A.
Manajemen Berbasis Sekolah
1. Pengertian manajemen berbasis sekolah
Manajemen
berbasis sekolah (MBS) adalah suatu perubahan formal struktur penyelenggaraan,
sebagai suatu bentuk desentralisasi yang mengidentifikasi sekolah itu sendiri
sebagai unit utama peningkatan serta bertumpu pada redistribusi kewenangan pembuatan
keputusan sebagai sarana penting yang dengannya peningkatan dapat didorong dan
ditopang.[1]
Mendesentralisasikan organisasi, manajemen,
dan penyelenggaraan pendidikan; memberdayakan infrastruktur tersebut lebih
dekat dengan para siswa diruang kelas (yaitu para guru, orang tua, dan kepala
sekolah); menciptakan peran dan tanggung jawab baru bagi para pelaku dalam
sistem tersebut; dan mentransformasikan proses belajar mengajar yang berkembang
diruang kelas.[2]
MBS menuntut partisipasi lebih besar dari para staf dan para orang tua dalam
proses pembuatan kebijakan dan keputusan di sekolah. Menurut ketentuan ,
keputusan – keputusan dibuat secara kolektif dan kolegial oleh para stakeholder
yang relevan, bukan oleh kepala sekolah secara individual atau wakilnya. Dalam
konteks MBS , terdapat beberapa kesempatan bagi peningkatan profesionalisme
staf dan kerjasama staf orang tua dalam pendidikan siswa. Dengan jelas konsep
tersebut menunjukkan bahwa para orang tua dan guru mengetahui para siswanya
yang terbaik, dan melalui usaha – usaha kerjasama, mereka dapat mengembangkan
program – program yang tepat yang dibutuhkan anak – anak mereka .[3]
Berdasarkan
pengertian manajemen berbasis sekolah yang dikemukakan diatas, maka dalam
konsep MBS diperlukan beberapa prasyarat dan syarat, komponen-komponen,
implementasi MBS yang dapat memberikan kompetensi kepada siswa.
2.
Syarat MBS
Adapun
syarat MBS antara lain peningkatan kualitas manajemen sekolah yang terlihat
melalui transparansi keuangan, perencanaan partisipatif dan tanggung jawab,
peningkatan pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM),
dan peningkatan peran serta masyarakat melalui kepedulian terhadap sekolah.[4]
Hal
ini memiliki indikator keberhasilan meliputi lingkungan sekolah yang tertib dan
aman, adanya misi dan target mutu yang ingin dicapai, berkepemimpinan yang
kuat, harapan berprestasi bagi personil yang terlibat dalam proses pendidikan,
pengembangan SDM sesuai kemajuan era, evaluasi yang kesinambungan dalam aspek
akademik, administrtif, dan kualitas serta munculnya komunikasi dan dukungan
intensif dari orang tua dan masyarakat.
Manajenemen
berbasis sekolah (MBS) pada dasarnya diarahkan
untuk mengefektifkan dan memberdayakan manajemen sekolah dengan harapan
adanya individu yang berkompeten dalam pengambilan policy, anggota komunitas sekolah memiliki hak suara, fokus pada
pertanggung jawaban, kreatif dalam perencanaan program, adanya pengaturan ulang
SDM ,alokasi anggaran yang lebih realitistis dan optimalisasi fungsi komite.[5]
Pemberdayaan
manajemem sekolah tersebut menurut Mulyasa (2002: 33) melalui beberapa tahap.
1. Masyarakat
mengembangkan kesadaran awal bahwa mereka dapat melakukan tindakan untuk
meningkatkan kehidupannya dan memperoleh seperangkat ketrampilan agar mampu
bekerja lebih baik
2. Meminimalisir
perasaan tidak mampu mengelola sehingga tumbuh percaya diri
3. Mentradisikan
mengambil keputusan dan memilih sumber daya untuk kesejahteraan pendidikan
4.
Tujuan MBS
Manajemen
berbasis sekolah (MBS) merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai
keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi, MBS yang
ditandai dengan otonomi sekolah dan pelibatan masyarakat merupakan respons
pemerintah terhadap gejala – gejala yang muncul di masyarakat, bertujuan untuk
meningkatkan efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi
antara lain, diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumberdaya partisipasi
masyarakat dan penyederhanaan birokrasi. Sementara peningkatan mutu dapat
diperoleh antara lain, melalui partisipasi orang tua terhadap sekolah,
fleksibilitas pengelolaan sekolah dan kelas, peningkatan profesionalisme guru
dan kepala sekolah. Peningkatan pemerataan antara lain diperoleh melalui
peningkatan partisipasi masyarakat yang memungkinkan pemerintah lebih berkonsentrasi
pada kelompok tertentu.[6]
5. Faktor – faktor yang perlu di perhatikan
sehubungan dengan MBS
Beberapa
faktor yang perlu diperhatikan sehubungan dengan MBS antara lain sebagai
berikut[7] :
a. Kewajiban
sekolah
Manajemen
berbasis sekolah yang menawarkan keleluasaan pengelolaan sekolah memiliki
potensi yang besar dalam menciptakan kepala sekolah, guru, dan pengelola sistem
pendidikan profesional. Dengan demikian sekolah dituntut mampu menampilkan
pengelolaan sumberdaya secara transparan, demokratis, tanpa monopoli, dan
bertanggung jawab baik terhadap masyarakat maupun pemerintah, dalam rangka
meningkatkan kapasitas pelayanan terhadap peserta didik.
