METODE HAFALAN DAN PRESTASI BELAJAR SISWA

METODE HAFALAN DAN PRESTASI BELAJAR SISWA


A.    Kajian Tentang Metode Hafalan
1.      Pengertian  Metode Hafalan
Pengertian metode menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah “cara yang tersusun dan teratur, untuk mencapai tujuan, khususnya dalam hal ilmu pengetahuan”.[1]
Menurut Muhammad Zein metode adalah suatu cara kerja yang sistematis dan umum, seperti cara kerja ilmu pengetahuan yang merupakan jawaban atas pertanyaan “bagaimana”.[2]
Sedang menurut Saiful Bahri Djamarah, metode adalah cara yang digunakan untuk menyampaikan tujuan yang telah ditetapkan.[3]
Dari beberapa pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa metode adalah suatu cara yang didalamnya mengandung fungsi sebagai alat untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan-tujuan tersebut harus pula dikemukakan secara jelas dan tepat. Dengan demikian tujuan itu akan banyak membantu dalam merencanakan kegiatan belajar mengajar misalnya membantu petunjuk untuk memilih metode belajar, untuk menentukan alat dan bahan pelajaran dan untuk menentukan prosedur penelitian. Tujuan semacam itu pada umumnya lebih menekankan pada aspek proses belajar dan bukan pada aspek pelajaran atau aspek kegiatan guru.
 Sedangkan kata hafalan berasal dari kata “hafal” yang berarti “telah dapat mengucapkan dengan ingatan (tidak usah melihat buku)”.[4] Jika diberi akhiran “an” maka berarti mempelajari tentang pelajaran supaya hafal.[5] Dan juga berarti “berusaha merapkan ke dalam pikiran agar selalu ingat”.[6]
Menurut pendapat yang lain, hafal dalam bahasa arabnya disebut dengan al-hafidz itu mempunyai arti “memelihara sesuatu atau tidak lupa”.[7] Arti al-hafidz menurut bahasa tiada bedanya dengan artinya menurut istilah, yaitu “menampakkan dan membacanya luas tanpa kitab”.[8]
Dari paparan tersebut di atas  dapat ditarik benang merah bahwa metode hafalan adalah metode yang menitik beratkan pada daya ingatan (memory type of learning). Jadi metode hafalan maksudnya adalah suatu cara belajar dengan menggunakan daya ingatan yang tajam untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan.
Demikian arti metode ini penting karena ia merupakan suatu teori yang mempersiapkan terlebih dahulu untuk menghadapi tiap pekerjaan. Metode inilah yang akan memimpin dari mulai hingga akhir, jadi tugasnya hanya menghantarkan saja bukan tujuan. Hal ini sesuai dengan ayat Al-Qur’an surat An-Nahl ayat : 125 yang berbunyi :
ادع ا لي سبيل ربك با لحكمة والموعظة الحسنة

 Artinya : “Ajaklah ke jalan Allah dengan hikmah dan ajaran yang baik”                    (An-Nahl : 125).[9]

2.      Tujuan dan Prinsip-prinsip  Metode Hafalan
a.   Tujuan Metode Hafalan
Kegiatan belajar harus mempunyai tujuan. Karena setiap tujuan yang tidak mempunyai tujuan akan berjalan meraba-raba, tak tentu arah tujuan. Tujuan yang jelas dan berguna akan membuat orang lebih giat, terarah dan sungguh-sungguh. Semua kegiatan harus berorientasi pada tujuannya. Segala daya dan upaya harus dipusatkan pada pencapaian tujuan, baik bahan pelajaran, metode dan teknik pelaksanaan kegiatan belajar harus dapat menunjang tercapainya tujuan  dengan efektif dan efisien.
Oleh karena itu metode hafalan bertujuan untuk memperkuat ingatan.[10] Menurut Ballard, Briged dan Clanchy, John metode hafalan bertujuan untuk pembenaran atau penyebutan kembali materi.[11]
Tentang pentingnya metode hafalan dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-A’la ayat 6-7  yang berbunyi :

سنقر ئك فلا تنسى 0 الأ ما شا ء الله ....... (اعلئ :6-7)

Artinya :    Kami akan bacakan (Al-Qur’an) kepadamu (Muhammad) maka kamu tidak akan lupa kecuali kalau Allah menghendaki. (Q.S. Al-A’la 6-7).[12]

