PEMBELAJARAN ACTIVE LEARNING PADA MATA PELAJARAN AQIDAH AKHLAK

PEMBELAJARAN ACTIVE LEARNING PADA MATA PELAJARAN AQIDAH AKHLAK



A.     Pembelajaran Active Learning Pada Mata Pelajaran Aqidah Akhlak

1.       Pengertian Dan Tujuan Pembelajaran
Kata Aqidah adalah merupakan bentuk isim sifat dari kata kerja bentuk lampau (فعل مضي ) yaitu  عقدYang berarti mengikat atau menyakini.[1]
Menurut arti termonologi  didalam bukunya Sayyid Sabiq “Aqidah Islam” , Hasan Al banah mengemukakan bahwa arti Aqidah adalah suatu perkara yang dibenarkan oleh hati dan jiwa, dapat menjadi tenang, tenteram, sehingga jiwa itu menjadi yakin dan mantap tanpa ada suatu keraguan dan prasangkah yang buruk.[2]
Aqidah adalah keimanan yang tersusun dari enam perkara yaitu iman kepada Allah, Malaikat, Kitab, Rosul Dan Hari Kiamat Dan Taqdir baik Dan Taqdir buruk.[3] Akhlak adalah berasal dari bahasa arab dalam bentuk jama’ yaitu خلق  yang artinya budi pekerti.[4]
Kalimat tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan “khalqun” yang berarti kajian keislaman yang menyatukan hubungan dengan Allah dan makhluknya.[5]
Perumusan akhlak timbul sebagai media yang memungkinkan adanya hubungan baik antara manusia dengan Allah yang menciptakan segalah makhluk.[6]
Sebagaimana yang telah dikemukakan diatas, perkembangan baru terhadap pandangan pembelajaran membawa sebuah konsekuensi untuk memainkan peranan dan kompetensi guru, sehingga mampu menciptakan lingkungan pembelajaran yang efektif dan akan lebih mampu lagi untuk mengelolah kelasnya sehinggah hasil belajar siswa berada pada tingkat optimal.[7]
Dalam pembelajaran ini adalah merupakan program yang bertujuan untuk membimbing atau membentuk manusia yang agamis dengan menanamkan Aqidah keimanan dan membentuk manusia yang berakhlakul karimah atau budi pekerti yan mulia/luhur serta mempunyai kepribadian yang tanggu sehingga membentuk manusia yang bertaqwa kepada Allah.[8]
Segalah sesuatu yang menguatkan dalam pembelajaran Aqidah Akhlak adalah untuk meluaskan lingkungan pemahaman dalam pemikiran, sebagaimana dibukunya Abdullah Nata “Akhlak Tasawuf ”  bahwa Herbert Spencer menyatakan,  tentang segalah sesuatu kepentingan yang bisa untuk meniggihkan  akhlak muliah (Akhlakul Karimah) dan yang lebih penting lagi adalah  memberi dorongan (motivasi)  kepada siswa, supaya melakukan perbuatan yang berakhlakul karimah, berbicara yang luhur, agar anak anak didik tidak menjadi anak didik yang tercelah dan hina, baik itu dihadapan sesama manusia maupun dihadapan Allah.[9]
Adapun tujuan dari Aqidah Akhlak adalah sebagai berikut:
a.       Dapat menyelamatkan dirinya dari siksaan Allah, dan mengenalkan keimanan serta dari segalah hal yang dapat menyempurnakan keimanan kepada Allah, dan membentuk berakhlakul karimah
b.       Memperkuat keimanan kepada Allah, yang telah menciptakan manusia, langit dan bumi serta  seisinya dan metaqdirkan antara yang baik dan yang buruk
c.       Menumbuhkan semangat beraqidah Islam pada siswa
d.      Menjernihkan pikiran, hati nurani yang berbudi pekerti yang luhur atau brakhlakul karimah.[10]
Dari pengertian dan tujuan pembelajaran tersebut dengan jelas, untuk membimbing dan mendidik siswa, untuk berakhlakul karimah, mempunyai peduman ajaran agama islam, menanamkan keimanan,  ketaqwaan kepada Allah, berkepribadian yang tangguh.[11]
2.       Metode-Metode Pembelajaran Active Learning
Istilah metode pembelajaran adalah suatu ilmu yang membicarakan cara-cara atau tehnik menyajikan bahan pelajaran pada siswa, agar tercapai suatu tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efesien dan bagaimanakah  kalau metede pembelajaran itu, diterapkan pada metode pembelajaran Aqidah Akhlak, maka batas-batasnya adalah terletak pada Metode atau Tehnik, apakah metode tesebut lebih cocok ataukah tidak cocok, keteka digunakan  untuk penyampaian materi pembelajaran pada diri anak didik dan bagaimanakah yang seharusnya, diterapkan oleh seorang guru dalam kegiatan pembelajaran ini.[12]
