A.
Pondok Pesantren
1. Pengertian
Pondok Pesantren
Istilah pondok berasal dari bahasa
Arab فندق jama' dari mufrod فنادق yang
berarti hotel, penginapan.[1] Istiah
pondok diartikan juga dengan asrama. Dengan demikian, pondok mengandung juga
arti tempat tinggal.
Sedangkan
pesantren berasal dari kata santri yang mendapat imbuhan awalan pe, dan akhiran
an (menjadi pesantrian yang orang jawa mengatakan pesantren), yang berarti
tempat tinggal para santri.[2] Sugarda
Poerbakawatja juga menjelaskan pesantren berasal dari kata santri, yaitu
seorang yang belajar agama Islam, dengan demikian pesantren mempunyai arti
tempat orang berkumpul untuk belajar agama Islam.[3] Profesor
Johns berpendapat bahwa istilah santri berasal dari bahasa Tamil, yang berarti
guru mengaji. Sedangkan C.C Berg berpendapat bahwa istilah shastri dalam
bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku agama Hindu. Kata shastri
berasal dari kata shastra yang berarti buku suci, buku-buku agama atau
buku-buku ilmu pengetahuan.[4] Sumber
lain mengatakan bahwa santri berasal dari perkataan "sastri"
(bahasa Sansekerta) yang berarti melek huruf dalam artian orang yang
menjadi santri berarti menjadi tahu agama (melalui kitab-kitab yang bertuliskan
bahasa Arab). Atau paling tidak seorang santri itu bisa membaca Al-Qur'an yang
dengan sendirinya membawa pada sikap lebih serius dalam memandang agamanya.
Satu sumber lagi mengatakan bahwa santri berasal dari bahasa Jawa yaitu dari
kata "cantrik" yang artinya seseorang yang selalu mengikuti
seorang guru kemana guru ini pergi menetap.[5]
Pesantren
adalah suatu lembaga pendidikan agama Islam yang tumbuh serta diakui oleh
masyarakat sekitar, dengan sistem asrama (kampus) dimana santri-santri
menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah yang
sepenuhnya berada di bawah kedaulatan dari leadership seorang atau
beberapa orang kyai dengan ciri-ciri khas yang bersifat kharismatis serta
independen dalam segala hal. [6]
Mencermati
definisi diatas, dapat dikatakan bahwa pesantren merupakan lembaga pendidikan
Islam yang didalamnya terdapat beberapa komponen, antara lain : kyai yang
berfungsi sebagai pengajar sekaligus panutan, santri, pondok (asrama),
masjid serta pengajaran ilmu-ilmu keagamaan.
a. Kyai
Kyai
adalah tokoh sentral dalam sebuah pesantren, maju mundurnya pesantren ditentukan oleh wibawa
dan kharisma seorang kyai. Karena itu tidak jarang terjadi, apabila seorang
kyai disalah satu pesantren wafat, maka pamor pesantren tersebut merosot karena
kyai yang menggantikanya tidak setenar kyai yang telah wafat itu
b. Santri
Santri adalah siswa yang belajar
dipesantren, santri ini dapat digolongkan menjadi dua kelompok :
a. Santri
Mukim, yaitu santri
yang berdatangan dari tempat-tempat yang jauh yang tidak memungkinkan dia untuk
pulang ke rumanhnya, maka dia mondok (tinggal) di pesantren. Sebagai santri mukim mereka
mempunyai kewajiban-kewajiban tertentu.
b. Santri
Kalong, yaitu
siswa-siswa yang berasal dari daerah sekitar yang memungkinkan mereka pulang ke
tempat tinggal masing-masing. Santri kalong ini mengikuti pelajaran
dengan cara pulang pergi antara rumahnya dengan pesantren.[7]
c. Pondok
Pondok adalah penginapan, asrama,
tempat tinggal kyai dan para santri.[8]
d. Masjid
Masjid diartikan secara harfiah
adalah tempat sujud, karena ditempat ini setidak-tidaknya seorang muslim lima
kali sehari-semalam melaksanakan shalat. Fungsi masjid tidak saja hanya untuk
shalat, tetapi juga mempunyai fungsi lain seperti pendidikan dan lain
sebagainya. Di zaman Rasulullah, masjid masih berfungsi sebagai tempat ibadah
dan urusan-urusan sosial kemasyarakatan.
Suatu pesantren mutlak mesti
memiliki masjid, sebab disitulah pada mulanya-sebelum pesantren mengenal sistem
klasikal-dilaksanakan proses belajar mengajar, komunikasi hubungan antara kyai
dengan santri.
e. Proses
Pembelajaran/Kegiatan Belajar Mengajar
Pengajian ilmu-ilmu agama di
pesantren, pada umumnya dilaksanakan lewat pengajaran kitab-kitab klasik,
disamping ada sebagian pesantren yang memakai kitab-kitab berbahasa Arab yang
tidak tergolong kepada kitab-kitab klasik.
a. Pengajian
Kitab-kitab Islam Klasik
Kitab-kitab Islam klasik yang lebih
popular dengan sebutan kitab kuning, ditulis oleh ulama'-ulama' Islam pada
zaman pertengahan. Kepintaran dan kemahiran seorang santri diukur dari
kemampuanya membaca serta mensayarahkan (menjelaskan) isi kandungan
kitab-kitab tersebut. Agar bisa membaca dan memahami suatu kitab dengan benar,
seorang santri dituntut terlebih dahulu untuk memahami dengan baik ilmu-ilmu
bantu seperti nahwu, sharaf, ma'ani, bayan dan lain sebagainya.
Kitab-kitab
klasik yang diajarkan di pesantren dapat digolongkan pada 8 kelompok :
Nahwu/sharaf, fiqh, ushul fiqh, hadits, tafsir, tauhid, tasawuf dan etika serta
cabang-cabang ilmu lainya seperti tarikh dan balaghah.
b. Pengajian
Kitab-kitab Islam Non Klasik
Bagi
pesantren yang tergolong pesantren tradisional atau pesantren salafiyah,
pengajian kitab-kitab Islam klasik mutlak dilaksanakan. Namun tidak demikian
halnya dengan pesantren yang tergolong modern. Bagi pesantren ini, pengajian
kitab Islam-Islam klasik tidak mengambil bagian yang terpenting, bahkan boleh
dikatakan tidak diajarkan.
