KONSEP UMUM MULTIPLE INTELLIGENCE DAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
A.
Konsep Umum Multiple Intelligence
1. Pengertian, Latar
Belakang dan Tujuan Multiple Intelligence a.iPengertian
Multiple Intelligence
Howard
Gardner mendefinisikan kecerdasan sebagai kemampuan untuk memecahkan persoalan
dan menghasilkan produk yang bermacam-macam dan dalam situasi yang nyata.[1] Gardner juga
mendefinisikan kecerdasan sebagai potensi biopsikologi untuk memproses
bentuk-bentuk informasi yang spesifik dalam cara-cara tertentu.[2]
Multiple intelligence is a natural way to
structure learning. All the aspects of the person are taught to, meaning can be
extracted, and applications can be made to life. The childern in our classrooms
are multifaceted and have many abilities.[3]
“ Kecerdasan ganda adalah cara dasar pada pembelajaran struktur. Semua
aspek-aspek manusia telah dipelajari juga, arti dapat dikutip dan penerapan
dapat dibuat untuk hidup. Peserta didik di kelas beranekaragam segi dan
memiliki banyak kemampuan”.
Menurut
Gardner arti dari multiple intelligence di sini adalah kemampuan untuk
menyelesaikan masalah, untuk mendapatkan jawaban yang spesifik dan untuk
belajar materi baru dengan cepat dan efisien. Intelligence has the ability
to solve problems, to find the answers to specific questions, and to learn new
material quickly and efficiently.[4]
Penelitian
Gardner telah menjelaskan kecerdasan manusia sebelumnya, serta menghasilkan
definisi tentang konsep kecerdasan yang sungguh pragmatis. Gardner tidak
memandang kecerdasan manusia berdasarkan skor tes standar semata, namun Gardner
menjelaskan kecerdasan sebagai berikut:
a) Kemampuan untuk
menyelesaikan masalah yang terjadi dalam kehidupan nyata.
b) Kemampuan untuk
menghasilkan persoalan-persoalan baru untuk diselesaikan.
c) Kemampuan untuk menciptakan
sesuatu yang akan menimbulkan penghargaan dalam budaya seseorang.
Definisi
Gardner Tentang kecerdasan manusia tersebut menegaskan hakekat teorinya.[5] Teori kecerdasan ganda
merupakan validasi tertinggi gagasan bahwa perbedaan individu adalah penting.
Pemakaiannya dalam pendidikan sangat tergantung pada pengenalan, pengakuan dan
penghargaan terhadap setiap minat dan bakat masing-masing. Teori kecerdasan
ganda bukan hanya mengakui perbedaan individual ini untuk tujuan-tujuan
praktis, tetapi juga menganggap sebagai sesuatu yang normal, wajar dan sangat
berharga.[6]
Pada sisi
lain Gardner menjelaskan bahwa kecedasan ganda mempunyai karakteristik konsep
sebagai berikut :
a. Semua inteligensi itu
berbeda-beda.
b. Semua kecerdasan
dimiliki manusioa dalam kadar yang berbeda. Semua kecerdasan dapat
dieksplorasi, ditumbuhkan dan dikembangkan secara optimal.
c. Adanya indikator
kecerdasan dalam tiap-tiap kecerdasan. Dengan latihan, seseorang dapat
membangun kekuatan kecerdasan yang dimiliki.
d. Semua kecerdasan-kecerdasan
tersebut bekerjasama mewujudkan aktivitas yang dilakukan individu.
e. Semua jenis
kecerdasan ditemukan disemua lintas kebudayaan di dunia dan kelompok usia.
f.
Kecerdasan dapat diekspresikan melalui profesi dan
hobi.[7]
b. Latar
Belakang Multiple Intelligence
Upaya
memperbaiki dan meningkatkan mutu pendidikan seakan tidak pernah berhenti.
Beragam program inovatik ikut serta dalam reformasi pendidikan. Reformasi
pendidikan adalah restrukturisasi pendidikan, yakni memperbaiki pola hubungan
sekolah dengan lingkungannya dan dengan pemerintah, pola pengembangan
perencanaan serta pola mengembangkan pemberdayaan pendidik dan restrukturisasi
model-model pembelajaran.[8]
Masalah
pokok pendidikan di Indonesia saat ini masih berkisar pada soal pemerataan
kesempatan relevansi, kualitas, efisien dan efektivitas pendidikan.[9] Sesuai dengan masalah
pokok tersebut serta memperhatikan isu dan tantangan masa kini dan
kecenderungan di masa depan, maka dalam rangka meningkatkan kualitas sumber
daya manusia dan untuk mengatasi persoalan dan menghadapi tantangan itu, perlu
diciptakan pendidikan yang unggul yaitu pendidikan yang dapat mengembangkan
potensi dan kapasitas peserta didik secara optimal. Berbagai bentuk reformasi
dan inovasi dikembangkan para tokoh pendidikan yang berorientasi pada wujud
generasi yang lebih berkualitas.
Dengan
memperhatikan hal tersebut, masalah peningkatan SDM merupakan prioritas utama,
maka diperlukan adanya pendekatan layanan pendidikan yang mempertimbangkan
bakat, minat dan kemampuan dan kecerdasan peserta didik. Dari berbagai
penelitian oleh para ilmuwan psikologi, khususnya di
bidang psikologi perkembangan
dan psikologi pendidikan akhirnya terdorong untuk terus mengembangkan
penelitian dan menemukan berbagai metode baru untuk mendiagnosis dan
merencanakan program pendidikan yang lebih sesuai yaitu dengan memberikan
pelayanan peserta didik secara proporsional.
Dr. Howard
Gardner, Co. Director of Project Zero dan Guru Besar di Harvard University,
selama bertahun-tahun telah melakukan penelitian tentang perkembangan kapasitas
kognisi manusia. Howard telah mendobrak tradisi umum teori kecerdasan yang
menganut dua asumsi dasar, bahwa kognisi manusia itu bersifat satuan dan bahwa
setiap individu dapat dijelaskan sebagai makhluk yang memiliki kecerdasan yang
dapat diukur dan tunggal. Setiap kecerdasan memiliki ciri perkembangan, dapat
diamati dalam populasi tertentu.[10]
Gardner
berpendapat bahwa kecerdasan manusia tidak dapat disimpulkan hanya dengan
penilaian IQ saja, karena nilai tes IQ hanya menggambarkan 2
jenis kecerdasan saja, yaitu kecerdasan bahasa dan kecerdasan matematika. Tes IQ
bukan mengukur kualitas yang dibutuhkan untuk sukses dalam pendidikan
seperti kemauan keras, percaya diri, motivasi. Meskipun nilai IQ peserta
didik sangat tinggi pada suatu waktu tanpa pendidikan yang mendukung kecerdasan
anak (kurang stimulus, masalah keluarga, kurang tantangan, dan lain sebagainya)
nilai IQ bisa mengalami penurunan.[11]
Dari sini
tampak bahwa pendidikan berperan dalam mengembangkan kecerdasan peserta didik.
Kecerdasan bukanlah sesuatu yang sudah mati yang tidak dapat dikembangkan lagi,
tetapi kecerdasan dapat berkembang lagi. Menurut teori kecerdasan ganda
seseorang anak dapat mempelajari materi apapun, asal materi tersebut
disampaikan sesuai dengan kecerdasan yang cocok dengan kecerdasan yang menonjol
pada anak tersebut.
c. Tujuan Multiple
Intelligence
Sekolah
melalui pendidik mengatur anak dalam upaya mengembangkan kecerdasan mencapai
kemanfaatan. Di dalam dua lingkungan dasar yaitu rumah dan sekolah anak
memperoleh rasa percaya diri. Dengan orang tua, anak dapat belajar untuk
menghormati melalui pengalaman untuk membangun citra diri, kepercayaan diri dan
keterampilan. Orang tua dapat mengembangkan rasa hormat dan penerimaan bawaan
anak terhadap semua modalitas. Pendidik dapat mendorong tumbuhnya modalitas
belajar dan membantu anak menghubungkan keterampilan dengan berkembangnya
kecerdasan.[12]
Secara
makro pendidikan bertujuan membentuk organisasi pendidikan yang bersifat otonom
sehingga mampu melakukan inovasi dalam pendidikan untuk menuju suatu lembaga
yang beretika, selalu menggunakan nalar, dan memiliki sumber daya manusia yang
sehat dan tangguh. Secara mikro pendidikan bertujuan membentuk manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki nalar (maju, cakap,
cerdas, kreatif, inovatif dan bertanggung jawab), dan berbadan sehat sehingga
menjadi manusia mandiri.[13]
Tinggi
rendahnya kualitas sumber daya manusia antara lain ditandai dengan adanya unsur
kreativitas dan produktivitas yang direalisasikan dengan hasil kerja atau
kinerja yang baik secara perorangan atau kelompok. Sumber daya manusia mampu
menghasilkan kerja produktif secara rasional dan memiliki pengetahuan,
keterampilan dan kemampuan dapat diperoleh melalui pendidikan.