Sesuai  dengan kurikulum pendidikan sembilan tahun bahwa dalam pembelajaran ini, perlu menyusun metode-metode untuk program pengajaran, yang disampaikan untuk siswa di sekolah atau madrasah dan metode tersebut merupakan parangkat dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran yang harus di buat oleh setiap guru sebelum mengajar.[13]
Adapun metode-metode dalam pembelajaran Aqidah Akhlak ini meliputi :
a.       Metode Diskusi
Metode diskusi adalah cara penyajian pelajaran, dimana siswa-siswa diharapkan kepada suatu masalah yang bisa berupa pernyataan atau pertanyaan yang bersifat problematis untuk dibahas dan dipecahkan bersama.
b.      Metode Sosiodrama
Metode sosiodrama dan role playing dapat dikatakan sama artinya, dan dalam pemakaiannya sering disilihgantikan. Sosiodrama pada dasarnya mendramatisasikan tingkah laku dalam hubungannya dengan masalah sosial.
Tujuan yang diharapkan dan penggunaan metode sosiodrama antara lain :
-          Agar siswa dapat menghayati dan menghargai perasaan orang lain.
-          Dapat belajar bagaimana membagi tanggung jawab.
-          Dapat belajar bagaimana mengambil keputusan dalam situasi kelompok secara spontan.
-          Merangsang kelas untuk berfikir dan memecahkan masalah.
c.       Metode Problem Solving
Metode problem solving (metode pemecahan masalah) bukan hanya sekedar metode mengajar, tetapi juga merupakan suatu metode berfikir, sebab dalam problem solving dapat menggunakan metode-metode lainnya yang dimulai dengan mencari data sampai kepada menarik kesimpulan.

e.      Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab adalah cara penyajian pelajaran dalam bentuk pertanyaan yang harus dijawab, terutama dari guru kepada siswa, tetapi dapat pula dari siswa kepada guru.
f.      Metode Ceramah
Metode ceramah adalah metode yang boleh dikatakan metode tradisional, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar mengajar. Meski metode ini lebih banyak menuntut keaktifan guru daripada anak didik, tetapi metode ini tetap tidak bisa ditinggalkan begitu saja dalam kegiatan pengajaran. Apabila dalam pendidikan dan pengajaran tradisional, seperti di pedesaan yang fasilitasnya masing sangat kurang.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa metode ceramah adalah cara penyajian pelajaran yang dilakukan guru dengan penuturan atau penjelasan lisan secara langsung terhadap siswa.[14]
Di samping metode-metode dalam pengajaran Aqidah Akhlak di atas, seyogyanya guru atau pengajar harus mampu :
a.       Penguasaan Materi
Penguasaan materi bagi guru merupakan hal yang sangat menentukan, khususnya dalam proses pembelajaran yang melibatkan guru dan siswa.[15]
Ruang lingkup materi yang harus dikuasai oleh guru untuk siswa adalah bilah siswa harus menguasai materi, maka guru tentu saja harus lebih menguasai  dari pada siswa yang telah tercantun dalam GBPP, antara lain termasuk menguasai materi pembelajaran dan konsep-konsepnya.[16]
b.      Analisis Materi Pembelajaran
Analisis materi pembelajaran ini adalah hasil dari kegiatan yang berlangsung, sejak seorang guru mulai meneliti isi GBPP, kemudian mengkaji materi, menjabarkan dan mempertimbangkan penyajianya.[17]
Analisis ini berfungsi sebagai acuan untuk menyusun program pembelajaran yaitu
1)      Program Tahunan
Program ini merupakan bagian dari program pembelajaran tahunan yang memuat alokasi waktu, untuk setiap pokok-pokok pembahasan dalam satu tahun pelajaran dan juga program  semesteran termasuk salah satu bagian dari program tahunan.[18]
2)      Program Persiapan Pembelajaran
Persiapan pembelajaran merupakan salah satu bagian dari program pengajaran yang memuat satuan bahasan untuk disajikan dalam beberapa kali pertama dan fungsi persiapan mengajar dapat digunakan berbagai acuan untuk menyusun rencana pembelajaran  sehingga dapat berfungsi sebagai acuan bagi guru, untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran ini, agar lebih terarah dan berjalan baik.[19]