b. Kebijakan
dan prioritas pemerintah
Pemerintah
sebagai penanggung jawab pendidikan nasional berhak merumuskan kebijakan –
kebijakan yang menjadi prioritas nasional terutama yang berkaitan dengan
program peningkatan melek huruf dan angka (literacy
and numeracy), efisiensi, mutu, dan
pemerataan pendidikan. Pemerintah perlu merumuskan seperangkat pedoman umum
tentang pelaksanaan MBS . pedoman – pedoman tersebut terutama, ditujukan untuk
menjamin bahwa hasil pendidikan (student
outcomes) terevaluasi dengan baik, kebijakan – kebijakan pemerintah
dilaksanakan secara efektif, sekolah dioperasikan dalam kerangka yang disetujui
pemerintah, dan anggaran dibelanjakan sesuai dengan tujuan.
c. Peranaan
orang tua dan masyarakat
Partisipasi
masyarakat merupakan salah satu aspek penting dalam MBS melalui dewan sekolah (school council) , orang tua dan
masyarakat dapat berpartisipasi dalam pembuatan berbagai keputusan. Dengan
demikian masyarakat dapat lebih memahami, serta mengawasi dan membantu sekolah
dalam pengelolaan termasuk kegiatan belajar mengajar.
d. Peranan
profesionalisme dan manajerial
Pelaksanaan
MBS berpotensi meningkatkan gesekan peranan yang bersifat profesional dan manajerial. Maka kepala sekolah, guru dan tenaga
administrasi harus memiliki pengetahuan yang dalam tentang peserta didik dan
prinsip – prinsip pendidikan untuk menjamin bahwa segala keputusan penting yang
dibuat oleh sekolah, didasarkan atas pertimbangan – pertimbangan pendidikan.
e.
Pengembangan profesi
Sehubungan
dengan peningkatan profesi ini, guru memang dituntut untuk selalu mengembangkan
dirinya baik yang mengenai materi pelajaran dari bidang studi yang menjadi wewenangnya
maupun ketrampilan guru. Tanpa belajar lagi kemungkinan risiko yang terjadi
ialah tidak tepatnya materi pelajaran yang diajarkan dan metodologi mengajar
yang digunakan.
Menurut
yang tertulis dalam buku “manajemen
pendidikan” di sekolah.( dep. P. dan
K, 1979:222/227) bentuk –bentuk peningkatan profesi keguruan secara garis besar
sebagai berikut [8]:
1.
Peningkatan profesi secara
individual :
a. Peningkatan
melalui penataran
b. Peningkatan
profesi melalui belajar sendiri
c. Peningkatan
profesi melalui media massa
2.
Peningkatan
profesi keguruan melalui organisasi profesi
6. Manajemen komponen –komponen sekolah
Agar MBS dapat berjalan dengan tertib, lancar, dan benar
– benar terintegrasi dalam suatu sistem kerjasama untuk mencapai tujuan secara efektif dan
efisian maka, hal penting dalam implementasi manajemen berbasis sekolah adalah
manajemen terhadap komponen- konponen sekolah itu sendiri. Komponen – komponen
tersebut yakni :
a. Manajemen
kurikulum dan program pengajaran
Manajemen kurikulum dan program pengajaran merupakan
bagian dari MBS. Manajemen kurikulum dan program pengajaran mencakup kegiatan
perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian kurikulum.
Sekolah merupakan ujung tombak pelaksanaan kurikulum ,
baik kurikulum nasional maupun kurikulum muatan lokal, yang diwujudkan melalui
proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan nasional. Agar proses belajar
dapat dilaksanakan secara efektif dan
efisien, serta mencapai hasil yang diharapkan, diperlukan manajamen program
pengajaran. Manajemen atau administrasi pengajaran adalah keseluruhan proses
penyelenggaraan kegiatan dibidang pengajaran yang bertujuan agar seluruh
kegiatan pengajaran terlaksana secara efektif dan efisien. Untuk menjamin
efektivitas pengembangan kurikulum dan program pengajaran dalam MBS, kepala
sekolah sebagai pengelola program pengajaran bersama dengan guru – guru harus
menjabarkan isi kurikulum secara lebih rinci dan operasional ke dalam program
tahunan, caturwulan, atau bulanan.
