SELF CONTROL, KECEMASAN DAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM
1. KONTROL DIRI
1.1 Pengertian Kontrol Diri
Menurut Chaplin (1998) mendefinisikan bahwa kontrol
diri (self control) adalah kemampuan individu untuk mengarahkan tingkah
lakunya sendiri, atau dalam arti lain yaitu kemampuan untuk menekan atau
menghambat dorongan yang ada. Sementara itu Marvin dan Merbaun (1973)
berpendapat bahwa kontrol diri secara fungsional didefinisikan sebagai konsep
dimana ada atau tidak adanya seseorang memiliki kemampuan untuk mengontrol
tingkah lakunya yang tidak hanya ditentukan cara atau teknik yang digunakan,
melainkan juga berdasarkan konsekuensi dari apa yang mereka lakukan.
Beberapa ahli mengatakan bahwa kontrol diri merupakan
konsep yang diaplikasikan pada analisa pemecahan masalah, kemampuan berpikir,
dan kreatifitas seseorang. Kontrol diri menekankan pada pananganan dan
pertanggung-jawaban pada segala usaha yang dilakukan seseorang baik dalam
pelaksanaan, koreksi dan evaluasi dari suatu perubahan tingkah laku. Perilaku
yang dimaksud meliputi segala akatifitas
kehidupan seseorang yang disesuaikan dengan keadaan diri, kemampuan serta kondisinya.
Seseorang dikatakan mempunyai kontrol diri apabila
mereka secara aktif mengubah variebel-variabel yang menentukan prilaku mereka.
Misalnya ketika seseorang tidak bisa belajar karena radio dengan suara musik
yang sangat keras, mereka mematikanya. Dengan demikian kita secara aktif
melakukan perubahan pada variabel yang mempengaruhi prilaku kita (Budiraharjo,1997:118).
Skinner telah menguraikan sejumlah tehnik yang digunakan untuk
mengendalikan prilaku, yang kemudian telah banyak dipelajari oleh social-learning
theorists yang tertarik dalam bidang modeling dan modifikasi.
Kontrol diri yang berhasil termasuk mampu menunda
kegembiraan, lebih dari upaya mengambil keputusan, memaksa terus-menerus dalam
rangka usaha untuk memperoleh keinginan, serta mampu menolak gangguan yang
berlarut-larut sepanjang waktu (Mischel,1980:3001).
Menurut Freud, mental manusia diibaratkan sebagai dua
buah kamar, yang satu kecil dan terang serta bersih, dan kamar yang indah ini
dinamainya sebagai ego (jiwa sadar), sedang kamar yang satunya adalah kamar
yang cukup besar dan luas tetapi gelap-gulita, kotor dan didalamnya banyaka
binatang seperti serangga maupun serigala, harimau dan sebaginya. Kamar yang
besar tetapi bobrok dinamainya Id (bawah sadar). Diantara kedua kamar tersebut
ada sebuah gang, disana ada seorang penjaga yang bernama super – ego (hati
nurani), dia selalu menjaga dan mengontrol kebersihan dan keindahan kemar kecil
tadi (Takhrudin, 2001:144)).
Demikianlah, kendatipun ada sang penjaga (unsur pengontrol),
tetapi sewaktu-waktu bisa juga lalai, maka ada juga yang lolos dari kamar yang
gelap-gulita dan memasuki kamar yang indah tadi. Kalau sudah keluar satu
binatang, maka tercelalah pribadi seseorang dalam pandangan masyarakat.
Selagi didalam diri manusia masih ada sang pengontrol
/ penjaga dan ia tidak lengah, maka orang tersebut akan selalu menadapatkan
penilaian baik dari masyarakatnya. Tetapi bila si penjaga (pengontrol)lengah
atau tidak sama sekali, maka akan nampaklah kelakuanya sangat buruk, sebab nampak
berbagai sifat binatang dari kepribadianya (Takhrudin, 2001:145).
Denga adanya kontrol diri pada setiap pribadi dari
seluruh masyarakat, maka akan baiklah seluruh hal-ikhwal mereka, mereka
selalu lurus dalam segala urusan dan sikap. Hidup ini teratur sesuai dengan planning,
langkah demi langhkah kehidupan bisa dilalui dengan mudah, kapan seseorang
harus mandiri, bekerja, mempunyai anak dan membina rumah tangga. Semua berjalan
sesuai dengan apa yang kita rencanakan.
Kontrol diri pada seseorang pada dasarnya dapat
mengantarkan orang untuk mencapai keutamaanya, kehidupan yang suci, beradab dan
berbudaya tinggi. Kehidupan yang cocok dengan predikat dirinya sebagai makhluk
yang paling dimuliakan Tuhan (Takhrudin, 2001:147).
1.2 Teknik / Cara
Mengontrol Diri
Ada beberapa teori yang mengemukakan mengenai cara
mengontrol diri, diantaranya adalah bahwa
kontrol diri dalam prakteknya terdiri dari tiga cara, yaitu :
- Self monitoring, yaitu suatu proses dimana
individu mengamati dan merasa peka terhadap segala sesuatu tentang diri
dan lingkunganya.
- Self reward, yaitu suatu tehnik dimana
individu mengatur dan memperkuat perilakunya dengan memberikan hadiah atau hal-hal yang
menyenangkan, jika keinginan yang diharapkan berhasil.
