KONSEP UMUM MULTIPLE INTELLIGENCE DAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

KONSEP UMUM MULTIPLE INTELLIGENCE DAN 
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


A.     Konsep Umum Multiple Intelligence
 1.       Pengertian, Latar Belakang dan Tujuan Multiple Intelligence a.iPengertian Multiple Intelligence
Howard Gardner mendefinisikan kecerdasan sebagai kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk yang bermacam-macam dan dalam situasi yang nyata.[1] Gardner juga mendefinisikan kecerdasan sebagai potensi biopsikologi untuk memproses bentuk-bentuk informasi yang spesifik dalam cara-cara tertentu.[2]
 Multiple intelligence is a natural way to structure learning. All the aspects of the person are taught to, meaning can be extracted, and applications can be made to life. The childern in our classrooms are multifaceted and have many abilities.[3]
 “ Kecerdasan ganda adalah cara dasar pada pembelajaran struktur. Semua aspek-aspek manusia telah dipelajari juga, arti dapat dikutip dan penerapan dapat dibuat untuk hidup. Peserta didik di kelas beranekaragam segi dan memiliki banyak kemampuan”.

Menurut Gardner arti dari multiple intelligence di sini adalah kemampuan untuk menyelesaikan masalah, untuk mendapatkan jawaban yang spesifik dan untuk belajar materi baru dengan cepat dan efisien. Intelligence has the ability to solve problems, to find the answers to specific questions, and to learn new material quickly and efficiently.[4]
Penelitian Gardner telah menjelaskan kecerdasan manusia sebelumnya, serta menghasilkan definisi tentang konsep kecerdasan yang sungguh pragmatis. Gardner tidak memandang kecerdasan manusia berdasarkan skor tes standar semata, namun Gardner menjelaskan kecerdasan sebagai berikut:
a)      Kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang terjadi dalam kehidupan nyata.
b)      Kemampuan untuk menghasilkan persoalan-persoalan baru untuk diselesaikan.
c)      Kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang akan menimbulkan penghargaan dalam budaya seseorang.
Definisi Gardner Tentang kecerdasan manusia tersebut menegaskan hakekat teorinya.[5] Teori kecerdasan ganda merupakan validasi tertinggi gagasan bahwa perbedaan individu adalah penting. Pemakaiannya dalam pendidikan sangat tergantung pada pengenalan, pengakuan dan penghargaan terhadap setiap minat dan bakat masing-masing. Teori kecerdasan ganda bukan hanya mengakui perbedaan individual ini untuk tujuan-tujuan praktis, tetapi juga menganggap sebagai sesuatu yang normal, wajar dan sangat berharga.[6]
Pada sisi lain Gardner menjelaskan bahwa kecedasan ganda mempunyai karakteristik konsep sebagai berikut :
a.       Semua inteligensi itu berbeda-beda.
b.       Semua kecerdasan dimiliki manusioa dalam kadar yang berbeda. Semua kecerdasan dapat dieksplorasi, ditumbuhkan dan dikembangkan secara optimal.
c.       Adanya indikator kecerdasan dalam tiap-tiap kecerdasan. Dengan latihan, seseorang dapat membangun kekuatan kecerdasan yang dimiliki.
d.      Semua kecerdasan-kecerdasan tersebut bekerjasama mewujudkan aktivitas yang dilakukan individu.
e.       Semua jenis kecerdasan ditemukan disemua lintas kebudayaan di dunia dan kelompok usia.
f.        Kecerdasan dapat diekspresikan melalui profesi dan hobi.[7]

b. Latar Belakang Multiple Intelligence
Upaya memperbaiki dan meningkatkan mutu pendidikan seakan tidak pernah berhenti. Beragam program inovatik ikut serta dalam reformasi pendidikan. Reformasi pendidikan adalah restrukturisasi pendidikan, yakni memperbaiki pola hubungan sekolah dengan lingkungannya dan dengan pemerintah, pola pengembangan perencanaan serta pola mengembangkan pemberdayaan pendidik dan restrukturisasi model-model pembelajaran.[8]
Masalah pokok pendidikan di Indonesia saat ini masih berkisar pada soal pemerataan kesempatan relevansi, kualitas, efisien dan efektivitas pendidikan.[9] Sesuai dengan masalah pokok tersebut serta memperhatikan isu dan tantangan masa kini dan kecenderungan di masa depan, maka dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan untuk mengatasi persoalan dan menghadapi tantangan itu, perlu diciptakan pendidikan yang unggul yaitu pendidikan yang dapat mengembangkan potensi dan kapasitas peserta didik secara optimal. Berbagai bentuk reformasi dan inovasi dikembangkan para tokoh pendidikan yang berorientasi pada wujud generasi yang lebih berkualitas.
Dengan memperhatikan hal tersebut, masalah peningkatan SDM merupakan prioritas utama, maka diperlukan adanya pendekatan layanan pendidikan yang mempertimbangkan bakat, minat dan kemampuan dan kecerdasan peserta didik. Dari berbagai penelitian oleh para ilmuwan psikologi, khususnya di bidang psikologi perkembangan dan psikologi pendidikan akhirnya terdorong untuk terus mengembangkan penelitian dan menemukan berbagai metode baru untuk mendiagnosis dan merencanakan program pendidikan yang lebih sesuai yaitu dengan memberikan pelayanan peserta didik secara proporsional.
Dr. Howard Gardner, Co. Director of Project Zero dan Guru Besar di Harvard University, selama bertahun-tahun telah melakukan penelitian tentang perkembangan kapasitas kognisi manusia. Howard telah mendobrak tradisi umum teori kecerdasan yang menganut dua asumsi dasar, bahwa kognisi manusia itu bersifat satuan dan bahwa setiap individu dapat dijelaskan sebagai makhluk yang memiliki kecerdasan yang dapat diukur dan tunggal. Setiap kecerdasan memiliki ciri perkembangan, dapat diamati dalam populasi tertentu.[10]
Gardner berpendapat bahwa kecerdasan manusia tidak dapat disimpulkan hanya dengan penilaian IQ saja, karena nilai tes IQ hanya menggambarkan 2 jenis kecerdasan saja, yaitu kecerdasan bahasa dan kecerdasan matematika. Tes IQ bukan mengukur kualitas yang dibutuhkan untuk sukses dalam pendidikan seperti kemauan keras, percaya diri, motivasi. Meskipun nilai IQ peserta didik sangat tinggi pada suatu waktu tanpa pendidikan yang mendukung kecerdasan anak (kurang stimulus, masalah keluarga, kurang tantangan, dan lain sebagainya) nilai IQ bisa mengalami penurunan.[11]
Dari sini tampak bahwa pendidikan berperan dalam mengembangkan kecerdasan peserta didik. Kecerdasan bukanlah sesuatu yang sudah mati yang tidak dapat dikembangkan lagi, tetapi kecerdasan dapat berkembang lagi. Menurut teori kecerdasan ganda seseorang anak dapat mempelajari materi apapun, asal materi tersebut disampaikan sesuai dengan kecerdasan yang cocok dengan kecerdasan yang menonjol pada anak tersebut.

c. Tujuan Multiple Intelligence
Sekolah melalui pendidik mengatur anak dalam upaya mengembangkan kecerdasan mencapai kemanfaatan. Di dalam dua lingkungan dasar yaitu rumah dan sekolah anak memperoleh rasa percaya diri. Dengan orang tua, anak dapat belajar untuk menghormati melalui pengalaman untuk membangun citra diri, kepercayaan diri dan keterampilan. Orang tua dapat mengembangkan rasa hormat dan penerimaan bawaan anak terhadap semua modalitas. Pendidik dapat mendorong tumbuhnya modalitas belajar dan membantu anak menghubungkan keterampilan dengan berkembangnya kecerdasan.[12]
Secara makro pendidikan bertujuan membentuk organisasi pendidikan yang bersifat otonom sehingga mampu melakukan inovasi dalam pendidikan untuk menuju suatu lembaga yang beretika, selalu menggunakan nalar, dan memiliki sumber daya manusia yang sehat dan tangguh. Secara mikro pendidikan bertujuan membentuk manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki nalar (maju, cakap, cerdas, kreatif, inovatif dan bertanggung jawab), dan berbadan sehat sehingga menjadi manusia mandiri.[13]
Tinggi rendahnya kualitas sumber daya manusia antara lain ditandai dengan adanya unsur kreativitas dan produktivitas yang direalisasikan dengan hasil kerja atau kinerja yang baik secara perorangan atau kelompok. Sumber daya manusia mampu menghasilkan kerja produktif secara rasional dan memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan dapat diperoleh melalui pendidikan.
Menurut Chabib Thoha tujuan akhir pendidikan adalah untuk mengembangkan potensi kreatif peserta didik agar menjadi manusia baik, menurut pandangan manusia dan Tuhan YME. Persoalan manusia baik atau persoalan nilai, tidak hanya persoalan fakta dan kebenaran ilmiah rasional. Akan tetapi menyangkut masalah penghayatan dan pemahaman yang bersifat afektif dan kognitif.[14]
Hilda Taba mengemukakan bahwa prinsip-prinsip pokok dalam perumusan tujuan pendidikan adalah sebagai berikut :
1.      Rumusan tujuan hendaknya meliputi aspek bentuk kelakuan yang dirapikan (mental) dan bahan yang berkaitan dengannya (pokok).
2.      Tujuan-tujuan yang kompleks harus ditata secara analitis dan spesifik.
3.      Dalam perumusan tujuan pendidikan, harus direformulasikan dengan jelas bentuk tingkah laku dengan kegiatan belajar.
4.      Tujuan-tujuan pada dasarnya bersifat developmental mencerminkan arah yang hendaknya dicapai.
5.      Tujuan harus realistis, dalam kurikulum dan pengalaman belajar.
6.      Tujuan harus mencakup segala aspek perkembangan peserta didik yang menjadi tanggung jawab sekolah.[15]

