PROFESIONALISME
GURU DAN KEAKTIFAN BELAJAR
A. Profesionalisme
Guru
1. Pengertian Profesionalisme
Dalam
menelusuri pengertian profesionalisme, terdapat beberapa definisi yang telah
diberikan oleh beberapa ahli, yaitu:
a. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
profesional adalah: “bersangkutan dengan profesi”, “memerlukan kepandaian
khusus untuk menjalankannya”.[1]
Adapun
pengertian profesi adalah: “jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian dan
etika khusus serta aku (standar) layanan.[2]
b. Menurut Muhibbin Syah, M.Ed., dalam bukunya
Psikologi Pendidikan mengartikan :”sangat mampu melakukan pekerjaan”.[3]
c. Menurut Prof. Soecipto dan Drs. Aflis
Kosasi, M.Sc. dalam buku profesi keguruan mengartikan profesional sebagai orang
yang mempunyai kemampuan sesuai dengan tuntutan profesi.[4]
Dari
beberapa definisi di atas dapat dirumuskan bahwa prfesional adalah orang yang
memegang suatu jabatan atau pekerjaan yang mana pekerjaan tersebut menuntut
adanya bidang ilmu, ketrampilan, keahlian dan kemampuan tertentu di luar
jangkauan khalayak ramai (tidak setiap orang dapat melakukannya) dan memerlukan
pendidikan dan pelatihan dalam waktu yang panjang.
2. Ciri-Ciri Profesionalisme
Dalam
pembahasan tentang kriteria-kriteria yang harus dipenuhi agar suatu pekerjaan
dapat disebut profesional, terdapat beberapa pendapat.
Menurut
Nana Sudjana, ciri-ciri pokok pekerjaan yang bersifat profesional, adalah:
a. “Pekerjaan
itu dipersiapkan melalui proses pendidikan dan latihan secara formal.
b. Pekerjaan
tersebut mendapat pengakuan dari masyarakat
c. Adanya
organisasi profesi, dan
d. Mempunyai
landasan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab pekerjaan profesi
tersebut.”[5]
Persyaratan
tersebut relevan dengan apa yang diungkapkan oleh Moh. Uzer Usman tentang
persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjadi pemegang jabatan yang
profesional, syarat-syarat tersebut yaitu:
a. “Menuntut
adanya ketrampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang
mendalam
b. Menekankan
pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya
c. Menuntut
adanya tingkat pendidikan yang memadai
d. Adanya
kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya.
e. Memungkinkan
perkembangan sejalan dengan dinamika kehIdupan
f.
Memiliki kode etik, sebagai acuan
dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
g. Memiliki
klien atau obyek layanan yang tetap
h. Diakui
oleh masyarakat karena jasanya yang diperlukan.”[6]
Tidak
jauh berbeda dengan ciri-ciri di atas Sanusi dkk, mengutarakan ciri-ciri utama
suatu pekerjaan yang profesional sebagai berikut:
a. “Suatu
jabatan yang memiliki fungsi dan berarti signifikasi sosial yang menentukan (Crusial).
b. Jabatan
yang menuntut keterampilan/keahlian tertentu
c. Keterampilan
atau keahlian yang dituntut jabatan itu di dapat melalui pemecahan masalah
dengan menggunakan teori.
d. Jabatan
itu memerlukan pendidikan tingkat perguruan tinggi dengan waktu yang cukup
lama.
e. Jabatan
itu berdasarkan pada batang tubuh disiplin ilmu yang jelas, sistematik,
eksplisit, yang bukan Hanya sekedar pendapat khalayak umum.
f.
Proses pendidikan untuk jabatan itu
juga merupakan aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai profesional itu sendiri.
g. Dalam
memberikan layanan kepada masyarakat, anggota profesi itu berpegang teguh pada
kode etik dikontrol oleh organisasi profesi.
h. Tiap
anggota profesi mempunyai kebebasan dalam memberikan judgement terhadap
permasalahan profesi yang dihadapinya.
i.
Dalam prakteknya melayani
masyarakat, anggota profesi otonom dan bebas dari campur tangan orang luar.
j.