- Stimulus control, yaitu suatu tehnik yang
dapat digunakan untuk mengurangi ataupun meningkatkan perilaku tertentu. kontrol
stimulus menekankan pada pengaturan kembali atau modifikasi lingkungan sebagai
isyarat khusus atau respon tertentu (Aziz,2005:157)
Sementara menurut Burhus Frederic Skinner tehnik
mengontrol diri ada 7 macam, diantaranya adalah :
- Pengekangan fisik (physical restraints),
yaitu kita mengendalikan diri kita melalui pengekangan terhadap fisik,
misalnya kita menutup mulut untuk menghindari diri dari menertawakan
kesalahan orang lain.
- Bantuan fisik (physical aids), yaitu menurut
Skinner bantuan fisik dapat digunakan untuk menendalikan prilaku.
Seseorang meminum obat untuk mengendalikan prilaku yang tidak diinginkan.
Misalnya seseorang pengendara mobil minum obat perangsang supaya terhindar
dari ketiduran pada waktu mengemudi sewaktu perjalanan jauh. Bantuan fisik
juga dapat digunakan untuk memudahkan perilaku tertentu, yang bisa dilihat
pada situasi dimana seseorang memiliki masalah penglihatan dengan memakai
kaca mata.
- Mengubah kondisi stimulus (changing the
stimulus conditions) dengan kata lain yaitu mengubah stimulus yang
bertanggung jawab. Misalnya orang yang mempunyai kelebihan berat badan
menyisihkan sekotak permen dari hadapanya untuk mengekang diri sendiri.
- Memanipulasi kondisi emosional (manipulating
emotional conditions) Skinner mengatakan bahwa terkadang kita
mengadakan perubahan emosional dalam diri kita untuk mengendalikan diri.
Misalnya beberapa orang menggunakan teknik
meditasi untuk menghadapi stres.
- Melakukan respon-respon lain (performing
alternative responses), yaitu menahan diri dari perilaku yang membawa
hukuman dengan melakukan hal lain. Misalnya untuk menahan diri agar tidak
menyerang orang yang sangat t idak kita sukai, kita mungkin melakukan
tindakan yang tidak berhubungan dengan pendapat kita tentang mereka.
- Menguatkan diri secara positif (positif
self reinforcement), yaitu kita menghadiahkan diri kita sendiri atas
perilaku yang patut dihargai. Misalnya seornmg pelajar menghadiahkan diri
sendiri karena telah belajar keras dan dapat mengerjakan ujian dengan
baik, dengan makan makanan yang lezat atau menonton film yang bagus.
- Menghukum diri sendiri (self punishment),
yaitu menghukum diri sendiri karena gagal melakukan suatu pekerjaan.
Misalnya karena gagal mendapat nilai yang bagus, kita menghukum diri kita
dengan berdiam diri di dalam kamar (Budiharjo,1997:119).
Adapun menurut Sukadji ada 5 teknik yang dapat
digunakan untuk mengotrol diri, diantaranya adalah :
- Teknik Pemantauan Diri
Teknik ini berdasarkan asumsi bahwa dengan memantau dan mencatat
perilakunya sendiri, individu akan memiki pemahaman yang objektif tentang
prilakunya sendiri. Dengan demikian pada individu akan terjadi proses evaluasi
tentang prilakunya sendiri.
- Teknik Pengukuhan Diri
Dasar pikiran teknik ini ialah asumsi bahwa prilaku yang diikuti dengan
sesuatu yang menyenangkan akan cenderung diulangi dimasa mendatang. Teknik ini
menekankan pada pemberian pengukuh positif segera setelah prilaku yang
diharapakan muncul. Bentuk pengukuhan yang diberikan seperti yang disarankan
Sukadji (1983) yaitu bentuk pengukuhan yang wajar dan bersifat intrinsik,
seperti senyum puas atas keberhasilan usaha yang dilakuka, serta
pernyataan-pernyataan diri yang menimbulkan perasaan bangga.
- Teknik Kontrol Stimulus
Dasar teknik ini adalah asumsi bahwa respon dapat dipengaruhi oleh hadir
atau tidaknya stimulasi yang mendahului respon tersebut (Walker,1981). Teknik
ini bertujuan untuk mengontrol kecemasan dengan cara mengatur stimulus yang
berpengaruh, cara ini bias berupa pengarahan diri untuk bberpikir positif,
rasional dan objektif sehingga individu lebih mampu mengendalikan dirinya.
- Teknik Kognitif
Proses kognitif berpengaruh terhadap prilaku individu, dengan demikian
apabila individu mampu menggantikan pemikiran yang menyimpang dengan
pikiran-pikiran yang objektif, rasional, maka maka individu akan lebih mampu
mengendalikan dirinya.
- Teknik Relaksasi
Asumsi yang mendasari teknik ini adalah individu dapat secara sadar
belajar untuk merelaksasikan ototnya sesuai keinginanya melalui usaha yang
sistematis. Oleh karena itu teknik ini mengajarkan kepada individu untuk
belajar meregangkan otot yang terjadi saat individu mengalami kecemasan.
Seiring dengan peredaaan otot ini, reda pula kecemasanya (Andajani,1991:55).
2. KECEMASAN
2.1
Pengertian Kecemasan
Kecemasan, cemas atau anxiety neurosis ialah
neurosa dengan gejala paling mencolok ialah ketakutan yang tidak bisa
diidentifikasikan dengan satu sebab khusus, dan dalam banyak peristiwa
mempengaruhi wilayah-wilayah penting dari kehidupan seseorang (J.P.