Unsur kreativitas, diskusi, problem solving masih langka dalam proses belajar mengajar. Pendidik harus dapat menyediakan lingkungan yang kondusif yang memungkinkan kreativitas dan potensi kecerdasan muncul, merangsang dan memupuk agar berkembang. Rasa ingin tahu (Curiousity) peserta didik harus selalu dikembangkan. Curiousity ini dapat berkembang jika peserta didik diberi ruang untuk berfikir dan berinovasi, sehingga mereka bisa menemukan sesuatu yang baru (discovery).
Peserta didik diajarkan problem solving untuk membantu masalah agar dapat mengambil langkah untuk menerapkan solusi kreatif mereka. Pendidik memotivasi peserta didik untuk mengemukakan ide mereka kemudian me-review yang telah mereka ketahui tentang permasalahan tersebut, peserta didik yang lain merangkum dan menilai dari perspektif yang beragam.
Hasan Langgulung telah memberikan 3 prinsip yang harus diketahui oleh pendidik, agar kreativitas peserta didik dapat diaktualisasikan dengan baik. Pertama, mengakui potensi kreatif anak-anak. Kedua, menghormati pertanyaan dan ide-ide mereka. Ketiga, memberikan permasalahan-permasalahan yang bersifat proaktif untuk menimbulkan rasa ingin tahu (curiousity) dan Khausal (imagination).[16]
Pejabaran dari ketiga prinsip diatas, pendidik dapat mengaplikasikannya seperti; pertama, menghargai keunikan setiap peserta didik dengan memberikan pujian kepada peserta didik yang aktif. Kedua, pendidik menghargai pendapat peserta didik dan memotivasi untuk mengungkapkan ide-ide mereka. Ketiga, memberi waktu kepada peserta didik untuk berpikir, membolehkan peserta didik mengambil keputusan sendiri, serta mendorong dalam mengerjakan tugas.

2.        Teori dan Pembelajaran Multiple Intelligence
a. Teori Multiple Intelligence
Teori kecerdasan ganda ini menyatakan bahwa setiap anak memiliki sedikitnya tujuh kecerdasan ganda. Dalam proses perkembangannya, anak-anak itu kemudian akan memiliki satu atau dua kecerdasan yang dominan. Tidak ada kecerdasan yang berdiri sendiri saat digunakan oleh seseorang. Penggunaan satu kecerdasan akan melibatkan dua atau lebih kecerdasan lain. Berikut ini teori tujuh kecerdasan ganda : 
1). Linguistic Intelligence (kecerdasan linguistik)
Linguistik berasal dari bahasa Inggris yang artinya ilmu bahasa.[17] Terdapat beberapa definisi yang disampaikan oleh para pakar tentang kecerdasan linguistik, diantaranya adalah Linda Campbell. Menurutnya kecerdasan linguistik adalah kemampuan untuk berfikir dalam bentuk kata-kata dan menggunakan bahasa untuk mengekspresikan dan menghargai makna yang kompleks.[18]
Thomas Amstrong, dalam bukunya 7 Kinds of Smart mengartikan kecerdasan linguistik adalah kecerdasan dalam mengolah kata. Ini merupakan kecerdasan para jurnalis, penyair, dan pengacara. Orang yang cerdas dalam bidang ini dapat berargumentasi, meyakinkan orang, menghibur atau mengajar dengan efektif lewat kata-kata yang diucapkannya.[19]
Sedangkan kecerdasan linguistik dalam arti luas sebagaimana dinyatakan Howard, adalah hasil kemampuan dalam penggunaan bahasa lisan dan tulisan.[20] Linguistik dapat distimulus melalui bacaan, latihan, menulis, berdiskusi, bermain dengan kata-kata. Peserta didik yang mempunyai inteligensi yang tinggi dalam linguistik mempunyai kepekaan yang tajam terhadap bunyi atau fonologi.[21]
Di awal sejarah manusia, bahasa mengubah spesialisasi dan fungsi otak manusia untuk menggali dan mengembangkan kecerdasan manusia. Membaca telah memungkinkan manusia untuk mengetahui objek, tempat, proses dan konsep yang secara personal tidak mengalaminya. Kemampuan berpikir melalui kata-kata dapat mengingat, menganalisis, menyelesaikan masalah, merencanakan ke depan dan mencipta sesuatu.[22]  Pusat kecerdasan terletak pada otak kiri.[23]

2).iLogical Mathematical Intelligence (kecerdasan logika matematika)
Merupakan kemampuan dalam menghitung, mengukur dan mempertimbangkan proposisi dan hipotesis serta menyelesaikan operasi-operasi matematis.[24] Kecerdasan logis matematis melibatkan keterampilan mengolah angka dan kemahiran menggunakan logika atau akal sehat. Ciri-ciri orang yang cerdas secara logis matematis mencakup kemampuan dalam penalaran, berpikir dalam pola sebab akibat, menciptakan hipotesis.[25] Pusat kecerdasan logika matematika adalah terletak pada otak kiri.[26]
Kecerdasan logis matematis dapat dilatih dan dikembangkan melalui banyak tantangan dan inovasi dari bermacam-macam teknologi multimedia. Peserta didik dari berbagai tingkat kemampuan dapat belajar dengan efektif dan praktek.
Satu cara untuk memperkenalkan pemikiran secara logis matematis dalam bidang pelajaran melalui tema yang digambarkan dari konsep-konsep secara matematis. Pendidik dapat mengatur unit pelajaran berdasarkan tema, dan meminta peserta didik untuk meneliti dengan menggunakan potensi atau kecerdasan yang dimiliki.

3). Visual Intelligence (kecerdasan visual)
Kecerdasan ini merupakan kecerdasan gambar dan visualisasi. Kecerdasan ini melibatkan kemampuan untuk memvisualisasikan gambar di dalam kepala seseorang atau menciptakannya dalam bentuk dua atau tiga dimensi.[27]
Kecerdasan visual adalah kemampuan untuk melihat dan mengamati dunia visual secara akurat, dan kemudian bertindak atas persepsi tersebut. Kecerdasan ini melibatkan kesadaran akan warna, garis, bentuk, ruang dan ukuran. Jenis kecerdasan ini sangat menonjol dalam diri pemain catur, navigator, arsitek maupun desainer. Kemampuan kecerdasan visual terlihat pada peserta didik bermain dengan melibatkan imajinasi mereka. Hemisfer kanan atau otak kanan berperan besar dalam mengendalikan kegiatan ini.[28]
Peserta didik yang memiliki kemampuan untuk menggambarkan yang mereka lihat dengan penuh ketelitian. Ciri anak yang memiliki potensi visual menikmati waktu luangnya dengan menggambar dan melukis dengan jelas.



4). Kinesthetic Intelligence (kecerdasan kinestetik)
Kecerdasan kinestetik, menurut Gardner adalah kemampuan menggunakan tubuh atau gerak tubuh untuk mengekspresikan gagasan dan perasaan.[29] Kecerdasan ini juga meliputi keterampilan fisik dalam bidang koordinasi, keseimbangan, daya tahan, kekuatan dan kecepatan. Kecerdasan ini sangat menonjol pada diri seorang penari, atlit, pematung, pemusik, aktor, mekanik, dokter, peserta didik dapat diberdayakan dengan menggunakan teknik simulasi, permainan peran, dan drama.[30]
Untuk mengoptimalkan kecerdasan kinestetik diperlukan ruang kelas yang kondusif, artinya ruang kelas dalam proses belajar mengajar harus memberikan pemahaman bahwa ruang kelas harus menjadi sebuah hal yang aktif yaitu ruang kelas bisa menjadi sarana bagi pengembangan lingkungan pembelajaran. Para peserta didik lebih banyak orientasi gerakan dalam kebutuhan sebuah proses belajar. [31]
Hal yang terpenting bagi pendidik adalah untuk memberikan contoh aktivitas fisik sebagai metode pembelajaran dan kesadaran peserta didik dalam proses pembelajaran. Sebagai contoh dalam mata pelajaran bahasa: pesrta didik dapat mempelajari kosakata dengan menggambarkan bagian kata atau ucapan tersebut. Secara individual mereka dapat menembangkan jari atau tubuh kemudian mempraktikkan di kelas.