Pengajian
ilmu-ilmu agama diambilkan dari kitab-kitab bahasa Arab yang disusun oleh
ulama'-ulama' yang tergolong mutakhir.[9]
2. Dasar dan
Tujuan Pondok Pesantren
a. Dasar Pondok
Pesantren
Dasar pendidikan pondok pesantren merupakan dasar pendidikan
Islam karena pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam. Sebagaimana
disebutkan oleh Jalaludin dan Umar Sa'id dalam Filsafat Pendidikan Islam, bahwa
pendidikan Islam baru dapat diwujudklan apabila sesuai dengan konsep ajaran
Islam, yaitu ajaran Al-Qur'an dan Hadits.
1. Al-Qur'an
Al-Qur'an
sebagai sumber utama dalam ajaran pendidikan Islam termaktub didalamnya bahwa
fungsi pendidikan Islam sesuai dengan isi surat At-Taubah ayat 122 :
وما كان المؤمنون لينفرو كافة فلو لا نفر من كل فرقة منهم طائفة ليتفقهوا فى
الدين ولينذروا قومهم اذا رجعوا اليهم لعلهم يحذرون (التوبة : 122)
Artinya : Tidak
sepatutnya bagi orang-orang mu'min itu pergi semuanya (ke medan perang).
Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang
untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan
kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat
menjaga dirinya. (Q.S At-Tubah ayat 122)[10]
2. Hadits
Hadits
sebagai dasar kedua setelah A-Qur'an memuat pula dasar pendidikan Islam
sebagaimana berikut :
اطلبو العلم ولو بالصين فان طلب العلم فريضة على كل مسلم (رواه
ابن عبد البر)
Artinya : Tuntutlah ilmu walau ke negeri China. Karena sesungguhnya
menuntut ilmu bagi seorang muslim adalah wajib hukumnya.(H.R Ibnu Abdul Bar)[11]
Dari
uraian diatas jelas bahwasanya dasar dari pendidikan pondok pesantren adalah
mengarahkan peserta didiknya untuk membawa perubahan,
berakhlakul karimah, mengabdi kepada masyarakat
serta bahagia di dunia dan di akhirat (hasanah dunyawiyah-ukhrowiyah)
kelak.
b. Tujuan
Pondok Pesantren
Pesantren
merupakan lembaga pendidikan Islam yang tumbuh dan berkembang di Indonesia,
maka tujuan pesantren tidak terlepas dari tujuan pendidikan Islam. Beberapa
ahli memberikan paparan mengenai tujuan pendidikan Islam ini.
Nurcholis
Madjid memberikan rumusan tentang tujuan pesantren yaitu membentuk manusia yang
memiliki kesadaran tinggi bahwa ajaran Islam merupakan welstanchaung yang
bersifat menyeluruh.[12]
K.H Hasyim Asy'arti menjabarkan tujuan pondok pesantren sebagai berikut :
a. Mencapai
derajat ulama' dan derajat insan paling utama (khaira al-bariyah)
berdasarkan hadits bahwa ulama' adalah pewaris para nabi.[13]
b. Bisa beramal
baik dengan ilmu yang diperoleh [14]
sebab puncak ilmu adalah amal perbuatan yang dianggap sebagai buah ilmu sebagai
bekal kehidupan akhirat.
c. Mencapai ridla
Allah. Dalam konsep ini segala aktifitas harus bertujuan demi mencapai ridla
Allah dan kebaikan disisinya.[15]
H.M
Arifin membagi tujuan pesantren menjadi tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan
pesantren secara umum adalah membimbing anak didik untuk menjadi manusia yang
berkepribadian Islam yang dengan ilmu agamanya sanggup menjadi mubaligh Islam
dalam masyarakat sekitar melalui ilmu dan amalnya. Tujuan pesantren secara
khusus adalah mempersiapkan para santri menjadi orang yang alim dalam ilmu agama
yang diajarkan oleh kyai yang bersangkutan serta mengamalkanya dalam
masyarakat.
Lebih
jauh H.M Arifin menambahi tujuan pondok pesantren secara khusus, yang meliputi
:
1. Membina suasana
hidup keagamaan dalam pondok pesantren sebaik mungkin sehingga berkesan pada
jiwa anak didiknya (santri).
2. Memberikan
pengertian keagamaan melalui pengajaran ilmu agama Islam.
3. Mengembangkan
sikap beragama melalui praktek-praktek ibadah.
4. Mewujudkan
ukhuwah Islamiyah dalam pondok pesantren dan di sekitarnya.
5. Memberikan pendidikan
keterampilan, civic dan kesehatan, olah raga kepada anak didik.
6. Mengusahakan
terwujudnya segala fasilitas dalam pondok pesantren yang memungkinkan
pencapaian tujuan umum tersebut. [16]
Tidak
ada tujuan atau rumusan yang definitive memang antara tujuan pesantren yang
satu dengan lainya, akan tetapi dari uraian beberapa pakar diatas dapat
disimpulkan bahwa ada kesamaan semangat yang mendorongnya yaitu untuk meraih
kebahagiaan di dunia dan akhirat serta untuk meningkatkan ibadah kepada Allah.
3. Pola-Pola Pondok
Pesantren
Jumlah pesantren yang begitu banyak,
memiliki aneka ragam bentuk, jenis dan spesifik, sudah barang tentu sangat
sulit mempolakanya secara tajam dan jelas. Bukan suatu hal yang mustahil
terjadi setelah dipolakan pesantren-pesantren itu kepada beberapa pola, maka
ada saja satu atau dua pesantren yang sulit untuk dikelompokan ke pola mana ia
dimasukan.
M. Habib Chirzin, seorang pengamat
pesantren juga mengakui terus terang betapa sulitnya mendeskripsikan secara
persis pondok pesantren. Menurutnya, deskripsi yang persis mengenai pondok
pesantren dengan segala seluk beluknya, hampir merupakan suatu hal yang
mustahil. Kemajemukan pondok pesantren yang ditunjukan
oleh
kekhususan motif dan sejarah berdirinya, ruh, sunnah, isi serta penyelenggaraan
masing-masing pesantren, tidak dapat begitu saja diverbalkan. [17]
Upaya pengelompokan pesantren telah
pernah dilakukan oleh Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan
Sosial (LP3ES) pada tahun 1973 dengan mengambil lokasi di sekitar Bogor Jawa
Barat. Dari upaya pengelompokan itu dapat dilihat bahwa pesantren dipolakan
menjadi lima pola, yaitu : pola pertama, pesantren yang memuat masjid,
rumah kyai, pola kedua, pesantren yang memuat masjid, rumah kyai,
pondok, pola ketiga, pesantren yang memuat masjid, rumah kyai, pondok,
madrasah, pola keempat, pesantren yang memuat masjid, rumah kyai,
pondok, madrasah, tempat keterampilan, pola kelima, pesantren yang
memuat masjid, rumah kyai, pondok, madrasah, tempat keterampilan, universitas,
gedung pertemuan, tempat olah raga, sekolah umum. [18]
Pembagian ini mendeskripsikan pola
pesantren secara fisik, yang pada giliranya berpengaruh terhadap kegiatan
pendidikan di Pondok tersebut.