Jabatan itu mEmpunyai prestise yang
tinggi dalam masyarakat, dan karenanya memperoleh imbalan yang tinggi pula”.[7]
Sudarwan
Danim, karena bukunya berpendapat mengenai karakteristik profesional, yaitu:
a. “Kemampuan
intelektual yang diperoleh melalui pendidikan
b. Memiliki
pengeTahuan spesialisasi
c. Memiliki
pengetahuan praktis yang dapat digunakan langsung oleh orang lain atau klien.
d. Memiliki
kapasitas mengorganisasikan kerja secara mandiri atau self organization
e. Memiliki
teknik kerja yang dapat dikomunikasikan atau communicable.
f.
Mementingkan kepentingan orang lain
(altruism).”[8]
Dari
uraian di atas menurut Piet Sahertian bahwa jabatan seorang guru memenuhi
kriteria tersebut karena beberapa hal sebagai berikut:
a. “Jabatan
ini lebih mementingkan tugas layanan sosial dari pada mencari keuntungan
seNdiri.
b. Jabatan
ini membutuhkan pendidikan dan latihan dalam jangka waktu yang lama.
c. Selalu
menambah pengetahuan terus menerus tumbuh dalam jabatannya.
d. Memiliki
kode etik
e. Memiliki
kemampuan intelektual untuk menjawab masalah-masalah yang dihadapi.
f.
Selalu ingin belajar terus-menerus
mengenai bidang keahlian yang ditekuni.
g. Jabatan
itu dipandang sebagai karir hidup.”[9]
3. Tugas Guru
Jabatan
guru memiliki banyak tugas, baik yang terikat oleh dinas maupun diluar dinas
dalam bentuk pengabdian. Tugas guru tidak hanya sebagai profesi, tetapi juga
sebagai suatu tugas kemanusiaan dan kemasyarakatan.
Tugas
guru sebagai suatu profesi menuntut kepada guru untuk membangun profesionalitas
diri sesuai dengan ilmu pengetahuan dan
tekhnologi. Mendidik, mengajar dan melatih anak adalah tugas guru sebagai suatu
profesi. Tugas guru sebagai pendidik berarti meneruskan dan mengembangkan
nilai-nilai hidup kepada siswa. Tugas guru sebagai pengajar berarti meneruskan
dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada siswa. Tugas guru
sebagai pelatih berarti mengembangkan keterampilan dan menerapkannya dalam
kehidupan demi masa depan siswa.
Tugas
kemanusiaan salah satu segi dari tugas guru. Sisi ini tidak bisa guru abaikan,
karena guru harus terlibat dengan kehidupan di masyarakat dengan interaksi sosial.
Guru harus menanamkan nilai-nilai kemanusiaan kepada siswa. Dengan begitu siswa
dididik agar mempunyai sifat kesetiakawanan sosial.[10]
Guru
harus dapat menempatkan diri sebagai orang tua kedua, dengan mengemban tugas
yang dipercayakan orang tua kandung/wali siswa dalam jangka waktu tertentu.
Untuk itu pemahaman terhadap jiwadan watak siswa diperlukan agar dapat dengan
mudah memahami jiwa dan watak siswa. Begitulah tugas guru sebagai orang tua
kedua, setelah orang tua siswa didalam
keluarga di rumah.
Di
bidang kemasyarakatan merupakan tugas guru yang juga tidak kalah pentingnya.
Pada bidang ini guru mempunyai tugas mendidik dan mengajar masyarakat untuk
menjadi warga negara Indonesia yang bermoral pancasila. Memang tidak dapat
dipungkiri bila guru mendidik siswa sma halnya guru mencerdaskan bangsa
indonesia.
Bila
dipahami, maka tugas guru tidak hanya sebatas dinding sekolah, tetapi juga
sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat. Bahkan bila dirinci lebih
jauh, tugas guru tidak hanya yang telah disebutkan. Menurut Roestiyah N.K,
bahwa guru dalam mendidik siswa bertugas untuk:
a. “Menyerahkan
kebudayaan kepada siswa yang berupa kepandaian, kecakapan dan
pengalaman-pengalaman.
b. Membentuk
kepribadian anak yang harmonis sesuai dengan cita-cita dan dasar negara kita
pancasila.
c. Menyiapkan
anak menjadi warga negara yang baik sesuai dengan Undang-Undang pendidikan yang
merupakan keputusan MPR No. 11 tahun 1983.
d. Sebagai
perantara dalam belajar
Didalam proses belajar guru hanya sebagai
perantara/medium, anak harus berusaha sendiri mendapatkan suatu
pengertian/insting, sehingga timbul perubahan dalam pengetahuan, tingkah laku
dan sikap.
e. Guru
adalah pembimbing untuk membawa siswa ke arah
kedewasaan, pendidik tidak maha kuasa, tidak dapat membentuk anak
menurut kehendaknya.
f.