Menurut
Chabib Thoha tujuan akhir pendidikan adalah untuk mengembangkan potensi kreatif
peserta didik agar menjadi manusia baik, menurut pandangan manusia dan Tuhan
YME. Persoalan manusia baik atau persoalan nilai, tidak hanya persoalan fakta
dan kebenaran ilmiah rasional. Akan tetapi menyangkut masalah penghayatan dan
pemahaman yang bersifat afektif dan kognitif.[14]
Hilda Taba
mengemukakan bahwa prinsip-prinsip pokok dalam perumusan tujuan pendidikan
adalah sebagai berikut :
1. Rumusan tujuan
hendaknya meliputi aspek bentuk kelakuan yang dirapikan (mental) dan bahan yang
berkaitan dengannya (pokok).
2. Tujuan-tujuan yang
kompleks harus ditata secara analitis dan spesifik.
3. Dalam perumusan
tujuan pendidikan, harus direformulasikan dengan jelas bentuk tingkah laku
dengan kegiatan belajar.
4. Tujuan-tujuan pada
dasarnya bersifat developmental mencerminkan arah yang hendaknya
dicapai.
5. Tujuan harus
realistis, dalam kurikulum dan pengalaman belajar.
6. Tujuan harus mencakup
segala aspek perkembangan peserta didik yang menjadi tanggung jawab sekolah.[15]
Unsur
kreativitas, diskusi, problem solving masih langka dalam proses belajar
mengajar. Pendidik harus dapat menyediakan lingkungan yang kondusif yang
memungkinkan kreativitas dan potensi kecerdasan muncul, merangsang dan memupuk
agar berkembang. Rasa ingin tahu (Curiousity) peserta didik harus selalu
dikembangkan. Curiousity ini dapat berkembang jika peserta didik diberi
ruang untuk berfikir dan berinovasi, sehingga mereka bisa menemukan sesuatu
yang baru (discovery).
Peserta didik diajarkan problem solving untuk membantu masalah agar
dapat mengambil langkah untuk menerapkan solusi kreatif mereka. Pendidik
memotivasi peserta didik untuk mengemukakan ide mereka kemudian me-review
yang telah mereka ketahui tentang permasalahan tersebut, peserta didik yang
lain merangkum dan menilai dari perspektif yang beragam.
Hasan
Langgulung telah memberikan 3 prinsip yang harus diketahui oleh pendidik, agar
kreativitas peserta didik dapat diaktualisasikan dengan baik. Pertama,
mengakui potensi kreatif anak-anak. Kedua, menghormati pertanyaan dan
ide-ide mereka. Ketiga, memberikan
permasalahan-permasalahan yang bersifat proaktif untuk menimbulkan rasa
ingin tahu (curiousity) dan Khausal (imagination).[16]
Pejabaran dari ketiga prinsip diatas, pendidik dapat mengaplikasikannya
seperti; pertama, menghargai keunikan setiap peserta didik dengan
memberikan pujian kepada peserta didik yang aktif. Kedua, pendidik
menghargai pendapat peserta didik dan memotivasi untuk mengungkapkan ide-ide
mereka. Ketiga, memberi waktu kepada peserta didik untuk berpikir,
membolehkan peserta didik mengambil keputusan sendiri, serta mendorong dalam
mengerjakan tugas.
2.
Teori dan Pembelajaran Multiple Intelligence
a. Teori Multiple
Intelligence
Teori
kecerdasan ganda ini menyatakan bahwa setiap anak memiliki sedikitnya tujuh
kecerdasan ganda. Dalam proses perkembangannya, anak-anak itu kemudian akan
memiliki satu atau dua kecerdasan yang dominan. Tidak ada kecerdasan yang
berdiri sendiri saat digunakan oleh seseorang. Penggunaan satu kecerdasan akan
melibatkan dua atau lebih kecerdasan lain. Berikut ini teori tujuh kecerdasan
ganda :
1).
Linguistic Intelligence
(kecerdasan linguistik)
Linguistik
berasal dari bahasa Inggris yang artinya ilmu bahasa.[17] Terdapat beberapa
definisi yang disampaikan oleh para pakar tentang kecerdasan linguistik,
diantaranya adalah Linda Campbell. Menurutnya kecerdasan linguistik adalah
kemampuan untuk berfikir dalam bentuk kata-kata dan menggunakan bahasa untuk
mengekspresikan dan menghargai makna yang kompleks.[18]
Thomas
Amstrong, dalam bukunya 7 Kinds of Smart
mengartikan kecerdasan linguistik adalah kecerdasan dalam mengolah kata. Ini
merupakan kecerdasan para jurnalis, penyair, dan pengacara. Orang yang cerdas
dalam bidang ini dapat berargumentasi, meyakinkan orang, menghibur atau mengajar
dengan efektif lewat kata-kata yang diucapkannya.[19]
Sedangkan
kecerdasan linguistik dalam arti luas sebagaimana dinyatakan Howard, adalah
hasil kemampuan dalam penggunaan bahasa lisan dan tulisan.[20] Linguistik dapat
distimulus melalui bacaan, latihan, menulis, berdiskusi, bermain dengan
kata-kata. Peserta didik yang mempunyai inteligensi yang tinggi dalam
linguistik mempunyai kepekaan yang tajam terhadap bunyi atau fonologi.[21]
Di awal
sejarah manusia, bahasa mengubah spesialisasi dan fungsi otak manusia untuk
menggali dan mengembangkan kecerdasan manusia. Membaca telah memungkinkan
manusia untuk mengetahui objek, tempat, proses dan konsep yang secara personal
tidak mengalaminya. Kemampuan berpikir melalui kata-kata dapat mengingat,
menganalisis, menyelesaikan masalah, merencanakan ke depan dan mencipta
sesuatu.[22] Pusat kecerdasan terletak pada otak kiri.[23]
2).iLogical Mathematical Intelligence (kecerdasan logika matematika)
Merupakan
kemampuan dalam menghitung, mengukur dan mempertimbangkan proposisi dan
hipotesis serta menyelesaikan operasi-operasi matematis.[24] Kecerdasan logis
matematis melibatkan keterampilan mengolah angka dan kemahiran menggunakan
logika atau akal sehat. Ciri-ciri orang yang cerdas secara logis matematis
mencakup kemampuan dalam penalaran, berpikir dalam pola sebab akibat,
menciptakan hipotesis.[25] Pusat kecerdasan logika
matematika adalah terletak pada otak kiri.[26]
Kecerdasan
logis matematis dapat dilatih dan dikembangkan melalui banyak tantangan dan
inovasi dari bermacam-macam teknologi multimedia. Peserta didik dari berbagai
tingkat kemampuan dapat belajar dengan efektif dan praktek.
Satu cara
untuk memperkenalkan pemikiran secara logis matematis dalam bidang pelajaran
melalui tema yang digambarkan dari konsep-konsep secara matematis. Pendidik
dapat mengatur unit pelajaran berdasarkan tema, dan meminta peserta didik untuk
meneliti dengan menggunakan potensi atau kecerdasan yang dimiliki.
3).
Visual Intelligence (kecerdasan visual)
Kecerdasan
ini merupakan kecerdasan gambar dan visualisasi. Kecerdasan ini melibatkan
kemampuan untuk memvisualisasikan gambar di dalam kepala seseorang atau
menciptakannya dalam bentuk dua atau tiga dimensi.[27]
Kecerdasan
visual adalah kemampuan untuk melihat dan mengamati dunia visual secara akurat,
dan kemudian bertindak atas persepsi tersebut. Kecerdasan ini melibatkan
kesadaran akan warna, garis, bentuk, ruang dan ukuran. Jenis kecerdasan ini
sangat menonjol dalam diri pemain catur, navigator, arsitek maupun
desainer. Kemampuan kecerdasan visual terlihat pada peserta didik bermain
dengan melibatkan imajinasi mereka. Hemisfer kanan atau otak kanan berperan
besar dalam mengendalikan kegiatan ini.[28]
Peserta
didik yang memiliki kemampuan untuk menggambarkan yang mereka lihat dengan
penuh ketelitian. Ciri anak yang memiliki potensi visual menikmati waktu
luangnya dengan menggambar dan melukis dengan jelas.
4).
Kinesthetic Intelligence (kecerdasan kinestetik)
Kecerdasan
kinestetik, menurut Gardner adalah kemampuan menggunakan tubuh atau gerak tubuh
untuk mengekspresikan gagasan dan perasaan.[29] Kecerdasan ini juga
meliputi keterampilan fisik dalam bidang koordinasi, keseimbangan, daya tahan,
kekuatan dan kecepatan. Kecerdasan ini sangat menonjol pada diri seorang
penari, atlit, pematung, pemusik, aktor, mekanik, dokter, peserta didik dapat
diberdayakan dengan menggunakan teknik simulasi, permainan peran, dan drama.[30]
Untuk
mengoptimalkan kecerdasan kinestetik diperlukan ruang kelas yang kondusif,
artinya ruang kelas dalam proses belajar mengajar harus memberikan pemahaman
bahwa ruang kelas harus menjadi sebuah hal yang aktif yaitu ruang kelas bisa
menjadi sarana bagi pengembangan lingkungan pembelajaran. Para peserta didik
lebih banyak orientasi gerakan dalam kebutuhan sebuah proses belajar. [31]
Hal yang
terpenting bagi pendidik adalah untuk memberikan contoh aktivitas fisik sebagai
metode pembelajaran dan kesadaran peserta didik dalam proses pembelajaran.
Sebagai contoh dalam mata pelajaran bahasa: pesrta didik dapat mempelajari
kosakata dengan menggambarkan bagian kata atau ucapan tersebut. Secara
individual mereka dapat menembangkan jari atau tubuh kemudian mempraktikkan di
kelas.
