METODE
HAFALAN DAN PRESTASI BELAJAR SISWA
A.
Kajian Tentang Metode Hafalan
1.
Pengertian
Metode Hafalan
Pengertian
metode menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah “cara yang tersusun dan
teratur, untuk mencapai tujuan, khususnya dalam hal ilmu pengetahuan”.[1]
Menurut
Muhammad Zein metode adalah suatu cara kerja yang sistematis dan umum, seperti
cara kerja ilmu pengetahuan yang merupakan jawaban atas pertanyaan “bagaimana”.[2]
Sedang menurut
Saiful Bahri Djamarah, metode adalah cara yang digunakan untuk menyampaikan
tujuan yang telah ditetapkan.[3]
Dari beberapa pendapat tersebut di atas dapat
disimpulkan bahwa metode adalah suatu cara yang didalamnya mengandung fungsi
sebagai alat untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan-tujuan tersebut harus pula
dikemukakan secara jelas dan tepat. Dengan demikian tujuan itu akan banyak
membantu dalam merencanakan kegiatan belajar mengajar misalnya membantu
petunjuk untuk memilih metode belajar, untuk menentukan alat dan bahan
pelajaran dan untuk menentukan prosedur penelitian. Tujuan semacam itu pada
umumnya lebih menekankan pada aspek proses belajar dan bukan pada aspek
pelajaran atau aspek kegiatan guru.
Sedangkan kata
hafalan berasal dari kata “hafal” yang berarti “telah dapat mengucapkan dengan
ingatan (tidak usah melihat buku)”.[4]
Jika diberi akhiran “an” maka berarti mempelajari tentang pelajaran supaya
hafal.[5]
Dan juga berarti “berusaha merapkan ke dalam pikiran agar selalu ingat”.[6]
Menurut pendapat yang lain, hafal dalam bahasa
arabnya disebut dengan al-hafidz itu mempunyai arti “memelihara sesuatu atau
tidak lupa”.[7] Arti
al-hafidz menurut bahasa tiada bedanya dengan artinya menurut istilah, yaitu
“menampakkan dan membacanya luas tanpa kitab”.[8]
Dari paparan tersebut di atas dapat ditarik benang merah bahwa metode
hafalan adalah metode yang menitik beratkan pada daya ingatan (memory type
of learning). Jadi metode hafalan maksudnya adalah suatu cara belajar
dengan menggunakan daya ingatan yang tajam untuk mencapai suatu tujuan yang
diinginkan.
Demikian arti metode ini penting karena ia merupakan
suatu teori yang mempersiapkan terlebih dahulu untuk menghadapi tiap pekerjaan.
Metode inilah yang akan memimpin dari mulai hingga akhir, jadi tugasnya hanya
menghantarkan saja bukan tujuan. Hal ini sesuai dengan ayat Al-Qur’an surat
An-Nahl ayat : 125 yang berbunyi :
ادع ا لي سبيل ربك با
لحكمة والموعظة الحسنة
Artinya : “Ajaklah ke jalan Allah dengan hikmah dan ajaran yang baik” (An-Nahl : 125).[9]
2.
Tujuan dan Prinsip-prinsip Metode Hafalan
a. Tujuan Metode Hafalan
Kegiatan
belajar harus mempunyai tujuan. Karena setiap tujuan yang tidak mempunyai
tujuan akan berjalan meraba-raba, tak tentu arah tujuan. Tujuan yang jelas dan
berguna akan membuat orang lebih giat, terarah dan sungguh-sungguh. Semua
kegiatan harus berorientasi pada tujuannya. Segala daya dan upaya harus
dipusatkan pada pencapaian tujuan, baik bahan pelajaran, metode dan teknik
pelaksanaan kegiatan belajar harus dapat menunjang tercapainya tujuan dengan efektif dan efisien.
