KOMPETENSI KEILMUAN ISLAM GURU TERHADAP
PEMBELAJARAN ILMU FIQIH
A.
Kompetensi Keilmuan Islam
1. Pengertian Kompetensi
Keilmuan Islam
Pengertian dasar
kompetensi (competency) adalah kemampuan atau kecakapan. Padanan kata
yang berasal dari bahasa Inggris ini cukup banyak dan yang lebih relevan dengan
pembahasan ini ialah kata proficiency dan ability yang memiliki
arti kurang lebih sama yaitu kemampuan.
Di samping
berarti kemampuan, kompetensi juga berarti : ……..the state of being legally
competent arqualified (Meleod, 1989), yakni keadaan berwewenang atau
memenuhi syarat menurut ketentuan hukum. Adapun kompetensi guru (teacher
competency) menurut Barlaw (1985), ialah The ability of a teacher to
responsibly perform has or her duties appropriately. Artinya, kkompetensi
guru merupakan kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajuban-kewajibannya
secara bertanggung jawab dan layak. Jadi, kompetensi profesionalisme guru dapat
diartikan sebagai kemampuan dan kewenangan guru dalam menjalankan profesi
keguruannya/guru yang piawai dalam melaksanakan profesinya. Selanjutnya kata
“profesionalisme” yang mengiringi kata kompetensi dapat dipahami sebagai
kualitas dan tindak tanduk khusus yang merupakan ciri orang profesional.[1]
Pendekatan karakteristik
memandang bahwa profesi mempunyai seperangkat elemen inti yang membedakannya
dari pekerjaan lainnya. Hasil studi beberapa ahli mengenai sifat atau
karakteristik profesi itu menghasilkan kesimpulan berikut ini :
a. Kemampuan intelektual yang
diperoleh melalui pendidikan.
b. Memiliki pengetahuan
spesialisasi.
c. Memiliki pengetahuan
praktis yang dapat digunakan langsung oleh orang lain.
d. Memiliki teknik kerja yang
dapat dikomunikasikan.
e. Memiliki kapasitas
mengorganisasikan kerja secara mandiri.
f. Mementingkan kepentingan
orang lain.
g. Memiliki kode etik.
h. Memiliki sanksi dan
tanggung jawab komunito
i.
Mempunyai sistem upah
Berdasarkan
pertimbangan di atas, maka kompetensi guru profesional (kompeten dalam ilmu
Islam) adalah guru yang dapat melaksanakan tugas keguruan dengan semangat dan
kemampuan tinggi (profesiensi) bidang pengetahuan yang telah dimilikinya
dijadikannya sebagai sumber kehidupan.
Kata keilmuan
Islam berasal dari kata ilmu dan Islam. Klasifikasi ilmu pengetahuan (science)
pada garis besarnya dapat dibagi 3 bagian besar :
1. Ilmu-ilmu kealaman (natural
science) seperti : kimia, fisika, matematika, biologi, antropologi fisik,
geologi, astronomi, ilmu kedokteran dan lain sebagainya.
2. Ilmu-ilmu kemasyarakatan (social
science) seperti : sosiologi, antropologi budaya/sosial, ilmu bumi sosial,
psikologi sosial, ilmu hukum, ilmu ekonomi, ilmu sejarah, ilmu publisistik dan
jurnalistik.
3. Ilmu-ilmu kemanusiaan (humanioro,
humanities studies) seperti : ilmu filsafat, ilmu bahasa, ilmu agama, studi
seni.[3]
Sedangkan menurut Al-Ghozali
dalam Ihya’ Ulumudin yang dikutip oleh Abidin Ibnu Rusn dalam Pemikiran Al Ghozali tentang pendidikan membagi ilmu
menjadi 3 :
1. Epistemologi Syar’iyah Ushul Kitab
Sunnah
Ijma’
Atsar
Furu’ Dunia
Akhirat Mukasyafah
Muammalah
Diri
Tuhan
Dunia
Akhirat
Muqaddimah Bahasa
Tata Bahasa
Mutammimah Qiro’at
Tafsir
Aqliyah Dharuri
Iktisabi Dunia
Akhirat
2. Ontologi Fardlu Ain
Tauhid
Syari'at
Sirri
Fardlu Kifayah Abadi Al-Qur'an Bacaan (Qiro’ah)
Hafalan
Tafsir
As-Sunnah
Sejarah Awal Islam (Atsar)
Sirah Nabi, Sahabat, Tabi’in
Ijma’
Filsafat Islam/Ilmu Kalam
Ushul Fiqih dan Fiqih
Tasawuf, Akhlak
Bahasa dan Tata Bahasa Arab
Al-Qur'an
Metafisika Islam
Berkembang Imajinatif
Alam
3. Aksiologi Terpuji
Terapan
Mubah Praktis
Tercela [4]
Klasifikasi tersebut
menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan Islam, baik yang bersifat eksternal
sekalipun memiliki ciri sakral, selama ilmu setia pada prinsip-prinsip
kewahyuan, karena semua ilmu pengetahuan bersumber dari firman Allah seperti
yang dinyatakan dalam wahyu pertama yang diturunkan kepada Rasulullah SAW dalam
surat Al-Alaq 1-5 :
اِقْرْأْ
بِاسْمِ رَبِّك الَّذِىْ خَلَقَ. خَلَقَ اْلاِنْسنَ مِنْ عَلَقٍ. اِقْرَأْ
وَرَبُّكَ اْلاَكْرَمُ. اَلَّذِىْ عَلَّمَ بِالْقَلَمِ. عَلَّمَ اْلاِنْسنَ
مَالَمْ يَعْلَمُ.
Artinya : “Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia
dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah Yang Paling Pemurah, Yang Mengajar
(manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada mnd apa yang tidak
diketahuinya”. (Q.S. Al-Alaq : 1 – 5) [5]
Pengertian dalam
pandangan para ahli mempunyai pengertian sebagai berikut : [6]
1.
Ralph Ross dan Ernest Van Den
Haag, science is empirical, rational, general and cumulative and it is Allah
SWT four atau once (ilmu adalah sesuatu yang empiris, rasional, umum dan
kumulatif dan keempatnya serempak).
2.
Zakiah Daradjat, et.al. dalam
bukunya “Agama Islam” merumuskan ilmu adalah seperangkat rumusan pengembangan
pengetahuan yang dilaksanakan secara obyektif, memperoleh dengan pendekatan
deduktif atau induktif yang dimanfaatkan untuk memperoleh keselamatan, kebahagiaan
dan pengamatan manusia yang berasal dari Tuhan dan disimpulkan oleh manusia
melalui hasil penemuan pemikiran dari para ahli.