3)      Program Rancana Pebelajaran
Rencana pembelajaran merupakan persiapan guru dalam pembelajaran dikelas, agar lebih efisien dan lebih efektif pada setiap pertemuan dalam pembelajaran ini.[20]
c.       Analisis Hasil Ulangan Harian
Ulangan harian adalah tes yang dilakukan pada akhir harian yang meliputi satuan bahasan pokok dan satuan pelajaran, sedangkan fungsi pembelajaran ini adalah untuk mendapatkan upan balik tentang tingkat daya serap siswa terhadap materi pelajaran untuk satuan bahasan baik secara perseorangan maupun klasikal atau kelompok.[21]
Tujuan analisis hasil ulangan harian ini adalah menentukan  telah tercapainya pembelajaran, menentukan pogram perbaikan, pengayaan dan menentukan nilai-nilai kemajuan belajar siswa.[22]
3.       Media Dalam Pembelajaran Active Learning
Media pembelajaran sama halnya dengan alat-alat pendidikan dalam menyampaikan bahan pendidikan atau pengajaran. Alat bantu lebih sering disebut alat peraga karena berfungsi untuk membantu dan meragakan sesuatu dalam proses pendidikan.[23]
Alat peraga disusun berdasarkan prinsip bahwa pengetahuan yang ada pada setiap manusia itu diterimanya atau ditangkap melalui panca inderah, semakin banyak indera yang digunakan untuk menerimah sesuatu, maka semakin banyak dan semakin jelas pulah pengertian dan pengetahuan yang diperoleh. Dengan perkataan lain, alat perasa ini dimaksudkan untuk mengarahkan inderah sebanyak mungkin sesuatu objek, sehingga mempermuda persiapan.[24]
Ada beberapa macam media yang menunjang pendidikan pembelajaran Aqidah Akhlak pada garis besarnya Adalah:
a.       Alat Bantu Lihat (Visual Aids)
Alat ini berguna untuk membantu menstimulasi inderah mata atau penglihatan pada waktu terjadinya proses pendidikan , misalnya film, peta, gambar reklame dan lains sebagainya
b.      Alat Bantu Dengar ( Auidio Aids )
Alat yang dapat membantu menstimulasi inderah pendengar pada waktu proses penyampain bahan pendidikan, misalnya radio, tape recorder dan lain-lain
c.       Alat Bantu Lihat Dasar ( Audio Visual)
Alat yang dapat membantu menstimlasi inderah pendengar dan pengliatan pada proses penyampaian bahan pendidikan, misalnya VSD, Televisi dan lain lain[25]
4.       Evaluasi Pembelajaran Active Learning
Yang dimaksudkan dengan evaluasi di sini adalah seorang guru terhadap proses atau kegiatan pembelajaran , penilaian tersebut. Betujuan untuk mengetahui sampai sejaumana tujuan pengajaran yang ditetapkan dapat tercapai, disaping itu juga hambatan-hambatan yang terjadi dalam proses pembelajaran tersebut Penilaian ini tidak hanya dilakukan terbatas pada akhir semesteran tetapi bagi guru maupun siswa untuk mengetahui hasil pembelajaran yang dilakukan.[26]
Pembicaraan mengenai evaluasi pendidikan dalam pembelajaran ini dibatasi tentang evaluasi hasil belajar, utamanya evaluasi yang menggunakan tes oyektif, tes uraian, observasi dan wawancara dalam perencanaan menggunakan alur berfikir, tes obyektif dengan meniadakan beberapa langkah yang tidak diperlukan.[27]
Acuan evaluasi adalah rujukan yang dijadikan standar dalam mengukur tingkat keberhasilan pembelajaran dan adapun kualitas pembelajaran dapat dilihat dari segi proses maupun dari segi hasil dan dari  segi kualitas apabilah seluruhnya atau setidaknya sebagaian besar peserta didik terlibat secara aktif, baik secara fisik maupun sosial dalam proses pembelajaran. Apabila dilihat dari segi keberhasilan maka terjadi perubahan perilaku yang posistif pada diri peserta didik. [28]
Untuk memudakan cara merumuskan dan merencanakan evaluasi, tujuan pendidikan hendaknya dirumuskan dalam tujuan intruksional yang mencakup tiga aspek yaitu:
a.       Performance; mencakup pernyataan tentang kemampuan apa yang diharapkan dapat dilakukan oleh siswa.