5).
Musical Intelligence (kecerdasan musik)
Kecerdasan
musik merupakan kemampuan menangani bentuk-bentuk musik, dengan cara
mempersepsi, membedakan, dan mengekspresikan.[32] Gardner menjelaskan
kecerdasan musik sebagai kemampuan untuk mengembangkan, mengekspresikan dan
menikmati bentuk-bentuk musik dan suara. Di dalamnya
termasuk kepekaan akan ritme, melodi dan intonasi kemampuan memainkan alat
musik, kemampuan menyanyi, kemampuan untuk mencipta lagu.[33] Pusat kecerdasan musik
terletak pada lobus kanan.[34]
Terbentuknya
keterkaitan terhadap musik bisa terjadi pada usia yang sangat dini melalui
aktivitas yang dilakukan. Musik di dalam rumah dan lingkungan awal memberikan
dasar yang penting bagi pengalaman bermusik yang dikemudian hari dapat menyatu
dengan mata pelajaran sekolah. Karena adanya hubungan yang kuat antara musik
dan emosi, musik di ruang kelas dapat membantu menciptakan
keadaan emosi yang kondusif bagi pendidikan.
Selama abad
pertengahan dan renaissance, musik dianggap sebagai salah satu dari
empat pilar pendidikan, sejajar dengan geometri, astronomi dan aritmatika.
Dalam upaya mengidentifikasi peserta didik yang memiliki bakat musik atau
kecerdasan musik yang berkembang dengan baik adalah persoalan yang komplek.
Dalam kelas musik dapat menciptakan suasana yang positif yang akan membantu
peserta didik untuk fokus pada pelajaran.[35]
6).
Interpersonal Intelligence (kecerdasan interpersonal)
Kecerdasan
interpersonal adalah kemampuan untuk mengerti dan peka terhadap perasaan,
intensi, motivasi, watak, tempramen orang lain. Kepekaan akan ekspresi wajah,
suara, isyarat dari orang lain juga termasuk dalam kecerdasan ini. Secara umum
kecerdasan interpersonal berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk menjalin
relasi dan komunikasi dengan berbagai orang.[36]
Peserta
didik yang mempunyai kecerdasan interpersonal tinggi mudah bergaul dan
berteman. Dalam konteks belajar peserta didik lebih suka belajar bersama dengan
orang lain, lebih suka mengadakan studi kelompok.
Kecerdasan
interpersonal dapat stimulus melalui pertemuan dan diskusi dan mampu
menyelesaikan konflik dengan baik. Peserta didik yang mempunyai kecerdasan
interpersonal yang tinggi mempunyai kepekaan untuk memahami orang lain.
Pemahaman sosial ini diarahkan ke dalam dirinya untuk disalurkan menjadi sebuah
karya. Peserta didik yang dominan interpersonal akan mudah menangkap pelajaran
bila dilakukan dengan diskusi kelompok.[37] Kecerdasan interpersonal
ini berada pada otak bagian lobus depan dan hemisfer kanan.[38]
7).
Intrapersonal Intelligence (kecerdasan intrapersonal)
Kecerdasan
intrapersonal tercermin dalam kesadaran mendalam akan perasaan, kecerdasan
seseorang memahami diri sendiri, kemampuannya dan pilihannya sendiri. Orang
dengan kecerdasan interpersonal tinggi pada umumnya mandiri, tidak tergantung
orang lain dan yakin dengan pendapat diri yang kuat tentang hal-hal yang
kontroversial, serta senang sekali bekerja berdasarkan program sendiri dan hanya
dilakukan sendirian.[39]
Lingkungan
sekolah dapat diorganisasikan untuk memotivasi para peserta didik dengan
menciptakan atmosfer yang hangat dan peduli, menggunakan prosedur-prosedur yang
demokratis, sehingga sekolah dapat membantu peserta didik merasa diterima dan
diakui. Proses belajar mengajar dapat bergantung pada emosi yang mempengaruhi
semua proses-proses berpikir merupakan komponen dari kecerdasan intrapersonal.
Para pendidik dapat membantu peserta didik dalam pencapaian dan penemuan
cara-cara yang positif untuk mengekspresikan emosi mereka.
Ada
beberapa cara untuk mendorong dan mengembangkan ekspresi emosional yang sehat
dalam pendidikan, yaitu membangun lingkungan kelas yang positif, mengenali
pengalaman perasaan peserta didik, mengajarkan metode-metode ekspresi emosional
yang tepat dan menawarkan umpan balik pada perilaku emosional.[40] Pusat kecerdasan terletak
pada lobus depan, lobus pariental.[41]
b.
Pembelajaran Multiple Intelligence
1.) Proses Pembentukan Belajar
Akal yang
berpusat di otak (al-dimagh), adalah komponen yang ada dalam diri
manusia yang memiliki kemampuan memperoleh pengetahuan secara nalar. Kemampuan
memperoleh maupun menyimpan ini berbeda-beda antara yang satu dengan yang lain,
bergantung pada wadah kognitif yang dimiliki seseorang. Penggunaan akal untuk
berpikir mengantarkan individu menjadi pribadi yang unggul.[42]
Kecerdasan
intelektual dapat dikembangkan untuk mencapai sukses. Kecerdasan intelektual
dapat dikembangkan optimal dengan memahami bagaimana sistem kerja otak manusia
dan seperangkat latihan praktis.[43]
Otak
manusia adalah massa protoplasma yang paling kompleks yang pernah dikenal di
alam semesta ini.[44] Sebagaimana firman Allah
SWT dalam surat At-Tiin ayat 4 :
لَقَدْ
خَلَقْنَا الْإِنسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ (سورة التين : 4)
Artinya : “Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk
yang sebaik-baiknya”. (QS. At-Tiin ayat 4). [45]
Manusia
diberi otak yang luar biasa kemampuannya, namun ini baru potensi, potensi ini
harus dikembangkan. Kecerdasan seseorang sebenarnya tergantung pada seberapa
banyak koneksi yang terjadi di antara setiap sel otak tersebut.
Teori otak
Triune pertama kali dicetuskan oleh Dr. Paul Maclean. Di dalam kepala manusia
terdapat tiga macam otak yang berkembang sesuai dengan tahap evolusi manusia.
Perkembangan terjadi secara bertahap mulai dari otak reptil, otak mamalia dan neo-cortex.[46] Masing-masing bagian juga
mempunyai struktur saraf tertentu dan mengatur tugas-tugas yang harus dilakukan.
Yang pertama dalam perkembangan evolusi adalah batang atau otak reptil
(dinamakan demikian karena reptilpun memilikinya). Inilah komponen kecerdasan
terendah dari spesies manusia. Bagian otak ini bertanggung jawab atas
fungsi-fungsi motor sensor, pengetahuan tentang realitas fisik yang berasal
dari panca indra.[47]
Bila otak
kecil aktif, tidak dapat mengontrolnya dengan cara berpikir jernih, yang lebih
mendukung adalah insting. Otak reptil akan aktif jika dalam kondisi, stress,
terancam, marah dan emosi.[48] Di sekeliling otak reptil
terdapat sistem limbik yang sangat kompleks dan luas, atau otak mamalia. Otak
mamalia terletak di bagian tengah dari otak manusia.
Sistem
limbik (otak mamalia) berfungsi mengendalikan emosi dan perasaan kita. Peran
emosi dalam kehidupan dan belajar telah diteliti oleh Daniel Goleman.[49] Salah satu fungsi penting
lainnya adalah mengatur sistem kekebalan tubuh.[50] Selain itu, sistem limbik
juga mengendalikan hormon, rasa haus, lapar, metabolisme, fungsi kekebalan dan
memori ingatan. Dorongan emosi akan berkerja lebih baik daripada argumen
rasional yang mempengaruhi perilaku manusia.[51] Neo-cortex (otak
depan) terbungkus di sekitar bagian atas dan sisi-sisi limbik, 80 % dari
seluruh materi otak, adalah tempat kecerdasan yang mengatur pesan-pesan yang
diterima melalui indera penglihatan, pendengaran dan sensasi tubuh yang
menimbulkan proses penalaran, berpikir intelektual, pembuatan keputusan,
bahasa.[52]
Pada otak
neo-cortex terdapat empat lobus otak yang mempunyai fungsi berbeda :
a. Lobus frontal terletak di belakang kening, berfungsi
untuk melakukan penilaian, kreativitas, berpikir, merencanakan dan memecahkan
masalah.
b. Lobus parietal terletak di bagian atas agak ke arah
belakang dari otak dan berfungsi memproses sensasi dan fungsi bahasa.
c. Lobus temporal yang terletak di samping kiri dan kanan,
berfungsi untuk memproses pendengaran, memori, arti dan bahasa.
d. Lobus occipital yang terletak di bagian belakang otak
berfungsi untuk penglihatan.[53]
Menurut Ary
Ginanjar dengan penggunaan neo-cortex ini maka lahir IQ, kemampuan
intelektual. Hal ini berkaitan dengan kesadaran akan ruang, kesadaran akan
sesuatu yang tampak, dan penguasaan matematika. IQ mampu bekerja
mengukur kecepatan, mengukur hal-hal baru, menyimpan dan mengingat serta
berperan aktif dalam menghitung angka, dan lain sebagainya. Lapangan otak lebih
dalam dari neo-cortex atau limbik system (lapangan tengah)
berfungsi sebagai pengendali emosi dan perasaan.[54]
Dalam neo-cortex
ini semua kecerdasan yang lebih tinggi berada, yang membuat manusia unik
sebagai spesies dan pikiran yang kreatif, yaitu intuisi. Intuisi adalah
kemampuan untuk menerima atau menyadari informasi yang tidak dapat diterima
kelima indera. Agar kecerdasan-kecerdasan dapat berkembang, ada beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi :
a) Struktur saraf bagian
bawah harus cukup berkembang agar energi dapat mengalir ke tingkat yang lebih
tinggi.
b) Anak harus merasa
aman secara fisik dan emosional.
c) Harus ada model untuk
memberikan rangsangan yang wajar.[55]
Bila dalam
keadaan bahagia, tenang dan rileks, maka otak neo-cortex akan aktif dan
akan digunakan untuk berpikir. Hal ini menjelaskan orang yang tegang saat
mengerjakan ujian pikirannya akan kosong dan tidak dapat mengingat apa yang
telah dipelajari sebelumnya.