Chaplin,1981:120). Sementara menurut Kartini Kartono mengartikan bahwa anxiety
neurosis ialah simptom ketakutan dan kecemasan kronis, sungguhpun tidak ada
rangsangan yang spesifik, misalnya takut mati, takut menjadi gila, dan
macam-macam ketakutan yang tidak bisa dikategorikan dalam fobia
(Kartono,1989:120).
Kecemasan dari segi bahasa, dapat didefinisikan sebagi
rasa gelisah atau gentar yang berpangkal pada ketakutan terhadap suatu bahaya
atau kemalangan yang nyata. Namun para ahli psikologi membuat suatu pembedaan
penting. Mereka menggunakan istilah tersebut untuk melukiskan rasa gentar atau
firasat tidak enak yang tidak bias dijelasakan berdasarkan keadaan luar,
perasaan itu seperti ketakutan tapi tidak beralasan. Ahli psikologi Karen
Horney memberikan contoh pada kedua hal tersebut, bila seseorang merasa ngeri
bila berada di tempat yang tinggi, reaksinya disebut kecemasan. Tetapi bila ia
merasa ngeri ketika tersesat di gunung dalam cuaca badai, reaksinya disebut
ketakutan. Dengan kata lain ketakutan adalah reaksi yang sebanding dengan
bahaya yang dihadapi seseorang, sedang kecemasan adalah jika reaksi tidak
sebanding dengan bahaya, atau bahkan hanya bahaya khayalan (Campbell,1994,48).
Menurut Bastaman, kecemasan adalah ketakutan terhadap
hal-hal yang belum tentu terjadi, perasaan cemas biasanya muncul bila kita
berada dalam suatu keadaan yang kita duga akan merugikan diri kita dan akan
mengancam diri kita dimana kita merasa tidak berdaya menghadapinya. Sebenarnya
apa yang kita cemaskan itu belum tentu terjadi. Dengan demikian rasa cemas
sebenarnya ketakutan yang kita ciptakan sendiri. Hampir dalam segala hal,
seorang yang cemas selalu khawatir dan takut (Bastman,2001:135).
Sedangkan menurut Daradjat cemas adalah manifestasi
dari berbagai proses yang bercampur baur yang terjadi ketika orang sedang
mengalami tekanan perasaan (frustasi) dan pertentangan batin (konflik).
Kecemasan mempunyai segi yang disadari seperti rasa takut, tidak berdaya, rasa
berdosa / bersalah, terancam. Oleh karena itu cemas terdapat dalam semua
gangguan dan penyakit jiwa (Daradjat, 2001:20)
Hampir sama dengan pendapat Bastaman, bahwa kecemasan
adalah sejumlah ketakutan terhadap bahaya yang seakan-akan mengancam, yang sebenarnya
tidak nyata akan tetapi hanya perasaan penderita. Perasaan cemas berasal dari
perasaan tidak sadar (impuls) yang berada pada kepribadian seseorang,
jadi tidak berhubungan dengan objek yang nyata / keadaan yang benar-benar ada.
Penderita sendiri tau akan asalnya perasaan cemas itu (Diponegoro,2000:18)
Adapun pengertian kecemasan dalam perspektif social
learning adalah : kecemasan didefinisikan sebagai ketakutan yang didapat /
dipelajari, sementara menurut Ruthus kecemasan didefinisikan sebagai keadaan
psikologis yang ditandai oleh adanya tekanan, ketakutan, kegalauan dan ancaman
yang berasal dari lingkungan (Nawangsari,2001:79). Dari definisi ini dapat
dinyatakan sebagai keadaan ketakutan dan kegalauan terhadap ancaman dari luar.
Kecemasan adalah bagian pertama untuk untuk merasakan
sesuatu, atau biasa kita sebut dengan suatu keadaan yang mempengaruhi, meskipun
demikian kita tidak bisa mengetahui apa yang mempengaruhinya. Seperti perasaan
yang nyata dari kebanyakan sifat yang tidak disukai. Tetapi ini bukan berarti
gambaran menyeluruh dari sifat-sifat pribadi seseorang, dan juga tidak semua
keadaan yang tidak disenangi kita sebut kecemasan (Fodor,1950:9).
Kecemasan ada ketika seseorang tidak dapat meramalkan
atau menguasai (mengendalikan) suatu situasi / objek sehingga ketakutan
terhadap objek tersebut. Dengan demikian terkait dengan kesiapan
pengantisipasian terhadap objek tertentu. Sejara jelas dijelaskan oleh Bandura
(1986), kecemasan didefinisikan sebagai kondisi dari inefficacy (ketidak
yakinan diri terhadap kemampuan) dalam berhadapan dengan kejadian atau situasi
yang berpotensi untuk terjadi dan mengarah pada perilaku menghindar
(Nawangsari,2001:79). Atau dapat didefinisikan bahwa kecemasan merupakan
kejadian yang dihadapi seseorang diluar wilayah jangkauan sistem konstruk yang
ada pada individu. Dengan kata lain kecemasan merupakan perasaan ketidakjelasan
dan ketidaktahuan yang memunculkan ketakutan serta ketidakberdayaan secara
umum.
Kadang-kadang
kecemasan disebut juga dengan ketakutan atau perasaan gugup. Kata “ kecemasan “
menggambarkan sejumlah masalah termasuk fabio (takut akan hal-hal tertentu,
misalnya ketinggian, elevator, serangga, masa depan yang tidak pasti). Perasaan
panik (cemas) yang sangat intens saat orang akan mati atau gila. Perasaan
cemas, iri hati, sedih, merasa rendah diri, pemarah, ragu, takut dan
kekhawatiran yang tidak beralasan dalam masyarakat modern merupakan gejala
gangguan jiwa (Daradjat,2001:17).