b.       Conditions; menjelaskan suatu kondisis tertentu yang diperluan bagaimana performance itu terjadi.
c.       Criterion; menjelaskan kriterio performance yang diharapkan dengan menjelaskan bagaimana kriteria dari suatu performance yang dapat diterima sebagai hasil.[29]
Menurut Abidin Ibnu Rusn bahwa aspek evaluasi pada pembelajaran aqidah akhak yaitu:


a.       Aspek Pemimpin Lembaga
Seorang pimpinan dalam kependidikan pemperhatikan diri, seberapakah jauh kemampuan melaksanakan tugasnya dalam mengarahkan, membimbing dan mempengarui pikiran serta tampak dari sinilah bahwa keberhasilan seorang pimpinan terletak pada kemampuanya dalam mengambil keputusan dan keberanianya dalam menggerakkan orang yang dipimpinya.[30]
Seorang pemimpin dituntut mempunyai kemauan membimbing, mempengarui dan mendorong terwujudnya tindakan-tindakan yang mempengarui kepada tujuan tersebut dan itulah inti dari tugas pemimpin dalam kependidikan yang setiap saat hendaknya dievaluasi, dipikirkan, diprediksi dan diupayakan, agar usaha dan aktivitas itu meningkat, sehingga ia termasuk orang yang sukses dalam bertugas.[31]
b.      Aspek Pendidik (guru)
Guru adalah sebagai subyek dan sebagai evaluasi pendidikan. Perananya sangat menentukan dalam proses pencapaian tujuan pendidikan secara sistematik dan oleh karena itu, usaha mengevaluasi keduanya dalam aktivitas belajar dan mengajar  sangat diperlukan sekali.[32]
Seorang guru mempunyai tugas ganda yaitu sebagai tugas kedinasan, sebagai guru profesional dan mengemban tugas moralitas yang memberi suri tauladan yang baik untuk siswa, guru harus merasa terpanggil bahwa tugasnya adalah suci, cinta dan kasih sayang terhadap murid, hendaklah senantiasa di perhatikan dan harus mempunyai tanggung jawab baik secara formal maupun moral.[33]
Keberhasilan seorang guru dalam kegian belajar mengajar dan berinteraksi dengan murid, terletak pada keterampilan, kecerdasan dan ketepatanya dalam menggunakan metode pembelajaran dan juga kemampuanya menjadikan diri sebagai sentral figur dan untuk meningkatkan keilmuan yang tinggi.[34]   
c.       Aspek Didik (siswa )
Seorang siswa akan berhasil dalam belajarnya apabila siswa mampu memahami bahwa belajar pada hakikatnya adalah proses jiwa, adalah ungkapan yang menunjukkan aktivitas, mengahasilkan perubahan tinggkah laku, berarti belajar merupakan proses panjang, sehingga menghasilkan perubahan pada pendidikan, agar murid sebagai langkah pertama dalam belajarnya, mensucian jiwa dari perilaku buruk, sifat-sifat tercelah dan budi pekerti yang rendah, maka siswa hendaklah mendahulukan kesucian batin dari kerendahan budi pekerti dan sifat-sifat tercelah.[35]
Berkaitan dengan siswa dalam kegiatan pembelajaran, maka siswa mempunyai sifat tawadhuk, berakhlakul karimah dan merendahkan diri terhadap ilmu dan guru, karena guru merupakan penunjuk jalan untuk memperoleh dan mendalami ilmu-ilmu yang dipelajarinya.[36]
d.      Aspek Wali Murid
Orang tua dalam perananya sebagai penanggung jawab pendidikan, tidak sekedar bertugas sebagai pendidik bagi anaknya secara alamia dan lebih dari itu, tugasnya adalah tugas keagamaan dalam rangkah meningkatkan berhubungan dengan Tuhan.[37]
Oleh karena itu, walaupun orang tua menyerahkan anaknya secara formal kepada lembaga sekolah, maka orang tua siswa, masih mempunyai tangungg jawab untuk mengawasinya dirumah dan tidak di benarkan orang tua  lebih menitipkan anak-anaknya di sekolahan saja.[38]