Guru sebagai penghubung antara
sekolah dan masyarakat
Anak nantinya akan hidup dan bekerja, serta mengabdikan
diri dalam masyarakat, dengan demikian anak harus dilatih dan dibiasakan di
sekolah dibawah pengawasan guru.
g. Sebagai
penegak disiplin, guru menjadi contoh dalam segala hal, tata tertib dapat
berjalan bila guru dapat menjalani lebih dahulu.
h. Guru
sebagai administrator dan manajer
Disamping mendidik, seorang guru harus dapat
mengerjakan urutan tata usaha, seperti membuat buku kas, daftar induk, rapor,
daftar gaji, dan sebagainya, serta dapat mengkoordinasi segala ekerjaan di
sekolah secara demokratis, sehingga suasana pekerjaanpenuh dengan rasa
kekeluargaan.
i.
Pekerjaan guru sebagai suatu profesi
Orang yang menjadi guru karena terpaksa tidak dapat bekerja
dengan baik, maka harus menyadari benar-benar pekerjaannya sebagai suatu
profesi.
j.
Guru sebagai perencana kurikulum
Guru menghadapi anak-anak setiap hari, gurulah yang
paling tahu kebutuhan anak-anak dan masyarakat sekitar, maka dalam penyusunan
kurikulum, kebutuhan ini tidak boleh ditingkatkan.
k. Guru
sebagai pemimpin
Guru mempunyai kesempatan dan tanggung jawab dalam
banyak situasi untuk membimbing anak ke
arah pemecahan soal, membentuk keputusan, dan menghadapkan anak-anak pada
problem.
h. Guru
sebagai sponsor dalam kegiatan anak-anak
Guru harus turut aktif dalam segala aktifitas anak,
misalnya dalam ekstra kurikuler membentuk kelompok belajar dan sebagainya”.[11]
Dengan meneliti
poin-poin tersebut, tahulah bahwa tugas guru tidak ringan. Profesi guru harus
berdasarkan panggilan jiwa, sehingga dapat menunaikan tugas dengan baik dan
ikhlas. Guru harus mendapatkan haknya secara proporsional dengan gaji yang
patut diperjuangkan melebihi profesi yang lain, sehingga keinginan peningkatan
kompetensi guru dan kualitas belajar siswa bukan hanya sebuah slogan di atas
kertas.
4.
Peranan
Guru
Sehubungan dengan
fungsinya sebagai pengajar, pendidik dan pembimbing, maka diperlukan adanya
berbagai peranan pada diri guru. Peranan guru ini akan senantiasa menggambarkan
pola tingkah laku yang diharapkan dalam berbagai interaksinya, baik dengan
siswa, sesama guru, maupun dengan staf lain. Dari berbagai kegiatan interaksi
belajar mengajar dapat dipandang sebagai sentral bagi peranannya. Sebab baik
disadari atau tidak, bahwa sebagian dari waktu dan perhatian guru banyak
dicurahkan untuk menggarap proses belajar mengajar dan berinteraksi dengan
siswa.
Mengenai
apa peranan guru itu ada beberapa pendapat:
a.
Prey Kate
menggambarkan peranan guru sebagai komunikatir, sahabat yang dapat memberikan
nasehat-nasehat, motivator sebagai pemberi inspirasi dan dorongan, pembimbing
dalam pengembangan sikap dan tingkah laku serta nilai-nilai, orang yang
meguasai bahan yang diajarkan.
b.
Havighurst
menjelaskan bahwa peranan guru disekolah sebagai pegawai (employee) dalam
hubungan kedinasan, sebagai bawahan (subordinate) terhadap atasannya, sebagai
kolega kolega dalam hubungannya dengan teman sejawat, sebagai mediator alam
hubungannya dengan siswa, sebagai pengatur disiplin, evaluator dan pengganti
orang tua.
c.
James W. Brown,
mengemukakan bahwa tugas dan peranan guru antara lain: menguasai dan
mengembangkan materi pelajaran, merencana dan mempersiapkan pelajaran
sehari-hari, mengontrol dan mengevaluasi kegiatan siswa.
d.