Berikut beberapa prinsip yang harus diperhatikan:
1. Tujuan
yang dikehendaki harus jelas
2.
Program itu
harus sederhana dan fleksibel
3.
Program –
program yang disusun dan dikembangkan harus sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan
4.
Program yang
dikembangkan harus menyeluruh dan harus jelas pencapaiaannya
5.
Harus ada
koordinasi antar komponen pelaksana program sekolah.[9]
b. Manajemen
tenaga kependidikan
Menajemen
tenaga kependidikan atau manajemen personalia pendidikan bertujuan untuk
mendayagunakan tenaga kependidikan
secara efektif dan efisien untuk mencapai hasil yang optimal, namun tetap dalam
kondisi yang menyenangkan. Manajemen tenaga pendidikan mencakup :
1. perencanaan
pegawai
2. pengadaan
pegawai
3. pembinaan
dan pengembangan pegawai
4. promosi
dan mutasi
5. pemberhentian
pegawai
6. kompensasi
7. penilaian
pegawai
Semua
itu perlu dilakukan dengan baik dan benar agar apa yang diharapkan tercapai,
yakni tersedianya tenaga pendidikan yang diperlukan dengan kualifikasi dan
kemampuan yang sesuai serta dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik dan
berkualitas.[10]
c. Manajemen
kesiswaan
Manajemen
kesiswaan adalah penataan dan pengaturan terhadap kegiatan yang berkaitan
dengan peserta didik, mulai masuk sampai dengan keluarnya peserta didik
tersebut dari suatu sekolah. Manajemen kesiswaan bertujuan untuk mengatur
berbagai kegiatan dalam bidang kesiswaan agar kegiatan pembelajaran di sekolah
dapat berjalan lancar, tertib, dan teratur, serta mencapai tujuan pendidikan
sekolah. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, bidang manajemen kesiswaan
sedikitnya memiliki tugas utama yang harus diperhatikan, yaitu:
1. penerimaan
murid baru
2. kegiatan
kemajuan belajar
d. Manajemen
keuangan dan pembiayaan
Komponen pembiayaan pada suatu sekolah
merupakan komponen produksi yang menentukan terlaksananya kegiatan belajar
mengajar di sekolah bersama komponen – komponen lain. Dengan kata lain setiap
kegiatan yang dilakukan sekolah memerlukan biaya, baik itu disadari maupun
tidak disadari.
Komponen
keungan dan pembiayaan ini perlu dikelola sebaik- baiknya agar dana – dana yang
ada dapat dimanfaatkan secara optimal untuk menunjang tercapainya pendidikan.
Tugas
manajemen keuangan dapat dibagi tiga fase, yaitu financial planning; implementation; and evaluation. Mengemukakan
perencanaan finansial yang disebut budgeting,
merupakan kegiatan mengkoordinasi semua sumber daya yang tersedia untuk
mencapai sasaran yang diinginkan secara sistematis tanpa menyebabkan efek
samping yang merugikan. Implementation
involves accounting (pelaksanaan anggaran) ialah kegiatan berdasarkan
rencana yang telah dibuat dan kemungkinan terjadi penyesuaian jika diperlukan. evaluation involves merupakan proses
evaluasi terhadap perencanaan sasaran.[12]
e. Manajemen
sarana dan prasarana pendidikan
Sarana
pendidikan adalah peralatan dan perlengkapan secara langsung dipergunakan dan
menunjang proses pendidikan, khususnya proses belajar mengajar, seperti gedung,
ruang kelas, meja, kursi, serta alat – alat dan media pengajaran
Prasarana
pendidikan adalah fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalannya
proses pendidikan atau pengajaran, seperti halaman, kebun, taman sekolah dan
lain lain.
Manajemen
sarana dan prasarana pendidikan bertugas mengatur dan menjaga sarana dan
prasarana pendidikan agar dapat memberikan kontribusi secara optimal dan
berarti pada jalannya proses pendidikan. Kegiatan pengelolaan ini meliputi
kegiatan perencanaan, pengadaan, pengawasan, penyimpanan inventaris, dan
penghapusan serta penataan.[13]
f.
Manajemen
hubungan sekolah dengan masyarakat
Hubungan
sekolah dan masyarakat pada hakikatnya merupakan suatu sarana yang sangat
berperan dalam membina dan mengembangkan pertumbuhan pribadi peserta didik di
sekolah. Oleh karena itu, sekolah berkewajiban untuk memberi penerangan tentang
tujuan – tujuan, program – program, kebutuhan, serta keadaan masyarakat.