5). Musical Intelligence (kecerdasan musik)
Kecerdasan musik merupakan kemampuan menangani bentuk-bentuk musik, dengan cara mempersepsi, membedakan, dan mengekspresikan.[32] Gardner menjelaskan kecerdasan musik sebagai kemampuan untuk mengembangkan, mengekspresikan dan menikmati bentuk-bentuk musik dan suara. Di dalamnya termasuk kepekaan akan ritme, melodi dan intonasi kemampuan memainkan alat musik, kemampuan menyanyi, kemampuan untuk mencipta lagu.[33] Pusat kecerdasan musik terletak pada lobus kanan.[34]
Terbentuknya keterkaitan terhadap musik bisa terjadi pada usia yang sangat dini melalui aktivitas yang dilakukan. Musik di dalam rumah dan lingkungan awal memberikan dasar yang penting bagi pengalaman bermusik yang dikemudian hari dapat menyatu dengan mata pelajaran sekolah. Karena adanya hubungan yang kuat antara musik dan emosi, musik di ruang kelas dapat membantu menciptakan keadaan emosi yang kondusif bagi pendidikan.
Selama abad pertengahan dan renaissance, musik dianggap sebagai salah satu dari empat pilar pendidikan, sejajar dengan geometri, astronomi dan aritmatika. Dalam upaya mengidentifikasi peserta didik yang memiliki bakat musik atau kecerdasan musik yang berkembang dengan baik adalah persoalan yang komplek. Dalam kelas musik dapat menciptakan suasana yang positif yang akan membantu peserta didik untuk fokus pada pelajaran.[35]



6). Interpersonal Intelligence (kecerdasan interpersonal)
Kecerdasan interpersonal adalah kemampuan untuk mengerti dan peka terhadap perasaan, intensi, motivasi, watak, tempramen orang lain. Kepekaan akan ekspresi wajah, suara, isyarat dari orang lain juga termasuk dalam kecerdasan ini. Secara umum kecerdasan interpersonal berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk menjalin relasi dan komunikasi dengan berbagai orang.[36]
Peserta didik yang mempunyai kecerdasan interpersonal tinggi mudah bergaul dan berteman. Dalam konteks belajar peserta didik lebih suka belajar bersama dengan orang lain, lebih suka mengadakan studi kelompok.
Kecerdasan interpersonal dapat stimulus melalui pertemuan dan diskusi dan mampu menyelesaikan konflik dengan baik. Peserta didik yang mempunyai kecerdasan interpersonal yang tinggi mempunyai kepekaan untuk memahami orang lain. Pemahaman sosial ini diarahkan ke dalam dirinya untuk disalurkan menjadi sebuah karya. Peserta didik yang dominan interpersonal akan mudah menangkap pelajaran bila dilakukan dengan diskusi kelompok.[37] Kecerdasan interpersonal ini berada pada otak bagian lobus depan dan hemisfer kanan.[38]

7). Intrapersonal Intelligence (kecerdasan intrapersonal)
Kecerdasan intrapersonal tercermin dalam kesadaran mendalam akan perasaan, kecerdasan seseorang memahami diri sendiri, kemampuannya dan pilihannya sendiri. Orang dengan kecerdasan interpersonal tinggi pada umumnya mandiri, tidak tergantung orang lain dan yakin dengan pendapat diri yang kuat tentang hal-hal yang kontroversial, serta senang sekali bekerja berdasarkan program sendiri dan hanya dilakukan sendirian.[39]
Lingkungan sekolah dapat diorganisasikan untuk memotivasi para peserta didik dengan menciptakan atmosfer yang hangat dan peduli, menggunakan prosedur-prosedur yang demokratis, sehingga sekolah dapat membantu peserta didik merasa diterima dan diakui. Proses belajar mengajar dapat bergantung pada emosi yang mempengaruhi semua proses-proses berpikir merupakan komponen dari kecerdasan intrapersonal. Para pendidik dapat membantu peserta didik dalam pencapaian dan penemuan cara-cara yang positif untuk mengekspresikan emosi mereka.
Ada beberapa cara untuk mendorong dan mengembangkan ekspresi emosional yang sehat dalam pendidikan, yaitu membangun lingkungan kelas yang positif, mengenali pengalaman perasaan peserta didik, mengajarkan metode-metode ekspresi emosional yang tepat dan menawarkan umpan balik pada perilaku emosional.[40] Pusat kecerdasan terletak pada lobus depan, lobus pariental.[41]

b. Pembelajaran Multiple Intelligence
  1.) Proses Pembentukan Belajar
Akal yang berpusat di otak (al-dimagh), adalah komponen yang ada dalam diri manusia yang memiliki kemampuan memperoleh pengetahuan secara nalar. Kemampuan memperoleh maupun menyimpan ini berbeda-beda antara yang satu dengan yang lain, bergantung pada wadah kognitif yang dimiliki seseorang. Penggunaan akal untuk berpikir mengantarkan individu menjadi pribadi yang unggul.[42]
Kecerdasan intelektual dapat dikembangkan untuk mencapai sukses. Kecerdasan intelektual dapat dikembangkan optimal dengan memahami bagaimana sistem kerja otak manusia dan seperangkat latihan praktis.[43]
Otak manusia adalah massa protoplasma yang paling kompleks yang pernah dikenal di alam semesta ini.[44] Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat At-Tiin ayat 4 :
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ (سورة التين : 4)
Artinya : “Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. (QS. At-Tiin ayat 4). [45]

Manusia diberi otak yang luar biasa kemampuannya, namun ini baru potensi, potensi ini harus dikembangkan. Kecerdasan seseorang sebenarnya tergantung pada seberapa banyak koneksi yang terjadi di antara setiap sel otak tersebut.
Teori otak Triune pertama kali dicetuskan oleh Dr. Paul Maclean. Di dalam kepala manusia terdapat tiga macam otak yang berkembang sesuai dengan tahap evolusi manusia. Perkembangan terjadi secara bertahap mulai dari otak reptil, otak mamalia dan neo-cortex.[46] Masing-masing bagian juga mempunyai struktur saraf tertentu dan mengatur tugas-tugas yang harus dilakukan. Yang pertama dalam perkembangan evolusi adalah batang atau otak reptil (dinamakan demikian karena reptilpun memilikinya). Inilah komponen kecerdasan terendah dari spesies manusia. Bagian otak ini bertanggung jawab atas fungsi-fungsi motor sensor, pengetahuan tentang realitas fisik yang berasal dari panca indra.[47]
Bila otak kecil aktif, tidak dapat mengontrolnya dengan cara berpikir jernih, yang lebih mendukung adalah insting. Otak reptil akan aktif jika dalam kondisi, stress, terancam, marah dan emosi.[48] Di sekeliling otak reptil terdapat sistem limbik yang sangat kompleks dan luas, atau otak mamalia. Otak mamalia terletak di bagian tengah dari otak manusia.
Sistem limbik (otak mamalia) berfungsi mengendalikan emosi dan perasaan kita. Peran emosi dalam kehidupan dan belajar telah diteliti oleh Daniel Goleman.[49] Salah satu fungsi penting lainnya adalah mengatur sistem kekebalan tubuh.[50] Selain itu, sistem limbik juga mengendalikan hormon, rasa haus, lapar, metabolisme, fungsi kekebalan dan memori ingatan. Dorongan emosi akan berkerja lebih baik daripada argumen rasional yang mempengaruhi perilaku manusia.[51] Neo-cortex (otak depan) terbungkus di sekitar bagian atas dan sisi-sisi limbik, 80 % dari seluruh materi otak, adalah tempat kecerdasan yang mengatur pesan-pesan yang diterima melalui indera penglihatan, pendengaran dan sensasi tubuh yang menimbulkan proses penalaran, berpikir intelektual, pembuatan keputusan, bahasa.[52]
Pada otak neo-cortex terdapat empat lobus otak yang mempunyai fungsi berbeda :
a.       Lobus frontal terletak di belakang kening, berfungsi untuk melakukan penilaian, kreativitas, berpikir, merencanakan dan memecahkan masalah.
b.      Lobus parietal terletak di bagian atas agak ke arah belakang dari otak dan berfungsi memproses sensasi dan fungsi bahasa.
c.       Lobus temporal yang terletak di samping kiri dan kanan, berfungsi untuk memproses pendengaran, memori, arti dan bahasa.
d.      Lobus occipital yang terletak di bagian belakang otak berfungsi untuk penglihatan.[53]
Menurut Ary Ginanjar dengan penggunaan neo-cortex ini maka lahir IQ, kemampuan intelektual. Hal ini berkaitan dengan kesadaran akan ruang, kesadaran akan sesuatu yang tampak, dan penguasaan matematika. IQ mampu bekerja mengukur kecepatan, mengukur hal-hal baru, menyimpan dan mengingat serta berperan aktif dalam menghitung angka, dan lain sebagainya. Lapangan otak lebih dalam dari neo-cortex atau limbik system (lapangan tengah) berfungsi sebagai pengendali emosi dan perasaan.[54]
Dalam neo-cortex ini semua kecerdasan yang lebih tinggi berada, yang membuat manusia unik sebagai spesies dan pikiran yang kreatif, yaitu intuisi. Intuisi adalah kemampuan untuk menerima atau menyadari informasi yang tidak dapat diterima kelima indera. Agar kecerdasan-kecerdasan dapat berkembang, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi :
a)      Struktur saraf bagian bawah harus cukup berkembang agar energi dapat mengalir ke tingkat yang lebih tinggi.
b)      Anak harus merasa aman secara fisik dan emosional.
c)      Harus ada model untuk memberikan rangsangan yang wajar.[55]
Bila dalam keadaan bahagia, tenang dan rileks, maka otak neo-cortex akan aktif dan akan digunakan untuk berpikir. Hal ini menjelaskan orang yang tegang saat mengerjakan ujian pikirannya akan kosong dan tidak dapat mengingat apa yang telah dipelajari sebelumnya.
Selain terdiri dari tiga bagian otak; yaitu otak reptil, otak mamalia, dan otak neo-cortex. Otak manusia terbagi lagi menjadi dua belahan atau hemisfer, hemisfer kiri dan hemisfer kanan. Setiap hemisfer mempunyai fungsi berbeda tetapi saling mendukung. Pada umumnya setiap hemisfer mengatur 50 % dari setiap bagian tubuh. Hemisfer kiri mengatur bagian tubuh sebelah kanan, dan hemisfer kanan mengatur bagian tubuh sebelah kiri.[56]