Oleh karena
itu metode hafalan bertujuan untuk memperkuat ingatan.[10]
Menurut Ballard, Briged dan Clanchy, John metode hafalan bertujuan untuk
pembenaran atau penyebutan kembali materi.[11]
Tentang pentingnya metode hafalan
dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-A’la ayat 6-7 yang berbunyi :
سنقر ئك فلا تنسى 0 الأ ما شا ء الله
....... (اعلئ :6-7)
Artinya : Kami
akan bacakan (Al-Qur’an) kepadamu (Muhammad) maka kamu tidak akan lupa kecuali
kalau Allah menghendaki. (Q.S. Al-A’la 6-7).[12]
Dari ayat
tersebut di atas jelaslah bahwa pentingnya mengulang ayat-ayat Al-Qur’an yang telah
dihafal. Dengan demikian metode hafalan bertujuan untuk memperkuat ingatan yang
telah untuk dapat diulang kembali.
b.
Prinsip Metode Hafalan
Untuk
mempelajari bahan hafalan diperlukan jenis belajar menghafal (memori type of
learning). Belajar dengan menghafal sering menimbulkan penyakit verbalisme
yaitu anak tahu menyebutkan kata-kata, definisi, rumus dan sebagainya tetapi
tidak dipahami. Penyakit lain yang sering dijumpai akibat belajar menghafal
ialah intelektualitas penguasaan pengetahuan sebanyak-banyaknya dari buku
pelajaran tanpa menghubungkannya dengan realitas kehidupan sehari-hari.
Untuk
menghindarkan anak dari penyakit tersebut, perlu diperhatikan prinsip-prinsip,
sebagai berikut :
1)
Bahan yang akan dihafalkan
hendaknya diusahakan agar dipahami benar-benar oleh anak.
2)
Bahan hafalan hendaknya merupakan
suatu kebulatan (keseluruhan dan bukan fakta yang lepas).
3)
Bahan yang telah dihafal
hendaknya digunakan secara fungsional dalam situasi tertentu.
4)
Active Recall
hendaknya senantiasa dilakukan.
5)
Metode keseluruhan atau metode
bagian yang digunakan tergantung pada sifat bahan.[13]
3. Faktor-faktor yang Harus Diperhatikan dalam Metode Hafalan
Dalam
menghafal mata pelajaran hendaknya harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut
:
a.
Umur
Umur murid menentukan kecakapan
untuk menerima pelajaran.
b.
Keadaan Sekitar
Keadaan sekitar memegang peranan
dalam keberhasilan dalam menghafal pelajaran, dalam artian keadaan sekitar
mempengaruhi psikis siswa.
c.
Sifat bahan pelajaran
Tiap-tiap bahan pelajaran
mempunyai sifat yang berlainan, seperti ilmu-ilmu umum dengan ilmu-ilmu agama.[14]
4. Macam-macam Metode Hafalan
Untuk mencapai
hasil hafalan yang baik, perlu adanya beberapa macam cara untuk menghafal.
Adapun metode hafalan para ahli telah merumuskan metode-metode yang mempermudah
dan mempercepat jalannya proses penghafalan, diantaranya adalah :
a.
Agus Sujanto membagi metode
menghafal menjadi 3 (tiga) :
1)
Metode K (keseluruhan)
2)
Metode B (bagian-bagian)
3)
Metode C (campuran)
Metode K
dipergunakan untuk menghafal sesuatu yang sedikit. Metode B dipergunakan untuk
menghafal sesuatu yang banyak. Sedang metode C merupakan metode yang paling
baik karena dengan metode ini anak mengamati secara keseluruhan lebih dahulu
dan memperhatikan kesukaran-kesukarannya lebih dahulu, kemudian dihafalkanlebih
dahulu baru nanti dihafalkan keseluruhan.[15]
b.
The Liang Gie, pada pokoknya
metode menghafal dapat dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu :
1)
Menghafal dengan melalui
pandangan mata saja
Bahan
pelajaran itu dipandang atau dibatin dengan penuh perhatian sambil otak bekerja mengingat-ingat
2)
Menghafal terutama dengan melalui
pendengaran
Dalam hal ini
bahan pelajaran itu dibaca dengan keras untuk dimasukkan dalam kepala melalui
telinga.