Federasi dan
Organisasi Guru Sedunia, mengungkapkan guru bahwa peranan guru disekolah, tidak
hanya sebagai transmitter dari ide tetapi juga berperan sebagai transformer dan
katalisator dari nilai dan sikap.[12]
Dari beberapa
pendapat diatas, maka secara rinci peranan guru dalam kegiatan belajar mengajar,
secara singkat dapat disebutkan sebagai berikut:
a.
Informator
Sebagai pelaksana
cara mengajar informatik, laboratorium, studi lapangan dan sumber informasi
kegiatan akademik maupun umum.
b.
Organisator
Guru sebagai
organisator, pengelola kegiatan akademik, silabus workshop, jadwal pelajarn
dll.
c.
Motivator
Guru harus dapat
merangsang dan memberikn dorongan serta reinforcement untuk mendinamisasikan
potensi siswa, menumbuhkan swadaya (aktivitas) dan daya cipta 9kreativitas)
sehingga akan terjadi dinamika di dalam proses belajar mengajar.
d.
Pengarah/direktor
Jiwa kepemimpinan
bagi guru dalam peranan ini lebih menonjol. Guru dalam hal ini harus dapat
membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan yang
dicita-citakan.
e.
Inisiator
Guru dalam hal ini
sebagai pencetus ide-ide dalam proses belajar. Sudah barang tentu ide-ide itu
merupakan ide-ide kreatif yang dapat
dicontoh oleh anak didiknya. Jadi termasuk pula dalam lingkup semboyan
“Ing Ngarso Sung Tulodo”
f.
Transmitter
Dalam kegiatan
belajar, guru juga akan bertindak selaku penyebar kebijaksanaan pendidikan dan
pengetahuan.
g.
Fasilitator
Berperan sebagai
fasilitator, guru dalam hal ini akan memberikan fasilitas atau kemudahan dalam
proses belajar mengajar, misalnya saja dengan menciptakan suasana kegiatan
belajar yang sedemikian rupa, serasi dengan perkembangan sisw, sehingga
interaksi belajar akan berlangsung secara efektif. Hal ini bergayut dengan
semboyan “Tut Wuri Handayani”.
h.
Mediator
Guru sebagai
mediator dapat diartikan sebagai penengah dalam kegitan belajar siswa. Misalnya
menengahi atau memberikan jalan keluar kemacetan dalam kegiatan diskusi siswa.
Mediator juga diartikan penyedia media, bagaimana cara memakai dan
mengorganisasikan penggunaan media.
i.
Evaluator
Sebagai evaluator,
guru dituntut untuk menjadi seorang evaluator yang baik dan jujur, dengan
memberikan penilaian secara obyektif, tidak hanya menilai produk (hasil
pengajaran) tetapi juga menilai proses (jalannya pengajaran).[13]
j.
Dalam upaya untuk
meningkatkan mutu pendidikan, peranan guru mengalami perluasan, yaitu guru
sebagai : pelatih, konselor, manajer pembelajaran, partisipan, pemimpin,
pembelajar dan pengarang. Sebagai pelatih, guru harus bisa memberikan peluang
yang sebesar-besarnya bagi siswa untuk mengembangkan cara-cara pembelajarannya
sendiri sesuai dengan kondisi masing-masing. Guru hanya memberikan
prinsip-prinsip dasarnya saja dan tidak memberikan suatu cara yang mutlak.
Sebagai konselor,
guru harus mampu menciptakan situasi interaksi belajar mengajar, dimana siswa
melakukan perilaku pembelajaran dalam suasana psikologis yang kondusif da tidak
ada jarak, yang kaku dengan guru. Disamping itu guru diharapkan mampu memahami
kondisin setiap siswa dan membantunya ke arah perkembangan yang optimal.
Sebagai manajer
pembelajaran, guru memiliki kemandirian dan otonomi yang seluas-luasnya dalam
mengelola keseluruhan kegiatan belajar mengajar dengan mendinamisasikan seluruh
sumber-sumber penunjang pembelajaran.
Sebagai partisipan,
guru tidaak hanya berperilaku mengajar tetapi juga berperilaku belajar dari
interaksinya dengan siswa. Hal ini mengandung makna bahwa bukanlah
sartu-satunya sumber beljar bagi anak akan tetapi ia sebagai fasilitator
pembelajaran siswa.
Sebagai pemimpin,
diharapkan guru mampu menjadi seorang yang mampu menggerakkan orang lain untuk
mewujudkan perilaku menuju tujuan bersama.