Kegagalan murid dalam belajarnya di sekolah, antara lain disebabkan oleh terjadinya berbenturan arah perlawanan, baik antara sikap orang tua yang selalu memanjakan anak dan tuntutan guru, dalam membimbing anak-anaknya, agar menjadi manusia dewasadan mandiri.[39]
Sedemikian eratnya hubungan antara aktivitas orang tua sebagai penanggung jawab keberhasilan pendidikan anak dirumah dan aktivitas para guru sebagai penggunggjawab pendidikan anak sekolah maka untuk meningkatkan aktivitas dalam proses kependidikan, orang tua perlu ikut serta mengevaluasi, memikirkan, menilai, memperhatikan dan memperhitungakan diri dan anaknya demi kemajuan anaknya.[40]
e.       Aspek Tenaga Administasi
Administasi adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan sebagai proses pengendalian usaha kerja sama dengan sekelompok orang  untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan bersama, dalam proses pendidikan tidak bisa terlepas dari kegiatan admisinstrasi.[41]
Kaitan  dengan administasi sebagai subyek Evaluasi ialah orang-orang yang terlibat didalamnya, ikut menentukan keberhasilan dalam proses pendidikan untuk menigkatkan kualitas kerja dari masing-masing orang dengan membawa peningkatan dan keberhasilan secara keseluruhan.[42]

B.     Pembentukkan Akhlakul Karimah

1.       Pengertian Dan Tujuan Pembentukan Akhlakul Karimah
Menurut pendekatan termonologi bahwa kata khuluk artinya budi pekerti, sedangkan akhlak juga artinya budi pekerti, dengan demikian, baik khuluk maupun akhlak sama artinya budi pekerti.[43]
Menurut Ahmad Amin, akhlak adalah suatu disiplin ilmu yang mengkaji arti dari aspek baik dan aspek buruk, yang menjelaskan tentang perilaku manusia kepada lingkungan sekitarnya, memberikan bimbingan kepada tujuan yang dilakukanya dalam  perbuatan mereka, menunjukkan tentang sebab dan akibat dari perbuatan yang telah dilakukan.[44]
Jadi secara sederhana akhlakul karimah adalah budi pekerti yang luhur yang dilakukan oleh setiap manusia yang berdasarkan ajaran agama Islam. [45]
Berbicara masalah pembentukkan akhlakul karimah sama halnya  berbicara tentang tujuan pendidikan agama, menurut Mohammad Atyiyah al-Abrasyi menyatakan bahwa tujuan pendidikan agama adalah membentuk akhlak mulia atau akhlakul karimah pada diri siswa dan pendidikan tersebut  merupakan tujuan pendidikan nasional.[46]
Dengan demikian pembentukan Akhlakul Karimah dapat diartikan sebagai usaha sungguh-sungguh, dalam pembinaan yang terprogram dengan baik dan dilaksanakan dengan sungguh-sunggu dan konsisten dan Pembentukan akhlakul karimah ini, dilakukan dengan berdasarkan asumsi bahwa akhlak adalah hasil usaha pembinaan, bukan terjadi secara kebetulan saja.[47]
Pembinaan Akhlakul Karimah secara efektif dapat pula dilakukan dengan memperhatikan faktor kejiwaan dan sasaran yang akan dibina karena kejiwaan manusia antara yang satu dengan yan lainya berbeda-beda, menurut perbidaan pada tingkat usia.[48]
Pada usia anak-anak lebih menyukai kepada hal-hal yang bersifat rekreatif dan bermain, untuk disajikan dalam bentuk bermain, karena mereka menyajikan ajaran akhlak lewat syair yang berisi sifat-sifat Allah dan Rasulullah, anjuran beribadah dan memberikan contoh untuk berakhlakul karimah.[49]
2.       Metode-Metode Pembentukan Akhlakul Karimah