3)
Menghafal dengan melalui gerak
gerik tangan
Yaitu dengan
jalan menulis-nulis di atas kertas dengan potlot atau dengan
menggerakkan-gerakkan ujung jari di atas meja sambil pikiran berusaha
menanamkan pelajaran itu.[16]
Beberapa
metode tersebut di atas, dikembangkan dalam rangka mencari alternatif terbaik
untuk menghafal suatu mata pelajaran. Metode-metode tersebut dipakai semuanya
sebagai variasi untuk menghilangkan kejenuhan, ataupun hanya memilih salah
satunya kalau memang dirasakannya sudah cocok bagi dirinya sendiri.
B.
Kajian Tentang Prestasi Belajar
1. Pengertian Prestasi Belajar
Sebagaimana yang telah disebutkan oleh WJS.
Purwadarminta, prestasi adalah hasil yang telah dicapai (dilakukan,
dikerjakan).[17] Sedang
pengertian belajar dapat didefinisikan sebagai berikut :
a. Menurut Cronbach, belajar adalah Learning is shown by
a change in behavio as a result of experience (Belajar merupakan perubahan
kebiasaan yang dipengaruhi melalui
pengalaman).[18]
b. Menurut Oemar Hamalik, Belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan
dan perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah
laku yang baru berkat pengalaman dan latihan.[19]
c. Sedang pendapat Shaleh Abdul Aziz dan Abdul Majid, memberikan
pengertian belajar sebagai berikut :
التعليم هو تغيير في دهن المتعلم
يطرأ على خبرة سابقة فيحدث فيها تغييرا جديدا[20]
Artinya : “Belajar
adalah perubahan tingkah laku di dalam kecerdasan hati si pelajar berdasar
pengetahuan-pengetahuan lama yang
membawa perubahan baru”.
Dari beberapa pendapat tersebut di atas dapat
disimpulkan bahwa belajar adalah proses
perubahan dalam diri seseorang sebagai akibat dari pengalaman dan usaha secara
sadar. Perubahan itu meliputi aspek jasmaniah dan rohaniah, seperti kebiasaan,
kecakapan, ketrampilan dan perkembangan sifat-sifat emosional.
Jadi
pengertian prestasi belajar dapat disimpulkan sebagaimana pendapat Muhibbin
Syah adalah segenap aspek yang berubah sebagai hasil dari proses dan pengalaman
belajar siswa atau perilaku hasil belajar, suatu kecakapan nyata yang
dihubungkan dengan standar kesempurnaan. Dan pada akhirnya perubahan tingkah laku itu dapat mencerminkan
perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar baik yang bersifat kognitif,
afektif maupun psikomotorik”.[21]
Dari
uraian dan pendapat diatas, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa prestasi
belajar atau hasil belajar adalah tingkat kecakapan atau kemampuan aktual, yang
menunjukkan kepada aspek kecakapan atau kemampuan yang segera dapat
didemonstrasikan dan diuji karena merupakan hasil atau usaha atau belajar yang
bersangkutan, baik yang berhubungan dengan kogntif, afektif maupun
psikomotorik. Atau dalam bahasa praktisnya, prestasi belajar itu merupakan
pencerminan tingkat penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang telah
dipelajari sebelumnya. Dalam hal ini, tentunya ada siswa yang mencapai prestasi
tinggi dan prestasi rendah.
2.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Belajar
Dalam lembaga-lembaga pendidikan, belajar merupakan key term (istilah
kunci) dan utama dalam upaya pendidikan. Karena proses belajar merupakan the
process of acquiring knowledge, yakni proses untuk memperoleh pengetahuan.
Sehingga belajar dapat dikatakan sebagai tonggak terjadinya suatu
perubahan-perubahan dalam diri anak didik yang diwujudkan dalam tingkah lakunya
sehari-hari. Oleh karena itu belajar merupakan hal pokok dalam kehidupan
manusia, karena hampir semua perkembangan
dan perubahan manusia terjadi
karena belajar.