Dari ayat tersebut di atas jelaslah bahwa pentingnya mengulang ayat-ayat Al-Qur’an yang telah dihafal. Dengan demikian metode hafalan bertujuan untuk memperkuat ingatan yang telah untuk dapat diulang kembali.

b.   Prinsip Metode Hafalan
Untuk mempelajari bahan hafalan diperlukan jenis belajar menghafal (memori type of learning). Belajar dengan menghafal sering menimbulkan penyakit verbalisme yaitu anak tahu menyebutkan kata-kata, definisi, rumus dan sebagainya tetapi tidak dipahami. Penyakit lain yang sering dijumpai akibat belajar menghafal ialah intelektualitas penguasaan pengetahuan sebanyak-banyaknya dari buku pelajaran tanpa menghubungkannya dengan realitas kehidupan sehari-hari.
Untuk menghindarkan anak dari penyakit tersebut, perlu diperhatikan prinsip-prinsip, sebagai berikut :
1)      Bahan yang akan dihafalkan hendaknya diusahakan agar dipahami benar-benar oleh anak.
2)      Bahan hafalan hendaknya merupakan suatu kebulatan (keseluruhan dan bukan fakta yang lepas).
3)      Bahan yang telah dihafal hendaknya digunakan secara fungsional dalam situasi tertentu.
4)      Active Recall hendaknya senantiasa dilakukan.
5)      Metode keseluruhan atau metode bagian yang digunakan tergantung pada sifat bahan.[13]

3.      Faktor-faktor yang Harus Diperhatikan dalam Metode Hafalan
Dalam menghafal mata pelajaran hendaknya harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a.       Umur
Umur murid menentukan kecakapan untuk menerima pelajaran.
b.      Keadaan Sekitar
Keadaan sekitar memegang peranan dalam keberhasilan dalam menghafal pelajaran, dalam artian keadaan sekitar mempengaruhi psikis siswa.
c.       Sifat bahan pelajaran
Tiap-tiap bahan pelajaran mempunyai sifat yang berlainan, seperti ilmu-ilmu umum dengan ilmu-ilmu agama.[14]
 
4.      Macam-macam Metode Hafalan
Untuk mencapai hasil hafalan yang baik, perlu adanya beberapa macam cara untuk menghafal. Adapun metode hafalan para ahli telah merumuskan metode-metode yang mempermudah dan mempercepat jalannya proses penghafalan, diantaranya adalah :
a.       Agus Sujanto membagi metode menghafal  menjadi 3 (tiga) :
1)      Metode K (keseluruhan)
2)      Metode B (bagian-bagian)
3)      Metode C (campuran)
Metode K dipergunakan untuk menghafal sesuatu yang sedikit. Metode B dipergunakan untuk menghafal sesuatu yang banyak. Sedang metode C merupakan metode yang paling baik karena dengan metode ini anak mengamati secara keseluruhan lebih dahulu dan memperhatikan kesukaran-kesukarannya lebih dahulu, kemudian dihafalkanlebih dahulu baru nanti dihafalkan keseluruhan.[15]
b.      The Liang Gie, pada pokoknya metode menghafal dapat dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu :

1)      Menghafal dengan melalui pandangan mata saja
Bahan pelajaran itu dipandang atau dibatin dengan penuh perhatian sambil otak bekerja  mengingat-ingat
2)      Menghafal terutama dengan melalui pendengaran
Dalam hal ini bahan pelajaran itu dibaca dengan keras untuk dimasukkan dalam kepala melalui telinga.
3)      Menghafal dengan melalui gerak gerik tangan
Yaitu dengan jalan menulis-nulis di atas kertas dengan potlot atau dengan menggerakkan-gerakkan ujung jari di atas meja sambil pikiran berusaha menanamkan pelajaran itu.[16]

Beberapa metode tersebut di atas, dikembangkan dalam rangka mencari alternatif terbaik untuk menghafal suatu mata pelajaran. Metode-metode tersebut dipakai semuanya sebagai variasi untuk menghilangkan kejenuhan, ataupun hanya memilih salah satunya kalau memang dirasakannya sudah cocok bagi dirinya sendiri.