Penyelenggaraan dan sistem
pendidikan dan pengajaran pondok pesantren yang berbeda-beda dan berubah-ubah,
tidak ada keseragaman antara satu dengan yang lain, karena dipengaruhi oleh
perkembangan pendidikan di Indonesia dan tuntutan dari masyarakat di lingkungan
pondok pesantren sendiri.
Dalam pelaksanaanya dari sekian
banyak sistem, tipe atau pola pendidikan yang diselenggarakan oleh pondok
pesantren dapat digolongkan menjadi dua, yakni :
a. Pondok Pesantren
Salafiyah
Pondok
pesantren salafiyah adalah pondok pesantren yang dalam kegiatan
pendidikanya semata-mata berdasarkan pada pola-pola pengajaran klasik atau
lama, yakni berupa pengajian kitab kuning dengan metode pembelajaran
tradisional serta belum dikombinasikan dengan pola pendidikan modern.[19] pembelajaran
yang ada pada pondok pesantren ini pada perkembanganya sekarang dapat
diselenggarakan dengan cara non-klasikal atau dengan klasikal. Jenis pondok
pesantren ini pun dapat meningkat dengan membuat kurikulum sendiri, dalam arti,
kurikulum ala pondok pesantren yang bersangkutan yang disusun sendiri
berdasarkan ciri khas yang dimiliki oleh pondok pesantren.
Penjenjangan yang dilakukan dengan
cara memberikan kitab pegangan yang lebih tinggi dengan funun (tema
kitab) yang sama, setelah tamatnya suatu kitab.
Dalam pola pondok pesantren ini Para
santri dapat tinggal dalam asrama atau tinggal diluar asrama (kalong).[20]
b. Pondok
Pesantren Khalafiyah (Ashriyyah)
Pondok
pesantren khalafiyah (ashriyah) atau modern ini adalah pesantren yang
disamping tetap melestarikan unsur-unsur utama pesantren, juga memasukan
unsur-unsur modern kedalamnya, yang ditandai dengan sistem klasikal atau
sekolah dan adanya materi ilmu-ilmu umum dalam muatan kurikulumnya.[21]
Pesantren ini juga menyelenggarakan
kegiatan pendidikan formal (jalur sekolah), baik itu jalur sekolah umum (SD,
SMP, SMU dan SMK) maupun jalur sekolah yang berciri khas agama Islam (MI, MTs,
MA atau MAK).
Penjenjangan yang dilakukan dalam
pola pesantren ini adalah dengan didasarkan pada sekolah formalnya atau
berdasarkan pengajianya (seperti pada pondok pesantren salafiyah)
Para santri yang ada pada pondok
pesantren ini ada kalanya "mondok" dalam arti sebagai santri dan sebagai siswa
sekolah, ada kalanya pula sebagai siswa lembaga sekolah bukan santri pondok
pesantren, hanya ikut pada lembaga formal saja. Bahkan dapat pula santrinya
hanya mengikuti pendidikan kepesantrenan saja.[22]
B. Konsep Life
Long Education
1. Latar
Belakang Munculnya Konsep Life Long Education
Pendidikan sepanjang hayat merupakan
asas yang merumuskan bahwa pendidikan adalah suatu proses yang terus menerus (continue)
dari bayi hingga meninggal dunia.[23] Hal ini sesuai
dengan pernyataan Al-Zarnuji yang berbunyi :
( وقت التعليم فى المهد الى اللحد ) اي وقت
الصغير الى الموت
Artinya
: (Waktu
atau masa menuntut ilmu adalah mulai dari ayunan sampai ling lahat)
maksudnya menuntut ilmu itu dimulai sejak
kecil sampai meninggal dunia.[24]
Dalam Al-Qur'an ada beberapa ayat
yang melatar belakangi semangat konsep pendidikan seumur hidup ini, diantaranya
yaitu :
-
فمن تاب من بعد ظلمه واصلح فان الله يتوب عليه ان الله غفور الرحيم (المائدة :39)
Artinya : Maka
barang siapa bertaubat (diantara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan
itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya.
Sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha penyayang (Q.S Al- Maidah : 39)[25]
Sisi lain dari prinsip konsep life
long education adalah terkait dengan ilmu Allah Yang Maha Luas. Karena ilmu
luas tanpa batas, maka manusia tidak akan selesai mencari dan menemukan
ilmu-ilmu itu, sementara di pihak lain ada kewajiban untuk menuntut ilmu,
firman Allah dalam Surat Al-Kahfi ayat 109 :
قل لو كان البحر مدادا لكلمات ربى لنفد البحر قبل ان تنفد كلمات
ربى ولو جئنا بمثله مددا (الكهف : 109)
Artinya : Katakanlah
: kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku,
sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku,
meskipun kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula). (Q.S Al-Kahfi : 109)[26]
اقراء باسم ربك الذى خلق )1) خلق الانسان من علق
(2) اقراء وربك الاكرم (3) الذى علم بالقلم (4) علم الانسان مالم يعلم (5)
Artinya : Bacalah
dengan menyebut nama Tuhanmu yang meniptakan (1) Dia telah menciptakan manusia
dari segumpal darah (2) bacalah dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah (3) yang
mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam (4) Dia mengajarkan kepada
manusia apa yang tidak diketahuinya (5)
(Q.S Al-Alaq : 1-5)[27]
Dalam dunia
Islam konsep pendidikan sepanjang hayat sebenarnya bukanlah merupakan hal yang baru. Di kalangan
umat Islam, ungkapan seperti "Tuntutlah ilmu mulai dari ayunan sampai
liang lahat" merupakan sebuah slogan yang setiap orang mengenalnya.