Kecemasan menunjuk
pada keadaan emosi yang menentang atu tidak menyenangkan yang meliputi
interpretasi subyektif dan “arousal” atau rangsangan fisiologis (reaksi
fisiologis, misalnya bernafas lebih cepat, menjadi merah, jantung
berdebar-debar, berkeringat). Kecemasan dikonseptualisasikan sebagai reaksi
emosional yang umum dan nampaknya tidak berhubungan dengan keadaan atau
stimulus tertentu. Terkadang istilah kecemasan “free-floating” digunakan
untuk menggambarkan respon yang umum, ini nampaknya muncul tanpa sebab yang
jelas. Dalam bentuk klinis atau abnormal, kecemasan kecemasan free-floating
khas bagi gangguan panik, gangguan kecemasan yang digeneralisasikan dan
gangguan obsesif –kompulsif (De Clerq,1994:48).
Kecemasan digambarkan sebagai state anxiety
atau trait anxiety. State anxiety adalah reaksi emosi sementara yang
timbul pada situasi tertentu yang dirasakan sebagai suatu ancaman. Ragam dari
state anxiety sangatlah beragam dalam hal intensitas dan waktu, misalnya
mengikuti ujian, kencan pertama, akan memulai pekerjaan dan memasuki dunia
kerja. Keadaan ini ditentukan oleh perasaan ketegangan yang subyektif. Trait
anxiety menunjuk pada ciri atau sifat seseorang yang cukup stabil yang
mengarahkan seseorang untuk menginterpretasikan suatu keadaan sebagai ancaman yang
disebut dengan anxiety proneness (kecenderungan akan kecemasan). Orang
tersebut cenderung merasakan berbagai macam keadaan sebagai suatu keadaan yang
membahayakan atau mengancam, dan cenderung untuk menanggapi dengan reaksi
kecemasan (De Clerq,1994:49).
Kebanyakan orang yang merasa cemas sangat merasa
was-was terhadap gejala-gejala fisik yang meliputi, kegelisahan, ketegangan,
telapak tangan berkeringat, pusing-pusing, sulit bernafas, detak jantung
meningkat cepat dan pipi merona. Semua perubahan fisik, perilaku dan pemikiran
yang kita alami ketika kita merasa cemas merupakan bagian dari respon kecemasan
yang disebut dengan “lawan, lari atau diam” (Greenberger, 2004:209).
Orang yang cemas selalu diliputi ketegangan-ketegangan
emosional, dan diganggu bayangan-bayangan kesulitan yang imajiner atau semua.
Sedangkan menurut Freud, neurosa kecemasan juga disebabkan oleh
dorongan-dorongan seksual yang tidak terpuaskan dan terhambat-hambat, sehingga
banyak menimbulkan konflik batin yaitu kecemasan dan ketakutan
(Kartono,1986:148).
Setiap orang merasa cemas ketika menghadapi suatu hal
yang benar-benar baru dalam hidup, tetapi sekalipun begitu banyak orang yang
tetap menghadapinya, walaupun merasa takut, sehingga kita harus menyimpulkan
bahwa kecemasan bukanlah suatu masalah (Jeffers,2004:39).
Kadangkala kecemasan bersifat kronis dan menimbulkan
gejala-gejala tertentu seperti misalnya orang menjadi gugup, tegang, gamang,
tidak mampu berkonsentrasi, mual. Datangnya serangan mungkin seperti serangan
jantung dan kerap kali secara keliru dianggap sebagai serangan jantung. Wajah
penderita menjadi pucat, tubuh berkeringat, denyut nadi menjadi cepat,
kadangkala pernafasanya tersendat-sendat hingga sesak hingga dilarikan ke Rumah
sakit (Campbell,1994,48).
Gangguan kecemasan yang khusus terjadi pada orang
dewasa yaitu generalized anxiety disorder / GAD (gangguan kecemasan yang
digeneralisasi). Merupakan gangguan kecemasan yang sangat lazim terjadi pada
orang dewasa. Diagnosa generalized anxiety disorder ditandai dengan :
1.
Adanya kecemasan yang berlebihan
atau tidak realistis
2.
Menderita khawatir terus-menerus
tentang beberapa keadaan kehidupan peling tidak selama 6 bulan atau lebih.
3.
Tekananya terletak pada harapan
yang apprehensif kuatir, misalnya khawatir terhadap nasib masa depan,
keuangan, pekerjaan tanpa alasan yang jelas (De Clerq,1994:76).
Lebih luas dari pada De Clerq, Supratiknya mengklafisikasikan
GAD dengan ciri – ciri sebagai berikut :
1.
Senantiasa diliputi ketegangan,
rasa was-was dan keresahan yang bersifat tak menentu.
2.
Terlalu peka (mudah tersinggung)
dalam pergaulan, dan sering merasa tidak mampu dan minder.
3.
Sulit berkonsentrasi dan mengambil
keputusan, serta takut salah.
4.
Rasa tegang menjadikan yang
bersangkutan selalu bersikap tegang-lamban, bereaksi secara berlebihan terhadap
rangsangan yang dating secara tiba-tiba atau yang tidak diharapkan.
5.
Sering mengeluh bahwa ototnya
tegang, khususnya pada bagian leher dan sekitar bagian atas bahu.
6.
Mengeluarkan banyak keringat dan
telapak tanganya sering basah.
7.
Sering berdebar-debar dan tekanan
darahnya tinggi.