B.     Kajian Tentang Prestasi Belajar
1.      Pengertian  Prestasi Belajar
Sebagaimana yang telah disebutkan oleh WJS. Purwadarminta, prestasi adalah hasil yang telah dicapai (dilakukan, dikerjakan).[17] Sedang pengertian belajar dapat didefinisikan sebagai berikut :
a.       Menurut Cronbach, belajar adalah Learning is shown by a change in behavio as a result of experience (Belajar merupakan perubahan kebiasaan  yang dipengaruhi melalui pengalaman).[18]
b.      Menurut Oemar Hamalik, Belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan dan perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan.[19]
c.       Sedang pendapat Shaleh Abdul Aziz dan Abdul Majid, memberikan pengertian belajar sebagai berikut  :
التعليم هو تغيير في دهن المتعلم يطرأ على خبرة سابقة فيحدث فيها تغييرا جديدا[20]

Artinya :    “Belajar adalah perubahan tingkah laku di dalam kecerdasan hati si pelajar berdasar pengetahuan-pengetahuan lama  yang membawa perubahan baru”.

Dari beberapa pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan  bahwa belajar adalah proses perubahan dalam diri seseorang sebagai akibat dari pengalaman dan usaha secara sadar. Perubahan itu meliputi aspek jasmaniah dan rohaniah, seperti kebiasaan, kecakapan, ketrampilan dan perkembangan sifat-sifat emosional.
Jadi pengertian prestasi belajar dapat disimpulkan sebagaimana pendapat Muhibbin Syah adalah segenap aspek yang berubah sebagai hasil dari proses dan pengalaman belajar siswa atau perilaku hasil belajar, suatu kecakapan nyata yang dihubungkan dengan standar kesempurnaan. Dan pada akhirnya  perubahan tingkah laku itu dapat mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar baik yang bersifat kognitif, afektif maupun psikomotorik”.[21]
Dari uraian dan pendapat diatas, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa prestasi belajar atau hasil belajar adalah tingkat kecakapan atau kemampuan aktual, yang menunjukkan kepada aspek kecakapan atau kemampuan yang segera dapat didemonstrasikan dan diuji karena merupakan hasil atau usaha atau belajar yang bersangkutan, baik yang berhubungan dengan kogntif, afektif maupun psikomotorik. Atau dalam bahasa praktisnya, prestasi belajar itu merupakan pencerminan tingkat penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang telah dipelajari sebelumnya. Dalam hal ini, tentunya ada siswa yang mencapai prestasi tinggi dan prestasi rendah.
2.      Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar
Dalam lembaga-lembaga pendidikan,  belajar merupakan key term (istilah kunci) dan utama dalam upaya pendidikan. Karena proses belajar merupakan the process of acquiring knowledge, yakni proses untuk memperoleh pengetahuan. Sehingga belajar dapat dikatakan sebagai tonggak terjadinya suatu perubahan-perubahan dalam diri anak didik yang diwujudkan dalam tingkah lakunya sehari-hari. Oleh karena itu belajar merupakan hal pokok dalam kehidupan manusia, karena hampir semua perkembangan  dan perubahan manusia terjadi  karena belajar.
Proses belajar tentunya tidak lepas dari berbagai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi sejauhmana mana keberhasilan belajar tadi. Oleh karena itu akan penulis kemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar yang dapat digolongkan sebagai berikut yaitu :
a.       Faktor individu ialah faktor yang ada  pada diri organisme itu sendiri.
b.      Faktor sosial, ialah faktor yang ada di luar individu yang bersangkutan.[22]
Untuk memudahkan pemahaman kedua faktor tersebut penulis akan mengklasifikasikannya, sebagaimana diuraikan oleh Sumadi Suryabrata di dalam bukunya Psikologi Pendidikan yaitu  :
a.       Faktor yang berasal dari luar diri si pelajar dan ini masih dapat digolongkan menjadi  :  faktor-faktor non sosial, dan faktor sosial.
b.      Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri si pelajar, dan ini pun dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu faktor-faktor fisiologis dan faktor-faktor psikologis.
Agar lebih jelas, maka faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar tersebut akan penulis uraiakan  sebagai berikut  :
a.       Faktor dari Luar Pelajar
1)      Faktor Non Sosial
Yang dimaksud faktor non sosial adalah faktor-faktor dari luar diri anak itu sendiri seperti :