Sebagai pembelajar,
guru harus secara terus menerus belajar dalam rangka menyegarkan kompetensinya
serta meningkatkan kualitas profesionalnya.[14]
Sebagai
pengarang guru harus selalu kreatif dan inovatif menghasilkan berbagai karya
yang akan digunakan untuk melaksanakan tugas-tugas profesionalnya. Dalam
menghadapi tantangan desentralisasi pendidikan serta peningkatan mutu
pendidikan, kreativitas dan kemandirian guru sangat diperlukan agar mampu
beradaptasi dengan berbagai perubahan yang ada.
5.
Tanggung
Jawab Guru
Guru adalah orang
yang bertanggung jawab mencerdaskan kehidupan siswa. Pribadi susila yang cakap
adalah yang diharapkan ada pada diri setiap siswa. Pribadi susila yang cakap
adalah yang diharapkan siswanya menjadi sampah masyarakat. Untuk itulah guru
dengan penuh dedikasi dan loyalitas berusaha membimbing dan membina agar siswa
dimasa yang akan datang menjadi orang yang berguna bagi nusa dan bangsa.
Karena profesinya
sebagai guru adalah berdasarkan panggilan jiwa maka bila guru melihat siswanya
senang berkelahi, meminum minuman keras, menghisapganja, datang ke komplek
pelacuran dan sebagainya. Guru meraa sakit hati. Siang ataun malam selalu
memikirkan bagaimana caranya agar siswanya itu dapat dicegah dari perbuatan
yang krang baik, asusila dan amoral.
Menjadi tanggung
jawab guru untuk memberikan sejumlah norma itu kapada siswa agar tahu mana
perbuatan yang susila dan asusila, mana perbuatan yang bermoral dan amoral.
Semua norma itu mesti harus guru berikan ketika di kelas, diluar kelas
sebaiknya guru mencontohkan melalui sikap, tingkah laku, dan perbuatan.
Pendidikan dilakukan tidak semata-mata dengan perkataan, tetapi dengan sikap,
tingkah laku, dan perbuatan.[15]
Menurut Wens Tanlain
bahwa guru yang bertanggung jawab memiliki beberapa sifat sebagai berikut:
a. “Menerima
dan mematuhi norma, nilai-nilai kemanusiaan.
b. Memikul
tugas mendidik dengan bebas, berani, gembira (tugas bukan menjadi beban
baginya).
c. Sadar
akan nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatannya serta akibat-akibat yang
timbul (kata hati).
d. Menghargai
orang lain, termasuk siswa
e. Bijaksana
dan hati-hati (tidak nekat, tidak sembrono, tidak pendek akal) dan;
f.
Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.”[16]
Jadi guru harus
bertanggung jawab atas segala sikap, tingkah laku, dan perbuatannya dalam
rangka membina jiwa dan untuk siswa. Dengan demikian, tanggung jawab guru
adalah untuk membentuk siswa agar menjadi orang yang bersusila, cakap, berguna
bagi agama, nusa dan bangsa di masa yang akan datang
6.
Profesionalisme
Guru
Guru
adalah orang seharusnya profesional artinya secara formal mereka harus telah
disiapkan secara formal mereka tekah disiapkan oleh lembaga atau institusi
pendidikan yang berwenang, mereka dididik secara khusus untuk memperoleh kompetensi
sebagai guru, yaitu meliputi pengetahuan, ketrampilan dan sikap kepribadian,
serta pengalaman dalam bidang kependidikan. Kompetensi mengacu kepada kemampuan
menjalankan tugas-tugas pelayanan pendidikan.
Secara
mandiri kemampuan yang dimaksud berbentuk yang nampak yang dapat diamati, yang
diukur, perbuatan yang nampak tersebut didasari antara lain: pengetahuan, asas,
konsep, prosedur, teknik, keputusan, pertimbangan, wawasam, sikap serta
sifat-sifat pribadi. Guru di dalam menjalankan tugas-tugas pekerjaannya akan
baik bila didasarkan pada kompetensi tugas-tugas pekerjaannya.
Guru
merupakan suatu profesi pekerjaan yang menuntut keahlian, artinya pekerjaan
sebagai guru ini tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak terlatihdan tidak
disiapkan secara khusus terlebih dahulu untuk melakukan pekerjaan itu. Kegiatan
dan pembelajaran disekolah terhadap siswa tidak bisa diakukan oleh semabarang
orang karena untuk melakukan kegiatan tersebut dituntut keahlian atau
kompetensi sebagai guru.