8.
Sering mengalami gangguan
pernafasan dan berdebar-debar tanpa sebab yang jelas.
9.
Sering mengalami anxiety
attacks atau tiba-tiba cemas tanpa ada sebab pemicunya yang jelas.
Gejala-gejalanya bias berupa berdebar-debar, sulit bernafas, berkeringat,
pingsan, badan terasa dingin, terkencing-kencing atau sakit perut
(Supratiknya,1995:39)
Kecenderungan semacam ini diikuiti tanda-tanda lipervigilan
(kecenderungan untuk bereaksi berlebihan terhadap stres yang tidak begitu
berat, misalnya susah tidur, susah berkonsentrasi). Kecemasan dan kekhawatiran
yang berlebihan dapat menimbulkan penarikan diri, terlalu peka dan berusaha secara
berlebihan untuk menanggulangi kecemasan.
Kekhawatiran tidak berpusat pada adanya serangan
panikatau direndahkanya didepan umum. Tetapi orang yang mengalami GAD bisa
mengalami serangan panik mendadak, tetapi tidak tau mengapa merasa takut.
2.1.2 Teori Gangguan Kecemasan
Perkembangan penyebab gangguan kecemasan dijelaskan
secara berbeda oleh berbagai teori yang berbeda, berikut beberapa teori
mengenai gangguan kecemasan.
2.1.3 Teori Psikodinamis
Pandangan ini mengasumsikan bahwa sumber kecemasan
adalah konflik internal dan tidak disadari. Freud menyatakan bahwa penyebab
kecemasan adalah ketidakberhasilan mempertahankan dorongan yang tidak disadari
(misalnya dorongan seksual dan sifat agresif). Freud menganggap bahwa kecemasan
fobia sebagai hasil dari konflik yang tidak sadar yang terpusat pada dorongan
agresif yang tidak terpecahkan. Fobia adalah suatu cara untuk menanggulangi
dorongan yang tidak dapat diterima.. mekanisme pertahanan ego menunjukkan
kecemasan terhadap situasi objek eksternal yang lebih mudah dapat dihindari (De
Clerq,1994:78).
2.1.4 Teori Behavioral
Teori ini berpendapat bahwa kecemasan digerakkan oleh
peristiwa yang eksternal daripada oleh konflik internal. Kecemasan merupakan
prilaku yang dipelajari. Secara khusus kita akan memperhatikan model
behavioral, dalam menjelaskan fobia anak-anak yang dipandang sebagai tingkah
laku yang dipelajari. Tujuanya adalah untuk mengerti proses bagaimana fobia tersebut
dipelajari dan dipertahankan.
2.1.5 Social Learning Theory
(SLT)
Menurut teori SLT, proses kognitif menengahi pengaruh
kejadian lingkungan dengan perkembangan kecemasan dan tingkah laku fobia. SLT
merupakan kombinasi pandangan behavioral dan kognitif. Orang yang cemas
berpikir tentang situasi dan bahaya potensial. Seringkali orang cemas cenderung
membuat situasi menjadi tidak realistis. Mereka terlalu menaksir adanya bahaya
yang tinggi. Cara seseorang memandang dan menginterpretasikan suatu peristiwa dapat
berpengaruh terhadap tingkah lakunya.
2.1.6 Teori Komunikasi , Sistem
dan Keluarga
Teori ini memperhatikan pola interaksi dalam yang
disebut dengn sistem klien. Gangguan kecemasan menunjukkan adanya pola
komunikasi yang tidak adaptif dalam sistem. Kadang-kadang masalah kecemasan
dari klien yang diidentifikasikan dilakukan untuk menjaga keseimbangan
keluarga.
2.1.7 Perspektif Biologis
Beberapa gangguan kecemasan cenderung terjadi pada
keluarga. Hal ini bukan bukanya harus merupakan faktor keturunan tetapi bisa
disebabkan individu tinggal bersama dan mengalami pengaruh lingkungan yang
sama. Gangguan kecemasan mungkin berkembang melalui interaksi antara
kecenderungan biologis (rendahnya benteng penangkal kecemasan) dengan
pengalaman dari lingkungan (De Clerq,1994:78).
2.2
Ciri-Ciri Kecemasan
Menurut Kartini Kartono, ada 5 ciri – ciri kecemasan,
diantranya adalah :
- Ada saja hal-hal yang mencemaskan hati, hampir
setiap kejadian menimbulkan rasa takut dan cemas. Sedangkan (gentar,
ragu-ragu, masyghul) adalah bentuk ketidak beranian ditambah kerisauan
terhadap hal-hal yang tidak jelas.
- Disertai emosi yang kuat dan tidak stabil, suka
marah dan sering dalam keadaan axited (heboh, gempar) yang
memuncak.
- Diikuti dengan frustasi, ilusi, delusi
(dikejar-kejar).
- Sering mual dan muntah-muntah, badan merasa lelah,
berkeringat gemetaran dan sering mual-mual.
- Setelah dipenuhi ketegangan-ketegangan emosional
dan bayangan-bayangan kesulitan akan mengakibatkan tekanan jantung berubah
sangat cepat (percepatan diri dari darah / tekanan darah tinggi), (
Kartono, 2000:121).