a)      Situasi dan tempat belajar yang memadai, sejuk dan tidak gaduh dan ruang belajar yang cukup luas.
b)      Alat peraga yang berfungsi sebagai alat pembantu dalam memahami suatu materi pelajaran.
c)      Metode dan gaya pengajaran dan pembinaan dalam penyampaian pelajaran yang digunakan.
d)     Bahan pelajaran yang sesuai dengan kemampuan siswa.
e)      Hukuman dan ganjaran, hal ini bertujuan untuk menimbulkan motif belajar yang lebih giat.
Oleh karena itu, agar proses belajar dapat berhasil dengan baik, maka harus dipersiapkan factor-faktor yang mendukung dan menghindari faktor yang menghambat kegiatan belajar.
2)      Faktor-Faktor Sosial
Yang dimaksud faktor sosial adalah faktor manusia itu sendiri. Sebagaiamana dikatakan oleh Sumadi Suryabarata bahwa faktor  manusia (hubungan sesama manusia) dapat mempengaruhi prestasi belajar seperti hubungan guru dengan murid jelas akan mempengaruhi keberhasilan belajar.
Di samping faktor kompetensi (kemampuan dasar) atau kualitas guru itu sendiri. Semua ini juga ikut mempengaruhi proses belajar seseorang. Selain faktor non sosial dan sosial yang merupakan faktor eksternal/faktor dari luar diri pelajar, juga terdapat faktor internal atau faktor dari dalam diri sipelajar, yaitu faktor fisiologis.
b.      Faktor dari Dalam Pelajar 
1)      Faktor Fisiologis
Kondisi jasmani seseorang dapat mempengaruhi proses belajaranya, misalnya kesehatan badannya, pandangan mata dan lain-lain. Bila keadaan jasmani seseorang atau siswa itu dalam keadaan baik, maka akan mendukung keberhasilan proses belajar mereka. Sebaliknya bila keadaan jasmani anak itu kurang baik juga akan menghambat keberhasilan belajarnya.
2)      Faktor Psikologis
Diantara faktor-faktor psikologis yang dapat mempengaruhi proses belajar seseorang adalah keadaan jiwa si pelajar itu sendiri seperti :
a)      Intelegensia : anak yang intelegensinya tinggi akan lebih baik dalam mencapai prestasi belajarnya.
b)      Kematangan individu : balajar akan lebih berhasil apabila dibarengi dengan kematangan individu itu sendiri.
c)      Minat : anak yang minatnya tinggi akan memperoleh prestasi belajar yang lebih baik dari pada anak yang minatnya rendah.
d)     Motif : akan membangkitkan semangat belajar yang tin
Di samping itu seperti perasaan yang  tenang, adanya perhatian terhadap pelajaran, adanya kemauan, dan lain-lain, semuanya itu dapat mempengaruhi  kegiatan belajar seorang pelajar.
Dengan demikian keberhasilan proses belajar seseorang  pelajar dipengaruhi oleh faktor psikis maupun fisiknya (internalnya) dan tidak lepas pula dari pengaruh eksternal, termasuk juga faktor sosial di mana anak hidup dan bertempat tinggal serta melakukan kegiatan belajar tersebut.
3.      Prinsip-prinsip Belajar
Dari berbagai teori belajar, para ahli merumuskan beberapa prinsip belajar. Prinsip-prinsip ini perlu diketahui oleh siswa dan guru dalam belajar, agar tidak menimbulkan kesalahan dalam memberikan bimbingan. Karena kesalahan dapat menimbulkan kesulitan belajar. Prinsip itu akan memberi arah bagaimana yang seharusnya dilakukan.
Disini penulis akan kemukakan prinsip-prinsip belajar antara lain :
a.       Menurut Nasution, Dalam bukunya Dedaktik Asas-Asas Mengajar dikemukakan :
1)      Agar seseorang benar-benar belajar harus mempunyai tujuan belajar.
2)      Tujuan itu harus timbul dari atau berhubungan dengan kebutuhan hidupnya dan bukan karena dipaksa orang lain.
3)      Orang itu harus bersedia mengalami bermacam-macam kesukaran dan berusaha dengan tekun untuk mencapai tujuan.
4)      Belajar itu harus terbukti dari perubahan kelakuan.
5)      Selain tujuan pokok yang hendak dicapai diperoleh pula hasil-hasil sambilan atau sampingan.
6)      Belajar itu lebih berhasil dengan jalan berbuat atau melakukan.
7)      Seorang belajar sebagai keseluruhan, tidak dengan otaknya atau secara intelektual saja, tetapi juga secara social, emosional dan etis.
8)      Dalam hal belajar seseorang memerlukan bantuan dan bimbingan dari orang lain.
9)      Belajar lebih berhasil apabila usaha-usaha itu memberi sukses.
10)  Ulangan dan latihan perlu akan tetapi harus didahului oleh pemahaman.
11)  Belajar hanya mungkin kalau ada kemauan dan hasrat untuk belajar.[23]