Selain
terdiri dari tiga bagian otak; yaitu otak reptil, otak mamalia, dan otak
neo-cortex. Otak manusia terbagi lagi menjadi dua belahan atau hemisfer,
hemisfer kiri dan hemisfer kanan. Setiap hemisfer mempunyai
fungsi berbeda tetapi saling mendukung. Pada umumnya setiap hemisfer mengatur
50 % dari setiap bagian tubuh. Hemisfer kiri mengatur bagian tubuh sebelah
kanan, dan hemisfer kanan mengatur bagian tubuh sebelah kiri.[56]
Otak
kiri mempunyai fungsi dan cara belajar khusus, yaitu :
-
Menyukai hal-hal yang berurutan.
-
Belajar maksimal dari hal-hal yang bersifat detail
dulu, kemudian ke hal-hal yang bersifat global.
-
Menyukai sistem membaca yang berdasarkan pada
fonetik.
-
Menyukai kata-kata, simbol dan huruf.
-
Menyukai sesuatu yang terstruktur dan dapat
diprediksi.
-
Mengumpulkan informasi yang faktual.
Otak
kanan mempunyai fungsi dan cara belajar khusus yaitu:
-
Lebih menyukai dengan hal-hal yang bersifat acak.
-
Belajar maksimal dari hal-hal yang bersifat global
dulu, kemudian ke hal-hal yang bersifat detail.
-
Lebih menyukai sistem membaca yang bersifat
menyeluruh (whole language).
-
Menyukai gambar dan grafik.
-
Lebih menyukai suatu pengalaman.
-
Ingin mengumpulkan informasi mengenai hubungan di
antara berbagai hal.[57]
2.) Cara
Pembelajaran Multiple Intelligence
Berbagai
macam cara peserta didik dalam belajar, membuat pendidik harus memahami
karakter setiap cara belajar peserta didik. Pendidik memberikan materi dengan
suatu cara, biasanya melalui perpaduan antara ceramah, penggunaan papan tulis,
buku pelajaran dan lembar latihan, itu membuat sebagian peserta didik masalah.
Pendidik dapat menciptakan cara belajar secara optimal yang disesuaikan dengan
kemampuan belajar peserta didik.
Langkah-langkah yang harus
ditempuh pendidik dalam proses belajar multiple
intelligence akan meningkat jika peserta didik melakukan hal-hal berikut
ini :[58]
1) Mengemukakan kembali
informasi dengan kata-kata mereka sendiri.
2) Memberikan contoh.
3) Mengenali dalam
bermacam bentuk dan situasi.
4) Melihat kaitan antara
informasi dengan fakta atau gagasan lain.
5) Menggunakan beragam
cara.
6) Memprediksi sejumlah
konsekuensi.
7) Menyebutkan lawan
atau kebalikannya.
Cara
belajar kecerdasan ganda menurut Thomas Amstrong, sebagai berikut :[59]
a) Belajar Dengan Cara
Linguistik.
Cara
belajar terbaik dalam bidang ini adalah dengan mengucapkan, mendengarkan, dan
melihat kata-kata. Cara untuk memotivasi peserta didik dengan menyediakan buku,
seperti perpustakaan dan kaset rekaman.
b) Belajar Dengan Cara
Logis-Matematis.
Peserta
didik yang mempunyai kelebihan dalam jenis kecerdasan ini belajar dengan
membentuk konsep dan mencari pola serta hubungan abstrak. Pendidik memberi
materi konkret yang bisa dijadikan bahan percobaan, waktu yang lama untuk
mempelajari gagasan baru.
c) Belajar Dengan Cara
Visual.
Peserta
didik yang unggul dalam bidang ini efektif belajar secara visual. Mereka perlu
diajari melalui gambar, visual dan warna. Cara untuk memotivasi mereka adalah
melalui media seperti: film, vidio, peta dan grafik.
d) Belajar Dengan Cara
Kinestetik.
Peserta
didik yang bakat dalam kecerdasan ini belajar dengan menyentuh, memanipulasi
dan bergerak. Cara terbaik memotivasi mereka melalui seni peran, gerakan
kreatif dan semua jenis kegiatan yang melibatkan fisik.
e) Belajar Dengan Cara
Musik.
Peserta
didik dengan kecerdasan musikal belajar melalui irama dan melodi. Mereka bisa
mempelajari apapun dengan mudah jika hal itu dinyanyikan, serta mereka belajar
dengan diiringi musik kesukaan mereka.
f) Belajar Dengan Cara
Interpersonal.
Cara
belajar terbaik anak-anak yang berbakat dengan kecerdasan ini adalah dengan
berhubungan dan bekerjasama mereka perlu belajar melalui interaksi dengan orang
lain.
g) Belajar Dengan Cara Intrapersonal.
Peserta didik dengan kecenderungan ke arah ini
paling efektif belajar ketika diberi kesempatan untuk menetapkan target,
memilih kegiatan mereka sendiri. Anak-anak ini memotivasi diri sendiri.
B.
Pendidikan Agama Islam
1.
Pengertian, Dasar dan Tujuan Pendidikan Agama Islam
a. Pengertian
Pendidikan Agama Islam
Pendidikan Islam merupakan kebutuhan manusia, karena sebagai makhluk
pedagogis manusia dilahirkan dengan membawa potensi dapat dididik dan mendidik
sehingga mampu menjadi khalifah di bumi.[60] Pendidikan merupakan
bagian penting dalam kehidupan yang sekaligus membedakan manusia dengan makhluk
lain. Bagi manusia, belajar merupakan rangkaian kegiatan menuju pendewasaan ke
arah kehidupan yang lebih berarti.
Pendidikan agama Islam merupakan usaha sadar yang dilakukan pendidik dalam
rangka mempersiapkan peserta didik untuk meyakini, memahami, dan mengamalkan
ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau pelatihan yang telah
ditentukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.[61]
Menurut Zakiyah Darajat pendidikan agama Islam adalah suatu usaha untuk
membina dan mengasuh peserta didik agar memahami ajaran Islam secara
menyeluruh. Kemudian menghayati tujuan, yang pada akhirnya dapat mengamalkan
serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup.
Pendidik sebagai pelaksana utama
penyelenggaraan pendidikan agama akan menghadapi peserta didik yang memiliki
watak dan kemampuan yang tumbuh secara individual. Setiap peserta didik harus
menjadi pusat perhatian, dalam hal tingkat perkembangan dan kecerdasan anak.
Sehingga peserta didik mampu memahami pelajaran dalam proses pembelajaran.
b. Dasar Pendidikan
Agama Islam
Pelaksanaan pendidikan agama Islam di sekolah mempunyai dasar yang kuat.
Dasar-dasar tersebut dibagi menjadi tiga jenis. Ketiga jenis itu adalah dasar
hukum yuridis, dasar hukum agama dan dasar hukum psikologi. Masing-masing dasar
hukum akan dijelaskan dibawah ini.
1.)
Dasar Hukum (Yuridis)
Dasar pelaksanaan pendidikan agama berasal dari perundang-undangan yang
secara tidak langsung dapat menjadi pegangan dalam melaksanakan pendidikan
agama di sekolah secara formal. Dasar yuridis tersebut terdiri dari tiga macam
:[62]
1.
Dasar Ideal, yaitu dasar falsafah negara pancasila,
sila pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa.
2.
Dasar Struktural / Konstitusional, yaitu UUD 1945
dalam Bab XI pasal 29 ayat 1 dan 2, yang berbunyi: 1) Negara berdasarkan atas
Ketuhanan Yang Maha Esa; 2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk
untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut agama dan
kepercayaannya itu.
3.
Dasar Operasional, yaitu terdapat dalam
Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
2.)
Dasar Agama
Dasar agama dalam uraian ini adalah dasar-dasar yang bersumber dari ajaran
agama Islam yang terdapat dalam al-Qur’an dan Hadits. Al-Qur’an sebagai wahyu
Tuhan yang disampaikan kepada manusia dengan perantara Nabi Muhammad saw
membawa pengajaran dan pendidikan. Al-Qur’an memuat beberapa ayat yang menjadi
landasan adanya pendidikan agama:
ادْعُ
إِلِى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةَِ...(سورة
النحل:25)
Artinya :
“ Ajaklah ke jalan Tuhanmu dengan secara hikmah dan ajaran yang bijaksana”.