Metode dalam mendidik anak dalam membentuk Aklakul Karimah ini banyakanya ragamnya dan adapun metode-metode dalam pendidikan anak adalah
a.       Metode Keteladanan
Metode ini merupakan faktor penentu tentang baik dan buruknya tingkah laku siswa, jika seorang guru adalah jujur, dapat di percaya maka siswa akan tumbuh dengan sifat-sifat yang mulia dan terpuji polah, sebaiknya jika seorang guru pendusta, tidak dapat dipercaya maka siswa akan tumbuh dengan sifat-sifat tercelah dan hina.[50]
Sebagai guru, harus menyadari bahwa pendidikan moral atau akhlak adalah upayah pemembentuk aklakul karimah dan menumbuhkan kepribadian yang tangguh pada siswa, jika guru dalam memberikan tauladan baik akan menjadikan siswa yang terpuji dan menjadi manusia yang berkualitas dalam keagamaanya.[51]
Menurut pendapatnya Muhammad Quthb, menyatakan bila ajaran islam jadikan suri tauladan yang baik sebagaimanah telah dicontohkan oleh  kepribadian Rasulullah, maka siswa menjadi kepribadian yang baik seperti Nabi Muhammad SAW.[52]
b.      Metode Nasihat
Nasihat adalah mempengarui dan membuka jalan, kedalam jiwa seseorang secara langsung melalui perasaan karena nasehat itu, menggerakanya dan mengguncangkan isinya selama waktu tertentu, tak ubahnya seperti seorang pemintah-minta yang berusaha membangkitkan kenestapaanya sehingga menyelubungi seluruh dirinya, tetapi bila tidak dibangkit-bangkitnya maka kenestapaan itu terbenam lagi.[53]
Oleh karena itu didalam pendidikan, nasihat diperlukan untuk keteladanan dan sebagai perantaraan, mengubah perilaku anak didik karena sikap anak didik selalu meniru dan memperhatikan guru atau orang yang menasehati.[54]
 Bila tersedia suatu teladan yang baik, maka nasehat akan sangat berpengaruh didalam jiwa dan akan menjadi suatu yang sangat besar dalam pendidikan rohani dan teladan diperlukan.[55]
Hal ini karena didalam jiwa itu terdapat berbagai dorongan yang asasi yang terus-menerus memerlukan pembinaan dan demikan itu memerlukan adanya nasehat.[56]
c.       Metode Rohani
Menurut pandangan Islam, rohani adalah pusat eksistensi manusia dan menjadi titik perhatian pandangan islam,  landasan sandaran eksistensi itu seluruhnya, merupakan pemelihara kehidupan manusia, merupakan penuntun kepada kebenaran dan pendeknya merupakan penghubung antara manusia dengan Tuhanya.[57]
Metode Islam dalam pembinaan rohani adalah dengan menciptakan hubungan terus menerus antara rohani dengan Allah dalam saat apapun dan pada seluruh kegiatan berpikir dan merasa.[58]
Dengan demikian logis bahwa semua kepercayaan memperhatikan sekali masalah rohani dan agama islam juga memperhatikan secara istimewa sekali kekuatan rohani itu.[59]
3.       Ruang Lingkup Akhlakul Karimah
Ruang lingkup Akhlaku Karimah sama halnya akhlak islamiyah karena itu merupakan ajaran agama islam khususnya yang berkaitan dengan pola hubungan.[60]
Ruang lingkup akhlakul karimah meliputi:
a.       Akhlak Terhadap Allah
Akhlak kepada Allah dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan tersebut memiliki ciri-ciri perbuatan akhlak adalah
1)      Allah yang menciptakan manusia karena manusia diciptkan oleh Allah dari tanah maka berterima kasihlah kepada Allah yang menciptakan manusia.
2)      Allah memberikan perlengkapan panca indera yang berupa pendengaran, penglihatan, akal-pikiran dan hati sanubari di samping anggota badan yang kokoh dan sempurna.