Akan tetapi tidak demikian dalam perkembangan dunia pendidikan global umat
manusia di jagat raya ini.
Meskipun dalam
preakteknya, pendidikan sepanjang hayat sudah dilaksanakan oleh manusia sejak
ada di dunia ini, namun secara kon septual life long education merupakan
suatu konsep baru dalam pendidikan. Secara konseptual dan kesadaran akan segala
konsekwensinya baru di rasakan dan di sadari pada dekade akhir enam puluhan,
yakni sejak terbitnya buku Paul Lengrand yang berjudul "An
Introduction To Life Long Education" ( setelah Perang Dunia II ). yang
kemudian diambil alih oleh International Commision The Development Of
Education UNESCO.
Secara detail
peristiwa yang melatar belakangi munculnya konsep life long education
adalah akibat pertumbuhan masyarakat industri di Eropa, khususnya di Inggris
yang telah menciptakan kebutuhan
pendidikan baru, terutama dikalangan orang dewasa. Pada tahun 1919, Komite
pendidikan orang dewasa. Kementerian Pendidikan Kerajaan Inggris, dalam suatu
laporanmya menggambarkan pendidikan orang dewas merupakan sebagai suatu
kebutuhan nasional yang tetap. Dan merupakan suatu aspek yang tidak dapat
dipisahkan dengan peradaban manusia. Laporan tersebut menyimpulkan bahwa
kesempatan untuk pendidikan orang dewasa (adult education) harus bersifat
universal dan sepanjang hayat. Laporan inilah yang merupakan pertanda lahirnya
istilah pendidikan sepanjang hayat (life long education). [28]
Konsep
pendidikan sepanjang hayat ini mampu diterima dimana-mana yang sekaligus
merupakan sutu prinsip dasar dijadikan titik tolak dalam pemikiran tentang
pendidikan dan selalu berdiri dibelakang setiap usaha pembaharuan (reformasi)
pendidikan.
Konsep
pendidikan sepanjang hayat, merupakan hasil kerjasama internasional. Konsep
tersebut merupakan hasil pemilihan bersama, dan tukar pendapat serta
pengalaman-pengalaman, antara pengajar, peneliti, dan administrator dari
berbagai negara, yang disponsori oleh UNESCO dan CCC (Council for Cultural
Cooperation) yang didirikan oleh Dewan Eropa.
Bulan Desember
1965, Komite Internasional UNESCO mempertimbangkan sebuah laporan yang
dikemukakan oleh Paul Lengrand mengenai konsep berkelanjutan dalam pendidikan,
dan menganjurkan agar UNESCO membenarkan asas-asas "Pendidikan Sepanjang
Hayat". Yaitu setiap prinsip dimana seluruh proses pendidikan dianggap
sebagai suatu yang secara terus menerus didalam seluruh kehidupan seseorang
dari semenjak masa kanak-kanak sampai pada akhir hayatnya, oleh karena itu
diperlukan pengelolaan secara terpadu.
Dalam tahun
1965 salah satu Dewan CCC mendiskusikan pendidikan sepanjang hayat dan
menganjurkan bahwa masalah tersebut mesti dijadikan topik pembicaran dalam
setiap diskusi. Dalam tahun 1967 CCC memutuskan bahwa pendidikan sepanjang
hayat mesti dipertimbangkan sebagai suatu "guide line" dalam
seluruh pelaksanaan pendidikan.
Dalam tahun
1968 suatu konferensi yang diselengarakan UNESCO membetasi 12 tujuan yang
menjadi sasaran pendidikan secara internasional, diantaranya ialah : pendidikan
sepanjang hayat.
Pada tahun 1971
CCC menutup tahap pengkonsepan pendidikan sepanjang hayat, dan pada tahun 1972
asas-asas pendidikan sepanjang hayat dikukuhkan dalam bentuk laporan komisi
internasional dalam bidang pengembang pendidikan, yang diketuai oleh Hdgar
Faure, yang berjudul "Learning To Be : The World Of Education Today And
Tommorow". Komisi ini menekankan ide yang fundamental yaitu life
long education dan learning society, pendidikan sepanjang hayat dan
masyarakat belajar.[29]
Di sisi lain
menurul Paul Lengrand yang di kutip oleh Solaeman Josoef dan Slamet santoso
bahwasanya ada beberapa faktor yang medorong munculnya life long education,
yaitu :
1.
Perubahan
sosial yang sangat cepat.
Dunia pada akhir abad XX telah
terjadi perubahan-perubahan besar yang berbeda dengan masa-masa silam.
Perubahan ini disebabkan : pengaruh ilmu pengetahuan dan teknologi
moderen, revolusi terhadap negara barat,
munculnya ideologi-ideologi baru, pengaruh faktor demografik, pengaruh
demokrasi dan sebagainya.
2.
Munculnya
negara-negara merdeka baru secara simultan dengan berkembangnya cita-cita
demokratisasi pendidikan. Untuk mengatasi masalah ini para pendidik mencari
jalan dengan berbagai bentuk pendidikan
bagi rakyat yang kesemuanya dapat dirangkum dengan nama pendidikan non formal.
3.
Besarnya angka drop
out khususnya pada tingkat sekolah
dasar. Apabila anak-anak itu menerima kenyataan putus sekolah sebagai station
in life-nya, maka hal itu akan menghambat kemajuan. Sebab hal itu ahli-ahli
pendidikan mulai memikirkan program-program pendidikan di luar sekolah untuk
untuk menolong mereka.
4.
Kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat sehingga menuntut kita untuk terus
menerus belajar.[30]
Di Indonesia,
konsep pendidikan sepanjang hayat dicetuskan oleh bapak pendidikan Indnoesia Ki
Hadjar Dewantoro dengan hasil pemikiranya bahwasanya pendidikan sepanjang hayat
berlangsung selama manusia hidup, baik didalam maupun diluar sekolah, yang
dalam hal ini menurutnya terdapat tiga pusat pelaksana sekaligus penanggung
jawab pendidikan (tripusat pendidikan), yaitu :
a. Lembaga keluarga.
Lembaga ini dikenal dengan istilah
lingkungan keluarga, dimana ia sebagai unit masyarakat pertama dan utama dengan
orang tua sebagai penaggung jawab.
b. Lembaga sekolah.