(QS. an-Nahl:125)[63]
Arti ayat di atas terdapat pendidikan dan pengajaran ialah mengajar dengan
menggunakan metode dalam ilmu. Memberi pengajaran dengan bijaksana, mengenai
bahan atau metode harus sesuai dengan kemampuan.
3.)
Dasar Psikologis
Yang dimaksud dasar-dasar psikologis yaitu dasar-dasar kejiwaan dan
kejasmanian manusia. Realitas psikologis manusia menunjukkan bahwa pribadi
manusia merupakan kesatuan antara:
a) Potensi-potensi dan
kesadaran rohaniah baik segi piker, rasa, karsa, cipta maupun budi pekerti.
b) Potensi-potensi dan
kesadaran jasmani yakni jasmani yang sehat dengan pancaindera secara fisiologis
bekerja sama dengan system syaraf dan kejiwaan.
c) Potensi-potensi
psikologis berada dalam suatu lingkungan hidup alamiah (fisik).
Ketiga kesadaran ini menampilkan watak dan kepribadian seseorang sebagai
suatu keutuhan.[64]
Sehingga proses belajar mengajar inilah psikologi memegang peranan yang
penting.
Kajian-kajian dalam psikologi, menunjukkan bahwa memindahkan pengetahuan
dan nilai-nilai dari seseorang kepada peserta didik tidak hanya menerima dalam
keadaan pasif tetapi aktif dan mempunyai tiga syarat yang harus diwujudkan agar
pembelajaran dapat terjadi dengan baik. Pertama harus ada rangsangan dari
pendidik. Kedua adanya respon peserta didik, dan ketiga respon diteguhkan
seperti dengan memberikan sanksi apabila peserta didik tidak memperhatikan
pelajaran.
Tugas pendidik adalah menolong peserta didik belajar dengan menekankan pada
kemampuan dan potensi untuk mengetahui dan mengaplikasikan hasil belajar
mereka, agar potensi kecerdasan anak digunakan secara optimal.
Beberapa dasar yang penting dalam membimbing anak dalam proses pembelajaran
yaitu setiap anak memiliki sifat kepribadian yang unik, tiap-tiap anak memiliki
kecerdasan yang berbeda-beda, dan setiap pertumbuhan mempunyai cirri-ciri
tertentu.[65]
c. Tujuan Pendidikan
Agama Islam
Tujuan pendidikan agama Islam secara umum, ialah :
a. Untuk membantu
pembentukan akhlak yang mulia.
b. Persiapan untuk
kehidupan dunia dan kehidupan akhirat.
c. Menumbuhkan semangat
ilmiah pada peserta didik untuk mengetahui dan mengkaji ilmu tersebut.
d. Menyiapkan peserta didik
dengan potensi, agar dapat menguasai potensi tertentu, dan keterampilan
sehingga mengamalkannya dalam hidup.[66]
Pendidikan agama bertujuan untuk meningkatkan keimanan, pemahaman,
penghayatan dan pengarahan peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi
manusia muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT serta berakhlak mulia
dalam kehidupan pribadi, masyarakat, berbangsa dan bernegara.[67] Tujuan pendidikan
merupakan hal yang dominan dalam pendidikan, baik makna maupun tujuan harus
mengacu pada penanaman nilai-nilai Islam dan tidak melupakan etika sosial atau
moralitas sosial.
Dalam kurikulum PAI tahun 2004 pendidikan agama Islam bertujuan untuk
menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian dan pemupukan
pengetahuan, penghayatan, pengamalan, serta pengalaman peserta didik tentang
agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal
keimanan, ketakwaannya, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan
yang lebih tinggi.[68]
Secara konseptual pendidikan Islam bertujuan untuk membentuk muslim yang
seutuhnya, mengembangkan seluruh potensi manusia yang berbentuk jasmaniah
maupun rohaniah dan berhubungan setiap pribadi dengan Allah SWT, manusia dan
alam semesta.[69]
Dengan demikian pendidikan Islam berupaya mengembangkan individu seutuhnya.
2. Materi Pendidikan Agama Islam
Sebagaimana diketahui, bahwa
inti ajaran Islam meliputi :
a. Masalah keimanan
(aqidah).
b. Masalah keislaman
(syari’ah).
c. Masalah ikhsan
(akhlak).
a) Aqidah adalah
mengajarkan keesaan Allah, Esa sebagai Tuhan yang mencipta, dan mengatur alam
ini.
b) Syari’ah adalah
berhubungan dengan amal untuk mentaati semua peraturan dan hukum Tuhan, guna
mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan, dan mengatur pergaulan hidup dan
kehidupan manusia.
c) Akhlak adalah amalan
yang bersifat penyempurna bagi kedua amal di atas dan yang mengajarkan tentang
tata cara pergaulan hidup manusia.[70]
Tiga inti ajaran Islam ini kemudian dijabarkan secara keseluruhannya dalam
mata pelajaran al-qur’an, hadits, akhlak, fiqih atau ibadah dan sejarah atau
tarikh. Sehingga menggambarkan bahwa ruang lingkup pendidikan agama Islam
mencakup perwujudan keselarasan dan keseimbangan hubungan manusia dengan Allah
SWT, diri sendiri, sesama manusia, maupun lingkungannya.
3. Metode Pendidikan Agama Islam
Maksud dari
metode pendidikan di sini ialah semua cara yang digunakan dalam upaya mendidik,
maka metode yang di sini mencakup juga metode mengajar. Metode mengajar ini
menuntut syarat-syarat yang perlu dipenuhi misalnya setiap guru yang akan
menggunakan metode itu (jalannya pengajaran serta kebaikan dan kelemahannya,
situasi-situasi yang tepat di mana metode itu efektif dan wajar).
Secara
rinci metode-metode tersebut baik pengertiannya, keuntungan dan kelemahannya
dapat dilihat dalam penjelasan berikut ini:
1. Metode Ceramah
Metode
ceramah merupakan bentuk interaksi edukatif oleh pendidik kepada peserta didik.[71] Dalam pelaksanaan metode
ini pendidik dapat menggunakan alat-alat Bantu, seperti: gambar, peta. Namun
metode utama yang digunakan dengan menggunakan ceramah atau berbicara.
Keuntungan-keuntungan
metode ceramah, antara lain:
a. Dalam waktu yang
relatif singkat dapat disampaikan pelajaran sebanyak-banyaknya.
b. Pendidik dapat
menguasai seluruh kelas dengan mudah, walaupun jumlah peserta didik cukup
banyak.
c. Organisasi kelas
lebih sederhana, tidak perlu mengadakan pengelompokan peserta didik seperti
pada beberapa metode lainnya.
Metode ini
juga mempunyai beberapa kelemahan yang membutuhkan penggunaan pendekatan lain
untuk menutupi kekurangan yang terdapat dalam metode ceramah., kekurangannya
terletak pada :
a. Pendidik sulit
mengetahui pemahaman peserta didik terhadap bahan pelajaran yang diberikan.
b. Kadang pendidik hanya
mengajar penyampaian bahan sebanyak-banyaknya sehingga terlihat adanya unsur
paksaan, dari segi edukatif hal ini kurang menguntungkan.
c. Murid cenderung
bersikap pasif dan kurang menerima pelajaran dan mengambil kesimpulan.
d. Pendidik kurang
memperhatikan aspek-aspek psikologis peserta didik, sehingga ceramah akan
membosankan.[72]
Untuk
pelajaran agama metode ceramah pada mata pelajaran tauhid. Misalnya untuk
memberikan pengertian tentang tauhid maka metode yang tepat digunakan adalah
metode ceramah. Karena tauhid tidak dapat diperagakan, pendidik akan memberikan
uraian menurut caranya masing-masing dengan tujuan murid dapat memahami
penjelasan pendidik.
2. Metode Tanya Jawab
Metode
tanya jawab ialah cara penyampaian pelajaran dengan cara pendidik mengajukan
pertanyaan dan memberikan peserta didik memberikan jawaban, atau juga
sebaliknya peserta didik bertanya dan pendidik memberikan jawaban.[73]
Metode ini
dimaksudkan untuk mengenal tingkat-tingkat pemikiran yang dipakai oleh peserta
didik, merangsang perhatian peserta didik, dan dapat mengarahkan peserta didik
ke arah kecerdasan dan minat sehingga peserta didik akan aktif mengikuti
pelajaran dengan berpikir.
Kelebihan
metode tanya jawab terletak pada hal-hal sebagai berikut:
a. Suasana kelas akan
lebih hidup, karena peserta didik dirangsang secara aktif berpikir dan
menyampaikan pikirannya.
b. Melatih keberanian
peserta didik mengemukakan pendapatnya dengan lisan.
c. Adanya perbedaan
jawaban di antara peserta didik akan membawa kelas pada situasi diskusi.[74]
Kekurangan
metode tanya jawab antara lain:
a. Terdapat perbedaan
pendapat atau jawaban, akan memerlukan waktu yang banyak untuk menyelesaikannya,
sehingga pendidik harus menguasai permasalahannya.
b. Terjadi penyimpangan
perhatian peserta didik, apabila terdapat jawaban-jawaban yang menarik
perhatiannya, padahal bukan tujuan yang diinginkan dari pokok permasalahan.
c. Relatif memerlukan waktu
yang lebih banyak, karena kurang cepat merangkum bahan-bahan pelajaran.[75]
3. Metode Diskusi
Metode
diskusi adalah cara untuk merangsang peserta didik berpikir dan mengeluarkan
pendapat sendiri, serta berperan serta dalam proses pembelajaran.[76] Di dalam diskusi kelas
pendidik memimpin jalannya diskusi dan persoalan ke tengah-tengah kelas untuk
didiskusikan. Untuk pelaksanaannya pendidik harus memberikan pertolongan berupa
penyajian problema sebagai tema dan pembuka diskusi serta bimbingan dan
pengarahan belajar anak.