Sebaliknya, sekolah juga harus mengetahui dengan jelas apa kebutuhan, harapan,
dan tuntutan masyarakat, terutama terhadap sekolah. Hubungan sekolah dan
masyarakat bertujuan antara lain untuk :
i.
memajukan kualitas pembelajaran, dan
pertumbuhan anak
ii.
memperkokoh tujuan serta
meningkatkan kualitas hidup dan penghidupan masyarakat
iii.
menggairahkan
masyarakat untuk menjalin hubungan dengan sekolah.[14]
g. Manajemen
layanan khusus
Manajemen
layanan khusus meliputi: manajemen perpustakaan, kesehatan, dan keamanan
sekolah. [15]
Esensinya
MBS adalah membicarakan proses penyelenggaraan pendidikan sekolah, berupa
pemberian otonomi daerah dibidang pendidikan.
Dengan
memahami pengertian manajemen berbasis sekolah diatas, maka MBS bisa
didefinisikan sebagai proses aktualisasi penyelenggaraan pendidikan yang
tersentralisasi menjadi desentralisasi pengelola struktur penyelenggaraan
pendidikan mulai dari pemerintah sampai pengajar dan peserta didik.
Dalam
hal ini guru memegang peranan penting dalam MBS. Guru dituntut untuk mampu
mewujudkan pendidikan yang tersentralisasi menjadi desentralisasi melalui
proses belajar mengajar yang efektif dan efisien.
B.
Penggunaan
Media
1. Pengertian
media
Secara
harfiah kata media mempunyai arti ”perantara” atau “pengantar”
Definisi
media menurut para pakar:
·
Gerlach &
ely (1971)
Mengatakan bahwa
media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau
kejadian, yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh
pengetahuan, ketrampilan, atau sikap.
·
Heinich, dkk (1982)
Media adalah
sebagai perantara yang mengantar informasi antara sumber dan penerima.
·
Fleming (1987 :234)
Media adalah
alat yang menyampaikan atau mengantarkan pesan pengajaran
·
Association
for education and Communication Technologi (AECT)
Media adalah
segala bentuk yang dipergunakan untuk suatu proses penyaluran informasi
·
Education
association
(NEA)
Media adalah
sebagai benda yang dapat dimanipulasi, dilihat, didengar, dibaca, atau
dibicarakan, beserta instumen yang dipergunakan dengan baik dalam kegiatan
belajar mengajar, dapat mempengaruhi efektivitas program instruksional
Dari
definisi – definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian media
merupakan sesuatu yang bersifat menyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran,
perasaan, dan kemauan audien (siswa) sehingga dapat mendorong terjadinya proses
belajar pada dirinya.[16]
2. Manfaat
Media
Media
pengajaran digunakan dalam rangka upaya peningkatan atau mempertinggi mutu
proses kegiatan belajar mengajar. Beberapa manfaat dari penggunaan media
pengajaran di dalam proses belajar mengajar sebagai berikut :
a. Media pengajaran
dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi sehingga dapat memperlancar dan
meningkatkan proses dan hasil belajar mengajar.
b. Media
pengajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak sehingga dapat
menimbulkan motivasi belajar, interaksi yang lebih langsung antara siswa dan
lingkungannya, dan kemungkinan siswa untuk belajar sendiri – sendiri sesuai
dengan kemampuan dan minatnya.
c.
Media
pengajaran dapat mengatasi keterbatasan indra, ruang, dan waktu
d.
Media
pengajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada siswa tentang peristiwa
– peristiwa di lingkungan mereka, serta mungkin terjadi interaksi langsung
dengan guru, masyarakat, dan lingkungannya misalnya melalui karya wisata,
kunjungan – kunjungan kemuseum atau kebun binatang.[17]
3. Jenis –
jenis media
Dalam
realitanya, media pengajaran dapat dijumpai dalam masyarakat yang telah maju
dan melek (menguasai) teknologi
Jenis
– jenis media meliputi :[18]
a. Media
visual; sarana yang digunakan dalam proses pembelajaran berupa alat lihat hasil
sentuhan teknologi
b. Media
audio; sarana yang digunakan dalam proses pembelajaran berupa alat dengar hasil sentuhan teknologi
c. Media
audio - visual; sarana yang digunakan dalam proses pembelajaran berupa alat
lihat – dengar yang dihasilkan dari sentuhan teknologi
d. Media
grafis ; sarana yang dapat memberikan pemahaman kepada peserta didik hasil
sentuhan teknologi atau ketrampilan ( karya)
e.
Media gambar (foto) ; sarana yang
digunakan hasil teknologi fotografi yang bermanfaat untuk menunjukkan
aktivitas, adegan, bentuk konkrit, sebagai bukti dan data yang diperlukan dalam
proses pembelajaran
f.
Media proyeksi
; sarana yang memberikan cara pemahaman lebih mudah karena sentuhan teknologi
dan berguna memberikan data, kecepatan, dan keakuratan
g.
Media dimensi ;
media yang berbentuk konktrit dan dapat dilihat dengan kasat mata fungsinya
sangat besar untuk memberikan pemahaman terhadap peserta didik
h.