Proses belajar tentunya tidak lepas dari berbagai
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi sejauhmana mana keberhasilan belajar
tadi. Oleh karena itu akan penulis kemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi
prestasi belajar yang dapat digolongkan sebagai berikut yaitu :
a.
Faktor individu ialah faktor yang
ada pada diri organisme itu sendiri.
b.
Faktor sosial, ialah faktor yang
ada di luar individu yang bersangkutan.[22]
Untuk memudahkan pemahaman kedua faktor tersebut penulis akan
mengklasifikasikannya, sebagaimana diuraikan oleh Sumadi Suryabrata di dalam
bukunya Psikologi Pendidikan yaitu :
a.
Faktor yang berasal dari luar diri
si pelajar dan ini masih dapat digolongkan menjadi :
faktor-faktor non sosial, dan faktor sosial.
b.
Faktor-faktor yang berasal dari
dalam diri si pelajar, dan ini pun dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu
faktor-faktor fisiologis dan faktor-faktor psikologis.
Agar lebih jelas, maka
faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar tersebut akan penulis
uraiakan sebagai berikut :
a. Faktor dari Luar Pelajar
1)
Faktor Non Sosial
Yang dimaksud faktor non
sosial adalah faktor-faktor dari luar diri anak itu sendiri seperti :
a)
Situasi dan tempat belajar yang
memadai, sejuk dan tidak gaduh dan ruang belajar yang cukup luas.
b)
Alat peraga yang berfungsi sebagai
alat pembantu dalam memahami suatu materi pelajaran.
c)
Metode dan gaya pengajaran dan
pembinaan dalam penyampaian pelajaran yang digunakan.
d)
Bahan pelajaran yang sesuai dengan
kemampuan siswa.
e)
Hukuman dan ganjaran, hal ini
bertujuan untuk menimbulkan motif belajar yang lebih giat.
Oleh karena itu, agar
proses belajar dapat berhasil dengan baik, maka harus dipersiapkan
factor-faktor yang mendukung dan menghindari faktor yang menghambat kegiatan
belajar.
2)
Faktor-Faktor Sosial
Yang
dimaksud faktor sosial adalah faktor manusia itu sendiri. Sebagaiamana
dikatakan oleh Sumadi Suryabarata bahwa faktor manusia (hubungan sesama manusia) dapat
mempengaruhi prestasi belajar seperti hubungan guru dengan murid jelas akan
mempengaruhi keberhasilan belajar.
Di
samping faktor kompetensi (kemampuan dasar) atau kualitas guru itu sendiri.
Semua ini juga ikut mempengaruhi proses belajar seseorang. Selain faktor non
sosial dan sosial yang merupakan faktor eksternal/faktor dari luar diri
pelajar, juga terdapat faktor internal atau faktor dari dalam diri sipelajar,
yaitu faktor fisiologis.
b. Faktor dari Dalam Pelajar
1)
Faktor Fisiologis
Kondisi jasmani seseorang dapat
mempengaruhi proses belajaranya, misalnya kesehatan badannya, pandangan mata
dan lain-lain. Bila keadaan jasmani seseorang atau siswa itu dalam keadaan
baik, maka akan mendukung keberhasilan proses belajar mereka. Sebaliknya bila
keadaan jasmani anak itu kurang baik juga akan menghambat keberhasilan
belajarnya.
2) Faktor Psikologis
Diantara faktor-faktor psikologis
yang dapat mempengaruhi proses belajar seseorang adalah keadaan jiwa si pelajar
itu sendiri seperti :
a)
Intelegensia : anak yang
intelegensinya tinggi akan lebih baik dalam mencapai prestasi belajarnya.
b)
Kematangan individu : balajar akan
lebih berhasil apabila dibarengi dengan kematangan individu itu sendiri.
c)
Minat : anak yang minatnya tinggi
akan memperoleh prestasi belajar yang lebih baik dari pada anak yang minatnya
rendah.
d)
Motif : akan membangkitkan
semangat belajar yang tin
Di samping itu seperti perasaan yang tenang, adanya perhatian terhadap pelajaran,
adanya kemauan, dan lain-lain, semuanya itu dapat mempengaruhi kegiatan belajar seorang pelajar.