Lembaga sekolah adalah lembaga
pendidikan formal, yang mempunyai tata aturan yang diterapkan secara formal dan
terbatas.
c. Lembaga masyarakat
Lembaga masyarakat adalah sebagai
keseluruhan tata kehidupan dalam negara baik perseorangan maupun kolektif.[31]
2. Pengertian Life
Long Education
Istilah pendidikan sepanjang hayat (life
long education) sangat berbeda dan tidak dapat diganti dengan
istilah-istilah lain, sebab isi, dan cakupanya tidak sama. Istilah-istilah
seperti : out of school education, continuing education, education
permenente, adult education, further education, dan recurrent education sangat
berbeda dengan istilah life long education.[32]
Istilah adult education
berbeda dengan life long education, sebab:
a.
Istilah tersebut menunjuk pada sutu bentuk pendidikan,
padahal life long education merupakan asas pendidikan.
b.
Istilah tersebut menunjukan bahwa pendidkan itu
bersifat terminal.[33]
Disamping itu adult education
menunjukan program pendidikan bagi orang dewasa yang bersifat remedial
dan terutama bagi yang buta huruf serta kurang kesempatan memperoleh
pendidikan.
Istilah out of school
education juga berbeda dengan istilah life long education
karena istilah out of school education menunjukan suatu bentuk program
pendidikan diluar sistem pendidikan formal yang bercorak vokasional dan
ditujukan kepada para pemuda.
Istilah-istilah continuing
education, education permenente, dan future education digunakan
untuk menunjukan bahwa proses pendidikan itu terus berlangsung sesudah
seseorang menyelesaikan program pendidikan formal di sekolah. Jadi istilah
tersebut tidak tepat menunjuk pada konsep life long education tetapi
hanya menggambarkan proses pendidikan setelah seseorang menyelesaikan
pendidikan formalnya. Sedangkan life long education mencakup ruang
lingkup yuang lebih laus yaitu mencakup pendidikan formal, non formal dan
informal dibandingkan dengan istilah-istilah tersebut.
Menteri pendidikan Swedia dalam
Konperensi Menteri-Menteri Pendidikan tahun 1960 se Eropa Ke enam di Versailes,
menggunakan istilah recurrent education untuk menunjukan keseluruhan
proses pendidikan yang terjadi setelah seseorang mengakhiri pendidikan
formalnya. Sedangakan di Australia, recurrent education dipakai sebagai
pelengkap terhadap istilah continuing education. Istilah ini menunjuk
pada program pendidikan yang bersifat vokasional dan secara formal accredited.
Jadi istilah recurrent education
tidak sama dengan konsep life long education, baik isi maupun luasnya.
Dari beberapa istilah tersebut
dapatlah kiranya ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
a.
Konsep pendidikan sepanjang hayat (life long
education) tidak dapat diganti dengan istilah-istilah seperti yang telah
dijelaskan di depan.
b.
Pendidikan sepanjang hayat merupakan suatu asas bahwa
proses pendidikan itu kontinu sejak manusia itu dilahirkan sampai akhir
hayatnya.
c.
Proses pendidikan sepanjang hayat mencakup
bentuk-bentuk secara informal dan formal yang berlangsung di keluarga, sekolah,
tempat pekerjaan dan kehidupan masyarakat.[34]
3. Dasar dan
Tujuan Life Long Education
a. Dasar Life
Long Education
Beberapa
hal yang dijadikan landasan atau dasar pendidikan sepanjang hayat ini adalah
sebagaimana berikut :
1.
Dasar Filosofis
Secara filosofis (filsafat manusia)
hakikat kodrat martabat manusia merupakan kesatuan integral
segi-segi/potensi-potensi (esensial), yaitu :
a.
Manusia sebagai makhluk pribadi (individual being)
b.
Manusia sebagai makhluk sosial (social being)
c.
Manusia sebagai makhluk susila (moral being)
Ketiga esensial ini merupakan
potensi-potensi dan kesadaran yang integral yang dimiliki setiap manusia.
Ketiganya menentukan martabat dan kepribadian manusia. Artinya bagaimana
individu itu merealisasikan potensi-potensi tersebut secara optimal dan
berkeseimbangan, itulah wujud kepribadianya.[35] Mereka yang
menonjol individu kualitasnya (egonya) ialah pribadi yang individualis
dan egois, mereka yang menonjolkan segi sosialnya ialah pribadi yang sosial,
mereka yang menonjolkan segi moralitasnya dianggap sebagai pribadi moralis.
Sedangkan pribadi yang berkeseimbangan adalah yang dengan sadar mengembangkan
potensi-potensi itu secara wajar dan seimbang. Jadi tidak menonjolkan atau
lebih mengutamakan salah satunya.
2.
Dasar Psikofisis
Dasar psikofisis adalah dasar-dasar
kejiwaan dan kejasmanian manusia. Realitas psikofisis manusia menunjukan bahwa
pribadi manusia merupakan kesatuan antara
:
a. Potensi-potensi
dan kesadaran roahaniah baik segi pikir, rasa, karsa, cipta maupun budi-nurani.
b. Potensi-potensi
dan kesadaran jasmmaniah yakni jasmani yang sehat dengan panca indera yang
normal yang secara fisiologis bekerja sama dengan sistem syaraf dan kejiwaan.
c. Potensi-potensi
psikofisis ini juga berada di dalam suatu lingkungan hidupnya baik alamiah
(fisik) maupun sosial budaya.[36]
Ketiga kesadaran ini yang akan
menampilkan watak dan kepribadian seseorang sebagai suatu keutuhan.
3.
Dasar- Dasar Sosial dan Budaya
Meskipun manusia adalah makhluk
tuhan yang merupakan bagian dari ummat manusia dan alam semesta, namun manusia
Indonesia terbina oleh tata-nilai sosial-budayanyanya sendiri. Inilah segi-segi
sosiobudaya bangsa dan sosisopsikologis manusia yang wajar diperhatikan oleh
pendidikan. Tiap warga Negara dan tiap generasi bangas Indonesia merupakan
bagian dari tata nilai yang dimaksud. Mereka juga merupakan pewaris dan penerus
tata nilai tersebut. Kesadaran yang seperti demikian ini akan berkembang jika
manusia Indonesia menyadari dan menghayati bahwa dirinya merupakan bagian yang
bulat dari rakyat/bangsa Indonesia dan kebudayaanya (sosiobudaya).
Adapun dimensi tata nilai
sosiobudaya bangsa ini mencakup :
1. Tata nilai
warisan budaya bangsa yang menjadi filsafat hidup rakyatnya seperti nilai
ketuhanan, kekeluargaan, musyawarah, mufakat, gotong royong dan tenggang rasa.