Sedangkan
Islam berasal dari kata “salama” yang artinya damai atau selamat. Menurut
istilah, Islam berarti ketundukan dan kepatuhan kepada peraturan-peraturan
Allah yang disampaikan melalui Nabi Muhammad SAW, untuk mencapai keselamatan
dan kesejahteraan hidup, baik di dunia maupun di akhirat.[7]
Jadi kompetensi keilmuan
Islam adalah suatu kemampuan rumusan pengembangan pengetahuan yang dilaksanakan
secara obyektif, sistematis baik dengan pendekatan induktif atau deduktif yang
sesuai dengan peraturan-peraturan Allah untuk mencapai keselamatan dan
kesejahteraan hidup baik di dunia dan di akhirat. Yang dimaksud kompetensi
keilmuan Islam dalam skripsi ini yaitu suatu cara melaksanakan dan menyampaikan
suatu bidang kajian ilmu (materi pelajaran) yang disesuaikan dengan anak didik
dan materi pelajaran guna mencapai suatu tujuan pendidikan.
2. Kompetensi Guru
Kompetensi
adalah suatu hal yang menggambarkan kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik
yang kualitatif maupun kuantitatif. Guru agama yang kompeten akan lebih mampu
menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan akan lebih mampu mengelola
kelasnya sehingga hasil belajar siswa berada pada tingkat optimal.[8]
Berdasarkan pada
hal tersebut, maka guru yang kompeten harus menguasai dua kemampuan
(kompetensi) :
a. Kurikulum
Kurikulum dalam
pengertian mutakhir adalah semua kegiatan yang memberikan pengalaman kepada
siswa (anak didik) di bawah bimbingan dan tanggung jawah sekolah, baik di luar
sekolah maupun di dalam lingkungan dinding sekolah.[9]
Sedangkan dalam bukunya Syafrudin Nurdin dan Basyirudin Usman menyatakan bahwa
kurikulum merupakan aktivitas apa saja yang dilakukan sekolah dalam rangka mempengaruhi
anak dalam belajar untuk mencapai suatu tujuan, termasuk di dalamnya kegiatan
belajar mengajar, mengatur strategi dalam proses belajar mengajar, cara
mengevaluasi program pengembangan pengajaran dan sebagainya.[10]
Prinsip-prinsip
kurikulum diantaranya : [11]
1) Prinsip fleksibilitas
program : suatu prinsip yang bertujuan agar supaya guru memperhatikan keadaan
anak didik, metode mengajar, faktor lingkungan serta perkembangan pengetahuan
siswa.
2) Prinsip berorientasi pada
tujuan : suatu prinsip yang mengarah pada tujuan yang hendak dicapai baik oleh
guru ataupun siswa.
3) Prinsip efisien dan
efektivitas : suatu prinsip yang mengarah pada tujuan seoptimal mungkin oleh
murid dan guru.
4) Prinsip kontinuitas :
suatu prinsip yang berkelanjutan baik dari dasar, menengah dan atas.
Kompetensi
kurikulum yang harus dipahami oleh seorang guru mencakup beberapa hal :
1) Pengertian kurikulum.
2) Sistem penyajian dalam
proses belajar mengajar.
3) Sistem evaluasi
(penilaian), di mana seorang guru akan menilai seorang anak didik ataupun cara
mengajarnya setiap berakhir sesuatu satuan pelajaran.
4) Sistem bimbingan dan
penyuluhan, di mana seorang guru mampu memecahkan persoalan yang dihadapi anak
didik.
5) Sistem supervisi dan
administrasi pendidikan.
6) Garis-garis besar program
pengajaran, di sini seorang guru harus mampu merumuskan tujuan madrasah,
merumuskan tujuan instruksional umum, merumuskan pokok-pokok bahasan yang
dikembangkan dan urut-urutan penyampaian bahan.
b. Bidang studi
Dalam kompetensi bidang studi ini
seorang guru harus mengetahui arti dan isi bidang studi yang akan diajarkannya.
Bidang studi menurut istilah lama di sebut mata pelajaran. Bidang studi di sini
berisi kesimpulan dari pokok-pokok bahasan dan subpokok bahasan yang memuat
sejumlah mata pelajaran yang dianggap erat hubungannya dalam pembahasannya.
Yang penulis maksud dalam hal ini adalah
guru harus tahu asal usul dan pengembangan bidang studi yang akan diajarkannya
itu. Terutama tahu isi bidang studi dan media yang akan digunakannya. Dalam hal
ini harus ada kemampuan dari segi penguasaan materinya, pengembangannya,
ketrampilan, mengajarkannya, kesanggupan menggunakan media pengajaran yang
tersedia dan mencari atau menciptakan alat pengajaran darurat, bila alat
pengajaran tidak ada. Ia harus tahu tujuan bidang studi itu diajarkan tahu dan
terampil mengevaluasinya. Bila tujuan kurikuler dan tujuan instruksional
umumnya belum tertuang dalam kurikulum, ia juga harus dapat merumuskannya
dengan mengembangkan tujuan instruksional. Bila tujuan kurikuler dan tujuan
instruksional umum sudah ada, ia harus merumuskan tujuan instruksional
khususnya. Guru harus dapat membaca dan menggunakan GBPP yang dimuat dalam
kurikulum. Ia juga harus dapat menyusun dan mengelompokkan materi pelajaran
yang terdapat dalam pokok bahasan, kemudian mangatur urutan materi itu menurut urutan yang logis mudah
ditanggapi dan dicernakan dalam kegiatan belajar mengajar.[12]
Keberhasilan pengajaran sangat
tergantung kepada keserasian penggunaan semua komponen pengajaran secara
terpadu. Guru harus dapat mengukur dan menilai hasil kegiatan pengajarannya
dengan merumuskan dan melaksanakan evaluasi yang tepat.
Penguasaan dan ketrampilan mengajar
suatu bidang studi dengan semua media dan cara pelaksanaan kegiatan pengajaran
merupakan kompetensi guru. Kalau ia punya ilmu dan keterampilan melaksanakan
kegiatan pengajaran, berarti ia kompeten melaksanakan tugas mengajar.
B.
Kompetensi Keilmuan Islam Guru
dalam Proses Pembelajaran
Dalam pendidikan Islam, peranan guru,
terutama untuk pendidikan dasar dan menengah
masih cukup besar. Walaupun masih banyak variabel lain yang mempengaruhi
kualitas hasil pendidikan. Namun guru masih mendominasi, bahkan di beberapa
lembaga pendidikan tidak jarang guru masih berperan sebagai satu-satunya sumber
belajar bagi peserta didik. Karena itu cukup beralasan adanya upaya peningkatan
kualitas tampilan guru di depan kelas akan berpengaruh terhadap kualitas
pendidikan.[13]
Oleh karena itu guru harus mempunyai
cara dan langkah yang baik dan efisien dengan tujuan supaya dalam proses
belajar mengajar yang dilakukan antara guru dan siswa mencapai hasil yang
tertinggi dan pasti baik dalam segi kuantitas dan kualitas.