Pendidikan
dan pembelajaran yang dilakukan oleh guru harus merebut kepercayaan publik
(publik trust), melalui peningkatan kualitas guru dan kwalitas layanan
pendidikan dan pembelajaran. Publik trust menjadi faktor kunci bagi mengokohkan
profesi seiring upaya tersebut sebagai suatu profesi guru harus selalu
meniingkatkan dirinya dan layanan sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman.[17]
Guru
adalah tenaga profesional yang dituntut untuk menguasai kemampuan selidik
reflektif, selalu bertanya dan menjawab pertanyaan. Guru harus mempunyai
komitmen yang tinggi untuk meningkatkan ketrampilan yang memungkinkan dalam (1)
mengidentifikasikan dan mengatasi masalah; (2) berfikir kreatif; (3) berfikir
kritis; (4) produktif; (5) mengambil keputusan; (6) kemampuan kerjasama antara
guru; (7) ecermatan mengelola informasi yang makin canggih.
Untuk
dapat menjalan tugas dan peranannya, guru arus memiliki karakteristik yang
menunjang tugasnya, antara lain interes pada semua orang, sabar, sensitif
terhadap sikap dan reaksi orang lain, stabil emosinya, subyektif, menghargai
fakta, sifat yang layak dipercaya, memenuhi janji, bertanggung jawab, terbuka,
mengerti terhadap dirinya dan memeiliki tanggung jawab profesional.di samping
itu juga harus mempunyai sifat-sifat bersahabat, penuh pengertian, rasa hormat
dan kepercayaan terhadap martabat individu, sikap penerimaan, permisif, empati,
perasaan humor, pikiran sehat, obyektif dan bebas dari prasangka.[18]
Guru
sebagai pendidik yang baik di masyarakat apabila dapat mewujudkan kepada
masyarakat bahwa ia layak menjadi panutan/teladan masyarakat disekitarnya.
Sebagaimana
firman Allah SWT yang dijelaskan
اتأمرون الناس بالبر و تنسون انفسكم. (البقرة: 44)
Artinya: “Mengapa kamu suruh orang
lain (mngerjakan) kebaikan, sedang kamu melupakan dendiri (kewajiban)mu sendiri”. (Q.S.
Al-Baqarah: 44)[19]
Jadi
segala tingkah laku, sikap dan perbuatan sehari-hari guru itu selalu
diperhatikan oleh masyarakat sekitar, apakah ia patut diteladani/tidak,
bagaimana guru itu meningkatkan layanannya, pengetahuannya, memberi arahan dan
dorongan kepada peserta didiknya.
7.
Kode
Etik Guru
Guru Indonesia
menyadari, bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian kepada Tuhan yang masa
esa, bangsa dan negara, serta kemanusiaan pada umumnya. Guru Indonesia yang
berjiwa Pancasila dan setia pada Undang-Undang dasar 1945, turut bertanggung
jawab atas terwujudnya cita-cita proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17
Agustus 1945. Oleh karena itu, guru indonesia terpanggil untuk menunaikan
karyanya dengan memedomani dasar-dasar sebagai berikut:
a. “Guru
berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk mausia Indonesia seutuhnya
yang berjiwa pancasila.
b. Guru
memiliki dan melaksankan kejujuran profesional
c. Guru
berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan
bimbingan dan pembinaan.
d. Guru
menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses
belajar mengajar.
e. Guru
memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitar untuk
membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
f.
Guru memelihara hubungan profesinya,
semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial.
g. Guru
secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai
sarana perjuangan dan pengabdian.
h. Guru
melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.”[20]
B.
Keaktifan Belajar
Siswa
1. Belajar
a. Pengertian Belajar
Untuk
mendapatkan gambaran yang jelas dalam pokok bahasan di atas, maka perlu
diadakan pembatasan mengenai belajar. Dalam hal ini penulis lebih dahulu
mengemukakan beberapa definisi tentang belajar.
1) Menurut Drs. Oemar Hamalik: “belajar adalah
suatu bentuk perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara
tingkah laku yang baru, berkat pengalaman dan latihan.[21]
2) Menurut Drs. Slameto, belajar adalah suatu
perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara
individu dengan lingkungannya.[22]
3) Ahli belajar modern mengemukakan dan
merumuskan definisi belajar sebagai berikut: Belajar adalah suatu bentuk
perubahan atau pertumbuhan dalam diri individu yang dinyatakan dalam cara-cara
bertingkah laku yang baru, berkat pengalaman dan latihan.[23]
4) Menurut Nana Sudjana, belajar adalah proses
perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman, yang belajar itu dapat
ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuan, pemahaman
sebagai suatu tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kebiasaan serta perubahan
aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar.[24]
Bertitik
tolak dari beberapa tanggapan tersebut maka dapat diambil kesimpulan bahwa:
1) Belajar itu membawa perubahan.