Media
lingkungan hidup ; media yang secara langsung dapat dilihat dan dinikmati oleh
peserta didik.
C.
Profesionalisme Guru Pendidikan Agama Islam
1. Pengertian
Profesionalisme Guru PAI
Profesionalisme
berasal dari kata profesi yang artinya suatu bidang pekerjaan yang ingin atau
akan ditekuni oleh seseorang. Profesi juga diartikan sebagai suatu jabatan atau
pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan dan ketrampilan khusus yang
diperoleh pendidikan dari pendidikan akademis yang intensif. Profesional adalah
pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber
penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang
memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta melakukan pendidikan profesi (
UU No.14 tahun 2005 tentang guru dan dosen). Sementara itu, yang dimaksud
profesionalisme adalah kondisi, arah, nilai, tujuan, dan kualitas suatu
keahlian dan kewenangan yang berkaitan dengan mata pencaharian seseorang.
Jadi
profesionalisme guru PAI merupakan kondisi, arah, nilai, tujuan, dan kualitas
suatu keahlian dan kewenangan dalam bidang pendidikan dan pengajaran agama
Islam. [19]
Guru
yang profesional akan tercermin dalam pelaksanaan pengabdian tugas-tugas yang
ditandai dengan keahlian baik dan materi maupun metode. Guru yang profesional
hendaknya mampu memikul dan melaksanakan tanggung jawab sebagai guru kepada
peserta didik, orang tua, masyarakat, bangsa, negara, dan agamanya. Guru
profesional mempunyai tanggung jawab pribadi, sosial, intelektual, moral, dan
spiritual. Tanggung jawab pribadi yang mandiri yang mampu memahami dirinya,
mengelola dirinya, mengendalikan dirinya, dan menghargai serta mengembangkan dirinya.
Tanggung jawab sosial diwujudkan melalui kompetensi guru dalam memahami dirinya
sebagai bagian yang tak terpisahkan dari lingkungan sosial serta memiliki
kemampuan interaktif yang efektif. Tanggung jawab intelektual diwujudkan
melalui penguasaan berbagai perangkat pengetahuan dan ketrampilan yang
diperlukan untuk menunjang tugas-tugasnya. Tanggung jawab spiritual dan moral
diwujudkan melalui penampilan guru sebagai makhluk beragama yang perilakunya
senantiasa tidak menyimpang dari norma –norma agama dan moral.[20]
Diatas
sudah dibahas bahwa guru profesional pada intinya adalah guru yang memiliki
kompetensi yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan dan pengajaran.
Oleh karena itu, aspek profesionalisme guru PAI berarti mengkaji kompetensi yang
harus dimiliki seorang guru PAI. Kompetensi guru adalah seperangkat
pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan
dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.[21]
Guru
harus memiliki sepuluh kompetensi yang meliputi : [22]
1. Mengembangkan
Kepribadian
2. Menguasai
landasan Kependidikan
3. Menguasai
bahan pengajaran
4. Menyusun
program pengajaran
5. Melaksanakan
program pengajaran
6.
Menilai hasil
dan proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan
7. Penyelenggaraan
program bimbingan
8. Menyelenggarakan
administrasi sekolah
9. Berinteraksi
dengan sejawat dan masyarakat
10. Menyelenggarakan penelitian sederhana untuk keperluan
pengajaran.
Didalam pelaksanaan proses belajar mengajar di kelas,
aspek yang harus ditampilakan seorang guru adalah kompetensi profesional antara
lain sebagai berikut:[23]
a.
Menggunakan
metode, media, dan bahan pengajaran
b.
Mendorong dan
menggalakkan keterlibatan siswa dalam pengajaran
c.
Melaksanakan
evaluasi pengajaran dalam proses belajar mengajar
Menurut
Raka Joni (1980) seperti yang dikutip oleh Suyanto dan Djihad hisyam dikemukakan
bahwa ada tiga dimensi umum yang menjadi kompetensi guru atau tenaga
kependidikan, yaitu :[24]
a. Kompetensi
personal atau pribadi, artinya seorang guru harus memiliki kepribadian yang
mantap yang patut diteladani. Dengan demikian seorang guru akan mampu menjadi
seorang pemimpin yang menjalankan peran ing
ngarso sung tulada, ing madya mangun karsa, tutwuru handayani.
b. Kompetensi
profesional, artinya seorang guru harus memiliki pengetahuan yang luas,
mendalam dari bidang studi yang diajarkannya memilih dan menggunakan berbagai
metode mengajar didalam proses belajar mengajar yang diselenggarakannya.
c. Kompetensi
kemasyarakatan, artinya seorang guru harus mampu berkomunikasi baik dengan
siswa, sesama guru, maupun masyarakat luas.