Adapun macam-macam kompetensi guru yang
akan diuraikan dalam skripsi ini meliputi: cara merencanakan pengajaran
(mendesain instruksional), cara melaksanakan proses belajar mengajar, cara
mengevaluasi hasil belajar, kompetensi afektif guru. Kompetensi psikomotorik
guru dan aspek religi guru.
1.
Merencanakan
Pengajaran atau Mendesain Instruksional
Perencanaan adalah pemetaan
langkah-langkah ke arah tujuan. Perencanaan sangat diperlukan guru karena
alokasi sumber, terutama jatah waktu yang terbatas.
Yang dimaksud dengan desain
instruksional adalah suatu perencanaan pengajaran dengan menggunakan pendekatan
sistem.[14]
Pendekatan sistem yang ada dalam perencanaan pengajaran yang diwujudkan dalam
bentuk satuan pembelajaran sekurang-kurangnya mencakup tujuan mengajar yang
diharapkan, materi (bahan) pelajaran yang akan diberikan, strategi (metode)
mengajar yang akan diterapkan dan prosedur evaluasi yang akan dilakukan dalam
menilai hasil belajar siswa.[15]
Dalam model satuan pembelajaran komponen
utamanya adalah mencakup hal-hal berikut :
1.
Bidang studi
2.
Sub-bidang
studi
3.
Pokok bahasan
4.
Kelas
5.
Semester/cawu
6.
Waktu
7.
TIU (Tujuan
Instruksional Umum)
8.
TIK (Tujuan
Instruksional Khusus)
9.
Materi
Pelajaran
10.
Kegiatan
Belajar Mengajar
11.
Metode
Mengajar
12.
Alat/ Sumber
Belajar
13.
Evaluasi [16]
Dalam menyusun satuan pembelajaran ini harus
ada unsur entering behavior. Entering behavior ini sebenarnya
harus dipertimbangkan sebelum guru merumuskan TIK. Entering behavior
merupakan uraian tentang situasi permulaan menyangkut keadaan siswa yang akan
menerima pelajaran; keadaan yang akan mengajarkan; keadaan situasi kelas dan
kondisi sekolah di mana proses belajar mengajar akan berlangsung. Situasi ini
harus digambarkan dan dikemukakan apa adanya, yakni situasi konkrit yang
relevan dengan tujuan pengajaran.
Perencanaan pengajaran yang dipersiapkan
oleh guru pada dasarnya berfungsi untuk :
1.
Menentukan
arah kegiatan pengajaran/pembelajaran
2.
Memberi isi
dan makna tujuan
3.
Menentukan
cara bagaimana mencapai tujuan yang ditetapkan, dan
4.
Mengukur
seberapa jauh tujuan itu telah tercapai dan tindakan apa yang harus dilakukan
apabila tujuan belum tercapai.[17]
Dengan perkataan lain, perencanaan
pengajaran (satuan pembelajaran) pada hakekatnya proyeksi atau prakiraan
mengenai apa yang akan dilakukan guru pada waktu mengajar.
2.
Melaksanakan
Proses Belajar Mengajar
Peran guru dalam pendidikan adalah
sangat penting mengingat tanpa adanya guru maka proses belajar mengajar tidak
terlaksana dengan baik, karena pada hakekatnya guru adalah :
1.
Guru
merupakan agen pembaharu
2.
Guru berperan
sebagai pemimpin dan pendukung nilai-nilai masyarakat
3.
Guru sebagai
fasilitator memungkinkan terciptannya kondisi yang baik bagi subyek didik yang
belajar
4.
Guru
bertanggung jawab atas tercapainya hasil belajar subyek didik
5.
Guru dituntut
untuk menjadi contoh dalam pengelolaan program belajar mengajar
6.
Guru
bertanggung jawab atas keprofesionalan kemampuan
7.
Menjunjung
tinggi kode etik profesionalisme guru [18]
Mengingat
begitu berat serta kompleksnya permasalahan yang dihadapi guru mengajar.
Kompetensi profesional yang ditampilkan oleh “pengajar” dalam PBM antara lain :
a.
Menggunakan
metode pembelajaran
Dalam kegiatan belajar mengajar guru
tidak harus terpaku pada satu metode, tetapi guru sebaiknya menggunakan metode
yang bervariasi agar jalannya pengajaran tidak membosankan.[19]
Disamping itu harus sesuai dengan tujuan khusus yang ingin dicapai.[20]
Efektifitas penggunaan metode dapat terjadi apabila ada kesesuaian antara metode
dengan semua komponen pengajaran yang diprogramkan dalam satuan pelajaran,
sebagai persiapan tertulis.[21]
b.
Menggunakan
alat pengajaran
Alat pengajaran adalah segala alat yang
dapat menunjang keefektifan dan efisiensi pengajaran.[22]
c.
Menggunakan
sumber pelajaran
Sumber-sumber bahan dan belajar adalah
segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai tempat di mana bahan pengjaran
terdapat atau asal untuk belajar seseorang.
Menurut Dr. Roestiyah N.K. sumber-sumber
belajar itu adalah:
a)
Manusia
(dalam keluarga, sekolah dan masyarakat)
b)
Buku/perpustakaan
c)
Mass media
(majalah, surat kabar, radio, TV dan lain-lain)
d)
Dalam
lingkungan
e)
Alat
pengajaran (buku pelajaran, peta, gambar, kaset, tape, papan tulis, kapur,
spidol dan lain-lain)
f)
Museum
(tempat penyimpanan benda-benda kuno)
Menurut
Sudirman N dkk, macam-macam sumber belajar sebagai berikut :
a)
Manusia (people)
b)
Bahan (materials)
c)
Lingkungan (setting)
d)
Alat dan
perlengkapan (tool and equipment)
e)
Aktivitas (activities)
1.
Pengajaran
berprogram
2.
Simulasi
3.
Karyawisata
4.
Sistem
pengajaran modul [23]
Menurut
Drs. Udin Sarifudin Winoputro, MA. dan Drs. Rustono Adiwinoto dalam bukunya
Syaiful Bahri Djamaroh dan Aswan Zain yang berjudul “Strategi Belajar Mengajar”
berpendapat bahwa terdapat sekurang-kurangnya lima macam sumber belajar yaitu:
a.
Manusia
b.
Buku/perpustakaan
c.