2) Perubahan itu pada dasarnya diperolah suatu
kecakapan baru.
Dengan
demikian pendapat-pendapat yang menyatakan bahwa belajar pada dasarnya membawa
pada diri seseorang. Mengenai perubahan tersebut, menurut pendapat Bloom
meliputi 3 ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.[25]
Dan disini lebih dilakukan atau mengarah pada ranah afektif.
b. Tujuan Belajar
Setiap
perbuatan adalah mempunyai suatu tujuan termasuk belajar, pendidikan dan
pengajaran adalah suatu proses yang sadar akan tujuan maksudnya kegiatan
belajar itu sesuatu yang terkait dan terarah serta dilaksanakan untuk mencapai
adanya suatu tujuan yang ditetapkan.
Tujuan belajar sebagaimana
yang dikemukakan Azzarnuji adalah:
وينبغى
ان ينوي المتعلم بطلب العلم رضاالله تعالى. [26]
Artinya:
“Seyogyanya seorang yang belajar berminat mencari ilmu itu karena ingin
mendapatkan keridloan Allah SWT.
Tujuan
belajar menurut Sardiman, pada intinya yang menjadi tujuan dari belajar yaitu
ingin mendapatkan pengetahuan, keterampilan dan penanaman sikap atau
nilai-nilai, pencapaian tujuan belajar berarti akan menghasilkan belajar.
Relevan dengan uraian tersebut, maka hasil dari belajar yaitu:
1) Hal ihwal keilmuan dan pengetahuan konsep
atau fakta (kognitif)
2) Hal ihwal kepribadian
3) Hal ihwal kelakuan, keterampilan
(psikomotorik).[27]
Dari
berbagai pendapat diatas, dapat diambil suatu pengertian bahwa tujuan belajar
adalah mendapatkan pengetahuan, keterampilan, penanaman sikap mental dan
mendapatkan ridlo Allah SWT.
2. Keaktifan
a. Pengertian Keaktifan
Yang
dimaksud dengan keaktifan adalah keadaan siswa yang selalu giat dan sibuk diri
baik jasmani maupun rohani dalam mengikuti kegiatan belajar yang berlangsung di
sekolah. Keaktian jasmani dan rohani meliputi:
1) Keaktifan indera
Didalam
kelas atau dalam mengikuti belajar mengajar hendaknya berusaha mendayagunakan
alat indera sebaik-baiknya seperti pendengaran, penglihatan, peraba dan
sebagainya.
2) Keaktifan akal
Dalam
melakukan kegiatan belajar, akal harus selalu aktif atau diaktifkan untuk
memecahkan masalah seperti menimbang-nimbang, menyusun pendapat dan mengambil
suatu kesimpulan.
3) Pada waktu belajar, siswa harus aktif dalam
menerima bahan pelajaran yang disampaikan guru dan berusaha menyimpannya dalam
otak, kemudian mampu mengutarakannya kembali.
4) Keaktifan emosi
Bagi
seorang siswa hendaknya senantiasa berusaha mencintai apa yang telah dipelajari karena senang maupun
tidak adalah tanggung jawab diri sendiri.[28]
Dalam
kegiatan belajar mengajar, Rosseau sebagaimana dikutip Sardiman memberikan
penjelasan bahwa “Segala pengetahuan itu harus diperoleh dengan pengalaman
sendiri, penyelidikan, bekerja dengan fasilitas yang diusahakan sendiri secara
rohani maupun teknis.[29]
Dengan
demikian, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang membutuhkan adanya kesiapan
jasmani dan rohani untuk mendukung dalam melakukan aktifitas sehingga timbul
suatu kebiasaan yang kuat tertanam kokoh dalam individu dan pada akhirnya akan
terjadi keteraturan di dalam melakukan kegiatan belajar.
b. Tujuan Asas Keaktifan
1) Keaktifan siswa dalam mencoba atau
mengerjakan sesuatu amat besar artinya dalam pendidikan dan pengajaran.