Secara
garis besar metode diskusi mempunyai keunggulan antara lain:
1. Situasi dan
suasana kelas lebih hidup, sebab
perhatian murid terpusat pada masalah atau bahan diskusi. Partisipasi interaksi
murid dalam metode ini lebih baik dan aktif.
2. Dapat meningkatkan
prestasi kepribadian individu dan sosial peserta didik.
3. Peserta didik
terlatih mematuhi peraturan dan tata tertib dalam suatu diskusi.
Di samping
itu metode diskusi ini mempunyai kelemahan-kelemahan, yaitu:
a. Hendaknya diusahakan
agar setiap peserta didik mendapat giliran berbicara dan mengemukakan
pendapatnya.
b. Diusahakan agar
setiap murid mendengar dan memperhatikan serta memberikan tanggapan terhadap
peserta didik yang lain.[77]
4. Metode Demonstrasi
Metode
demonstrasi merupakan metode interaksi yang sangat efektif dalam membantu murid
untuk mengetahui proses pelaksanaan sesuatu, dan memperlihatkan cara yang
paling tepat dan sesuai.[78]
Beberapa
kelebihan metode demonstrasi ialah:
1. Murid tidak
menghayati sepenuhnya mengenai pelajaran yang diberikan.
2. Memberi pengalaman
praktis yang dapat membentuk perasaan dan minat serta kemauan peserta didik.
3. Perhatian peserta
didik lebih terpusat pada hal-hal yang didemonstrasikan.
Beberapa kelemahan metode
demonstrasi, yaitu:
1. Dalam pelaksanaannya,
biasanya memerlukan waktu yang relatif lama.
2. Apabila tidak
ditunjang dengan peralatan dan perlengkapan yang memadai atau tidak sesuai
dengan kebutuhan, maka metode ini kurang efektif.[79]
Sebagai
metode interaksi edukatif, metode ini banyak digunakan dalam mata pelajaran
ibadah dan akhlak, misalnya : Pendidikan mendemonstrasikan cara berwudhu,
shalat, dan haji.
5. Metode Sosiodrama
Metode
sosiodrama sangat penting untuk dipakai di dalam kelas yang mencakup masalah
hubungan sosial, dan bermain peran di mana peserta didik diikut sertakan.[80]
Metode
sosiodrama mempunyai kelebihan, antara lain:
a. Melatih murid untuk
mendramatisasikan sesuatu serta melatih keberanian untuk menjadi peran.
b. Metode ini menarik
perhatian peserta didik, sehingga suasana kelas menjadi hidup.
c. Peserta didik dapat
menghayati suatu peristiwa, sehingga mudah mengambil kesimpulan berdasarkan
penghayatannya sendiri.
d. Peserta didik dilatih
dapat menyusun sebuah pikiran yang teratur dan sistematis.
Kelemahan
metode sosiodrama, antara lain:
a. Metode sosiodrama
memerlukan waktu cukup banyak.
b. Memerlukan persiapan
yang teliti dan matang.
c. Peserta didik kadang
tidak mau mendramatisasikan, karena malu dan takut.
d. Bila pelaksanaan
dramatisasi gagal, maka tidak akan mendapatkan suatu kesimpulan.[81]
Jadi metode
sosiodrama atau bermain peran ini digunakan untuk menerangkan suatu peristiwa
yang di dalamnya menyangkut orang banyak. Metode sosiodrama ini dapat
dilaksanakan dalam bidang pendidikan agama mata pelajaran sejarah Islam.
Misalnya: bagaimana sikap sahabat Nabi Muhammad SAW diantaranya Umar bin
Khattab tatkala akan masuk Islam. Setelah mendengarkan ayat-ayat al-Qur’an yang
dibaca oleh adiknya, maka tergugahlah untuk memeluk Islam.[82]
6. Metode Pemberian
Tugas
Metode
pemberian tugas disebut juga dengan metode pekerjaan rumah merupakan metode interaksi
edukatif, di mana peserta didik diberi tugas khusus di luar jam-jam pelajaran.
Ada beberapa kelebihan dalam metode ini :
1. Sangat efektif untuk
mengisi waktu luang dengan kegiatan-kegiatan yang konstruktif.
2. Memupuk rasa tanggung
jawab dalam segala bentuk tugas pekerjaan.
3. Memberi kebiasaan
pada peserta didik untuk giat belajar.
Sebagai
metode edukatif metode ini mempunyai beberapa kelemahan:
1.
Apabila tidak dikontrol secara baik, tugas yang
seharusnya dikerjakan peserta didik dikerjakan oleh orang lain, sehingga
peserta didik tidak tahu tentang tugasnya. Hal ini tidak akan tercapai tujuan
pelajaran.
2.
Sulit memberikan tugas karena perbedaan individual
murid dalam kemampuan dan minat belajarnya.
3.
Peserta didik sering tidak mengerjakan sendiri
tugas yang menjadi tanggung jawabnya, karena hanya menyalin atau meniru hasil
pekerjaan temannya.[83]
Cara pemberian tugas dapat
dilakukan : peserta didik diberi tugas mempelajari dari buku teks, secara
kelompok atau secara perorangan, diberi waktu untuk mengerjakannya kemudian
peserta didik mempertanggung jawabkan nya.[84]
C. Multiple Intelligence Dalam
Perspektif PAI
Multiple
intelligence merupakan
sebuah pendekatan pada kecerdasan setiap individu. Setiap individu memiliki
tujuh kecerdasan, sedangkan manusia biasanya hanya dapat menggunakan satu atau
dua kecerdasan. Kecerdasan ganda ini dapat berkembang pada proses belajar di
kelas. Peserta didik dapat mengembangkan bermacam-macam kecerdasan ganda dengan
bantuan pendidik yang harus memahami potensi-potensi kecerdasan ganda yang
dimiliki oleh peserta didik.
Kecerdasan
berarti kemampuan untuk memecahkan masalah dan menciptakan produk yang
mempunyai nilai budaya.[85] Definisi lain dari
kecerdasan adalah kapasitas seseorang untuk memperoleh pengetahuan (yakni
belajar dan memahami), mengaplikasikan pengetahuan (memecahkan masalah) dan
melakukan penalaran abstrak.[86]
Pendekatan
kecerdasan ganda berbeda dengan pembelajaran konvensional yang terlalu
menekankan pada pendidik. Pada pembelajaran kecerdasan ganda, pembelajaran
lebih bersifat pada peserta didik, situasi dan kepentingan peserta didik, serta
kemampuan intelektual peserta didik bukan kepada pendidik. Maka pendekatannya juga lebih
personal dan bukan umum. Peserta didik diperhatikan bakat, keunggulan dan
kelemahannya. Sehingga pendidik harus menggunakan berbagai pendekatan belajar, bukan hanya ceramah atau menghitung.
Hal yang sama juga diungkapkan Suparlan bahwa dalam pembelajaran pendidik yang
mengajar secara klasik tanpa pernah memperhatikan perbedaan individual peserta
didik. Di mana fungsi pendidik seharusnya memberikan fasilitas agar anak didik
dapat berkembang secara maksimal selaras dengan tipe kecerdasan yang mereka
miliki.[87]
Pendidik
juga harus menerapkan metode pembelajaran yang tepat, sehingga peserta didik
mampu dalam mengikuti proses belajar. Salah satu metode yang dapat digunakan
adalah : (1) Mengerakkan aktivitas dan kreativitas pendidikan, orang tua dan
peserta didik dalam proses belajar mengajar. (2) Mengaktualisasikan potensi
kecerdasan ganda pada setiap peserta didik dengan kerjasama pendidik dan orang
tua. (3) Memberikan bahan pelajaran sesuai dengan irama dan kemampuan setiap
peserta didik.[88]
Salah
satu implikasi dalam teori kecerdasan ganda adalah adanya tanggung jawab
lembaga-lembaga pendidikan untuk memperhatikan bakat masing-masing peserta
didik. Selain di sekolah banyak hal yang penting bagi peserta didik untuk
menemukan, setidaknya satu kemampuan. Hal ini akan menimbulkan kegembiraan
dalam proses belajar juga akan membangkitkan ketekunan dan upaya-upaya yang perlu bagi penguasaan
suatu ilmu, serta akan meningkatkan daya
cipta mereka. Sebaliknya jika para peserta didik tidak menemukan satu
atau beberapa bidang yang mereka minati, mereka tidak akan pernah mengembangkan
kecintaan mereka terhadap belajar dan akan menjalani sekolah tanpa tujuan,
bahkan akan mengabaikan pendidikan formal.[89]
Pendidikan
Islam menurut Malik Fadjar dapat dirumuskan sebagai suatu upaya yang sistematis
dalam mengejawantahkan nilai-nilai Islami, yaitu pendidikan yang berusaha
mentransformasikan pengetahuan dan nilai-nilai ajaran Islam dari satu generasi
ke generasi selanjutnya.[90]
Pendidikan
Islam dapat menggabungkan antara pandangan Islam dengan pemikiran pendidikan
modern sepanjang memiliki relevansi yang kuat dalam merekonstruksi pemikiran pendidikannya.