Media massa
d.
Alam
lingkungan
1)
Alam
lingkungan terbuka
2)
Alam
lingkungan sejarah atau peninggalan sejarah
3)
Alam
lingkungan manusia
e.
Media
pendidikan [24]
d.
Menyajikan
bahan pembelajaran
Dalam menyajikan bahan materi pelajaran,
guru harus terlebih dahulu menguasai bahan pelajaran tersebut. Penguasaan bahan
pelajaran meliputi bahan pelajaran pokok dan bahan pelajaran pelengkap, bahan
pelajaran harus sesuai dengan kebutuhan anak didik pada usia tertentu dalam
lingkungan tertentu pula.[25]
Penyesuaian akan kebutuhan anak didik
meliputi tingkat kematangan, kecerdasan, keadaan sosial ekonomi, lingkungan
sosial keluarga, kemampuan membaca, kebiasaan belajar, perhatian dan
motivasinya, serta pengalaman pendidikan sebelumnya.
Sedangkan situasi guru yang perlu
diperhatikan adalah pengetahuan guru tentang bahan pengajaran dan siswa,
kemampuan menggunakan strategi belajar mengajar, serta pandangan guru terhadap
siswa.
Situasi dan kondisi sekolah adalah
situasi belajar yang tepat, ketersediaan sarana dan prasarana media belajar.[26]
Pengetahuan guru tentang bahan
pengajaran meliputi dua pengetahuan :
1.
Pengetahuan
deklaratif : pengetahuan mengenai informasi faktual yang pada umumnya bersifat
statis-normatif dan dapat dijelaskan secara lisan/verbal. Isi pengetahuan ini
berupa konsep-konsep dan fakta yang dapat ditularkan kepada orang lain melalui
ekspresi tulisan atau lisan.
2.
Pengetahuan
prosedural adalah : pengetahuan yang mendasari kecakapan atau ketrampilan
perbuatan jasmaniah yang cenderung bersifat dinamis.[27]
Disamping mempunyai pengetahuan di atas,
seorang guru juga harus mempunyai pengetahuan kependidikan/keguruan.
Pengetahuan ini meliputi 2 macam, yaitu : pengetahuan umum yang meliputi (ilmu
pendidikan, psikologi pendidikan, administrasi pendidikan dan seterusnya).
Sedangkan pengetahuan khusus meliputi (metode mengajar, metode khusus
pengajaran materi tertentu, teknik evaluasi, praktik keguruan, dan sebagainya).[28]
Sedangkan yang paling mendukung adalah
pengetahuan atau wawasan medan keilmuan. Bagi seorang pendidik, perlu memiliki
wawasan yang luas tentang medan keilmuan yang terkait dengan tugas utamanya.
Sehingga ia mampu mengetahui sejauh mana peranan yang diharapkan darinya untuk
mencapai tujuan pendidikan lebih tinggi. Bentuk dari wawasan medan keilmuan di
sini adalah mengetahui ilmu-ilmu sejenis dan ilmu-ilmu bantu serta ilmu yang
terkaitdg bidang studi yang diajarkan. Mengetahui alur ilmu yang diajarkan
tersebut dengan segala fadhilahnya serta keterbatasannya. Sebab tidak semua
ilmu itu memiliki fadhilah yang sama, serta masing-masing ilmu memiliki
jangkauan yang terbatas sifatnya.[29]
Dalam Ilmu Fiqih adalah untuk
mengetahui kewajiban dan larangan bagi manusia dan kifiyahnya.
Pengetahuan
medan keilmuan akan mempermudah seorang guru dalam memenuhi komponen ketrampilan
mengajar. Komponen ketrampilan mengajar dapat dilihat dari segi materi :
a.
Interes adalah usaha guru untuk menarik/membawa perhatian siswa pada materi
pelajaran yang baru.
b.
Titik
pusat adalah bahwa apa yang diuraikan, dikemukakan dan
dijelaskan oleh guru benar-benar berpusat pada bahasa yang sedang digarap
bersama.
c.
Rantai
kognitif berarti urut-urutan atau sistematika dalam
penyampaian bahan pelajaran.
d.
Kontak berarti menyangkut hubungan batiniah antara guru dan siswa dalam
kaitannya dengan bahan yang sedang dibahas bersama.
e.
Mendorong dan
mengoptimalkan keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar
Aspek kompetensi mendorong dan
mengoptimalkan keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar terdiri atas :
a.
Menggunakan
prosedur yang melibatkan siswa pada awal pelajaran.
b.
Memberi
kesempatan pada siswa untuk berpartisipasi dalam proses belajar mengajar.
c. Memelihara
keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar misalnya menyediakan lembaran
kerja bagi setiap siswa.
d. Menguatkan upaya siswa
untuk memelihara keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar, misalnya
merespon secara positif siswa yang berpartisipasi.[31]
f. Mengorganisasi waktu dalam
proses belajar mengajar
Pada aspek
kompetensi ini, seorang pengajar diharapkan mampu menggunakan secara maksimum
waktu pengajaran yang telah dialokasikan.[32]
g. Melaksanakan penilaian
hasil belajar dalam proses belajar mengajar
Dalam hal ini aspek yang dilihat antara lain :
a. Perubahan pengetahuan,
sikap dan perilaku setelah menyelesaikan pengalaman belajarnya.
b. Kualitas dan kuantitas
penguasaan tujuan instruksional oleh para siswa.
c. Jumlah siswa yang dapat
mencapai tujuan instruksional minimal 75 dari jumlah instruksional yang harus
dicapai.
d. Hasil belajar tahan lama
dan dapat dipergunakan sebagai dasar dalam mempelajari bahan berikutnya.