b.      Menurut Mustaqim, Prinsip-prinsip belajar itu antara lain :
1)      Belajar akan berhasil apabila disertai kemauan dan tujuan tertentu.
2)      Belajar akan lebih berhasil apabila disertai berbuat, latihan dan ulangan.
3)      Belajar akan lebih berhasil apabila memberi sukses yang menyenangkan.
4)      Belajar lebih berhasil jika tujuan belajar berhubungan dengan aktivitas belajar itu sendiri dan atau berhubungan dengan kebutuhan hidup.
5)      Belajar lebih berhasil jika bahan yang sedang dipelajari bukan sekedar menghafal fakta.
6)      Dalam proses belajar memerlukan bantuan dan bimbingan orang lain.
7)      Hasil belajar dibuktikan dengan adanya perubahan dalam diri si pelajar.
8)      Ulangan dan latihan perlu, akan tetapi harus didahului oleh pemahaman.[24]
Kedua kelompok prinsip itu sebenarnya hampir sama, hal ini akan memberi petunjuk kepada siswa, apa yang harus mereka lakukan dalam belajar harus ada kemauan dan hasrat untuk mencapai sukses belajar.

C.    Hubungan antara Metode Hafalan dengan Prestasi Belajar Al-Qur’an Hadits
Berdasarkan UU No. 28/1989 makna satu-satunya dari pendidikan Agama Islam adalah sebagai salah satu bidang studi pendidikan yang bersama-sama dengan pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan menjadi kurikulum wajib bagi setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan (pasal 39 (2)).[25]
Sedang menurut Direktorat Pembinaan Pendidikan Agama Islam pada Sekolah Umum Negeri (Ditbinpaisun) pengertian pendidikan Agama Islam secara devinitif adalah :
“Pendidikan dengan melalui ajaran-ajaran agama Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang telah diyakininya secara menyeluruh, serta menjadikan ajaran agama Islam itu sebagai pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia maupun di akhirat kelak.”[26]

Dengan demikian, sebagai sebuah bidang studi wajib di sekolah, maka pengajaran pendidikan agama Islam mempunyai 3 aspek tujuan yang hendak dicapai yaitu :
1.      Aspek iman (aspek afektif), yaitu diharapkan anak didik mempunyai sikap positif, disiplin dan cinta kepada agama dalam kehidupannya (hamba yang taat).
2.      Aspek ilmu (aspek kognitif), yaitu pendidikan agama diharapkan berperan sebagai motivasi instrintik anak didik untuk mengembangkan nilai intelektualitasnya.
3.      Aspek Amal (aspek psikomotorik) yaitu anak didik diharapkan mampu menanamkembangkan kebiasan (habit vorming) dan ketrampilan beragama untuk dihayati dan diamalkan dalam kehidupannya.[27]
Melihat penting dan esensinya pendidikan agama Islam di sekolah, bidang studi Al-Qur’an Hadist yang merupakan salah satu bidang studi agama Islam berperang penting dalam mewujudkan cita-cita tersebut. Sehingga posisi bidang studi ini menjadi sangat penting dan strategis dalam mengembang amanat tersebut.
Memilih metode belajar khususnya bidang agama bukanlah hal yang mudah. Sebab, dilihat dari muatan aspek yang harus dikuasai, maka metode belajar menjadi sesuatu yang mutlak yang harus dikuasai oleh anak didik. Salah satu yang menjadi pertimbangan menurut Ahmad Tafsir adalah sifat bahan pelajaran atau mata studi dan tujuan yang hendak dicapai.[28]
Kaitanya dengan pertimbangan di atas, maka pemilihan metode belajar dengan menggunakan hafalan terhadap mata pelajaran Al-Qur’an Hadist menjadi salah satu pilihan yang paling efektif. Karena ditinjau dari karakter, tujuan dan muatannya, Al-Qur’an Hadist lebih mengutamakan kepada daya ingat (memory). Dalam hal ini Bruno (1987) menyatakan bahwa memori ialah proses mental yang meliputi pengkodean, penyimpanan dan pemanggilan kembali informasi dan pengetahuan.[29] Cara kerjanya adalah informasi yang diterima akan masuk ke dalam short term memory atau working memory (memori jangka pendek) melalui indera mata atau telinga. Kemudian ia mengalami encoding (pengkodean), selanjutnya informasi tersebut masuk dan tersimpan dalam long term memory atau permanent memory yakni memori jangka panjang atau permanen. Sehingga kelak, ketika ada pertanyaan soal informasi tadi  dan jika jawabannya benar, maka ia telah mengalami peristiwa kognitif yang disebut recall atau retieval. Yaitu, hal memperoleh kembali informasi yang telah terstruktur dalam ranah cipta siswa.
Kaitannya dengan aspek tujuan yang khusus dalam belajar pendidikan agama, maka pemilihan pendekatan belajar (approach to learning) atau kita menentukan metode balajar termasuk faktor-faktor yang turut menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa di antara teman-temannya.
Konsep inilah yang mendukung bahwa pemilihan metode hafalan sangat membantu pencapaian prestasi sebuah mata pelajaran yang lebih menekankan kepada kekuatan memori seperti pelajaran Al-Qur’an Hadist. Dengan demikian tingkat prestasi belajar Al-Qur’an Hadist akan sangat ditentukan sejauhmana kemampuan atau kreatifitas daya hafal dan kekuatan memori siswa dalam menyerap informasi atau materi pelajaran Al-Qur’an Hadist. Sehingga, ketika dilakukan proses recalling atau retrievalling untuk menjawab sebuah pertanyaan kembali, ia akan melakukannya dengan baik dan benar.