Pendidikan Islam harus mendesain “kurikulum dan silabi” yang tidak hanya
tradisi normatif klasik, tetapi juga mencakup ilmu-ilmu sosial dalam konteks
kekinian dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan.[91] Yaitu dengan menggunakan
pendekatan kecerdasan ganda.
Kurikulum
dan metode merupakan elemen penting dalam proses belajar mengajar. Kehidupan
yang dialami oleh peserta didik, menyebabkan peserta didik tidak peka terhadap
perkembangan globalisasi, sehingga sekolah tersebut “gagal” untuk
mengantarkan peserta didiknya untuk menjadi anak yang cerdas, tanggap dan
bersaing.[92]
Pendekatan kecerdasan ganda berarti mengembangkan kurikulum dan menggunakan
pengajaran yang sesuai dengan minat dan bakat peserta didik. Peserta didik
diberi pilihan berbagai cara untuk belajar dan mereka berbagi tanggung jawab
untuk pembelajaran mereka.[93]
Berikut
ini contoh pendekatan kecerdasan ganda peserta didik dalam PAI :
a.
Peserta didik dengan kecerdasan linguistik, pada
mata pelajaran bahasa arab peserta didik mampu menghafal kosakata.
b.
Peserta didik dengan kecerdasan logis matematis,
dapat menghitung zakat dalam pelajaran fiqih.
c.
Peserta didik dengan kecerdasan visual, memahami
materi pelajaran dengan memutar film-film kisah nabi, dalam mata pelajaran SKI.
d.
Peserta didik dengan kecerdasan kinestetik, dengan
mendemonstrasikan gerakan salat atau wudhu, pada mata pelajaran fiqih.
e.
Peserta didik dengan kecerdasan musik, mampu
menggunakan alat musik, maupun diiringi lagu-lagu Islam saat pelajaran.
f.
Peserta didik dengan kecerdasan interpersonal,
bekerjasama untuk maju hafalan kosakata dalam pelajaran bahasa Arab.
g.
Peserta didik dengan kecerdasan intrapersonal,
peserta didik senang mengerjakan tugas secara individu atau ke perpustakaan.
Yang
menarik dari Al-Qur’an adalah bahwa kitab suci ini tidak saja memberikan
pandangan persepsionalnya, tetapi juga metode-metode pokok, bagaimana
seharusnya pendidikan yang tepat diberikan kepada anak untuk mencapai
aktualisasi kecerdasan dan peran manusia yang sempurna. Dengan demikian dapat
mengaplikasikan prinsip-prinsip dan penerapan kecerdasan tersebut dalam
kehidupan nyata.[94]
Dalam
kaitan antara multiple intelligence dalam PAI, kecerdasan ganda
merupakan pendekatan yang memperhatikan kecerdasan yang dimiliki oleh peserta
didik. Ini dapat dilakukan dalam proses pembelajaran PAI. Setiap peserta didik
mempunyai berbagai kecerdasan yang berbeda, oleh karena itu sebagai pendidik
mempunyai tugas dalam mendidik mereka dalam perkembangannya, pendidik perlu
mengenali dan menyesuaikan dengan keadaan mereka. Artinya pendidik perlu
menggunakan berbagai variasi pendekatan dalam pendidikan agama Islam. Pendidik
membantu peserta didik dalam menggunakan kecerdasan yang dimiliki dalam proses
pembelajaran sehingga peserta didik mampu mengoptimalisasikannya.
Artinya
pendidik perlu menggunakan berbagai variasi dalam pembelajaran PAI dengan
pendekatan multiple intelligence. Seperti dalam mengajar pendidik
menggunakan metode diskusi dan pendekatan interpersonal. Dimana peserta didik
dengan kecerdasan interpersonal mempunyai sifat suka bekerjasama dan terbuka
sehingga dapat menciptakan proses pembelajaran secara berkelompok. Pendidik
menggunakan metode sosiodrama kepada peserta didik kinestetik, siswa dijadikan
sebagai subjek dalam proses belajar. Sebagai contoh mata pelajaran sejarah
kebudayaan Islam, peserta didik dapat memerankan penokohan dalam cerita dalam
cerita secara langsung. Sehingga peserta didik memahami pelajaran yang sedang
berlangsung. Siswa yang mempunyai kecerdasan lain dapat ikut serta agar
menggali kecerdasan-kecerdasan mereka yang lain, karena kecerdasan dapat
berkembang sesuai dengan kebiasaan yang dilakukan oleh peserta didik.
[1] Paul
Suparno, Teori Inteligensi Ganda, dan Aplikasinya di Sekolah,
(Yogyakarta : Kanisius 2004), Cet. I, hlm. 17.
[2] Howard
Gardner, Changing Minds, Seni Mengubah Pikiran Kita dan Orang Lain, (Jakarta : Transmedia,
2006), hlm. 36.
[3] http:
//www.mitest.com/omultint.htm.
[4] Howard
Gardner, Multiple Intelligence : The Theory in Practice, (USA: Basic
Books, 1993), hlm. 14.
[5] Linda
Campbell, Bruce Campbell dan Dee Dickinson, Metode Praktis Pembelajaran
Berbasis Multiple Intelligence, (Depok: Intuisi Press, 2006), hlm. 2.
[6] Julia
Jasmine, Panduan Praktis Mengajar Berbasis Multiple Intelligences, (Bandung : Nuansa, 2007),
hlm. 11-12.
[7] Mumbiar
Agustin, “Mencoba Mengembangkan Potensi Kecerdasan Jamak Pada Anak”. http://www.Pikiran-rakyat.com/cetak/2006/092006/21/0703.htm.
[8] Abdul
Majid, Perencanaan Pembelajaran, Mengembangkan Standar Kompetensi Pendidik, (Bandung : Remaja
Rosdakarya, 2006), Cet. Ke-2, hlm. 3.
[9]
Syaifudin Nurdin, Model Pembelajaran Yang Memperhatikan Keragaman Individu
Siswa dalam KBK, (Jakarta : Quantum Teaching, 2003), hlm. 1.
[10] Linda
Campbell, Bruce Campbell, Dee Dickinson, Metode Praktis Pembelajaran
Berbasis multiple Intellegence, (Depok: Intuisi Press, 2006), hlm. 1-2.
[11] Andyda
Meliala, Anak Ajaib, Temukan dan Kembangkan Keajaiban Anak Anda Melalui
Kecerdasan Majemuk, (Yogyakarta : Andi,
2004), hlm. 31-32.
[12] Bob
Samples, Revolusi Belajar untuk Anak : Panduan Belajar Sambil Bermain Untuk
Membuka Pikiran Anak-anak Anda, (Bandung :
Kaifa, 2002), Terj. Hlm. 145.
[13]
Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik dan
Implementasi, (Bandung :
Remaja Rosdakarya, 2005), Cet. 8, hlm. 21.
[14] Chabib
Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1996), Cet. I, hlm. 59.
[15] Sama’un
Bakry, Menggagas Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung : Pustaka Bani Quraisy, 2005), hlm.
33.
[16] Syamsul
Ma’arif, Revitalisasi Pendidikan Islam, (Yogyakarta :
Graha Ilmu, 2007), hlm. 51-53.
[17]
Wojowasito dan Poerwadarminta, Kamus Lengkap Inggris-Indonesia, (Bandung:
Hasta, 1982), hlm. 102.
[18] Linda
Campbell, Bruce Campbell dan Dee Dickinson, Metode Praktis Pembelajaran
Berbasis Multiple Intelligence, (Depok: Intuisi Press, 2006), hlm. 2.
[19] Thomas
Armstrong, 7 Kinds of Smart Menemukan
dan Meningkatkan Kecerdasan Anda Berdasarkan Teori MI, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2002), hlm.
3.
[20] Howard
Gardner, Changing Minds, Seni Mengubah Pikiran Kita dan Orang Lain, (Jakarta : Transmedia,
2006), hlm. 39.
[21] N.
Tientje dan Yul Iskandar, Pendidikan anak Usia Dini Untuk Mengembangkan
Multiple Intelligensi, (Jakarta :
Dharma Graha, 2004), hlm.38.
[22] Linda
Campbell, Bruce dan Dee Dickinson, Metode Praktis Pembelajaran Berbasis
Multiple Intelligence, (Jakarta :
Intuisi Press, 2006), hlm. 10.
[23] N.
Tientje dan Yul Iskandar, Op. Cit., hlm. 39.
[24] Ibid,
hlm. 2.
[25] Thomas
Armstrong, 7 Kinds of Smart Menemukan
dan Meningkatkan Kecerdasan Anda Berdasarkan Teori MI, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2002), hlm.
3.
[26] N.
Tientje dan Yul Iskandar, Pendidikan Anak Usia Dini Untuk Mengembangkan
Multiple Intelligence, (Jakarta :
Dharma Graha, 2004), hlm. 38.
[27] Thomas
Armstrong, Setiap Anak Cerdas: Panduan Membantu Anak Belajar dengan
Memanfaatkan Multiple Intelligencenya, (Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama, 2005), hlm. 20.
[28] Adi W.