3)      Allah yang memuliakan manusia dengan kemampuan menguasai daratan dan lautan.[61]
Sementara itu menurut Quraish Shihab Menyatakan bahwa titik tolak akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan selain Allah, Tuhan yang memiliki sifat-sifat terpuji dan  agung sifatnya.[62]
b.      Akhlak Terhadap Lingkungan
Yang dimaksud dalam lingkungan di sini adalah sesuatu yang disekitarnya manusia, misalnya hewan, tumbu-tumbuhan maupun benda-benda tak bernyawa.[63]
Pada dasarnya berakhlak adalah diajarkan oleh Al-qur’an tehadap lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai kholifah, yang menuntut adanya interkasi antara manusia dengan sesamanya dan manusia dengan alam sekitarnya, pengayoman, penglihatan, bimbingan, pada setiap makhluk untuk mencapai tujuan penciptaanya.[64]
c.       Akhlak Terhadap Sesama Manusia
Berakhlakul karimah terhadap sesama manusia akan menciptakan sikap yang saling mencintai sesama manusia, sikap tenggang rasa, sikap tidak semenah-menah terhadap orang lain, dan sikap menjung tinggi kemanusiaan. [65] 
Di dalam firman Allah :

انماالمؤمنواخوة فاصلحوابين اخويكم واتقوالله لعلكم ترحمون

 (الحجراة: ١٠)
Artinya : "Sesungguhnya orang-orang mu’min adalah saudarah karena itu damaikanlah antara kedua saudaranya dan bertaqwalah kepada Allah, supaya kamu mendapatkan rahmatnaya". (QS. Al-hujurat:10).[66]

Beranjak dari kodrat manusia  harus menyadari bahwa selain sebagai makhluk pribadi dan juga sebagai makhluk sosial yang dapat mewujudkan potensi-potensi kemanusiaanya dimasyarakat dan manusia mempunyai arti dalam hubungan hasil karya, cipta dan rasa sehingga saling menciptakan persatuan,  kesatuan, keselamatan didalam beragama, berbangsa dan bernegara.[67]
4.       Faktor-Faktor Yang Mempengarui Pembentukan Akhlakul Karimah
Faktor yang mempengarui pemebentukan akhlakul karimah pada siswa adalah.
a.    Faktor Pembawaan
Faktor dari dalam yang membentuk bakat, akal, perilaku baik dan buruk pada anak atau siswa, apabilah seseorang sudah memiliki pembawaan atau kecenderungan kepada yang baik maka dengan sendirinya tersebut menjadi baik.[68]
b.      Faktor Dari Luar
Faktor ini meliputi lingkungan sosial, termasuk pembinaan dan pendidikan yang telah di berikan untuk anak, apabilah Jika pendidikan dan pembinaan yang diberikan kepada anak itu baik maka baiklah anak itu.[69]
c.       Faktor Internal
Faktor ini adalah pembawaan  anak yang meliputi pendidikan dan pembinaan yang dibuat secara khusus atau melalui interaksi dalam lingkungan sosial.[70]





[1]Abdul Rosyid, Aqidah Akhlak, Kelas VI,  PT. Karya Toha Putrah, Semarang, 1994, hlm. 7.
[2]Ibid, hlm. 7
[3]Sayyid Sabiq, Aqidah Islam,  CV. Diponegoro, Bandung, 1978, hlm.16.
[4]Sayyid Sabiq,  Op.C it., hlm. 16
[5]Ibid., hlm. 16.
[6]Mohammad Yunus, Kamus Besar Indonesia, Penafsir Al-qur’an, Jakarta, 1978, hlm. 120.
[7]Moh. Uzzerrusman, Menjadi Profesional, Rosda Karya, Bandung, 1995,
[8]Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, Ciputat, Pres. Jakarta, 2002.
[9]Ahmad Amin, Ilmu Akhlak,  Bulan Bintang, Jakarta, 1975, hlm. 217.
[10]Mohammad  Abdul Qodir Ahmad,  Thuruqu Ta’liit Tarbiyah  al-Islamiyyah Maktabah Nahdoh Al-Misr¸Kairoh, 1981, Cet. Ke-1, hlm. 130.
[11]Usman Said, Metode Khusus Pembelajaran Agama Islam, PT. Proyek Pembinaan Agama, Jakarta 1981, hlm. 50.
[12]M. Basyiruddin, Op.Cit, hlm. 34.
[13]Uzer Usman, Op.Cit., hlm.50-55.