Dengan demikian keberhasilan proses belajar
seseorang pelajar dipengaruhi oleh
faktor psikis maupun fisiknya (internalnya) dan tidak lepas pula dari pengaruh
eksternal, termasuk juga faktor sosial di mana anak hidup dan bertempat tinggal
serta melakukan kegiatan belajar tersebut.
3.
Prinsip-prinsip Belajar
Dari berbagai teori belajar, para ahli merumuskan
beberapa prinsip belajar. Prinsip-prinsip ini perlu diketahui oleh siswa dan
guru dalam belajar, agar tidak menimbulkan kesalahan dalam memberikan
bimbingan. Karena kesalahan dapat menimbulkan kesulitan belajar. Prinsip itu
akan memberi arah bagaimana yang seharusnya dilakukan.
Disini penulis akan kemukakan prinsip-prinsip
belajar antara lain :
a. Menurut Nasution, Dalam bukunya
Dedaktik Asas-Asas Mengajar dikemukakan :
1) Agar seseorang benar-benar
belajar harus mempunyai tujuan belajar.
2) Tujuan itu harus timbul dari
atau berhubungan dengan kebutuhan hidupnya dan bukan karena dipaksa orang lain.
3) Orang itu harus bersedia
mengalami bermacam-macam kesukaran dan berusaha dengan tekun untuk mencapai
tujuan.
4) Belajar itu harus terbukti dari
perubahan kelakuan.
5) Selain tujuan pokok yang hendak
dicapai diperoleh pula hasil-hasil sambilan atau sampingan.
6) Belajar itu lebih berhasil
dengan jalan berbuat atau melakukan.
7) Seorang belajar sebagai
keseluruhan, tidak dengan otaknya atau secara intelektual saja, tetapi juga
secara social, emosional dan etis.
8) Dalam hal belajar seseorang
memerlukan bantuan dan bimbingan dari orang lain.
9) Belajar lebih berhasil apabila
usaha-usaha itu memberi sukses.
10) Ulangan dan latihan perlu akan
tetapi harus didahului oleh pemahaman.
11) Belajar hanya mungkin kalau ada
kemauan dan hasrat untuk belajar.[23]
b. Menurut Mustaqim,
Prinsip-prinsip belajar itu antara lain :
1) Belajar akan berhasil apabila
disertai kemauan dan tujuan tertentu.
2) Belajar akan lebih berhasil
apabila disertai berbuat, latihan dan ulangan.
3) Belajar akan lebih berhasil
apabila memberi sukses yang menyenangkan.
4) Belajar lebih berhasil jika
tujuan belajar berhubungan dengan aktivitas belajar itu sendiri dan atau
berhubungan dengan kebutuhan hidup.
5) Belajar lebih berhasil jika
bahan yang sedang dipelajari bukan sekedar menghafal fakta.
6) Dalam proses belajar memerlukan
bantuan dan bimbingan orang lain.
7) Hasil belajar dibuktikan dengan
adanya perubahan dalam diri si pelajar.
8) Ulangan dan latihan perlu, akan
tetapi harus didahului oleh pemahaman.[24]
Kedua kelompok prinsip itu sebenarnya hampir sama,
hal ini akan memberi petunjuk kepada siswa, apa yang harus mereka lakukan dalam
belajar harus ada kemauan dan hasrat untuk mencapai sukses belajar.
