seperti kehamilan, kelahiran, khitanan, perkawinan, kematian, hari raya Islam seperti Idul Fitri, Maulud, dan lain-lain. Sedangkan tujuan utama diadakannya selamatan adalah mencari keadaan selamat dalam arti tidak  terganggu oleh kesulitan alamiah atau ganjalan ghaib.12
3.      Memiliki kebiasaan menyembah arwah-arwah orang mati, terutama arwah para leluhur, pendiri desa ini memainkan peranan penting secara religius di antara kaum abangan dan tak kalah pentingnya adalah pengormatan kepada kuburan-kuburan suci yang di sebut keramat (makam para wali) serta upacara umum untuk orang yang sudah meninggal yang biasanya berlangsung pada bulan Delapan tahun Hijriyah. Yang oleh orang Jawa di sebut Ruwah.
4.      Percaya kepada kemampuan dukun yaitu orang yang mengendalikan roh-roh dan menjadikannya alat-alat bagi keinginan dan hasrat seseorang. Guna memperoleh pengendalian roh-roh orang Jawa menuntut ngelmu (pengetahuan atau ilmu untuk dapat berhubungan dengan roh-roh). Dengan ngelmu tersebut para abangan berharap akan mendapat kekuasaan, kekayaan dan keagungan dan juga melakukan balasan dengan membawa musibah terhadap seseorang yang telah merugikan dia. Ngelmu tersebut juga untuk menjamin keselamatannya di akhirat.
5.      Orang abangan memandang dunia berdasarkan keyakinan kesatuan hakiki seluruh kehidupan dan seluruh keberadaan. Pandangan ini melihat keberadaan manusia di dalam hubungan kosmologi, sedangkan manusia perseorangan memainkan peranan yang sangat kecil dalam dunia alamiah sosial seluruhnya.
6.      Asas-asas kehidupan menurutnya, manusia telah ditentukan karena asas-asas tersebut merupakan bagian dari susunan alam secara umum. Adapun susunan kehidupan sosial dan peraturan-peraturan sosial digambarkan oleh abangan sebagai mengalir secara langsung dari kehausan metafisika karena itu manusia diatur secara cermat agar selaras dengan susunan umum tersebut dan agar berada dalam keadaan keselarasan batin sendiri.13
G. Perbedaan Masyarakat Santri dan Abangan
Perbedaan ajaran secara umum antara santri dan abangan adalah sebagai berikut :
1.         Para santri lebih memperhatikan ajaran Islam dibandingkan upacaranya, sementara abangan menekankan perincian upacara (ritual).
2.         Dalam hal organisasi sosial para abangan satuan sosial dasar yang menjadi acuan bagi segala upacara adalah rumah tangga, para warga sebuah keluarga. Rumah tanggalah yang mengadakan selamatan dan kepala rumah tanggalah yang datang menghadirinya sebaliknya bagi para santri kesadaran ummah (umat) mendapat arti penting dan utama. Islam dipandang oleh para santri sebagai rangkaian lingkaran-lingkaran sosial yang membentang dari santri perseorangan sampai ke masyarakat besar yang meliputi para mukminin yang sama derajatnya serta keseluruhan dunia Islam.
3.         Upacara abangan berkisar pada selamatan sedangkan upacara para santri diatur sepanjang waktu oleh shalat lima waktu yang berulang setiap hari dalam bentuk yang sama yang dilakukan di rumah, surau atau masjid.
4.         Iman dan amal shaleh melakukan shalat sehari-hari dan shalat Jum’at terbatas pada para santri. Sedangkan abangan tidak  pernah menjalankan shalat lima waktu dan shalat jum’at.14










[1]  W. J. S. Poerwodarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2003, hal. 297



[2] Al Quran, Al- Hasyr ayat 10, Yayasan Penyelenggara Penerjemah Penafsir Al- Qur’an, Al Qur’an Terjemahnya,  Thoha Putra, Semarang, 1989, hal. 915.

[3] Syaikh Muhammad Bayumi, Fikih Jinayah, Pustaka Kautsar, Jakarta, 2004, hal. 278  .

[4]. Ibid., hal. 281.

[5] Al Qur`an, Surat An Najm ayat 39, Yayasan Penyelenggara Penerjemah Penafsir Al- Qur’an, Al Qur’an Terjemahnya,  Thoha Putra, Semarang, 1989, hal. 874.

[6] Imam Nawawi, Al Adzkar An Nawawi, Darul Fikr, Bairut, t.th., hal. 165.

[7] Syaikh Muhammad Bayumi, Op.Cit, hal.279.
[8] Ibid, hal. 280.

[9] Ibid, hal. 277-278.
10  Shohih Muslim, Dar Fikr, Beirut, 1983, hal. 90.
[10] Sunan Nasai, Toha Putra, t.th, hal. 203
11 Zaini Muhtarom, Islam di Jawa dalamPerspektif Santri dan Abangan, Penerbit Salemba Diniyah, Jakarta, 2002, hal. 60
12 Ibid.
13 Ibid,, Hal 66
14 Ibid, Hal 69

0 Response to "TINJUAN UMUM TENTANG DOA’ UNTUK ORANG MENINGGAL "

Post a Comment