[14]Pengelolaan Kurikulum Berbasis Kompetensi, Aqidah Akhlak Madrasah Ibtidaiyah, Depag. Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, Edisi Juni, 2003, hlm. 63
[15]Ibid., hlm. 51.
[16]Usman Said, Op.Cit., hlm. 51.
[17]Ibid., hlm.  52.
[18]Usman Said, Op.Cit., hlm. 53.
[19]Ibid., hlm. 53.
[20]Usman Said, Op.Cit., hlm. 53.
[21]Ibid., hlm.53.
[22]Usman Said, Op.Cit., hlm. 53
[23]Soekidjo Notoatindjo, Pengembangan Sumberdaya Manusia, Rineka Cipta, Jakarta, 1998, hlm. 112
[24]Ibid., hlm. 38.
[25]Soekidjo Notoatindjo, Op.Cit., hlm. 38-39.
[26]Chabib Thoha,  Tehnik Evaluasi Pendidikan, PT. Raja Grafinda Persada, Jakarta, 1996, hlm. 75
[27]Ibid., hlm.35
[28]Dirjen Bimbaga Islam, Tarsah Petunjuk Pelaksanaan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, Jakarta 1983, hlm.1.
[29]Basyiruddin Usman, Op.Cit., hlm. 23-25.
[30]Abiddin Ibnu Rusn,  Pemikiran Al-Ghozali Tentang pendidikan islam,  Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998, hlm.107. 
[31]Ibid., hlm.108.
[32]Abiddin Ibnu Rusn,  Op.Cit., hlm. 107.
[33]Ibid., hlm. 107.
[34]Abuddin Ibnu Rusn, Op.Cit., hlm.109.  
[35]Ibid., hlm. 109.
[36]Abuddin Rusn, Op. Cit., hlm. 77.
[37]Ibid., hlm. 78.
[38]Abuddin Rusn, Op.Cit., hlm. 78.
[39]Ibid., hlm. 78.
[40]Abuddin Rusn, Op.Cit., hlm. 78.
[41]Ibid., hlm. 78.
[42]Abuddin Rusn, Op.Cit., hlm. 78.
[43]Ibid., hm.1.
[44]Ahmad Amin, Etika Ilmu Aklak, PT. Bulan Bintang, Jakarta 1988, hlm. 13
[45]Ibid., hlm. 31.
[46]Mohammad Athiyah Al-Abrasyi,  Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Bulan Bintang, Jakarta 1974, hlm.15.
[47]Abdullah Nata, Op.Cit., hlm.156.
[48]Adullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam, Remaja Rosda Karya, Bandung 1992, hlm.38.
[49]Ibid., hlm.66.
[50]Adullah Nashih Ulwan, Op. Cit., hlm. 38.
[51]Ibid., hlm.38.
[52]Muhammad Quthb, Sistem Pendidikan Islam, PT. Al-ma’arif, Bandung, 1993, hlm.325.
[53]Ibid., hlm.334.
[54]Muhamma Qutb,Op. Cit., hlm.336.
[55]Ibid.,  hlm. 336.
[56]Muhammad Qutb,Op.Cit., hlm. 336.
[57]Ibid.,  hlm. 59.
[58]Muhammad Qutb,Op.Cit., hlm.59.
[59]Ibid., hlm.59.
[60]Muhammad Qutb, Op.Cit., hlm.165.
[61]Adullah Rosyid,  Op.Cit., hlm. 8.
[62]M. Quraisy Shihab, Wawasan Al-qur’an, Bandung, Mizab, 1996, hlm.149.
[63]Adullah Rosyid, Op.Cit, hlm. 8.
[64]Abdullah Nata, Op.Cit, hlm.150.
[65]Adullah Rosyid,  Loc. Cit, hlm. 8.
[66]Al-Qur’an, Surat Al-hujurat, ayat 10, Yayasan Penyelenggara Penerjemah Penafsir Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Depertemen Agama, 1986.
[67]Suardi Abu Bakar, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Yudhistira, Jakarta ,1994, hlm. 123
[68] Abdullah Nata, Loc.Cit., hlm.165.
[69] Ibid., hlm. 165.
[70] Abdullah Nata, Loc. Cit., hlm.165.

0 Response to "PEMBELAJARAN ACTIVE LEARNING PADA MATA PELAJARAN AQIDAH AKHLAK"

Post a Comment