3. Mengevaluasi Hasil Belajar
a. Fungsi dan tujuan evaluasi
hasil belajar
Evaluasi hasil
belajar merupakan proses untuk menentukan nilai belajar siswa melalui kegiatan
dan atau pengukuran hasil belajar. Tujuan utamanya adalah untuk mengetahui
tingkat keberhasilan yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti suatu kegiatan
pembelajaran, di mana tingkat keberhasilan tersebut ditandai dengan skala
berupa huruf atau simbol.
b. Sasaran evaluasi hasil
belajar
Menurut Varies,
Jarolimch dan Foster dalam bukunya Dimyati dan Mudjiono mengatakan bahwa
evaluasi hasil belajar mempunyai sasaran berupa ranah-ranah yang terkandung
dalam tujuan. Ranah tujuan pendidikan berdasarkan hasil belajar siswa secara
umum dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yakni : ranah kognitif, ranah afektif
dan ranah psikomotor.[33]
c. Alat evaluasi hasil
belajar
1. Teknik tes
Tes adalah suatu
pengukur yang berupa serangkaian pertanyaan yang harus dijawab secara sengaja
dalam suatu situasi yang distandardisasikan dan yang dimaksudkan untuk mengukur
kemampuan dan hasil belajar individu atau kelompok.[34]
Jenis-jenis tes
:
Penggolongan tes berdasarkan
fungsinya sebagai alat pengukur perkembangan atau kemajuan belajar peserta
didik.
a) Tes seleksi adalah tes
yang dilaksanakan dalam rangka penerimaan calon siswa baru.
b) Tes awal atau pre test
adalah tes yang dilaksanakan sebelum bahan pelajaran diberikan untuk mengetahui
sejauhmana siswa mengetahui bahan pelajaran yang akan diberikan.
c) Tes akhir atau post test
adalah tes yang dilaksanakan untuk mengetahui apakah semua materi pelajaran
yang tergolong penting sudah dapat dikuasai dengan sebaik-baiknya oleh peserta
didik.
d) Tes diagnostik adalah tes
yang dilaksanakan untuk menentukan secara tepat jenis kesukaran yang dihadapi
oleh para peserta didik dalam mata pelajaran tertentu.
e) Tes formatif adalah tes
yang dilaksanakan di tengah-tengah perjalanan program pengajaran atau disebut
juga ulangan harian.
f) Tes sumatif adalah tes
yang dilaksanakan setelah sekumpulan satuan program pengajaran selesai
diberikan.
Penggolongan tes berdasarkan aspek psikis yang
ingin diungkap :
a) Tes intelegensi adalah tes
yang dilaksanakan dengan tujuan untuk mengungkap atau mengetahui tingkat
kecerdasan seseorang.
b) Tes kemampuan adalah tes
yang dilaksanakan dengan tujuan untuk mengungkap kemampuan dasar atau bakat
khusus yang dimiliki oleh testee. Bertujuan untuk mengungkap pre disposisi atau
kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu respon tertentu terhadap dunia
sekitarnya, baik berupa individu-individu atau obyek-obyek tertentu.
c) Tes kepribadian, bertujuan
mengungkap ciri-ciri khas dari seseorang yang banyak sedikitnya bersifat
lahiriah.
d) Tes hasil belajar, hasil
tes ini dapat melambangkan tingkah laku atau prestasi belajar tes yang dapat
dibandingkan dengan nilai-nilai standar tertentu atau dengan nilai testee yang
lain.[35]
2. Teknik Non Tes
Alat pengukuran
non tes berupa rangkaian pertanyaan atau pernyataan yang harus dijawab secara
sengaja dalam suatu situasi yang kurang distandarisasikan dan yang dimaksudkan
untuk mengukur kemampuan atau hasil belajar yang dapat diamati secara konkret
dari individu atau kelompok.[36]
Jenis-jenis alat
pengukur non tes adalah :
a. Observasi atau pengamatan
Observasi atau
pengamatan yaitu cara menghimpun bahan-bahan keterangan (data) yang dilakukan
dengan mengadakan pengamatan atau pencatatan secara sistematis terhadap
fenomena-fenomena yang sedang dijadikan sasaran pengamatan.
b. Wawancara atau interview
Wawancara atau
interview yaitu cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilaksanakan dengan
melakukan tanya jawab lisan secara sepihak, berhadapan muka dan dengan arah
serta tujuan yang telah ditentukan.
c. Angket atau questionaire
Angket atau
questionaire yaitu suatu daftar pertanyaan tertulis yang terinci dan lengkap
yang harus dijawab oleh responden tentang pribadinya atau hal-hal yang
diketahuinya.[37]
d. Penafsiran hasil penilaian
Penafsiran
terhadap hasil penilaian dapat dibedakan menjadi dua yaitu penafsiran yang
bersifat individual dan penafsiran yang klasikal.
(a) Penafsiran yang bersifat
individual adalah penafsiran terhadap keadaan atau kondisi seorang siswa
berdasarkan peroleh penilaian hasil belajarnya. Ada tiga jenis penafsiran
penilaian hasil belajar yang bersifat individual, yakni :
1. Penafsiran tentang tingkat
kesiapan, yakni menafsirkan tentang kesiapan siswa untuk mengikuti pelajaran
berikutnya, untuk naik kelas atau untuk lulus.
2. Penafsiran tentang
kelemahan individu, yakni menafsirkan tentang kelemahan seorang siswa pada sub
tes tertentu, pada satu mata pelajaran tertentu, atau pada keseluruhan mata
pelajaran.
3. Penafsiran tentang kemajuan
belajar individual, yakni menafsirkan tentang kemajuan seorang siswa pada satu
periode pembelajaran atau pada satu periode kelas, atau satu periode sekolah.
(b) Penafsiran yang bersifat
klasikal
1. Penafsiran tentang
kelemahan-kelemahan kelas
2. Penafsiran prestasi kelas
3. Penafsiran tentang
perbandingan antar kelas
4. Kompetensi Afektif Guru
Kompetensi ranah
afektif guru bersifat tertutup dan abstrak, sehingga amat sukar untuk
diidentifikasi. Kompetensi ranah ini meliputi seluruh fenomena perasaan dan
emosi seperti : cinta, benci, senang, sedih dan sikap-sikap tertentu terhadap
diri sendiri dan orang lain. sikap dan perasaan diri itu meliputi :
a. Konsep diri dan harga diri
guru adalah totalitas sikap dan persepsi (pandangan) seorang guru terhadap
dirinya sendiri.
b. Efikasi diri dan efikasi
kontekstual guru adalah keyakinan guru terhadap efektivitas kemampuannya
sendiri dalam membangkitkan gairah dan kegiatan para siswanya dan kemampuan
guru dalam berurusan dengan keterbatasan faktor di luar dirinya ketika ia
mengajar.
c. Sikap penerimaan terhadap
diri sendiri dan orang lain adalah gejala ranah rasa guru dalam
berkecenderungan positif atau negatif terhadap dirinya sendiri berdasarkan
penilaian yang lugas atas bakat dan kemampuannya.[39]
5. Kompetensi Psikomotor Guru
Kompetensi
psikomotor guru meliputi segala ketrampilan atau kecakapan yang bersifat
jasmaniah yang pelaksanaannya berhubungan dengan tugasnya selaku pengajar.