Sementara menurut Dennis dan Christine, ciri-ciri
kecemasan dapat dibuat tabel sebagai berikut :
Reaksi
Fisik
- Telapak tangan berkeringat
- Otot tegang
- Jantung berdegup kencang
- Pipi merona
- Pusing-pusing
|
Pemikiran
- Memikirkan
bahaya secara berlebihan
- Menganggap
diri tidak mampu mengatasi masalah
-Tidak
menganggap penting bantuan yang ada
- Khawatir dan
berpikir hal yang buruk
|
Perilaku
- Menghindari
situasi saat kecemasan biasa terjadi
- Meninggalkan
situasi saat kecemasan mulai terjadi
- Mencoba
melakukan banyak hal secara sempurna atau mencoba mencegah bahaya
|
Suasana
Hati
- Gugup
- Jengkel
- Cemas
- Panik
|
2.2.1 Aspek Kognitif Kecemasan
Pemikiran yang menyertai kecemasan berbeda dari
pemikiran yang merupakan tanda-tanda
dari depresi. Kecemasan disertai dengan persepsi bahwa kita sedang berada dalam
bahaya atau kita sedang terancam atau rentan terhadap hal
tertentu. Gejala-gejala fisik kecemasan membuat kita siap merespons bahaya atau
ancaman yang menurut kita akan terjadi.
Ancaman atau bahaya itu bisa bersifat fisik, mental
atau social. Ancaman fisik terjadi ketika kita percaya bahwa kita akan terluka
secara fisik (misal ular menggigit, dipukul, serangan jantung). Ancaman social
terjadi ketika kita percaya bahwa kita akan ditolak, dipermalukan, malu atau
dikecewakan. Sedangkan ancaman mental terjadi ketika sesuatu membuat kita
khawatir bahwa kita akan menjadi gila atau hilang ingatan.
Persepsi ancaman berbeda-beda untuk setiap orang.
Sebagian orang karena pengalaman mereka, bisa merasa terancam dengan begitu
mudahnya dan akan lebih sering merasa cemas. Orang lain mungkin akan merasa
aman dan keselamatan yang lebih besar. Tumbuh dilingkungan yang kacau dan tidak
stabil bisa membuat seseorang untuk menyimpulkan bahwa dunia dan orang lain
selalu berbahaya. (Greenberger,212:1995).
2.2.3 Faktor
Penyebab Kecemasan
Ada 3 faktor yang penyebab terjadinya kecemasan,
antara lain adalah
- Rasa cemas akibat melihat adanya bahaya yang
mengancam, takut.
- Rasa cemas akibat merasa berdosa / bersalah karena
melakukan hal-hal yang berlawanan dengan hati nurani.
- Cemas yang berupa penyakit dan terlihat dalam beberapa
bentuk. Kecemasan ini disebabkan tidak jelas dan tidak berhubungan dengan
apapun yang terkadang disertai dengan perasaan takut yang mempengaruhi
keseluruhan kepribadian penderitanya (Daradjat, 2001:20)
Anxiety neurosis yang diderita klien tidak
hanya berasal dari kecemasan, akan tetapi dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya adalah :
- Anxiety Depresi yaitu terdapat gejala-gejala
anxietas / depresi, dimana masing-masing tidak menunjukkan rangkaian
gejala yang sangat berat untuk menegakkan diagnosis sendiri (PPDGJ, III :
75)
- Anxiety Fobic yaitu karena adanya situasi / objek
yang jelas (dari luar individu itu sendiri) yang sebenarnya pada saat
kejadian yang membahayakan tersebut dihindari atau dihadapi dengan rasa
terancam. Anxiety fobic sering dibarengi dengan depresi.
- Anxietas Paraksismal Episodik / Gangguan Panik,
gangguan panik ini muncul pada keadaan dimana sebenarnya objektif tidak
ada bahagia. Panik adalah keadaan cemas luar biasa dan menimbulkan disorganisasi
dari fungsi ego. Timbulnya gejala tiba-tiba kecemasan adalah : perasaan
curiga, rasa tidak aman, timbulnya kondisi untuk memproyeksikan perasaanya
terhadap sekitarnya, sehingga integrasi kepribadian menjadi kacau
(Diponegoro,2000:18)
- Anxietas Menyeluruh yaitu : anxietas sebagai gejala
primer yang berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu atau
bulan yang tidak terbatas hanya menonjol pada situasi khusus tertentu
saja. Gejala tersebut biasanya mencakup beberapa unsur kecemasan akan nasib
buruk, merasa diujung tanduk, sulit konsentrasi, ketegangan
motorik(gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak bias tenang), berkeringat,
susah nafas, pusing.
Dalam teori-teori kesehatan mental, ada 2 jenis
anxiety ( kerisauan ) yaitu:
- Kerisauan Objektif yaitu pengalaman emosional yang
menyakitkan, yang timbul karena mengetahui sumber bahaya dalam lingkungan.
- Kerisauan Psikotik yaitu timbul karena seseorang
mengetahui bahwa nalurinya mendapat jalan keluar. Dengan kata lain
kerisauan psikotik timbul ketika sidia mengancam untuk mengalahkan aku
(Langgulung,1986:97).
Langgulung menjelaskan lebih lanjut bahwa, para
pengikut Freud memandang ada 3 jenis gejala kerisauan psikotik, dinataranya
adalah :
- Kadang-kadang dalam bentuk perasaan takut yang
meliputi kehidupan seseorang, orang ini hidup berharap-harap berlakunya
yang buruk saja setiap saat.
- Kadang-kadang takut pada penyakit (pathological)
patut yang tidak logis dan tidak sesuasi dengan suasana yang
menimbulkan takut.
- Kadang-kadang berupa penyakit hallusinasi yaitu
orang marah tanpa sebab, seakan-akan ia berusaha melepaskan diri dari
kerisauan yang bertambah.