Otak kiri mempunyai fungsi dan cara belajar khusus, yaitu :
-       Menyukai hal-hal yang berurutan.
-       Belajar maksimal dari hal-hal yang bersifat detail dulu, kemudian ke hal-hal yang bersifat global.
-       Menyukai sistem membaca yang berdasarkan pada fonetik.
-       Menyukai kata-kata, simbol dan huruf.
-       Menyukai sesuatu yang terstruktur dan dapat diprediksi.
-       Mengumpulkan informasi yang faktual.

Otak kanan mempunyai fungsi dan cara belajar khusus yaitu:
-       Lebih menyukai dengan hal-hal yang bersifat acak.
-       Belajar maksimal dari hal-hal yang bersifat global dulu, kemudian ke hal-hal yang bersifat detail.
-       Lebih menyukai sistem membaca yang bersifat menyeluruh (whole language).
-       Menyukai gambar dan grafik.
-       Lebih menyukai suatu pengalaman.
-       Ingin mengumpulkan informasi mengenai hubungan di antara berbagai hal.[57]  

2.) Cara Pembelajaran Multiple Intelligence
Berbagai macam cara peserta didik dalam belajar, membuat pendidik harus memahami karakter setiap cara belajar peserta didik. Pendidik memberikan materi dengan suatu cara, biasanya melalui perpaduan antara ceramah, penggunaan papan tulis, buku pelajaran dan lembar latihan, itu membuat sebagian peserta didik masalah. Pendidik dapat menciptakan cara belajar secara optimal yang disesuaikan dengan kemampuan belajar peserta didik.
Langkah-langkah yang harus ditempuh pendidik dalam proses belajar multiple intelligence akan meningkat jika peserta didik melakukan hal-hal berikut ini :[58]
1)      Mengemukakan kembali informasi dengan kata-kata mereka sendiri.
2)      Memberikan contoh.
3)      Mengenali dalam bermacam bentuk dan situasi.
4)      Melihat kaitan antara informasi dengan fakta atau gagasan lain.
5)      Menggunakan beragam cara.
6)      Memprediksi sejumlah konsekuensi.
7)      Menyebutkan lawan atau kebalikannya.

Cara belajar kecerdasan ganda menurut Thomas Amstrong, sebagai berikut :[59]
a)      Belajar Dengan Cara Linguistik.
Cara belajar terbaik dalam bidang ini adalah dengan mengucapkan, mendengarkan, dan melihat kata-kata. Cara untuk memotivasi peserta didik dengan menyediakan buku, seperti perpustakaan dan kaset rekaman.
b)      Belajar Dengan Cara Logis-Matematis.
Peserta didik yang mempunyai kelebihan dalam jenis kecerdasan ini belajar dengan membentuk konsep dan mencari pola serta hubungan abstrak. Pendidik memberi materi konkret yang bisa dijadikan bahan percobaan, waktu yang lama untuk mempelajari gagasan baru.
c)      Belajar Dengan Cara Visual.
Peserta didik yang unggul dalam bidang ini efektif belajar secara visual. Mereka perlu diajari melalui gambar, visual dan warna. Cara untuk memotivasi mereka adalah melalui media seperti: film, vidio, peta dan grafik.
d)     Belajar Dengan Cara Kinestetik.
Peserta didik yang bakat dalam kecerdasan ini belajar dengan menyentuh, memanipulasi dan bergerak. Cara terbaik memotivasi mereka melalui seni peran, gerakan kreatif dan semua jenis kegiatan yang melibatkan fisik.
e)      Belajar Dengan Cara Musik.
Peserta didik dengan kecerdasan musikal belajar melalui irama dan melodi. Mereka bisa mempelajari apapun dengan mudah jika hal itu dinyanyikan, serta mereka belajar dengan diiringi musik kesukaan mereka.


f)       Belajar Dengan Cara Interpersonal.
Cara belajar terbaik anak-anak yang berbakat dengan kecerdasan ini adalah dengan berhubungan dan bekerjasama mereka perlu belajar melalui interaksi dengan orang lain.
g)   Belajar Dengan Cara Intrapersonal.
Peserta didik dengan kecenderungan ke arah ini paling efektif belajar ketika diberi kesempatan untuk menetapkan target, memilih kegiatan mereka sendiri. Anak-anak ini memotivasi diri sendiri.

B.   Pendidikan Agama Islam
1. Pengertian, Dasar dan Tujuan Pendidikan Agama Islam
a.      Pengertian Pendidikan Agama Islam
Pendidikan Islam merupakan kebutuhan manusia, karena sebagai makhluk pedagogis manusia dilahirkan dengan membawa potensi dapat dididik dan mendidik sehingga mampu menjadi khalifah di bumi.[60] Pendidikan merupakan bagian penting dalam kehidupan yang sekaligus membedakan manusia dengan makhluk lain. Bagi manusia, belajar merupakan rangkaian kegiatan menuju pendewasaan ke arah kehidupan yang lebih berarti.
Pendidikan agama Islam merupakan usaha sadar yang dilakukan pendidik dalam rangka mempersiapkan peserta didik untuk meyakini, memahami, dan mengamalkan ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau pelatihan yang telah ditentukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.[61]
Menurut Zakiyah Darajat pendidikan agama Islam adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar memahami ajaran Islam secara menyeluruh. Kemudian menghayati tujuan, yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup.
Pendidik sebagai pelaksana utama penyelenggaraan pendidikan agama akan menghadapi peserta didik yang memiliki watak dan kemampuan yang tumbuh secara individual. Setiap peserta didik harus menjadi pusat perhatian, dalam hal tingkat perkembangan dan kecerdasan anak. Sehingga peserta didik mampu memahami pelajaran dalam proses pembelajaran.

b.      Dasar Pendidikan Agama Islam
Pelaksanaan pendidikan agama Islam di sekolah mempunyai dasar yang kuat. Dasar-dasar tersebut dibagi menjadi tiga jenis. Ketiga jenis itu adalah dasar hukum yuridis, dasar hukum agama dan dasar hukum psikologi. Masing-masing dasar hukum akan dijelaskan dibawah ini.
1.)    Dasar Hukum (Yuridis)
Dasar pelaksanaan pendidikan agama berasal dari perundang-undangan yang secara tidak langsung dapat menjadi pegangan dalam melaksanakan pendidikan agama di sekolah secara formal. Dasar yuridis tersebut terdiri dari tiga macam :[62]
1.      Dasar Ideal, yaitu dasar falsafah negara pancasila, sila pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa.
2.      Dasar Struktural / Konstitusional, yaitu UUD 1945 dalam Bab XI pasal 29 ayat 1 dan 2, yang berbunyi: 1) Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa; 2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya itu.
3.      Dasar Operasional, yaitu terdapat dalam Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

2.)    Dasar Agama
Dasar agama dalam uraian ini adalah dasar-dasar yang bersumber dari ajaran agama Islam yang terdapat dalam al-Qur’an dan Hadits. Al-Qur’an sebagai wahyu Tuhan yang disampaikan kepada manusia dengan perantara Nabi Muhammad saw membawa pengajaran dan pendidikan. Al-Qur’an memuat beberapa ayat yang menjadi landasan adanya pendidikan agama:
ادْعُ إِلِى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةَِ...(سورة النحل:25)
Artinya : “ Ajaklah ke jalan Tuhanmu dengan secara hikmah dan ajaran yang bijaksana”. (QS. an-Nahl:125)[63]

Arti ayat di atas terdapat pendidikan dan pengajaran ialah mengajar dengan menggunakan metode dalam ilmu. Memberi pengajaran dengan bijaksana, mengenai bahan atau metode harus sesuai dengan kemampuan.