C. Hubungan
antara Metode Hafalan dengan Prestasi Belajar Al-Qur’an Hadits
Berdasarkan UU No. 28/1989 makna satu-satunya dari
pendidikan Agama Islam adalah sebagai salah satu bidang studi pendidikan yang
bersama-sama dengan pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan menjadi
kurikulum wajib bagi setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan (pasal 39 (2)).[25]
Sedang menurut
Direktorat Pembinaan Pendidikan Agama Islam pada Sekolah Umum Negeri
(Ditbinpaisun) pengertian pendidikan Agama Islam secara devinitif adalah :
“Pendidikan dengan melalui ajaran-ajaran agama Islam, yaitu
berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai
dari pendidikan ia dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran
agama Islam yang telah diyakininya secara menyeluruh, serta menjadikan ajaran
agama Islam itu sebagai pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan
hidup di dunia maupun di akhirat kelak.”[26]
Dengan demikian, sebagai sebuah bidang studi wajib
di sekolah, maka pengajaran pendidikan agama Islam mempunyai 3 aspek tujuan
yang hendak dicapai yaitu :
1. Aspek iman (aspek afektif), yaitu diharapkan anak didik
mempunyai sikap positif, disiplin dan cinta kepada agama dalam kehidupannya
(hamba yang taat).
2. Aspek ilmu (aspek kognitif), yaitu pendidikan agama diharapkan
berperan sebagai motivasi instrintik anak didik untuk mengembangkan nilai
intelektualitasnya.
3. Aspek Amal (aspek psikomotorik) yaitu anak didik diharapkan
mampu menanamkembangkan kebiasan (habit vorming) dan ketrampilan
beragama untuk dihayati dan diamalkan dalam kehidupannya.[27]
Melihat penting dan esensinya pendidikan agama Islam
di sekolah, bidang studi Al-Qur’an Hadist yang merupakan salah satu bidang
studi agama Islam berperang penting dalam mewujudkan cita-cita tersebut.
Sehingga posisi bidang studi ini menjadi sangat penting dan strategis dalam
mengembang amanat tersebut.
Memilih metode belajar khususnya bidang agama
bukanlah hal yang mudah. Sebab, dilihat dari muatan aspek yang harus dikuasai,
maka metode belajar menjadi sesuatu yang mutlak yang harus dikuasai oleh anak
didik. Salah satu yang menjadi pertimbangan menurut Ahmad Tafsir adalah sifat
bahan pelajaran atau mata studi dan tujuan yang hendak dicapai.[28]
Kaitanya dengan pertimbangan di atas, maka pemilihan
metode belajar dengan menggunakan hafalan terhadap mata pelajaran Al-Qur’an
Hadist menjadi salah satu pilihan yang paling efektif. Karena ditinjau dari
karakter, tujuan dan muatannya, Al-Qur’an Hadist lebih mengutamakan kepada daya
ingat (memory). Dalam hal ini Bruno (1987) menyatakan bahwa memori ialah
proses mental yang meliputi pengkodean, penyimpanan dan pemanggilan kembali
informasi dan pengetahuan.[29]
Cara kerjanya adalah informasi yang diterima akan masuk ke dalam short term
memory atau working memory (memori jangka pendek) melalui indera
mata atau telinga. Kemudian ia mengalami encoding (pengkodean),
selanjutnya informasi tersebut masuk dan tersimpan dalam long term memory atau
permanent memory yakni memori jangka panjang atau permanen. Sehingga
kelak, ketika ada pertanyaan soal informasi tadi dan jika jawabannya benar, maka ia telah
mengalami peristiwa kognitif yang disebut recall atau retieval.
Yaitu, hal memperoleh kembali informasi yang telah terstruktur dalam ranah
cipta siswa.
Kaitannya dengan aspek tujuan yang khusus dalam
belajar pendidikan agama, maka pemilihan pendekatan belajar (approach to
learning) atau kita menentukan metode balajar termasuk faktor-faktor yang
turut menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa di antara teman-temannya.