Secara garis besar ranah ini meliputi dua kategori :
a. Kecakapan fisik umum, direfleksikan
(diwujudkan dalam gerak) dalam bentuk gerakan dan tindakan umum jasmani guru
seperti duduk, berdiri, berjalan, berjabat tangan dan sebagainya yang tidak
langsung berhubungan dengan aktivitas mengajar.
b. Kecakapan fisik khusus,
meliputi ketrampilan-ketrampilan ekspresi verbal (pernyataan lisan) dan non
verbal (pernyataan tindakan) tertentu yang direfleksikan guru terutama ketika
mengelola proses belajar mengajar.[40]
6. Kompetensi Aspek Religi
Guru
Aspek ini
menjadi penting dan menonjol dalam pendidikan di Indonesia, khususnya
pendidikan Islam. Aspek religi guru ini meliputi dua arah :
a. Pendidikan yang berwawasan
nilai adalah bahwa tujuan pendidikan, materi pendidikan dan praktek pendidikan
haruslah selalu dikaitkan dengan nilai-nilai keagamaan dan kemanusiaan yang
universal.[41]
b. Sinkronisasi antara ilmu,
iman dan amal
Pendidikan Islam
harus mampu menyatukan antara iman, ilmu dan amal. Sinkronisasi ini tidak hanya
dalam teori melainkan diwujudkan dalam kenyataan. Hasil yang akan didapat
adalah manusia trampil, cerdas, berilmu juga beriman karena hal ini sesuai
dengan ajaran Islam banyak agama Islam disamping berpatokan pada iman, ilmu,
Islam. Iman harus kita tebalkan dengan cara bertanya, berpikir serta exhaustive
(habis) tentang segala sesuatu yang dilihatnya di alam semesta ini.[42]
Hal ini sesuai
firman Allah dalam surat al-Fushilat ayat 53 :
سَنُرِيِهِمْ ا
يتِناَ فِى الا فًَاقِ وفِىْ أَنْفُسِهِمْ حَتىَّ يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ
الْحَقَّ
Artinya : “Kami akan
memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda kekuasaan Kami di seluruh alam semesta
dan di dalam diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa al-Qur’an
itu adalah benar”. (Q.S. al-Fushilat : 53) [43]
C.
Efektifitass Kualitas Pembelajaran
Ilmu Fiqih
Dalam pembahasan ini, penulis hanya mengemukakan
tentang pengertian ilmu Fiqih, obyek pembahasan Fiqih dan tujuan mempelajari
Fiqih.
1. Pengertian Fiqih
Menurut bahasa
“fiqih” berasal dari kata faqiha-yafqahu-fiqhan yang berarti “mengerti
atau faham”. Jadi ilmu Fiqih ialah suatu ilmu yang mempelajari syari'at yang
bersifat amaliah (perbuatan) yang diperoleh dari dalil-dalil hukum yang terinci
dari ilmu tersebut.[44]
Sedangkan
definisi ilmu Fiqih secara umum ialah suatu ilmu yang mempelajari
bermacam-macam syari'at atau hukum Islam dan berbagai macam aturan hidup bagi manusia,
baik yang bersifat individu maupun yang berbentuk masyarakat sosial.
2. Obyek Pembahasan Fiqih
Obyek yang
dibahas oleh Fiqih ialah perbuatan orang-orang mukallaf, tentunya orang-orang
yang telah dibebani ketetapan-ketetapan hukum agama Islam, berarti sesuai
dengan tujuannya.[45]
3. Tujuan Mempelajari Fiqih
Yang menjadi dasar dan
pendorong bagi umat Islam untuk mempelajari Fiqih ialah :
-
Untuk mencari kebiasaan faham dan pengertian dari agama Islam.
-
Untuk mempelajari hukum-hukum Islam yang berhubungan dengan kehidupan
manusia.
-
Kaum muslimin harus bertafaqquh artinya memperdalam pengetahuan dalam
hukum-hukum agama baik dalam bidang aqaid dan akhlaq maupun dalam bidang ibadah
dan muamalat.
Jelasnya adalah
menerapkan hukum syara’ pada setiap perkataan dan perbuatan mukallaf, karena
ketentuan Fiqih itulah yang dipergunakan untuk memutuskan segala perkara dan
menjadi dasar fatwa dan bagi setiap mukallaf akan mengetahui hukum syara’ pada
setiap perbuatan atau perkataan yang mereka lakukan.[46]
Setelah
mengetahui pengertian ilmu Fiqih, obyek pembahasan Fiqih serta tujuan
mempelajari Fiqih maka di sini penulis akan mengutarakan tentang efektifitas
pembelajaran ilmu Fiqih.
-
Efektifitas adalah sesuatu hal yang berkaitan dengan terlaksananya semua
tugas pokok, tercapainya tujuan, ketetapan waktu, dan adanya partisipasi aktif
dari anggota.[47]
-
Pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain
instruksional untuk membuat siswa belajar secara aktif.[48]
Sedangkan desain instruksional adalah program pengajaran yang dibuat oleh guru
secara konvensional atau disebut juga persiapan mengajar.[49]
4. Efektifitas
Pembelajaran Ilmu Fiqih
Dalam proses pembelajaran agar menjadi
efektif, maka seorang guru harus bisa dan terampil dalam mengolah (tujuan,
metode, materi, media dan evaluasi) dalam PBM. Seiring dengan hal tersebut,
maka seorang guru dituntut agar cermat memilih dan menetapkan metode yang tepat
kepada anak didik. Metode yang diterapkan dalam pembelajaran Ilmu Fiqih adalah
metode ceramah, tanya jawab, dan metode-metode lain.
Ada beberapa faktor yang perlu
diperhatikan dalam memilih dan mengaplikasikan sebuah metode pengajaran :
a.
Tujuan yang
hendak dicapai.
b.
Kemampuan
guru.
c.
Anak didik.
d.
Situasi dan
kondisi pengjaran di mana berlangsung.
e.
Fasilitas
yang tersedia.
f.
Waktu yang tersedia,
dan
g.
Kebaikan dan
kekurangan sebuah metode.[50]
Macam-macam metode dalam pembelajaran Ilmu Fiqih :
1.
Metode
Ceramah
Metode ceramah ialah cara penyampaian
sebuah materi pelajaran dengan cara penuturan lisan kepada siswa atau khalayak
ramai.[51]
Langkah-langkah Penerapan Metode Ceramah
- Langkah Persiapan (Guru menjelaskan
kepada siswa tentang tujuan pelajaran dan pokok-pokok masalah yang akan
dibahas, dan juga adanya appersepsi untuk memahami pelajaran yang akan
disajikan).
- Langkah penyajian (Guru menyajikan
bahan yang akan berkenaan dengan pokok-pokok masalah).
- Langkah Generalisasi.
- Langkah Aplikasi Penggunaan
(kesimpulan atau konkulasi yang diperoleh digunakan dalam berbagai
situasi sehingga nyata makna kesimpulan itu).[52]
2.