3.)    Dasar Psikologis
Yang dimaksud dasar-dasar psikologis yaitu dasar-dasar kejiwaan dan kejasmanian manusia. Realitas psikologis manusia menunjukkan bahwa pribadi manusia merupakan kesatuan antara:
a)       Potensi-potensi dan kesadaran rohaniah baik segi piker, rasa, karsa, cipta maupun budi pekerti.
b)      Potensi-potensi dan kesadaran jasmani yakni jasmani yang sehat dengan pancaindera secara fisiologis bekerja sama dengan system syaraf dan kejiwaan.
c)       Potensi-potensi psikologis berada dalam suatu lingkungan hidup alamiah (fisik).
Ketiga kesadaran ini menampilkan watak dan kepribadian seseorang sebagai suatu keutuhan.[64] Sehingga proses belajar mengajar inilah psikologi memegang peranan yang penting.
Kajian-kajian dalam psikologi, menunjukkan bahwa memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai dari seseorang kepada peserta didik tidak hanya menerima dalam keadaan pasif tetapi aktif dan mempunyai tiga syarat yang harus diwujudkan agar pembelajaran dapat terjadi dengan baik. Pertama harus ada rangsangan dari pendidik. Kedua adanya respon peserta didik, dan ketiga respon diteguhkan seperti dengan memberikan sanksi apabila peserta didik tidak memperhatikan pelajaran.
Tugas pendidik adalah menolong peserta didik belajar dengan menekankan pada kemampuan dan potensi untuk mengetahui dan mengaplikasikan hasil belajar mereka, agar potensi kecerdasan anak digunakan secara optimal.
Beberapa dasar yang penting dalam membimbing anak dalam proses pembelajaran yaitu setiap anak memiliki sifat kepribadian yang unik, tiap-tiap anak memiliki kecerdasan yang berbeda-beda, dan setiap pertumbuhan mempunyai cirri-ciri tertentu.[65]

c.       Tujuan Pendidikan Agama Islam
Tujuan pendidikan agama Islam secara umum, ialah :
a.       Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia.
b.      Persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat.
c.       Menumbuhkan semangat ilmiah pada peserta didik untuk mengetahui dan mengkaji ilmu tersebut.
d.      Menyiapkan peserta didik dengan potensi, agar dapat menguasai potensi tertentu, dan keterampilan sehingga mengamalkannya dalam hidup.[66]
Pendidikan agama bertujuan untuk meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan dan pengarahan peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, masyarakat, berbangsa dan bernegara.[67] Tujuan pendidikan merupakan hal yang dominan dalam pendidikan, baik makna maupun tujuan harus mengacu pada penanaman nilai-nilai Islam dan tidak melupakan etika sosial atau moralitas sosial.
Dalam kurikulum PAI tahun 2004 pendidikan agama Islam bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketakwaannya, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.[68]
Secara konseptual pendidikan Islam bertujuan untuk membentuk muslim yang seutuhnya, mengembangkan seluruh potensi manusia yang berbentuk jasmaniah maupun rohaniah dan berhubungan setiap pribadi dengan Allah SWT, manusia dan alam semesta.[69] Dengan demikian pendidikan Islam berupaya mengembangkan individu seutuhnya.
2.   Materi Pendidikan Agama Islam
                  Sebagaimana diketahui, bahwa inti ajaran Islam meliputi :
a.       Masalah keimanan (aqidah).
b.      Masalah keislaman (syari’ah).
c.       Masalah ikhsan (akhlak).
a)       Aqidah adalah mengajarkan keesaan Allah, Esa sebagai Tuhan yang mencipta, dan mengatur alam ini.
b)      Syari’ah adalah berhubungan dengan amal untuk mentaati semua peraturan dan hukum Tuhan, guna mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan, dan mengatur pergaulan hidup dan kehidupan manusia.
c)       Akhlak adalah amalan yang bersifat penyempurna bagi kedua amal di atas dan yang mengajarkan tentang tata cara pergaulan hidup manusia.[70]
Tiga inti ajaran Islam ini kemudian dijabarkan secara keseluruhannya dalam mata pelajaran al-qur’an, hadits, akhlak, fiqih atau ibadah dan sejarah atau tarikh. Sehingga menggambarkan bahwa ruang lingkup pendidikan agama Islam mencakup perwujudan keselarasan dan keseimbangan hubungan manusia dengan Allah SWT, diri sendiri, sesama manusia, maupun lingkungannya.

3.   Metode Pendidikan Agama Islam
Maksud dari metode pendidikan di sini ialah semua cara yang digunakan dalam upaya mendidik, maka metode yang di sini mencakup juga metode mengajar. Metode mengajar ini menuntut syarat-syarat yang perlu dipenuhi misalnya setiap guru yang akan menggunakan metode itu (jalannya pengajaran serta kebaikan dan kelemahannya, situasi-situasi yang tepat di mana metode itu efektif dan wajar).
Secara rinci metode-metode tersebut baik pengertiannya, keuntungan dan kelemahannya dapat dilihat dalam penjelasan berikut ini:
1.      Metode Ceramah
Metode ceramah merupakan bentuk interaksi edukatif oleh pendidik kepada peserta didik.[71] Dalam pelaksanaan metode ini pendidik dapat menggunakan alat-alat Bantu, seperti: gambar, peta. Namun metode utama yang digunakan dengan menggunakan ceramah atau berbicara.
Keuntungan-keuntungan metode ceramah, antara lain:
a.       Dalam waktu yang relatif singkat dapat disampaikan pelajaran sebanyak-banyaknya.
b.      Pendidik dapat menguasai seluruh kelas dengan mudah, walaupun jumlah peserta didik cukup banyak.
c.       Organisasi kelas lebih sederhana, tidak perlu mengadakan pengelompokan peserta didik seperti pada beberapa metode lainnya.
Metode ini juga mempunyai beberapa kelemahan yang membutuhkan penggunaan pendekatan lain untuk menutupi kekurangan yang terdapat dalam metode ceramah., kekurangannya terletak pada :
a.       Pendidik sulit mengetahui pemahaman peserta didik terhadap bahan pelajaran yang diberikan.
b.       Kadang pendidik hanya mengajar penyampaian bahan sebanyak-banyaknya sehingga terlihat adanya unsur paksaan, dari segi edukatif hal ini kurang menguntungkan.
c.       Murid cenderung bersikap pasif dan kurang menerima pelajaran dan mengambil kesimpulan.
d.      Pendidik kurang memperhatikan aspek-aspek psikologis peserta didik, sehingga ceramah akan membosankan.[72]
Untuk pelajaran agama metode ceramah pada mata pelajaran tauhid. Misalnya untuk memberikan pengertian tentang tauhid maka metode yang tepat digunakan adalah metode ceramah. Karena tauhid tidak dapat diperagakan, pendidik akan memberikan uraian menurut caranya masing-masing dengan tujuan murid dapat memahami penjelasan pendidik.

2.      Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab ialah cara penyampaian pelajaran dengan cara pendidik mengajukan pertanyaan dan memberikan peserta didik memberikan jawaban, atau juga sebaliknya peserta didik bertanya dan pendidik memberikan jawaban.[73]
Metode ini dimaksudkan untuk mengenal tingkat-tingkat pemikiran yang dipakai oleh peserta didik, merangsang perhatian peserta didik, dan dapat mengarahkan peserta didik ke arah kecerdasan dan minat sehingga peserta didik akan aktif mengikuti pelajaran dengan berpikir.
Kelebihan metode tanya jawab terletak pada hal-hal sebagai berikut:
a.      Suasana kelas akan lebih hidup, karena peserta didik dirangsang secara aktif berpikir dan menyampaikan pikirannya.
b.      Melatih keberanian peserta didik mengemukakan pendapatnya dengan lisan.
c.      Adanya perbedaan jawaban di antara peserta didik akan membawa kelas pada situasi diskusi.[74]
Kekurangan metode tanya jawab antara lain:
a.       Terdapat perbedaan pendapat atau jawaban, akan memerlukan waktu yang banyak untuk menyelesaikannya, sehingga pendidik harus menguasai permasalahannya.
b.       Terjadi penyimpangan perhatian peserta didik, apabila terdapat jawaban-jawaban yang menarik perhatiannya, padahal bukan tujuan yang diinginkan dari pokok permasalahan.
c.       Relatif memerlukan waktu yang lebih banyak, karena kurang cepat merangkum bahan-bahan pelajaran.[75]