2. Nilai-nilai
filsafat negaranya, yaitu pancasila.
3. Nilai-nilai
budaya dan tradisi bangsanya seperti bahasa nasional, adapt istiadat,
unsur-unsur kesenian dan cita-cita yang berkembang.
4. Tata
kelembagaan dalam hidup bermasyarakat dan kenegaraan.[37]
Pendidikan merupakan usaha untuk
mewariskan dan melestarikan keseluruhan tata nilai sosial budaya bangsanya,
disamping menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
4.
Dasar Ideologis
Semua manusia dilahirkan kedunia
mempunyai hak yang sama, khususnya hak untuk mendapatkan pendidikan,
peningkatan pengetahuan serta keterampilanya. Pendidikan sepanjang hayat akan
memungkinkan seseorang mengembangkan potensi-potensinya sesuai dengan kebutuhan
hidupnya
5.
Dasar Ekonomis
Cara yang paling efektif untuk
keluar dari lingkaran setan kemelaratan yang menyebabkan kebodohan, dan
kebodohan yang menyebabkan kemelaratan adalah melalui pendidikan. Pendidikan
sepanjang hayat memungkinkan seseorang untuk ;
a. Meningkatkan
produktifitasnya.
b. Memelihara dan
mengembangkan sumber-sumber yang dimiliki.
c. Memungkinkan
untuk hidup dalam dalam lingkngan yang lebih menyenangkan dan sehat.
d. Memiliki
motivasi dalam mendidik dan mengasuh anak-anaknya secara tepat sehingga peranan
pendidikan keluarga menjadi sangat besar dan penting.
6.
Dasar Sosiologis
Kebanyakan orang tua di Negara
berkembang sering kurang menyadari akan pentingnya pendidikan bagi
anak-anaknya, karena itu anak-anak mereka sering kali kurang mendapatkan
pendidikan. dengan pendidikan seumur hidup bagi orang tua akan merupakan
pemecahan atas masalah tersebut.
7.
Dasar Politis
Dalam Negara demokratis hendaknya
seluruh rakyat menyadari pentingnya hak milik, dan memahami fungsi pemerintah,
DPR, MPR dan lainya. Karena itu, pendidikan kewarganegaran perlu diberikan
kepada setiap orang. Dengan demikian pendidikan seumur hidup sangat perlu.
8.
Dasar Teknologis
Eksploitasi ilmu pengetahuan dann
teknologi yang melanda dunia, sehingga para sarjana, tehnisi dan pemimpin
Negara berkembang perlu memperbarui pengetahuan dan keterampilan mereka,
seperti yang dilakukan oleh Negara maju.[38]
9.
Dasar Psikologis dan Pedagogis
Perkembangan iptek yang besar yang
berpengaruh pula terhadap tehnik, konsep dan metode pendidikan.yang dalam hal
ini juga berimbas pada makin luas, dalam dan kompleksnya ilmu pengetahuan.
Akaibatnya tidak mungkin seluruhnya diajarkan kepada siswa di sekolah. Sehingga
perlu diciptakan kondisi pembelajaran yang tidak hanya dilaksanakan di sekolah
dan berlangsung seumur hidup.[39]
b. Tujuan Life
Long Education
Tujuan pendidikan sepanjang hayat
yang berlangsung selama manusia hidup seirama dengan pertumbuhan kepribadian
manusia yang bersifat dinamis adalah untuk mengembangkan potensi kepribadian
manusia sesuai dengan kodrat dan hakikatnya.[40]
Dengan potensi jasmaniyah dan
ruhaniyahnya manusia diharapkan akan dapat memenuhi kebutuhanya, baik kebutuhan
rohani semisal kesadaran/kebutuhan beragama, cinta, kasih sayang, percaya diri
ataupun kebutuhan jasmaninya seperti kebutuhan akan keseimbangan gizi, vitamin,
kesehatan lingkungan dan kebutuhan akan ekonomi sebagai peningkat
kesejahteraan.
Tegasnya, tujuan pendidikan
sepanjang hayat adalah mengembangkan potensi-potensi kodrati manusia secara
proporsional sesuai dengan martabat kepribadianya.
4. Implikasi Life
Long Education
Implikasi konsep pendidikan
sepanjang hayat menurut Ananda W.P Guruge baik paad program pendidikana atupun
sasaran pendidikan dapat dikelompokan sebagaimana berikut :
a. Implikasi
Konsep Pendidikan Seumur Hidup Pada Program-Program Pendidikan
Implikasi pendidikan sepanjang hayat
pada program pendidikan sebagaimana dikemukakan oleh Ananda W.P Guruge, secara
garis besar dapat dikelompokan kedalam enam kategori sebagaimana berikut :
a. Pendidikan Baca
Tulis Fungsional
Program ini tidak saja penting bagi
pendidikan seumur hidup karena relefansinya dengan kondisi yang ada pada
Negara-negara berkembangkarena masih banyaknya penduduk yang buta huruf,
melainkan juga sangat penting ditinjau dari implementasinya.[41] Bahkan di
Negara yang sudah maju sekalipun, dimana radio, film dan televisi telah
menentang ketergantungan orang akan bahan-bahan bacaan, namun membaca masih
tetap merupakan cara yang paling murah dan praktis untuk mendapatkan dan
menyebarkan pengetahuan. Memang sulkit untuk membuktikan peran melek huruf
fungsional terhadap pembangunan sosial ekonomi masyarakat, namun pengaruh ilmu
pengetahuan dan teknologi terhadap kehidupan rakyat jelata, para petani
misalnya, disebabkan oleh pengetahuan-pengetahuan baru pada mereka. Pengetahuan
baru ini dapat diperoleh terutama melalui bahan bacaan.
Jadi, melek huruf fungsional
disamping merupakan isi program juga sekaligus merupakan sarana terlaksananya
pendidikan seumur hidup. Namun apabila kemampuan membaca menulis tidak
ditunjang dengan tersedianya bahan-bahan bacaan tidak ada artinya. Oleh karenanya
realisasi baca tulis fungsional itu harus memuat dua hal yaitu :
1. Memberikan
kecakapan membaca-menulis-menghitung (3M) yang fungsional bagi anak didik.