[1]WJS. Purwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Balai Pustaka, 1988, hlm. 439.

[2]Muhammad Zein, Methodologi Pengajaran Agama, Yogyakarta, 1995, hlm. 167.

[3]Saiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, Rineka Cipta, Jakarta, Cet. I, 1997, hlm. 53.

[4]WJS. Poerwadarminta, Op.cit, hlm. 38.

[5]WJS. Poerwodarminta, Loc.cit.

[6]Anton M Moelyono, et.al,  Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pustaka Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud, Balai Pustaka, Jakarta, Cet IV, 1993, hlm. 291.

[7]Syaikh Abd Ar-Rabb Nawabuddin, Kaifa Tahfadzul Qur’anul Karim, Alih Bahasa, SD. Ziyat Abbas, Metode Praktik Hafal Al-Qur’an, CV. Firdaus, Jakarta, 1991, hlm. 27.

[8]Ibid, hlm. 29.

[9]Al-Qur’an, Surat An-Nahl Ayat 125, Yayasan Penyelenggara dan Penerjemah Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Depag. RI, hlm. 421

[10]Ibid, hlm. 172.

[11]Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 2001, hlm. 124.

[12]Al-Qur’an, Surat Al-A’la Ayat 6-7, Yayasan Penyelenggara dan Penerjemah Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Depag. RI, hlm. 1051.

[13]Zakiyah Darajat, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1996, hlm. 264.

[14]Ibid, hal 10

[15]Agus Sujanto, Psikologi Umum, Aksara Baru, Jakarta, 1981, hlm. 44-45

[16]The Liang Gie, Cara Belajar yang Efisein, Center Study Progress, Yogyakarta, 1988, hlm. 127-128.

[17]WJS. Poerwadarminta, Op.cit, hlm. 768.

[18]Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, CV. Rajawali Pers. Jakarta, 1984, hlm. 247.

[19]Oemar Hamalik, Metodik Belajar dan Kesulitan Belajar, Tarsito, Bandung, 1983, hlm. 28.

[20]Shaleh Abdul Aziz  dan Abdul Majid, At-Tarbiyah Wat Turuqut Tadris, Juz I, Darul Ma’arif, Mesir, 1979, hlm. 169.

[21]Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, IAIN Sunan Gunung Djati Bandung, 1989,  hlm. 22.

[22]Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, Remaja Karya, Bandung, 1984, hlm. 101.

[23]S. Nasution,  Dedaktik Asas-asas Mengajar, Jemmars, Bandung, 1982, hlm. 41.

[24] Mustaqim, Ilmu Jiwa Pendidikan, Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, Semarang, 1987, hlm. 31.

[25]Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, Nomor 2 Tahun 1989.

[26]Zakiah Daradjat, et.al., Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1996, hlm. 86.

[27]Zakiah Dardjat, et.al., Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Dirjen Binbaga Islam Departemen Agama, Jakarta, Cet. II, 1985, hlm. 134-135.

[28]Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Pendidikan Agama Islam, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1995, hlm. 33-34.

[29]Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2000, hlm. 96-97.  

0 Response to "METODE HAFALAN DAN PRESTASI BELAJAR SISWA"

Post a Comment