2. Kompetensi
Guru PAI
Kompetensi yang berarti kewenangan atau kecakapan untuk
menentukan atau memutuskan suatu hal. Maka kompetensi guru PAI adalah kewenagan
untuk menentukan pendidikan agama islam yang akan diajarkan pada jenjang
tertentu di sekolah tempat guru itu mengajar.
a. Kewenagan
formal
b. Pemahaman
kurikilum
c. Penguasaan
metode pengajaran
d. Pemahaman
psikologi
Karena
guru agama berbeda dengan guru-guru bidang studi lainnya, guru agama disamping
melaksanakan tugas pengajaran, yaitu memberitahukan pengetahuan keagamaan, ia
juga melaksanakan tugas pendidikan dan pembinaan bagi peserta didik, ia
membantu pembentukan kepribadian, pembinaan akhlak, disamping menumbuhkan dan
mengembangkan keimanan dan ketaqwaan para peserta didik.
Tugas
guru agama itu berat, karena disamping membentuk pribadi peserta didik, ia pun
harus memperbaiki mana yang kurang baik pada mereka, karena anak didik datang
ke sekolah telah membawa berbagai nilai dan pengalaman keagamaan yang
diperolehnya dari orang tuanya masing-masing. Maka pertanyaan yang harus
dijawab adalah “Bagaimana kualiatas guru agama yang diperlukan untuk mereka
itu? yakni: [26]
a. Guru
agama memang berbeda dengan guru bidang studi lainnya, karena agama yang
diajarkan oleh guru agama itu, diharapkan dapat dipahami, dihayati, dan
diamalkan oleh peserta didik, bahkan menyatu kedalam pribadinya yang sedang
bertumbuh
b. Seluruh
penampilan pribadi guru agama hendaknya mencerminkan nilai-nilai islam yang
dihayatinya, misalnya dalam tutur kata, sikap, cara berfikir dan perilaku dalam
pergaulan. Hendaknya imannya tampak dalam kehidupan sehari-hari
c. Guru
agama hendaknya mempunyai sifat penyayang, sabar, dan pemaaf, serta yakin akan
kebenaran agama yang dianutnya
d. Guru
agama hendaknya bersedia menampung persoalan peserta didik, dan mau menanggapi
serta membantu mereka dalam menyelesaikan persoalan
e. Hendaknya
kepribadian guru agama itu menyenangkan dan menarik bagi setiap orang yang
berhubungan dengannya.
3. Karakteristik
Kepribadian Guru
Kepribadian
guru adalah faktor yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan seorang guru
sebagai pengembang sumber daya manusia. Mengenai pentingnya kepribadian guru,
seorang psikolog terkemuka, Prof. Doktor
Zakiah daradjat (1982) Menegaskan : “ kepribadian itulah yang akan
menentukan apakah ia menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya,
ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi hari depan anak didik
terutama bagi anak didik yang masih kecil (tingkat SD)?. Karakteristik
kepribadian yang berkaitan dengan keberhasilan guru dalam menggeluti profesinya
adalah meliputi : [27]
a. Fleksibilitas
kognitif guru
Fleksibilitas
kognitif (keluwesan ranah cipta) merupakan kemampuan berfikir yang diikuti
dengan tindakan secara simultan dan memadai dalam situasi tertentu. Dalam PBM,
fleksibilitas kognitif guru terdiri atas tiga dimensi yakni:
1) Dimensi
karakteristik pribadi guru
2) Dimensi
sikap kognitif guru terhadap siswa
3)
Dimensi sikap
kognitif guru terhadap materi pelajaran dan metode mengajar
b. Keterbukaan
psikologis pribadi guru
Keterbukaan
ini merupakan dasar kompetensi profesional kemampuan dan kewenangan
melaksanakan tugas, keguruan yang harus dimiliki oleh setiap guru.
Guru
terbuka secara psikologis biasanya ditandai dengan kesediaannya yang relatif
tinggi untuk mengkomunikasikan dirinya dengan faktor-faktor eksteren antara
lain siswa, teman sejawat, dan lingkungan.
4. Kode
Etik guru PAI
Al-Ghazali
berpandangan “idealistik” terhadap profesi guru, Idealisasi guru menurutnya,
adalah orang yang berilmu, beramal, dan mengajar. Orang seperti adalah gambaran
orang terhormat di kolong langit. Berangkat dari itu perspektif idealistik
profesi guru tersebut Al-Ghazali menandaskan bahwa orang yang sibuk mengajar
merupakan orang yang “bergelut”
dengan sesuatu yang amat “wigati” (penting, peny) sehingga ia perlu
menjaga etiket dan kode etik profesinya.