3. Bimbingan Konseling Islam
3.1. Konsep Dasar Bimbingan
Konseling Islam
Dasar pemikiran mengenai Bimbingan Konseling Islam
awalnya berangkat dari asumsi bahwa agama merupakan kebutuhan yang fitri bagi
umat manusia. Allah telah menciptakan manusia dari sebaik-baik makhjluk dan
sebaik-baik bentuk. Sehingga hanya iman kepada Allahlah yang akan menghantarkan
manusia dari kebahagiaan, ketenangan, ketentraman atau bahkan kegelisahan,
keresahan. Dan sebaliknya orang yang tidak beriman akan menemukan dan merupakan
pangkal dari sebuah masalah, dan ketidak tentraman bagi semua manusia (Mubarok,2002:74-75).
Oleh karena itulah dalam perspektif Islam manusia
dikategorikan sebagai makhluk beragama (Q.S Adz-Dzariyat:51-56). Yang mampu
melaksanakan tugasnya berhubungan pada dua arah, yaitu hubungan vertikal yakni
kepada sang kholik dan horizontal yaitu antar sesama umat manusia. Dan Allah
SWT telah melengkapinya dengan potensi
jasmani dan rohani (Musnamar,1992:7-9).
Akan tetapi potensi tersebut tidak sepenuhnya dapat
digali dan dimanfaatkan oleh semua manusia. Ketika manusia mampu mengoptimalkan
potensi yang ada, ia akan menemukan makna hidup yang sebenarnya. Sebaliknya
ketika tidak mampu maka yang ada hanyalah kekosongan batin yang haus akan
siraman-siraman ilahiyah. Yang pada akhirnya orang yang tidak mampu mengoptimalkan
potensi yang ada pada dirinya akan membutuhkan bantuan dari orang lain. Maka
peran Bimbingan Konseling Islam sebagai layanan konseling merupakan jantung
hati dari usaha bimbingan secara
keseluruhan (conseling is the heart of guidance program). Oleh karena
itu para petugas layanan untuk dapat melaksanakan tugas sebaik-baik mungkin
(Sukardi,1995:11).
Sebelum era 1970-an istilah konseling disebut dengan
penyuluhan yatiu sebagai penterjemahan dari kata “counseling” . Akan
tetapi setelah itu istilah penyuluhan telah banyak dipergunakan sebagai istilah
dalam beberapa bidang lain, misalnya penyuluhan pertanian, peternakan,
penyuluhan KB, penyuluhan hukum, gizi, yang lebih spesifik mempunyai arti
sebagai penerangan, informasi, atau bahkan ceramah. Pada akhirnya para ilmuan
sepakat untuk mengembalikan istilah penyuluhan pada asalnya yaitu “counseling’
(Hellen,2002:1).
3.2. Pengertian Bimbingan
Konseling
Menurut Prayitno Bimbingan dan Konseling adalah proses
pemberian bantuan yang dilakukan dengan wawancara oleh ahli (konselor) kepada
individu yang sedang mengalami masalah (klien) yang bermuara pada teratasinya
masalah yang dihadapi klien (Prayitno dkk,1999:104). Sementara Bruse Seller
mengartikan bahwa Bimbingan Konseling adalah suatu proses interaksi yang
memudahkan pengertian diri dan lingkungan serta klasifikasi, tujuan dan
nilai-nilai yang berguna bagi tingkah laku yang akan dating (Shretzer dkk,1968:26).
Berbeda lagi dari kedua tokoh diatas, Ketut Sukardi justru mendefinisikan bahwa
Bimbingan Konseling adalah bantuan yang dilakukan kepada individu / kelompok
agar mereka dapat mandiri, berinteraksi, nasehat, gagasan yang didasarkan pada
norma-norma yang berlaku (Sukardi,1995:3).
Dari ketiga definisi tersebut menurut penulis dapat
ditarik benang merah bahwa Bimbingan Konseling adalah upaya pemberian bantuan
yang dilakukan oleh orang yang sudah profesional (konselor) kepada individu
yang sedang bermasalah (klien) dalam rangka mencari akar permasalahan serta
menggali potensi pada individu yang bermuara terselesaikanya permasalah
klien.
Sementara
itu dalam perspektif Islam bahwa Bimbingan Konseling menurut Adz-Dzaky adalah suatu
aktifitas memberikan bimbingan, pelajaran dan pedoman kepada individu yang
meminta bantuan (klien) dalam hal bagaimana seharusnya seorang klien dapat
mengembangkan potensi akal pikiranya, kejiwaanya, keimananya, serta dapat
menanggulangi problematika hidup dengan baik dan benar secara mandiri yang
berpandangan pada Al-Qur’an dan sunnah rosul SAW (Adz-Dzaky,2001:189)
Sementara itu Ainur Rokhim Faqih menyebutkan bahwa
Bimbingan Konseling Islam ialah kegiatan yang bertujuan membantu individu dalam
mewujudkan dirinya sebagai manusia yang utuh agar mencapai kebahagiaan hidup di
dunia dan akhirat (Faqih, 2001:35)
3.3. Landasan dan Fungsi
Bimbingan Konseling Islam
Sebagaimama Islam mempunyai pedoman dalam menuntun
para penganutnya, Bimbingan Konseling Islam juga sama yaitu memiliki pedoman /
landasan al-Qur’an dan Hadis, sebab keduanya merupakan merupakan ruh yang
menggerakkan nilai dari setiap langkah dan gerakan umat Islam (Rachman,1996:3).