Gunawan, Genius Learning Starategy, Petunjuk Praktis Untuk Menerapkan
Accelarated Learning, (Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama, 2004), hlm. 234-235.
[29] Paul
Suparno, Teori Intelligence ganda dan Aplikasinya di Sekolah, (Yogyakarta : Kanisius, 2004), Cet. I., hlm. 34.
[30] Adi W.
Gunawan, Genius Learning Starategy,Petunjuk Praktis Untuk Menerapkan
Accelarated Learning, (Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama, 2004), hlm. 240-241.
[31] Linda
Campbell, Bruce dan Dee Dickson, Metode Praktis Pembelajaran Berbasis
Multiple Intelligence, (Jakarta :
Intuisi Press, 2006), hlm. 78-86.
[32]
Hernowo, Andaikan Buku itu Sepotong Pizza, Rangsangan Baru Untuk Melejitkan
Word Smart (Bandung :
Kaifa, 2004), Cet. III., hlm. Viii.
[33] Paul
Suparno, Teori Intelligence ganda dan Aplikasinya di Sekolah, (Yogyakarta : Kanisius, 2004), Cet. I, hlm. 36-37.
[34] Thomas
Armstrong, Sekolah Para Juara: Menerapkan Multiple Intelligence di Dunia
Pendidikan, (Bandung :
Kaifa, 2002), terj., hlm. 13.
[35] Linda
Campbell, Bruce Campbell dan Dee Dickinson, Metode Praktis Pembelajaran
Berbasis Multiple Intelligence, (Depok: Intuisi Press, 2006), hlm. 145-147.
[36] Paul
Suparno, Op. Cit.,hlm. 39.
[37] N.
Tientje dan Yul Iskandar, Pendidikan Anak Usia Dini Untuk Mengembangkan
Multiple Intelligence, (Jakarta :
Dharma Graha, 2004), hlm. 39.
[38] Thomas
Armstrong, “ Sekolah Para Juara: Menerapkan Multiple Intelligence di Dunia
Pendidikan, (Bandung :
Kaifa, 2002), terj., hlm. 13.
[39] Julia
Jasmine, Panduan Praktis Mengajar Berbasis MI, (Bandung : Nuansa, 2007), Cet. I., hlm. 27-28.
[40] Linda
Campbell, Bruce Campbell dan Dee Dickinson, Metode Praktis Pembelajaran
Berbasis Multiple Intelligence, (Jakarta :
Intuisi Press, 2006), hlm. 201-217.
[41] Thomas
Armstrong, “ Sekolah Para Juara: Menerapkan Multiple Intelligence di Dunia
Pendidikan, Op. cit., hlm. 13.
[42] Fuad
Nashori, Potensi-potensi Manusia, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005), Cet. I., hlm.
119-120.
[43] Dimitri
Mahayana, Quantum Quotent, (Bandung
: Nuansa, 2005), Cet. 6., hlm. 37.
[44] Bobbi
De porter dan Mike Hernacki, Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman
dan Menyenangkan, (Bandung : Kaifa, 1999), Cet. V, hlm. 26.
[45]
Departemen Agama, Al-Qur’an al-Karim dan Terjemahannya, (Semarang: Toha
Putra, 1996), hlm. 478.
[46] Adi W.
Gunawan, Loc. Cit., hlm. 22
[47] Bobbi
De Porter dan Mike Hernacki, Quantum Learning, : Membiasakan Belajar
Nyaman dan Menyenangkan, (Bandung: Kaifa, 1999), Terj., Cet. V., hlm.
26-28.
[48] Amir
Tengku Ramly, Pumping Talent: Memahami Diri, Memompa Bakat, (Jakarta : Kawan Pustaka,
2005), Cet. II., hlm. 45.
[49] Dimitri
Mahayana, Quantum Quotient, (Bandung :
nuansa, 2005), Cet. 6, hlm. 43.
[50] Andyana
Meliala, Anak Ajaib, Temukan dan Kembangkan Keajaiban Anak Anda Melalui
Kecerdasan Majemuk, (Yogyakarta : Andi, 2004),
hlm. 24.
[51] Amir
Tengku Ramly, Pumping Talent: Memahami Diri, Memompa Bakat, (Jakarta : Kawan Pustaka,
2005), Cet. II., hlm. 44.
[52] M.
Yaniyullah Delta, Melejitkan Kecerdasan Hati dan Otak Menurut Petunuk
Al-Qur’an dan Neourologi, (Jakarta :
PT. Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 41.
[53] Adi W.
Gunawan, Born to Be a Genius, (Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama, 2003), hlm. 24-25.
[54] Ary
Ginanjar Agustian, ESQ POWER, Sebuah Inner Journey Melalui Al-Hasan, (Jakarta : Arga, 2003),
hlm. 60.
[55] Bobbi
De Potter dan Mike Hernackl, Quantum Learning : Membiasakan Belajar Nyaman
dan Menyenangkan, (Bandung: Kaifa: 1999), hlm. 30.
[56] Adi W.
Gunawan, Loc. Cit, hlm. 24-26.
[57] Adi W.
Gunawan, Born to Be a Genius, (Jakarta :
Gramedia Putaka Utama, 2003), hlm. 26-27.
[58] Melvin
L. Silberman, Active Learning: 101 Cara Belajar Siswa Aktif, (Bandung : Nuansa, 2004),
terj., hlm. 19.
[59] Thomas
Armstrong, Setiap Anak Cerdas: Panduan membantu Anak Belajar Dengan
Memanfaatkan Multiple Intelligence-nya, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2005) terj.,
hlm.77-80.
[60] Abdul
Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi (Konsep
dan Implementasi Kurikulum 2004), (Bandung :
Remaja rosdakarya, 2004), hlm. 130.
[61] Ibid,
hlm. 132.
[62] Abdul
Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama
Islam Berbasis Kompetensi, (Bandung :
PT.Remaja Rosdakarya,2004), hlm.132.
[65] Burhanuddin
Salam, Pengantar Pedagogik (Dasar-dasar
Ilmu Mendidik), (Jakarta: PT.Rineka Cipta,1997), hlm.97-101.
[66]
Zuhairimi, dkk., Metodologi Pendidikan Agama, (Solo: Ramadhani, 1993),
hlm. 17.
[67] Hafni
Ladjid, Pengembangan Kurikulum Menuju Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Jakarta : Quantum
Teaching, 2005), hlm. 58.
[68]
Depdiknas, Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Jakarta : Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas,
2004).
[69] Syamsul
Ma’arif, Revitalisasi Pendidikan Islam, (Yogyakarta :
Graha Ilmu, 2007), Cet., I, hlm. 35-34.
[70]
Zuhairini, dkk., Metodologi Pendidikan Agama, (Solo: Ramadhani, 1993),
hlm. 61.
[71] Abd.
Rachman Shaleh, Didaktik Pendidikan Agama, (Jakarta : Bulan Bintang, 92), hlm. 81.
[72]
Zuhairini, dkk., Metodologi Pendidikan Agama, (Solo: Ramadhani, 1993),
hlm. 74-75.
[73] Abd.
Rachman Shaleh, Didaktik Pendidikan Agama, (Jakarta : Bulan Bintang, 92), hlm. 77-78.
[75] Ibid,
hlm. 76.
[76] Abd.
Rahman Shaleh, op.cit, hlm. 81.
[78] Abd.
Rahman Shaleh, Op. Cit., hlm. 84-85.
[79]
Zuhairini, dkk., Metodologi Pendidikan Agama, (Solo: Ramadhani, 1993),
hlm. 82-83.
[80] Abd.
Rahman Shaleh, Loc. Cit., hlm.85.
[81] Ibid, hlm. 90.
[83]
Zuhairini, dkk., Metodologi Pendidikan Agama, (Solo: Ramadhani, 1993),
hlm. 84-85.
[85] Thomas
Amstrong, Setiap Anak Cerdas, Panduan Membantu Anak Belajar dengan
Memanfaatkan MI-nya, (Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama, 2005), hlm 19.
[86] George
Boeree, Belajar dan cerdas Bersama Psikolog Dunia, (yogyakarta: Prisma
Shopie, 2006), Cet. I., hlm. 125.
[87]
Suparlan, Mencerdaskan Kehidupan Bangsa Dari Konsepsi Sampai Dengan
Implementasi, (Yogyakarta : Hikayat, 2004),
hlm. 146.
[88] N.
Tientje dan Yul Iskandar, PADU Untuk Mengembangkan MI, (Jakarta : Dharma Graha, 2004), hlm. 72-73.
[89] Linda
Campbell, Bruce Campbell dan Dee Dickson, Metode Praktis Pembelajaran
Berbasis Multiple Intelligence, (Jakarta :
Intuisi Press, 2006), hlm. 308.
[90] Samaun
Bakry, Menggagas Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung : Pustaka Bani Quraisy, 2005), hlm.
11.
[91] Syamsul
Ma’arif, Revitalisasi Pendidikan Islam, (Yogyakarta :
Graha Ilmu, 2007), hlm. 13-17.
[92] Ibid,
hlm. 43.
[93] Thomas
R. Hoer, Buku Kerja Multiple Intelligence, (Bandung : Kaifa, 2007), Terj., Cet. I., hlm. 31-32.
[94] Ibid,
hlm. 89.
0 Response to "KONSEP UMUM MULTIPLE INTELLIGENCE DAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM"
Post a Comment