3.      Metode Diskusi
Metode diskusi adalah cara untuk merangsang peserta didik berpikir dan mengeluarkan pendapat sendiri, serta berperan serta dalam proses pembelajaran.[76] Di dalam diskusi kelas pendidik memimpin jalannya diskusi dan persoalan ke tengah-tengah kelas untuk didiskusikan. Untuk pelaksanaannya pendidik harus memberikan pertolongan berupa penyajian problema sebagai tema dan pembuka diskusi serta bimbingan dan pengarahan belajar anak.
Secara garis besar metode diskusi mempunyai keunggulan antara lain:
1.      Situasi dan suasana  kelas lebih hidup, sebab perhatian murid terpusat pada masalah atau bahan diskusi. Partisipasi interaksi murid dalam metode ini lebih baik dan aktif.
2.      Dapat meningkatkan prestasi kepribadian individu dan sosial peserta didik.
3.      Peserta didik terlatih mematuhi peraturan dan tata tertib dalam suatu diskusi.
Di samping itu metode diskusi ini mempunyai kelemahan-kelemahan, yaitu:
a.       Hendaknya diusahakan agar setiap peserta didik mendapat giliran berbicara dan mengemukakan pendapatnya.
b.      Diusahakan agar setiap murid mendengar dan memperhatikan serta memberikan tanggapan terhadap peserta didik yang lain.[77]

4.      Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi merupakan metode interaksi yang sangat efektif dalam membantu murid untuk mengetahui proses pelaksanaan sesuatu, dan memperlihatkan cara yang paling tepat dan sesuai.[78]
Beberapa kelebihan metode demonstrasi ialah:
1.      Murid tidak menghayati sepenuhnya mengenai pelajaran yang diberikan.
2.      Memberi pengalaman praktis yang dapat membentuk perasaan dan minat serta kemauan peserta didik.
3.      Perhatian peserta didik lebih terpusat pada hal-hal yang didemonstrasikan.
Beberapa kelemahan metode demonstrasi, yaitu:
1.      Dalam pelaksanaannya, biasanya memerlukan waktu yang relatif lama.
2.      Apabila tidak ditunjang dengan peralatan dan perlengkapan yang memadai atau tidak sesuai dengan kebutuhan, maka metode ini kurang efektif.[79]
Sebagai metode interaksi edukatif, metode ini banyak digunakan dalam mata pelajaran ibadah dan akhlak, misalnya : Pendidikan mendemonstrasikan cara berwudhu, shalat, dan haji.

5.      Metode Sosiodrama
Metode sosiodrama sangat penting untuk dipakai di dalam kelas yang mencakup masalah hubungan sosial, dan bermain peran di mana peserta didik diikut sertakan.[80]
Metode sosiodrama mempunyai kelebihan, antara lain:
a.       Melatih murid untuk mendramatisasikan sesuatu serta melatih keberanian untuk menjadi peran.
b.       Metode ini menarik perhatian peserta didik, sehingga suasana kelas menjadi hidup.
c.       Peserta didik dapat menghayati suatu peristiwa, sehingga mudah mengambil kesimpulan berdasarkan penghayatannya sendiri.
d.      Peserta didik dilatih dapat menyusun sebuah pikiran yang teratur dan sistematis.
Kelemahan metode sosiodrama, antara lain:
a.       Metode sosiodrama memerlukan waktu cukup banyak.
b.       Memerlukan persiapan yang teliti dan matang.
c.       Peserta didik kadang tidak mau mendramatisasikan, karena malu dan takut.
d.      Bila pelaksanaan dramatisasi gagal, maka tidak akan mendapatkan suatu kesimpulan.[81]
Jadi metode sosiodrama atau bermain peran ini digunakan untuk menerangkan suatu peristiwa yang di dalamnya menyangkut orang banyak. Metode sosiodrama ini dapat dilaksanakan dalam bidang pendidikan agama mata pelajaran sejarah Islam. Misalnya: bagaimana sikap sahabat Nabi Muhammad SAW diantaranya Umar bin Khattab tatkala akan masuk Islam. Setelah mendengarkan ayat-ayat al-Qur’an yang dibaca oleh adiknya, maka tergugahlah untuk memeluk Islam.[82]

6.      Metode Pemberian Tugas
Metode pemberian tugas disebut juga dengan metode pekerjaan rumah merupakan metode interaksi edukatif, di mana peserta didik diberi tugas khusus di luar jam-jam pelajaran. Ada beberapa kelebihan dalam metode ini :
1.       Sangat efektif untuk mengisi waktu luang dengan kegiatan-kegiatan yang konstruktif.
2.       Memupuk rasa tanggung jawab dalam segala bentuk tugas pekerjaan.
3.       Memberi kebiasaan pada peserta didik untuk giat belajar.
Sebagai metode edukatif metode ini mempunyai beberapa kelemahan:
1.             Apabila tidak dikontrol secara baik, tugas yang seharusnya dikerjakan peserta didik dikerjakan oleh orang lain, sehingga peserta didik tidak tahu tentang tugasnya. Hal ini tidak akan tercapai tujuan pelajaran.
2.             Sulit memberikan tugas karena perbedaan individual murid dalam kemampuan dan minat belajarnya.
3.             Peserta didik sering tidak mengerjakan sendiri tugas yang menjadi tanggung jawabnya, karena hanya menyalin atau meniru hasil pekerjaan temannya.[83]
Cara pemberian tugas dapat dilakukan : peserta didik diberi tugas mempelajari dari buku teks, secara kelompok atau secara perorangan, diberi waktu untuk mengerjakannya kemudian peserta didik mempertanggung jawabkan nya.[84]