Konsep inilah yang mendukung bahwa pemilihan metode
hafalan sangat membantu pencapaian prestasi sebuah mata pelajaran yang lebih
menekankan kepada kekuatan memori seperti pelajaran Al-Qur’an Hadist. Dengan demikian
tingkat prestasi belajar Al-Qur’an Hadist akan sangat ditentukan sejauhmana
kemampuan atau kreatifitas daya hafal dan kekuatan memori siswa dalam menyerap
informasi atau materi pelajaran Al-Qur’an Hadist. Sehingga, ketika dilakukan
proses recalling atau retrievalling untuk menjawab sebuah
pertanyaan kembali, ia akan melakukannya dengan baik dan benar.
[1]WJS. Purwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Balai Pustaka, 1988, hlm. 439.
[2]Muhammad Zein, Methodologi Pengajaran Agama,
Yogyakarta, 1995, hlm. 167.
[3]Saiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi
Belajar Mengajar, Rineka Cipta, Jakarta, Cet. I, 1997, hlm. 53.
[4]WJS. Poerwadarminta, Op.cit, hlm. 38.
[5]WJS. Poerwodarminta, Loc.cit.
[6]Anton M Moelyono, et.al, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pustaka
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud, Balai Pustaka, Jakarta, Cet IV,
1993, hlm. 291.
[7]Syaikh Abd Ar-Rabb Nawabuddin, Kaifa Tahfadzul
Qur’anul Karim, Alih Bahasa, SD. Ziyat Abbas, Metode Praktik Hafal Al-Qur’an,
CV. Firdaus, Jakarta, 1991, hlm. 27.
[8]Ibid, hlm.
29.
[9]Al-Qur’an, Surat An-Nahl Ayat 125, Yayasan
Penyelenggara dan Penerjemah Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya,
Depag. RI, hlm. 421
[10]Ibid, hlm.
172.
[11]Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, Logos Wacana
Ilmu, Jakarta, 2001, hlm. 124.
[12]Al-Qur’an, Surat Al-A’la Ayat 6-7, Yayasan
Penyelenggara dan Penerjemah Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya,
Depag. RI, hlm. 1051.
[13]Zakiyah Darajat, Metodologi Pengajaran Agama Islam,
Bumi Aksara, Jakarta, 1996, hlm. 264.
[14]Ibid, hal 10
[15]Agus Sujanto, Psikologi Umum, Aksara Baru,
Jakarta, 1981, hlm. 44-45
[16]The Liang Gie, Cara Belajar yang Efisein,
Center Study Progress, Yogyakarta, 1988, hlm. 127-128.
[17]WJS. Poerwadarminta, Op.cit, hlm. 768.
[18]Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, CV.
Rajawali Pers. Jakarta, 1984, hlm. 247.
[19]Oemar Hamalik, Metodik Belajar dan Kesulitan
Belajar, Tarsito, Bandung, 1983, hlm. 28.
[20]Shaleh Abdul Aziz
dan Abdul Majid, At-Tarbiyah Wat Turuqut Tadris, Juz I, Darul
Ma’arif, Mesir, 1979, hlm. 169.
[21]Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, IAIN Sunan
Gunung Djati Bandung, 1989, hlm. 22.
[22]Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, Remaja
Karya, Bandung, 1984, hlm. 101.
[23]S. Nasution, Dedaktik
Asas-asas Mengajar, Jemmars, Bandung, 1982, hlm. 41.
[24] Mustaqim, Ilmu Jiwa Pendidikan, Fakultas
Tarbiyah IAIN Walisongo, Semarang, 1987, hlm. 31.
[25]Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, Nomor 2
Tahun 1989.
[26]Zakiah Daradjat, et.al., Ilmu Pendidikan Islam,
Bumi Aksara, Jakarta, 1996, hlm. 86.
[27]Zakiah Dardjat, et.al., Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam,
Dirjen Binbaga Islam Departemen Agama, Jakarta, Cet. II, 1985, hlm. 134-135.
[28]Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Pendidikan
Agama Islam, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1995, hlm. 33-34.
[29]Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan
Pendekatan Baru, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2000, hlm. 96-97.
0 Response to "METODE HAFALAN DAN PRESTASI BELAJAR SISWA"
Post a Comment