Metode Tanya
Jawab
Metode tanya jawab ialah penyampaian
pelajaran dengan cara guru mengajukan pertanyaan dan murid menjawab. Metode ini
termasuk metode yang paling tua, namun efektifitasnya lebih besar dari pada
metode lain.
Metode ini digunakan oleh guru bidang
studi fiqih karena dengan pengertian dan pemahaman yang ada dapat diperoleh
lebih mantap. Sehingga segala bentuk kesalahpahaman dan kelemahan daya tangkap
terhadap pelajaran dapat dihindari semaksimal mungkin.
Syarat-syarat penggunaan metode tanya
jawab :
a.
Pertanyaan
hendaknya membangkitkan minat dan mendorong inisiatif anak didik.
b.
Perumusan
pertanyaan harus jelas dan terbatas.
c.
Pemakaian
metode tanya jawab adalah untuk materi yang sudah disampaikan.
d.
Pertanyaan
hendaknya diajukan kepada seluruh siswa di kelas.
Langkah-langkah penggunaan metode tanya jawab:
a.
Menetukan
tujuan yang hendak dicapai.
b.
Merumuskan
pertanyaan yang akan diajukan.
c.
Pertanyaan
diajukan kepada siswa secara keseluruhan, sebelum menunjuk salah satu siswa
untuk menjawab
d.
Membuat
ringkasan hasil tanya jawab, sehingga diperoleh pengetahuan secara sistematis.[53]
3.
Metode
Diskusi dan Pemberian Tugas
Metode diskusi dalam proses belajar
mengajar adalah sebuah cara yang dilakukan dalam mempelajari bahan atau
menyampaikan materi dengan jalan mendiskusikannya, dengan tujuan dapat
menimbulkan pengertian serta perubahan tingkah laku siswa.
Metode resitrasi (pemberian tugas)
adalah cara menyajikan bahan pelajaran dimana guru memberikan sejumlah tugas
terhadap muridnya untuk menpelajari sesuatu, kemudian mereka disuruh untuk
mempertanggungjawabkannya.
Langkah-langkah Pemberian Metode Tugas :
a. Merumuskan tujuan secara operasional atau
spesifik.
b. Memperkirakan apakah tujuan itu dapat dicapai
dalam batas-batas waktu tertentu.
c. Tenaga serta sarana tersedia.
d. Dapat mendorong siswa secara aktif dan kreatif
untuk mempelajari dan mempraktekkan pelajaran yang telah diberikan, agar siswa
mempunyai pengetahuan.
Langkah-langkah Metode Diskusi (Aplikasi) :
a.
Pendahuluan
- Guru dan murid menetukan masalah.
- Menetukan bentuk diskusi yang akan digunakan
sesuai dengan masalah dan kemampuan murid dalam melaksanakan diskusi.
b.
Pelajaran
Inti
Dalam pelaksanaannya guru dapat langsung memimpin (moderator)
atau dipimpin oleh murid yang dianggap cakap namun guru tetap bertanggung jawab
atas berlangsungnya diskusi.
c.
Penutup
Guru atau pemimpin diskusi memberikan tugas kepada audience
membuat kesimpulan diskusi. Kemudian guru memberikan ulasan atau memperjelas
dari kesimpulan diskusi.[54]
Dari beberapa metode pembelajaran yang
ada, seharusnnya antara kurikulum, kemampuan guru dan murid dapat
berpartisipasi secara aktif. Untuk mengefektifkan pembelajaran yang maksimal
maka penerapan metode harus bertahap, mulai dari yang sederhana menuju yang
kompleks. Variasi metode yang digunakan dalam proses belajar mengajar adalah
dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan.[55]
Tujuan pendidikan Islam terangkum dalam
upaya mengaplikasikan yang terangkun dalam cita-cita setiap muslim.
Tujuan pendidikan Islam yang ada dalam
fiqih :
1.
Bersifat
Fitrah : membimbing perkembangan manusia sejalan dengan kejadian fitrahnya.
2.
Merentang dua
dimensi : tujuan akhir bagi keselamatan hidup di dunia dan di akherat
3.
Mengandung
nilai-nilai yang bersifat universal yang tak terbatas oleh ruang lingkup
geografis dan paham-paham (isme) tertentu.[56]
Jadi yang dimaksud dalam skripsi ini
adalah suatu cara bagaimana seorang guru melihat baik atau buruknya proses
pembelajaran yang telah dilakukan guru kepada siswa melalui (dilihat) dari
tujuan instruksional dan proses pembelajaran secara keseluruhan. Yang
dijadikan acuan bagi penulis adalah hasil raport siswa untuk mengetahui
kualitas pembelajaran yang telah dilakukan antara guru dengan siswanya.
D. Pengaruh Kompetensi
Keilmuan Islam Guru Terhadap Efektifitas Pembelajaran Ilmu Fiqih
Tugas utama seorang guru
adalah sangat kompleks dan universal. Berpijak dari ini menjadikan profesi guru
bukanlah hal yang mudah disandang sebab guru bukan hanya berhadapan dengan
murid di depan kelas saja, tetapi di manapun dia berada dan apapun yang
dilakukan selalu diteropong oleh masyarakat sebagai sosok guru. Mengingat
begitu berat dan kompleksnya permasalahan guru, maka perlu adanya upaya
pembenahan diri dalam penempatan diri pada karakteristik guru yang baik yakni
dengan kemampuan dasar yang harus dimiliki seorang guru yang tidak lain adalah
kompetensi guru.
Kompetensi guru
ini meliputi beberapa segi, ada dari segi kognitif, afektif dan psikomotorik guru. Namun dalam proses
pembelajaran yang terpenting adalah kompetensi akan ranah kognitif yang
meliputi bahan yang akan diajarkan. Penguasaan bahan pembelajaran bagi seorang
guru adalah syarat mutlak terciptanya proses belajar mengajar yang diinginkan.
Dengan penguasaan keilmuan Islam yang ada pada seorang guru, maka akan
diharapkan akan tercipta efektifitas pembelajaran yang maksimal.
Ilmu seyogyanya
harus dikembangkan secara dinamis dengan maksud untuk menjadi maju. Tiada
kecuali, hal ini seyogyanya berlaku bagi ilmu Islam. Dua pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan tertutup dan pendekatan terbuka. Dalam pendekatan
tertutup adalah bila ilmu itu dengan segala masalahnya dipandang hal ikhwal
rumah tangga sendiri, maksudnya adalah mentransformasikan etika pada peserta
didik. Sedangkan pendekatan terbuka adalah dengan segala masalahnya sebagai hal
ikhwal yang tidak semata merupakan urusan rumah tangga sendiri, melainkan
dipandang sebagai hal-hal yang kontekstual terhadap bidang-bidang atau
lingkungan yang relevan.