C. Multiple Intelligence Dalam Perspektif PAI      
Multiple intelligence merupakan sebuah pendekatan pada kecerdasan setiap individu. Setiap individu memiliki tujuh kecerdasan, sedangkan manusia biasanya hanya dapat menggunakan satu atau dua kecerdasan. Kecerdasan ganda ini dapat berkembang pada proses belajar di kelas. Peserta didik dapat mengembangkan bermacam-macam kecerdasan ganda dengan bantuan pendidik yang harus memahami potensi-potensi kecerdasan ganda yang dimiliki oleh peserta didik.
Kecerdasan berarti kemampuan untuk memecahkan masalah dan menciptakan produk yang mempunyai nilai budaya.[85] Definisi lain dari kecerdasan adalah kapasitas seseorang untuk memperoleh pengetahuan (yakni belajar dan memahami), mengaplikasikan pengetahuan (memecahkan masalah) dan melakukan penalaran abstrak.[86]
Pendekatan kecerdasan ganda berbeda dengan pembelajaran konvensional yang terlalu menekankan pada pendidik. Pada pembelajaran kecerdasan ganda, pembelajaran lebih bersifat pada peserta didik, situasi dan kepentingan peserta didik, serta kemampuan intelektual peserta didik bukan kepada  pendidik. Maka pendekatannya juga lebih personal dan bukan umum. Peserta didik diperhatikan bakat, keunggulan dan kelemahannya. Sehingga pendidik harus menggunakan berbagai pendekatan  belajar, bukan hanya ceramah atau menghitung. Hal yang sama juga diungkapkan Suparlan bahwa dalam pembelajaran pendidik yang mengajar secara klasik tanpa pernah memperhatikan perbedaan individual peserta didik. Di mana fungsi pendidik seharusnya memberikan fasilitas agar anak didik dapat berkembang secara maksimal selaras dengan tipe kecerdasan yang mereka miliki.[87]
Pendidik juga harus menerapkan metode pembelajaran yang tepat, sehingga peserta didik mampu dalam mengikuti proses belajar. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah : (1) Mengerakkan aktivitas dan kreativitas pendidikan, orang tua dan peserta didik dalam proses belajar mengajar. (2) Mengaktualisasikan potensi kecerdasan ganda pada setiap peserta didik dengan kerjasama pendidik dan orang tua. (3) Memberikan bahan pelajaran sesuai dengan irama dan kemampuan setiap peserta didik.[88]
Salah satu implikasi dalam teori kecerdasan ganda adalah adanya tanggung jawab lembaga-lembaga pendidikan untuk memperhatikan bakat masing-masing peserta didik. Selain di sekolah banyak hal yang penting bagi peserta didik untuk menemukan, setidaknya satu kemampuan. Hal ini akan menimbulkan kegembiraan dalam proses belajar juga akan membangkitkan ketekunan  dan upaya-upaya yang perlu bagi penguasaan suatu ilmu, serta akan meningkatkan daya  cipta mereka. Sebaliknya jika para peserta didik tidak menemukan satu atau beberapa bidang yang mereka minati, mereka tidak akan pernah mengembangkan kecintaan mereka terhadap belajar dan akan menjalani sekolah tanpa tujuan, bahkan akan mengabaikan pendidikan formal.[89]
Pendidikan Islam menurut Malik Fadjar dapat dirumuskan sebagai suatu upaya yang sistematis dalam mengejawantahkan nilai-nilai Islami, yaitu pendidikan yang berusaha mentransformasikan pengetahuan dan nilai-nilai ajaran Islam dari satu generasi ke generasi selanjutnya.[90]
Pendidikan Islam dapat menggabungkan antara pandangan Islam dengan pemikiran pendidikan modern sepanjang memiliki relevansi yang kuat dalam merekonstruksi pemikiran pendidikannya. Pendidikan Islam harus mendesain “kurikulum dan silabi” yang tidak hanya tradisi normatif klasik, tetapi juga mencakup ilmu-ilmu sosial dalam konteks kekinian dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan.[91] Yaitu dengan menggunakan pendekatan kecerdasan ganda.
Kurikulum dan metode merupakan elemen penting dalam proses belajar mengajar. Kehidupan yang dialami oleh peserta didik, menyebabkan peserta didik tidak peka terhadap perkembangan globalisasi, sehingga sekolah tersebut “gagal” untuk mengantarkan peserta didiknya untuk menjadi anak yang cerdas, tanggap dan bersaing.[92] Pendekatan kecerdasan ganda berarti mengembangkan kurikulum dan menggunakan pengajaran yang sesuai dengan minat dan bakat peserta didik. Peserta didik diberi pilihan berbagai cara untuk belajar dan mereka berbagi tanggung jawab untuk pembelajaran mereka.[93]
Berikut ini contoh pendekatan kecerdasan ganda peserta didik dalam PAI :
a.       Peserta didik dengan kecerdasan linguistik, pada mata pelajaran bahasa arab peserta didik mampu menghafal kosakata.
b.       Peserta didik dengan kecerdasan logis matematis, dapat menghitung zakat dalam pelajaran fiqih.
c.       Peserta didik dengan kecerdasan visual, memahami materi pelajaran dengan memutar film-film kisah nabi, dalam mata pelajaran SKI.
d.      Peserta didik dengan kecerdasan kinestetik, dengan mendemonstrasikan gerakan salat atau wudhu, pada mata pelajaran fiqih.
e.       Peserta didik dengan kecerdasan musik, mampu menggunakan alat musik, maupun diiringi lagu-lagu Islam saat pelajaran.
f.        Peserta didik dengan kecerdasan interpersonal, bekerjasama untuk maju hafalan kosakata dalam pelajaran bahasa Arab.
g.       Peserta didik dengan kecerdasan intrapersonal, peserta didik senang mengerjakan tugas secara individu atau ke perpustakaan.
Yang menarik dari Al-Qur’an adalah bahwa kitab suci ini tidak saja memberikan pandangan persepsionalnya, tetapi juga metode-metode pokok, bagaimana seharusnya pendidikan yang tepat diberikan kepada anak untuk mencapai aktualisasi kecerdasan dan peran manusia yang sempurna. Dengan demikian dapat mengaplikasikan prinsip-prinsip dan penerapan kecerdasan tersebut dalam kehidupan nyata.[94]
Dalam kaitan antara multiple intelligence dalam PAI, kecerdasan ganda merupakan pendekatan yang memperhatikan kecerdasan yang dimiliki oleh peserta didik. Ini dapat dilakukan dalam proses pembelajaran PAI. Setiap peserta didik mempunyai berbagai kecerdasan yang berbeda, oleh karena itu sebagai pendidik mempunyai tugas dalam mendidik mereka dalam perkembangannya, pendidik perlu mengenali dan menyesuaikan dengan keadaan mereka. Artinya pendidik perlu menggunakan berbagai variasi pendekatan dalam pendidikan agama Islam. Pendidik membantu peserta didik dalam menggunakan kecerdasan yang dimiliki dalam proses pembelajaran sehingga peserta didik mampu mengoptimalisasikannya.
Artinya pendidik perlu menggunakan berbagai variasi dalam pembelajaran PAI dengan pendekatan multiple intelligence. Seperti dalam mengajar pendidik menggunakan metode diskusi dan pendekatan interpersonal. Dimana peserta didik dengan kecerdasan interpersonal mempunyai sifat suka bekerjasama dan terbuka sehingga dapat menciptakan proses pembelajaran secara berkelompok. Pendidik menggunakan metode sosiodrama kepada peserta didik kinestetik, siswa dijadikan sebagai subjek dalam proses belajar. Sebagai contoh mata pelajaran sejarah kebudayaan Islam, peserta didik dapat memerankan penokohan dalam cerita dalam cerita secara langsung. Sehingga peserta didik memahami pelajaran yang sedang berlangsung. Siswa yang mempunyai kecerdasan lain dapat ikut serta agar menggali kecerdasan-kecerdasan mereka yang lain, karena kecerdasan dapat berkembang sesuai dengan kebiasaan yang dilakukan oleh peserta didik.



[1] Paul Suparno, Teori Inteligensi Ganda, dan Aplikasinya di Sekolah, (Yogyakarta: Kanisius 2004), Cet. I, hlm. 17.
[2] Howard Gardner, Changing Minds, Seni Mengubah Pikiran Kita dan Orang Lain, (Jakarta: Transmedia, 2006), hlm. 36.
[3] http: //www.mitest.com/omultint.htm.
[4] Howard Gardner, Multiple Intelligence : The Theory in Practice, (USA: Basic Books, 1993), hlm. 14.
[5] Linda Campbell, Bruce Campbell dan Dee Dickinson, Metode Praktis Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligence, (Depok: Intuisi Press, 2006), hlm. 2.
[6] Julia Jasmine, Panduan Praktis Mengajar Berbasis Multiple Intelligences, (Bandung: Nuansa, 2007), hlm. 11-12.
[7] Mumbiar Agustin, “Mencoba Mengembangkan Potensi Kecerdasan Jamak Pada Anak”. http://www.Pikiran-rakyat.com/cetak/2006/092006/21/0703.htm.
[8] Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran, Mengembangkan Standar Kompetensi Pendidik, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), Cet. Ke-2, hlm. 3.
[9] Syaifudin Nurdin, Model Pembelajaran Yang Memperhatikan Keragaman Individu Siswa  dalam KBK, (Jakarta: Quantum Teaching, 2003), hlm. 1.
[10] Linda Campbell, Bruce Campbell, Dee Dickinson, Metode Praktis Pembelajaran Berbasis multiple Intellegence, (Depok: Intuisi Press, 2006), hlm. 1-2.
[11] Andyda Meliala, Anak Ajaib, Temukan dan Kembangkan Keajaiban Anak Anda Melalui Kecerdasan Majemuk, (Yogyakarta: Andi, 2004), hlm. 31-32.
[12] Bob Samples, Revolusi Belajar untuk Anak : Panduan Belajar Sambil Bermain Untuk Membuka Pikiran Anak-anak Anda, (Bandung: Kaifa, 2002), Terj. Hlm. 145.
[13] Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik dan Implementasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), Cet. 8, hlm. 21.
[14] Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), Cet. I, hlm. 59.
[15] Sama’un Bakry, Menggagas Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2005), hlm. 33.
[16] Syamsul Ma’arif, Revitalisasi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), hlm. 51-53.
[17] Wojowasito dan Poerwadarminta, Kamus Lengkap Inggris-Indonesia, (Bandung: Hasta, 1982), hlm. 102.
[18] Linda Campbell, Bruce Campbell dan Dee Dickinson, Metode Praktis Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligence, (Depok: Intuisi Press, 2006), hlm. 2.
[19] Thomas Armstrong, 7 Kinds of  Smart Menemukan dan Meningkatkan Kecerdasan Anda Berdasarkan Teori MI, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002), hlm. 3.
[20] Howard Gardner, Changing Minds, Seni Mengubah Pikiran Kita dan Orang Lain, (Jakarta: Transmedia, 2006), hlm. 39.
[21] N. Tientje dan Yul Iskandar, Pendidikan anak Usia Dini Untuk Mengembangkan Multiple Intelligensi, (Jakarta: Dharma Graha, 2004), hlm.38.
[22] Linda Campbell, Bruce dan Dee Dickinson, Metode Praktis Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligence, (Jakarta: Intuisi Press, 2006), hlm. 10.
[23] N. Tientje dan Yul Iskandar, Op. Cit., hlm. 39.
[24] Ibid, hlm. 2.
[25] Thomas Armstrong, 7 Kinds of  Smart Menemukan dan Meningkatkan Kecerdasan Anda Berdasarkan Teori MI, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002), hlm. 3.
[26] N. Tientje dan Yul Iskandar, Pendidikan Anak Usia Dini Untuk Mengembangkan Multiple Intelligence, (Jakarta: Dharma Graha, 2004), hlm. 38.
[27] Thomas Armstrong, Setiap Anak Cerdas: Panduan Membantu Anak Belajar dengan Memanfaatkan Multiple Intelligencenya,  (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005), hlm. 20.
[28] Adi W. Gunawan, Genius Learning Starategy, Petunjuk Praktis Untuk Menerapkan Accelarated Learning, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004), hlm. 234-235.
[29] Paul Suparno, Teori Intelligence ganda dan Aplikasinya di Sekolah, (Yogyakarta: Kanisius, 2004), Cet. I., hlm. 34.
[30] Adi W. Gunawan, Genius Learning Starategy,Petunjuk Praktis Untuk Menerapkan Accelarated Learning, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004), hlm. 240-241.
[31] Linda Campbell, Bruce dan Dee Dickson, Metode Praktis Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligence, (Jakarta: Intuisi Press, 2006), hlm. 78-86.
[32] Hernowo, Andaikan Buku itu Sepotong Pizza, Rangsangan Baru Untuk Melejitkan Word Smart (Bandung: Kaifa, 2004), Cet. III., hlm. Viii.
[33] Paul Suparno, Teori Intelligence ganda dan Aplikasinya di Sekolah, (Yogyakarta: Kanisius, 2004), Cet. I, hlm. 36-37.
[34] Thomas Armstrong, Sekolah Para Juara: Menerapkan Multiple Intelligence di Dunia Pendidikan, (Bandung: Kaifa, 2002), terj., hlm. 13.
[35] Linda Campbell, Bruce Campbell dan Dee Dickinson, Metode Praktis Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligence, (Depok: Intuisi Press, 2006), hlm. 145-147.
[36] Paul Suparno, Op. Cit.,hlm. 39.
[37] N. Tientje dan Yul Iskandar, Pendidikan Anak Usia Dini Untuk Mengembangkan Multiple Intelligence, (Jakarta: Dharma Graha, 2004), hlm. 39.
[38] Thomas Armstrong, “ Sekolah Para Juara: Menerapkan Multiple Intelligence di Dunia Pendidikan, (Bandung: Kaifa, 2002), terj., hlm. 13.