2. Menyediakan
bahan-bahan bacaan yang diperlukan untuk mengembangkan lebih lanjut kecakapan
yang telah dimilikinya.[42]
b. Pendidikan
Vokasional
Pendidikan vokasional adalah program
pendidikan diluar sekolah bagi anak-anak didik di luar batas usia sekolah.
Pendidikan ini juga merupakan pendidikan formal dan non formal dalam rangka apprentice-skip
training, merupakan salah satu program penting dalam rangka pendidikan
seumur hidup.[43]
Pada kebanyakan Negara berkembang
yang sistem pendidikan formal umumnya diambil dari Negara barat (bekas jajahan
sebagaimana Indonesai), out put pendidikan sekolah pada umumnya dirasakan
kurang sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang sedang membangun. Oleh sebab itu
pendidikan yang bersifat remidial agar para lulusan sekolah itu menjadi tenaga
kerja yang produktif menjadi sangat penting.
c. Pendidikan
Profesional
Apa yang berlaku pada pekerja dan
buruh, berlaku pula bagi para professional. Bahkan tantangan buat mereka lebih
besar dan kuat. Mereka berusaha keras terus menerus dan bergerak cepat agar
tidak ditinggalkan oleh kemajuan.[44]
Sebab itu dalam tiap-tiap profesi
hendaknya telah tercipta built-in-mechanism yang memungkinkan. Golongan
professional selalu mengikuti perubahan dan kemajuan dalam metode,
perlengkapan, teknologi dan sikap profesionalnya, dimana ini merupakan
realisasi dari pendidikan seumur hidup.
d. Pendidikan Ke
Arah Perubahan Dan Pembangunan
Pendidikan bagi anggota masyarakat
dari berbagai golongan usia agar mereka mampu mengikuti perubahan sosial dan
pembangunan merupakan konsekuensi penting dari pada asas pendidikan seumur
hidup.[45] Abad ilmu
pengetahuan dan teknologi pengaruhnya
telah menyusup dalam berbagai aspek kehidupan manusia dan masyarakat,
semisal seorang ibu rumah tangga yang bekerja dirumahnya dengan kompor listrik,
mesin cuci listrik dan perkakas rumah tangga lainya yang serba elektronik
bagaikan seorang sarjana yang bekerja di laboratoriumnya. Semua itu mengandung
konsekuensi pada program pendidikan yang terus menerus.
e. Pendidikan
Kewarganegaraan Dan Kedewasaan Politik
Tidak saja bagi warga Negara biasa,
melainkan para pemimpin masyarakat juga membutuhkan pendidikan kewarganegaraan
dan kedewasaan politik. Dalam kehidupan pemerintahan yang demokratis, maka
kedewasaan warga Negara dan pemimpinya dalam kehidupan bernegara sangat
penting. Untuk itu pogram pendidikan kewarganegaraan dan kedewasaan politik
merupakan bagian yang terpenting dari pendidikan seumur hidup.
f. Pendidikan
Kultur Dan Pengisian Waktu Luang
Spesialisasi yang berlebihan dalam
masyarakat, bahkan yang telah dimulai pada usia muda dalam pendidikan formal di
sekolah, membuat manusia menjadi berpandangan sempit pada bidangnya sendiri,
buta kekayaan nilai-nilai kultural yang terkandung dalam warisan-warisan budaya masyarakat sendiri. Seorang yang
disebut "educated man" harus memahami dan menghargai sejarah,
kesusteraan, agama, filsafat hidup, seni dan musik bangsa sendiri. Sebab itu pendidikan kultur
dan pengisian waktu senggang secara kultural dan konstruktif merupakan bagian
penting dari pendidikan seumur hidup.[46]
b. Implikasi
Konsep Pendidikan Seumur Hidup Pada Sasaran Pendidikan
Adapun Implikasi pendidikan sepanjang
hayat pada sasaran pendidikan, Ananda W.P Guruge,[47] juga secara
garis besar mengklasifikasikanya kedalam enam kategori, masing-masing dengan
prioritas programnya sebagaimana berikut :
a. Para Buruh Dan
Petani.
Mereka dengan pendidikan yang sangat
rendah atau bahkan tanpa pendidikan sama sekali merupakan golongan terbesar
penduduk di Negara-negara yang sedang berkembang. Mereka pada umumnya masih
hidup dalam suasana tradisional yang dikuasai oleh takhayul, tabu, dan
kebiasaan-kebiasaan hidup yang menghambat kemajuan.
Cara hidup tradisional ini merupakan
hambatan-hambatan psikologik bagi pembangunan. Bagi golongan pendidik ini,
program pendidikan barulah mempunyai arti apabila program tersebut :
a. Menolong
meningkatkan produktifitas mereka. Baik hal itu dicapai melalui pengajaran
berbagai keterampilan baru maupun melelui pemberian metode-metode bertani yang
baru yang memungkinkan untuk memperbaiki kehidupan mereka.
b. Mendidik mereka
agar memenuhi kewajiban sebagai warga Negara dan kepala keluarga, sehingga
mereka menyadari pentingnya pendidikan bagi anak-anak mereka.
c. Memberi jalan
kepada mereka untuk dapat mengisi waktu senggangnya dengan kegiatan-kegiatan
yang produktif dan menyenangkan sehingga menjadi lebih berarti.[48]
Golongan buruh dan petani inilah
yang terutama membutuhkan program baca tulis fungsional (functional
literary). Mereka pasti akan menyadari manfaat program ini apabila ketiga
hal tersebut betul-betul diperhatikan.
b. Golongan Remaja
Yang Terganggu Pendidikan Sekolahnya.
Golongan remaja yang menganggur
karena tidak mendapatkan pendidikan keterampilan atau yang user employed karena
kurangnya bakat dan kemampuanya, memerlukan pendidikan vokasional yang khusus.
Demi perkembangan pribadinya, mereka perlu pula diberi pendidikan kultural dan
kegiatan-kegiatan yang kreatif. [49]
Mungkin mereka meninggalkan
pendidikan disekolah karena tidak tertarik, bosan atau belum mengetahui manfaat
pendidikan sekolah bagi kehidupanya. Sebab itu, pendidikan yang diberikan
kepadanya harus pendidikan yang menarik yang dapat merangsang dan relevan
dengan kebutuhan hidupnya.
c. Para Pekerja
Yang Berketerampilan
Meskipun golongan ini sama dengan
golongan lainya, memerlukan pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan untuk
menggunakan waktu senggang secara produktif. Golongan ini juga memerlukan
program khusus. Bagi golongan yang berketerampilan ini, program yang disediakan
beginya harus mengandung dua maksud, yaitu :
1. Program itu
harus mampu menyelamatkan mereka dari bahaya ketertinggalan pengetahuan dan
otomasi, sehingga perlu diberikan latihan-latihan kembali untuk mendapatkan
keterampilan baru.