Setelah proses
pembelajaran dapat berjalan dengan lancar, maka tujuan pendidikan yang
selanjutnya adalah efektifitas pembelajaran. Namun dalam efektifitas
pembelajaran di sini harus ada dua syarat : penguasaan teori pendidikan
yang modern yaitu teori yang islami dan
sesuai dengan perkembangan zaman, aplikasi penerapan metode pendidikan dan ketersetaraan dana yang cukup untuk
melakukan segala kegiatan PBM.
Jadi setelah
mengetahui bagaimana seorang guru yang kompeten dalam bahan pengajaran (ilmu
Islam) maka seorang guru akan dapat mengetahui efektifitas pembelajaran yang
efektif dan efisien baik bagi seorang guru ataupun siswanya. Di sinilah letak
peranan penguasaan ilmu Islam guru mempunyai arti yang cukup penting dalam
menentukan kualitas pembelajaran. Guru yang benar-benar menguasai keilmuan
Islam secara tepat, maka akan mempengaruhi kualitas pembelajaran yang akan
dicapai. Sebaliknya jika guru tidak dapat menguasai keilmuan Islam secara baik
dan benar, maka efektifitas pembelajaran yagn dilakukan tidak akan baik dan
maksimal.
[1]Muhibin Syah, Psikologi
Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1992, hal.
230-231.
[2]Sudarwan Danim, Inovasi
Pendidikan (dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Pendidikan),
Pustaka Setia, Bandung, 2002, hal. 25-28.
[3]Asma Hasan Fahmi, Sejarah
dan Filsafat Pendidikan Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1987, hal. 15.
[4]Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran
Al-Ghozali Tentang Pendidikan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998, hal. 43.
[5]R.H.A. Soenarjo, Al-Qur'an
dan Terjemahnya, Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Penafsir Al-Qur'an,
Depag RI, 1971, hal. 1079.
[6]Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran
Pendidikan Islam (Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalnya),
Trigendakarya, Bandung, 1993, hal. 79.
[7]Choiruddin Hadhiri, Klasifikasi
Kandungan Al-Qur'an, Gema Insani Press, Jakarta, 1993, hal. 97.
[8]Uber Usman, Menjadi Guru
Profesional, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 1996, hal. 4.
[9]Zakiyah Daradjat, et.al, Metodologi
Pengajaran Agama Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1996, hal. 83.
[10]Syafrudin Nurdin dan
Basyirudin Usman, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, Ciputat
Press, Jakarta, 2002, hal. 34.
[11]Zakiyah Daradjat, et. al, Op.
Cit, hal. 88-89.
[12]Zakiyah Daradjat, et. al, Op.
Cit, hal. 97.
[13]H.M. Chabib Thoha, Kapita
Selekta Pendidikan Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1996, hal. 42.
[15]Syafrudin Nurdin dan
Basyirudin Usman, Op. Cit, hal. 83-87.
[16]H.M. Chabib Thoha, Op. Cit,
hal. 48.
[17]Syafrudin Nurdin dan
Basyirudin Usman, Op. Cit, hal. 85.
[18]Nana Sudjana, Dasar-Dasar
Proses Belajar Mengajar, Sinar Baru, Bandung, 1989, hal. 24.
[19]Syaiful Bahri Djamaroh dan
Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar,
Rineka Cipta, Jakarta, 1997, Cet. I, hal. 53.
[20]Syafrudin Nurdin dan
Basyirudin Usman, Op. Cit, hal. 94.
[21]Syaiful Bahri Djamaroh dan
Aswan Zain, Op. Cit, hal. 87.
[22]Syafrudin Nurdin dan Basyirudin
Usman, Op. Cit, hal. 96.
[23]Syaiful Bahri Djamaroh dan Aswan Zain, Op. Cit, hal.
56.
[26]H.M. Chabib Thoha, Op. Cit,
hal. 49.
[27]Muhibin Syah, Psikologi
Pendidikan Suati Pendekatan Baru, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1992, hal.
96-97.
[29] H.M. Chabib Thoha, Op. Cit,
hal. 44.
[30]Sardiman A.M., Interaksi
dan Motivasi Belajar Mengajar, Rajawali Press, Jakarta, 2000, hal. 193-198.
[31]Syafrudin Nurdin dan
Basyirudin Usman, Op. Cit, hal. 109.
[33] Dimyati dan Mudjiono, Belajar
dan Pembelajaran, Rineka Cipta, Jakarta, 1999, hal. 200-201.
[34] Ign. Masidjo, Penilaian
Pencapaian Hasil Belajar Siswa di Sekolah, Kanisius, Yogyakarta, 1995, hal.
38-39.
[35] Anas Sudijono, Pengantar
Evaluasi Pendidikan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hal. 68-73.
[36] Ign. Masidjo, Op. Cit,
hal. 38-39.
[37] Anas Sudijono, Op. Cit,
hal. 76-82.
[38] Dimyati dan Mudjiono, Op. Cit, hal.
219.
[39] Muhibin Syah, Op. Cit, hal. 235-236.
[40] Ibid, hal. 236-237.
[41] H.M. Chabib Thoha, Op. Cit, hal. 53.
[42] Tisno Amidjojo, Iman, Ilmu dan Amal,
Rajawali Press, Jakarta, 1992, hal. 140.
[43] R.H.A. Soenarjo, Op. Cit, hal. 781.
[44]H.A. Syafi’i Karim, Fiqih dan Ushul Fiqih,
Pustaka Setia, Bandung, Cet. II, 2001, hal. 11.
[46]H.A. Syafi’i Karim, Op. Cit, hal. 47.
[47]E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah,
Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002, hal. 83.
[48]Dimyati dan Mudjiono,Op. Cit, hal. 97.
[49] Ibid, hal. 296.
[50]Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi
Pendidikan Islam, Ciputat Pers, Jakarta, 2002, hal. 87.
[51]Zuhairini, et.al., Metode Khusus Pendidikan
Agama, Usaha Nasional, Surabaya, 1983, hal. 83.
[52]Armai Arief, Op. Cit, hal. 138.
[53] Armai Arief, Op. Cit, hal. 141-144.
[54]Armai Arief, Op. Cit, hal. 147-164.
[55]Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-Teori
Pendidikan Berdasarkan al-Qur’an, Rineka Cipta, Jakarta, 1994, hal. 205.
[56]Jalaluddin dan Usman Said, Filsafat
Pendidikan Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1994, hal. 39.
0 Response to "KOMPETENSI KEILMUAN ISLAM GURU TERHADAP PEMBELAJARAN ILMU FIQIH"
Post a Comment