[39] Julia Jasmine, Panduan Praktis Mengajar Berbasis MI, (Bandung: Nuansa, 2007), Cet. I., hlm. 27-28.
[40] Linda Campbell, Bruce Campbell dan Dee Dickinson, Metode Praktis Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligence, (Jakarta: Intuisi Press, 2006), hlm. 201-217.
[41] Thomas Armstrong, “ Sekolah Para Juara: Menerapkan Multiple Intelligence di Dunia Pendidikan, Op. cit., hlm. 13.


[42] Fuad Nashori, Potensi-potensi Manusia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), Cet. I., hlm. 119-120.
[43] Dimitri Mahayana, Quantum Quotent, (Bandung : Nuansa, 2005), Cet. 6., hlm. 37.
[44] Bobbi De porter dan Mike Hernacki, Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan, (Bandung : Kaifa, 1999), Cet. V, hlm. 26.
[45] Departemen Agama, Al-Qur’an al-Karim dan Terjemahannya, (Semarang: Toha Putra, 1996), hlm. 478.
[46] Adi W. Gunawan, Loc. Cit., hlm. 22
[47] Bobbi De Porter dan Mike Hernacki, Quantum Learning, : Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan, (Bandung: Kaifa, 1999), Terj., Cet. V., hlm. 26-28.
[48] Amir Tengku Ramly, Pumping Talent: Memahami Diri, Memompa Bakat, (Jakarta: Kawan Pustaka, 2005), Cet. II., hlm. 45.
[49] Dimitri Mahayana, Quantum Quotient, (Bandung: nuansa, 2005), Cet. 6, hlm. 43.
[50] Andyana Meliala, Anak Ajaib, Temukan dan Kembangkan Keajaiban Anak Anda Melalui Kecerdasan Majemuk, (Yogyakarta: Andi, 2004), hlm. 24.
[51] Amir Tengku Ramly, Pumping Talent: Memahami Diri, Memompa Bakat, (Jakarta: Kawan Pustaka, 2005), Cet. II., hlm. 44.
[52] M. Yaniyullah Delta, Melejitkan Kecerdasan Hati dan Otak Menurut Petunuk Al-Qur’an dan Neourologi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 41.
[53] Adi W. Gunawan, Born to Be a Genius, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003), hlm. 24-25.
[54] Ary Ginanjar Agustian, ESQ POWER, Sebuah Inner Journey Melalui Al-Hasan, (Jakarta: Arga, 2003), hlm. 60.
[55] Bobbi De Potter dan Mike Hernackl, Quantum Learning : Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan, (Bandung: Kaifa: 1999), hlm. 30.
[56] Adi W. Gunawan, Loc. Cit, hlm. 24-26.
[57] Adi W. Gunawan, Born to Be a Genius, (Jakarta: Gramedia Putaka Utama, 2003), hlm. 26-27.
[58] Melvin L. Silberman, Active Learning: 101 Cara Belajar Siswa Aktif, (Bandung: Nuansa, 2004), terj., hlm. 19.
[59] Thomas Armstrong, Setiap Anak Cerdas: Panduan membantu Anak Belajar Dengan Memanfaatkan Multiple Intelligence-nya, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005) terj., hlm.77-80.
[60] Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi (Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004), (Bandung: Remaja rosdakarya, 2004), hlm. 130.
[61] Ibid, hlm. 132.
[62] Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya,2004), hlm.132.

                [63] Departemen Agama, Al-Qur’an al-Karim dan Terjemahannya, (Semarang: Toha putra, 1996), hlm. 224.
                [64]  Tim Dosen FIP-IKIP Malang, Pengantar Dasar-dasar Kependidikan, (Surabaya: Usaha Nasional,1980), hlm. 137-138.
                [65] Burhanuddin Salam, Pengantar Pedagogik (Dasar-dasar Ilmu Mendidik), (Jakarta: PT.Rineka Cipta,1997), hlm.97-101.

[66] Zuhairimi, dkk., Metodologi Pendidikan Agama, (Solo: Ramadhani, 1993), hlm. 17.
[67] Hafni Ladjid, Pengembangan Kurikulum Menuju Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Quantum Teaching, 2005), hlm. 58.
[68] Depdiknas, Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas, 2004).
[69] Syamsul Ma’arif, Revitalisasi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), Cet., I, hlm. 35-34.
[70] Zuhairini, dkk., Metodologi Pendidikan Agama, (Solo: Ramadhani, 1993), hlm. 61.
[71] Abd. Rachman Shaleh, Didaktik Pendidikan Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 92),  hlm. 81.
[72] Zuhairini, dkk., Metodologi Pendidikan Agama, (Solo: Ramadhani, 1993), hlm. 74-75.
[73] Abd. Rachman Shaleh, Didaktik Pendidikan Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 92), hlm. 77-78.
                [74] Winarno Surakhmad, Dasar dan Teknik Interaksi Mengajar dan Belajar, (Bandung: Tarsito,1973), Cet.3, hlm.102.
[75] Ibid, hlm. 76.
[76] Abd. Rahman Shaleh, op.cit, hlm. 81.
                [77]  Winarno Surakhmad, Dasar dan Teknik Interaksi Mengajar dan Belajar, (Bandung: Tarsito,1973), Cet.3, hlm.104.
[78] Abd. Rahman Shaleh, Op. Cit., hlm. 84-85.
[79] Zuhairini, dkk., Metodologi Pendidikan Agama, (Solo: Ramadhani, 1993), hlm. 82-83.
[80] Abd. Rahman Shaleh, Loc. Cit., hlm.85.
[81] Ibid, hlm. 90.
                [82] Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam,Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: 1985), cet.2, hlm. 236.
[83] Zuhairini, dkk., Metodologi Pendidikan Agama, (Solo: Ramadhani, 1993), hlm. 84-85.
                [84] Ibid, hlm.234.
[85] Thomas Amstrong, Setiap Anak Cerdas, Panduan Membantu Anak Belajar dengan Memanfaatkan MI-nya, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005), hlm 19.
[86] George Boeree, Belajar dan cerdas Bersama Psikolog Dunia, (yogyakarta: Prisma Shopie, 2006), Cet. I., hlm. 125.
[87] Suparlan, Mencerdaskan Kehidupan Bangsa Dari Konsepsi Sampai Dengan Implementasi, (Yogyakarta: Hikayat, 2004), hlm. 146.
[88] N. Tientje dan Yul Iskandar, PADU Untuk Mengembangkan MI, (Jakarta: Dharma Graha, 2004), hlm. 72-73.
[89] Linda Campbell, Bruce Campbell dan Dee Dickson, Metode Praktis Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligence, (Jakarta: Intuisi Press, 2006), hlm. 308.
[90] Samaun Bakry, Menggagas Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2005), hlm. 11.
[91] Syamsul Ma’arif, Revitalisasi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), hlm. 13-17.
[92] Ibid, hlm. 43.
[93] Thomas R. Hoer, Buku Kerja Multiple Intelligence, (Bandung: Kaifa, 2007), Terj., Cet. I., hlm. 31-32.
[94] Ibid, hlm. 89.

0 Response to "KONSEP UMUM MULTIPLE INTELLIGENCE DAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM"

Post a Comment