Kode
etik atau tugas profesi yang harus dipatuhi oleh guru PAI meliputi delapan hal
:[28]
a. Menyayangi
para peserta didiknya, bahkan memperlakukan mereka seperti perlakuan dan kasih
sayang guru kepada anaknya sendiri
b. Guru
bersedia sungguh-sungguh mengikuti tuntutan Rosulullah SAW, sehingga ia tidak
mengajar untuk mencari upah atau untuk mendapatkan penghargaan dan tanda jasa
c. Guru
tidak boleh mengabaikan tugas memberi nasehat kepada para peserta didiknya
d. Termasuk
kedalam profesionalisme guru adalah mencegah peserta didik jatuh terjerembab ke
dalam akhlak tercela melalui sepersuasif mungkin dan melalui cara penuh kasih
sayang, tidak dengan cara mencemooh dan kasar
e. Kepakaran
guru dalam spesialisasi keilmuan tertentu tidak menyebabkannya memandang remeh
disiplin keilmuan lainnya
f.
guru
menyampaikan materi pengajarannya sesuai dengan tingkat pemahaman peserta
didiknya
g.
Terhadap
peserta didiknya yang berkemampuan rendah, guru menyampaikan materi yang jelas,
kongkrit dan sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik dalam mencernanya
h.
Guru mau
mengamalkan ilmunya, sehingga yang ada adalah menyatunya tindakan
Demikianlah prinsip-prinsip umum yang dikemukakan
Al-Ghazali berkenaan dengan teori pendidikannya. Pemikirannya tersebut secara utuh
merupakan suatu pandangan komprehensif tentang praktek pendidikan.
Namun
demikian guru indonesia menyadari; bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian
terhadap tuhan YME, bangsa dan negara serta kemanusiaan pada umumnya. Guru
indonesia yang berjiwa pancasila dan setia pada UUD ‘1945 , turut bertanggung
jawab atas terwujudnya cita –cita proklamasi kemerdekaan RI 17 agustus 1945,
oleh sebab itu guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan
memedomani dasar-dasar sebagai berikut:[29]
a. Guru
berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia indonesia seutuhnya
yang berjiwa pancasila
b.
Guru memiliki
dan melaksanakan kejujuran profesional
c.
Guru berusaha
memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan
dan pembinaan
d.
guru
menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses
belajar mengajar
e.
guru memelihara
hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina
peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan
f.
Guru secara
pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat
profesinya
g.
Guru memelihara
hubungan seprofesi , semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial
h. Guru
secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai
sarana pengabdian dan perjuangan
i.
Guru melaksanakan segala
kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan
D.
Hubungan MBS, Penggunaan
Media dan Profesionalisme Guru PAI
Mengimplementasikan
MBS secara efektif dan efisien, guru harus berkreasi dalam meningkatkan
manajemen kelas. Guru adalah teladan dan panutan langsung para peserta
didik di kelas. Oleh karena itu, guru perlu siap dengan segala kewajiban, baik
manajemen maupun persiapan isi materi pelajaran.[30]
Untuk diperlukan tenaga pengajar yang memiliki kemampuan
dan kecakapan yang lebih memadai, diperlukan kinerja dan sikap yang baru,
peralatan yang lebih lengkap dan administrasi yang lebih teratur. Guru
hendaknya dapat menggunakan peralatan yang lebih ekonomis, efisien dan mampu
dimiliki oleh sekolah serta tidak menolak digunakannya peralatan teknologi
modern yang relevan dengan tuntutan masyarakat dan perkembangan zaman, tetapi
permasalahan pokok dan cukup mendasar adalah sejauhmanakah kesiapan guru-guru
dalam menguasai penggunaan media pendidikan dan pengajaran disekolah untuk
pembelajaran siswa secara optimal sesuai dengan tujuan MBS yaitu peningkatan
efisiensi dan mutu pendidikan.[31] Demikian juga guru harus mengorganisasikan
kelasnya dengan baik, jadwal pelajaran, pembagian tugas peserta didik, kebersihan, keindahan, dan
ketertiban kelas, pengaturan tempat duduk peserta didik, penempatan alat-alat
dan lain-lain harus dilakukan dengan sebaik-baiknya. Suasana kelas yang
menyenangkan dan penuh disiplin sangat diperlukan untuk mendorong semangat
belajar peserta didik. Kreativitas dan daya cipta guru untuk
mengimplementasikan MBS perlu terus menerus didorong dan dikembangkan Implementasi
MBS akan berlangsung secara efektif dan efisien apabila didukung oleh
sumberdaya manusia yang profesional untuk mengoperasikan sekolah, dana yang
cukup agar sekolah mampu menggaji staf sesuai dengan fungsinya, sarana dan
prasarana yang memadai untuk mendukung proses belajar mengajar, serta dukungan
masyarakat (orang tua) yang tinggi.[32]
Pada hakekatnya penyelenggaraan dan keberhasilan proses
pendidikan pada semua jenjang dan semua satuan pendidikan termasuk MBS dan
penggunaan media ditentukan oleh faktor guru, disamping perlunya unsur-unsur
penunjang lainnya. Kualitas
kemampuan guru yang rendah akan berdampak pada rendahnya mutu pendidikan.[33]
Dalam
rangka pengembangan implementasi MBS paling tidak guru harus mampu mengelola
proses belajar mengajar secara efektif dan inovatif. Diperlukan strategi dan
model pembelajaran serta penggunaan media yang tepat dan sedemikian rupa
memberikan nuansa yang menyenangkan bagi guru dan peserta didik. Apa yang
dikenal dengan sebutan “quantum Learning
dan quantum Teaching “Pada hakekatnya adalah mengembangkan suatu model dan
strategi pembelajaran yang seefektif mungkin dalam suasana yang menyenangkan
dan penuh gairah serta bermakna.