Jika al-Qur’an dan as-Sunnah diposisikan sebagai landasan aqliyah, maka
landasan yang digunakan Bimbingan Konseling Islam yang sifatnya naqliyah adalah
filsafat dan ilmu (Muhadjir,2001:15).
Perbincangan filsafat meliputi konsep manusia, kehidupan, pernikahan, keluarga,
pendidikan dll. Sementara perbincangan tentang ilmu adalah ilmu Jiwa,
Sosiologi, Antropologi, Syari’ah dll.
3.4 Fungsi Bimbingan Konseling
Islam
Menurut Thohari Musnamar paling tidak ada 4 fungsi
dari Bimbingan Konseling Islam, diantarnya adalah :
1.
Fungsi Preventif :Membantu individu untuk
mencegah timbulnya
masalah dagi dirinya,
2.
Fungsi Kuratif :Membantu individu memecahkan
masalah yang
sedang dihadapi oleh klien.
3.
Fusngsi Preservatife :Membantu individu agar situasi dan
kondisi yang semula tidak baik menjadi lebih baik.
4.
Fungsi Development :Membantu individu memlihara dan
mengembangkan situasi serta kondisi yang telah baik / menjadi lebih baik,
sehingga tidak memungkinkan mrnjadi sebab timbulnya munculnya masalah baginya.
(Musnamar,1992:34).
3.5 Asas Bimbingan Koseling
Islam
Menurut Musnamar ada 15 asas dalam Bimbingan Konseling
Islam, diantaranya adalah : asas dunia akhirat, fitroh manusia, lillahi ta’ala,
keselubungan ruhaniyah, kemaujudan individu, sosialitas manusia, kholifah manusia,
keselarasan, pembinan akhlak yang mulia, kasih sayang, saling menghargai dan
menghormati, musyawarah dan keadilan (Musnamar,1992:20-32)
DAFTAR PUSTAKA
Mubarok, Ahmad, al Irsyad an Nafsy: Konseling
Agama Teori dan Kasus, Jakarta: Bina Rena Parimisata,2002
Andajani, A. Sari, Efektivitas Teknik Kontrol Diri
Pada Pengendalian Kemarahan, Jurnal Psikologi, Fakultas Psikologi
Universitas Gadjah Mada, Yogyakerta, 1991
Aziz, Ramat, Jurnal Psikologi Islam, Volume1,
Desember 2005
Budiraharjo, Paulus, Mengenal Teori Kepribadian
Mutakhir, Yogyakarta: Kanisius, 1997
Campbell Robert, Misteri Pikiran, Jakarta,
Tira Pustaka, 1994
Fodor,Nandor, Freud : Dictionary Psychoanalysis,
New York, Philosophical Library,1950
Musnamar, Musnamar, Dasar-Dasar Konseptual
Bimbingan dan Konseling Dalam Islam, Jogjakarta: UII Press,1992
Mischel, Walter, Essentials Of Psychology, New
York Stanford University, Random House, Inc., 1980
Nawangsari, Fardana,Nur Aini, Pengaruh Self
Efficacy dan Expectacy-Value Terhadap Kecemasan Menghadapi Pelajaran
Matematika, INSAN Media Psikologi. Vol.3, 2001
Sukardi, Dena Ketut, Proses Bimbingan dan
Penyuluhan di Sekolah, Jakarta: PT. Rhineka Cipta, 1995
Hellen, Bimbingan dan Konseling Dalam Islam,
Jakarta: Ciputat Press, 2002
Prayitno dan Ermananti, Dasar- Dasar Bimbingan
Konseling, Jakarta: Rhineka Cipta, 1999
Shretzer, Bruce and Stone, Shelly, Foundamental of
Counseling, Boston: Purde University,1968
Ainur Rokhim Faqih, Bimbingan dan Konseling Islam,
UII Press Yogyakarta, 2001
Bakran,M. Hamdani, Adz-Dzaky, Psikoterapi dan
Konseling Islam Penerapan Metode Sufistik, Yoyakarta:Fajar Pustaka, 2001
Muhajir, Noeng, Filsafat Ilmu, Positifisme,
Postpositifisme, dan Postmodernisme, Yogyakarta: Rakae Sarasin, 2001
Djumhana Bastaman, Hanna, Integrasi Psikologi
Dengan Islam : Menuju Psikologi Islami, Jogjakarta: Pustaka Pelajar,2001
Daradjat Zakiyah, Peran Agama Dalam Kesehatan
Mental, Jakarta: Gunung Agung Jaya, 2001
UNDIP Fakultas Kedokteran, Psikiatri II
Simptomatologi, Semarang, 2000
PPDGJ III, Buku Saku Diagnosa Gangguan Jiwa,
Ed. Rusdy Muslim
Langgulung, Hasan,Teori-Teori Kesehatan Mental,
Jakarta:Pustaka Al-Husna, 1986
Takhrudin, L.T, Pribadi Pribadi Yang Berpengaruh,
Jogjakarta: PT. Alma’arif, 1991
Kartono,Kartini, Patologi Sosial 3, Gangguan-Gangguan
Kejiwaan, Jakarta:Rajawali, 1886
De Clerq, Linda, Tingkah Laku Abnormal Dari Sudut
Pandang Perkembangan, Jakarta: PT. Grasindo IKAPI, 1994
A.Supratikya, Mengenal Perilaku Abnormal,
Yogyakarta, Kanisius, 1995
0 Response to "SELF CONTROL, KECEMASAN DAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM"
Post a Comment