2. Program itu
harus membuka jalan bagi mereka untuk naik jenjang dalam rangka promosi
kedudukan yang lebih baik. Program semacam itu tidak semata-mata bersifat
vokasional dan teknik melainkan merupakan peningkatan atas pengetahuan dan
keterampilan yang telah dimilikki agar mereka dapat menghadapi
tantangan-tantangan hari depan mereka.[50]
d. Golongan
Teknisi Dan Profesionalis
Program pendidikan seumur hidup
sangat besar perananya bagi golongan ini. Mereka pada umumnya menduduki
posisi-posisi penting dalam masyarakat. Kemajuan masyarakat banyak bergantuang
pada golongan ini. Agar mereka tetap berperan dalam masyarakat, maka mereka
harus senantiasa memperbaharui dan menambah pengetahuan dan keterampilanya.
e. Para Pemimpin
Dalam Masyarakat
Para pemimpin dalam masyarakat
(golongan politik, agama, sosial, dan sebagainya) perlu selalu memperbaiki
sikap dan ide-idenya agar mereka dapat tetap berfungsi memimpin masyarakat
sesuai dengan gerak kemajuan dan pembangunan. Mereka harus mampu mensintesiskan
pengetahuan dan berbagai macam keterampilan/keahlian, karena tendensi
spesialisasi dalam masyarakat sekarang menjadi makin lama makin jauh. Kemampuan
mensintesiskan ini tidak pernah dapat ditemukan dalam pendidikan sekolah biasa,
sebab itu program pendidikan untuk mencapai tujuan tersebut perlu
direalisasikan.[51]
f. Golongan
Anggota Masyarakat Yang Sudah Tua
Dengan bertambah panjangnya usia
rata-rata manusia dan kesehatan pun menjadi lebih baik, maka jumlah anggota
golongan masyarakat yang lanjut usia ini makin lama makin bertambah besar.
Mereka juga memerlukan program pendidikan dalam rangka pendidikan seumur hidup.[52]
Mungkin pendidikan ini merupakan
kesempatan yang sangat berharga karena belum pernah diperolehnya pada waktu masih
muda. Program pendidikan ini terlebih untuk memenuhi doronganya untuk
mengetahui hal-hal yang baru.
Berdasarkan uraian diatas, maka
penerapan cara berpikir menurut asas pendidikan seumur hidup itu akan mengubah
pandangan kita tentang status dan fungsi sekolah, dimana tugas utama pendidikan
sekolah adalah mengajar anak dididik bagaimana caranya belajar, peranaan guru
adalah motivator, stimulator dan penunjuk jalan anak didik dalam hal belajar,
sekolah sebagai pusat kegiatan belajar (learning centre) bagi masyarakat
sekitarnya. Sehingga menurut pandangan pendidikan seumur hidup, semua orang
secara potensial merupakan peserta didik.
[1] .Ahmad Warson Munawir, Kamus Arab Indonesia ,Unit
Pengadaan Buku-Buku Ilmiah Keagamaan Pondok Pesantren Al-Munawir, Yogyakarta
1963, hlm. 1154
[5] . Nurcholis Madjid, Bilik-Bilik Pesantren; Sebuah Potret
Perjalanan, Paramadina, Jakarta, 1997, hlm. 20
[7] . Haidar
Putra Daulay. Historitas Dan Eksistensi Pesantren Sekolah dan Madrasah,
Tiara Wacana Yogya, Yogyakarta, 2001, hlm. 14
[10] .
Al-Qur'an surat At-Taubah ayat 122, Al-Qur'an dan Terjemahnya ,Yayasan
Penyelenggara Penterjemah Penafsir Al-Qur'an, Departemen Agama RI., 1989, hlm.
206
[11] .
Sayyid Ahmad Al-Hasyimi, Mukhtar Al-Hadits An-Nabawiyyah Wal Hikamil
Muhammadiyyah, Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, Beirut, t.th, hlm. 22
[13] . Hasyim Asy'ari, Adab al-alim
wa al-muta'allim, Maktabah Al-Turots Al-Islami, Jombang, t.th, hlm 13
[17]. HM. Habib Chirzin,
Agama dan Ilmu Dalam Pesantren, dalam M.
Dawam Rahardjo, ed. Pesantren dan Pembaharuan, LP3ES, Jakarta, 1985,
hlm. 77
[18]. Sujoko Prasodjo et all,
Profil Pesantren Laporan Hasil Penelitian Pesantren Al-Falak dan Delapan
Pesantren Lain Di Bogor, LP3ES, Jakarta, 1982, hlm. 83-84
[19]. Ditpekapontren Ditjen
Bagais Depag RI, Pola-Pola Pembelajaran di Pesantren, Depag RI, Jakarta,
2003, hlm. 7
[20]. Ditpekapontren Ditjen Bagais
Depag RI, Pola Pengembangan Pondok Pesantren, Depag RI, Jakarta, 2003,
hlm. 41
[25] . Al-Qur'an
surat Al-Ma'idah ayat 39, Al-Qur'an dan Terjemahnya ,Yayasan Penyelenggara
Penterjemah Penafsir Al-Qur'an, Departemen Agama RI., 1989, hlm. 114
[26]. Al-Qur'an surat Al-Kahfi ayat 109, Al-Qur'an
dan Terjemahnya ,Yayasan Penyelenggara Penterjemah Penafsir Al-Qur'an,
Departemen Agama RI., 1989, hlm. 304
[27] . Al-Qur'an surat Al-Alaq
ayat 1-5, Al-Qur'an dan Terjemahnya ,Yayasan Penyelenggara Penterjemah
Penafsir Al-Qur'an, Departemen Agama RI., 1989, hlm. 597
[30] . Solaeman Josoef dan Slamet Santoso, Pendidikan Luar
Sekolah, Usaha Nasional, Surabaya, 1981, hlm. 19
[39] . Zahara
Idris, Pengantar Pendidikan, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta
1995, hlm. 112
0 Response to "PONDOK PESANTREN DAN KONSEP LIFE LONG EDUCATION"
Post a Comment