Pada
pelaksanaannya pendidikan di sekolah adalah menjadi tanggung jawab guru, Guru
profesional mempunyai tanggung jawab pribadi, sosial, intelektual, moral, dan
spiritual dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengajar.
Dari
uraian diatas jelas bahwa peranan guru yang profesional sangat menentukan
implementasi MBS dan penggunaan media. Dengan kata lain sangat menentukan
implementasi MBS dan penggunaan media berpengaruh terhadap profesionalisme guru
PAI.
[1]
Ibtisam Abu – Duhou, “ School – Based
Manajement” PT Logos Wacana Ilmu, cet 1, Jakarta , Agustus, 2002, hal 16
[3] Ibtisam Abu – Duhou, loc .cit
[4]
Moh Rosyid , “ Ilmu Pendidikan
Sebagai Pengantar Menuju Hidup Prospektif”, UPT UNNES Press, cet 1 , Semarang, Desember, 2004, hal 80
[5]
Moh Rosyid, loc. cit
[6]
Mulyasa, “ Manajemen Berbasis
Sekolah “, PT remaja rosda karya, cet 1, Bandung, April, 2002, hal 26
[7]
Ibid, hal 27
[8]
Suryo Subroto, “ Manajemen
Pendidikan di sekolah “, PT Rineka Cipta, cet 1, Jakarta, Februari, 2004,
hal 190-191
[9] Mulyasa, Opcit, hal 41
[16]
Asawir dan M. Basyiruddin Usman, “Media
Pembelajaran“, PT Intermasa, cet 1, Jakarta, Juni, 2002, hal 11
[17] Azhar Arsyat, “Media Pengajaran“, PT Raja Grafindo Persada, cet 2, Jakarta,
februari, 2000, hal 26-27
[18] Moh Rosyid, “Ilmu Pendidikan (Sebuah Pengantar) Menuju Hidup Prospektif”, UPT
UNNES Press, cet 1, Semarang, hal 142-143
[19] Kunandar, “ Guru Profesional Implementasi KTSP dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi
Guru “, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, Januari, 2007, hal 45-46
[21] Depdikbud, Undang-Undang RI No. 14 tahun
2005 tentang guru dan dosen Bab 1, Pasal 1, ayat 10, Jakarta, 2005, hal 9
[22] Moh. Uzer Usman, “Menjadi Guru Profesional,“ PT Remaja Rosdakarya, cet 4, Bandung,
november, 1992, hal 12-15
[23] Basyiruddin Usman. “Metodologi
Pembelajaran agama Islam” Ciputat Pers, cet 1, Jakarta, 2002, hal 93
[24] Suyanto dan Djihad Hisyam, “Refleksi dan Reformasi Pendidikan Millenium
III, Adicita Karya Nusa, edisi 5, cet 1, Yogyakarta, Maret, 2000, hal 29
[25] Zakiah Darajat, “Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah“, PT Remaja Rosdakarya
Offset, cet 2, Jakarta, 1995, hal 95
[26] Ibid, hal 103-104
[27]
Muhibbin Syah, “ Psilologi Pendidikan
dengan Pendekatan Baru “, PT Remaja Rosdakarya, cet 4, Bandung, Mei, 1999,
hal 225-228
[28]
Ridha Muhammad Jawwad, “Tiga Aliran Utama
Teori Pendidikan Islam”, PT Tiara Wacana Yogya, cet 1, Yogyakarta,
November, 2002, hal 129-132
[29] Soejibto & Raflis Kosasi, “Profesi Keguruan“, PT Rineka Cipta, cet
1, Jakarta, November, 1999, hal 34-35
[30]
Mulyasa, Opcit hal 57
[31]
Asnawir & M. Basyiruddin Usman ,Opcit
hal 17
[32] Mupyasa, Opcit hal 58
[33] Oemar Hamalik, “Pendidikan Guru (Berdasarkan Pendekatan Kompetensi).” PT Bumi
Aksara, cet 3, Jakarta, Mei, 2004, hal 5
0 Response to "MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH, PENGGUNAAN MEDIA DAN PROFESIONALISME GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM"
Post a Comment