Kegiatan belajar yang dilakukan akan memantapkan hasil studi bahkan lebih yaitu
akan menjadi rajin, tekun serta percaya pada diri sendiri.
2) Segi pengamatan
Diantara alat indera yang
paling penting dalam memperoleh pengetahuan adalah pendengaran dan penglihatan.
Akan tetapi juga tidak dapat lepas dari alat indera lainnya yang turut
berperan. Dalam Al-Qur’an ditegaskan bahwa manusia dididik untuk mempergunakan
alat indera penglihatan, pendengaran dan lainnya. Dinyatakan dalam surat
Al-An’am ayat 11:
قل سيروا فى الأرض ثم انظروا كيف كان عقبة المكذبين.
Artinya: “Katakanlah! Berjalanlah
kmu di muka bumi kemudian lihatlah bagaimana akhirnya hal ikhwal orang-orang
yang berdusta”. (Q.S. Al-An’am: 11)[30]
3) Segi berpikir
Tidak
dapat dipungkiri bahwa seluruh tugas dan kegiatan sekolah memerlukan proses
pemikiran, oleh karena itu pendengaran, penglihatan dan akal harus diusahakan
dalam firman-Nya yaitu Al-Qur’an Q.S. An-Nahl ayat 78.
و الله اخرجكم من بطون
أمهتكم لا تعلمون شيئا وجعل لكم السمع والأبصر والأفئدة لعلكم تشكرون.
Artinya: “Dan Allah mengeluarkanmu
dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui apapun dan Dia memberi kamu
pendengaran, penglihatan dan hati agar kamu bersyukur.[31]
4) Segi kejiwaan
Kegiatan
yang dilakukan siswa sesuai dengan keadaan dan naluri. Dengan demikian siswa
dapat menggunakan alat indera dengan baik, terutama dalam situasi belajar.
Siswa akan lebih mudah menerima dan menguasai pelajaran apabila mengerahkan
kemampuannya baik secara jasmani dan rohani.[32]
3. Keaktifan Belajar
Kegiatan
belajar merupakan kegiatan paling pokok dalam keseluruhan proses pendidikan.
Hal ini berarti berhasil atau tidaknya pencapaian suatu tujuan pendidikan
banyak bergantung pada bagaimana proses belajar yang dialami oleh siswa.
Dalam
usaha pencapaian keberhasilan dalam kegiatan belajar, siswa dituntut aktif dalam
beraktifitas belajar. Adapun bentuk-bentuk dari kegiatan belajar, antara lain:
1) Mendengarkan
Untuk
menanamkan semangat siswa dalam mengikuti pelajaran, terlebih dahulu
ditumbuhkan minat sehingga terangsang dalam mengikuti pelajaran, minat adalah
kecendrungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang berbagai kegiatan.[33]
Kegiatan yang diminati seseorang akan memperhatikan secara kontinyu disertai
rasa senang. Oleh karena itu minat besar pengaruhnya terhadap belajar. Apabila
bahan pelajaran tidak menarik siswa, maka belajar tidak terdapat usaha yang
maksimal.
2) Perhatian
Adalah
keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa itu semata-mata tertuju pada obyek atau
sekumpulan obyek.[34]
Perhatian dapat menjadikan siswa menghilangkan kebosanan dalam belajar karena
mengarahkan pada fokus belajar.
3) Mencatat
Membuat
catatan akan berpengaruh dalam membaca. Catatan yang kurang jelas semrawut
antara materi satu dengan lainnya akan menimbulkan rasa keengganan dalam
membaca. Didalam membuat catatan sebaiknya diambil dari intisari, mencatat yang
dimaksudkan dalam belajar yaitu dalam mencatat
seseorang menyadari akan kebutuhannya.[35]
Dengan demikian, catatan tidak hanya sekedar fakta melainkan juga merupakan
materi yang dibutuhkan untuk dipahami dan dimanfaatkan sebagai informasi bagi perkembangan
wawasan otak pikir.
4) Bertanya pada guru
Dalam
belajar membutuhkan reaksi yang melibatkan ketangkasan mental, kewaspadaan,
perhitungan dan ketekunan guna menangkap fakta dan ide-ide yang disampaikan
guru.[36]
Jadi kecepatan jiwa seseorang dalam memberikan respon suatu pelajaran merupakan
faktor penting dalam proses kegiatan belajar.
5) Membaca
Membaca
merupakan alat belajar yang mendominasi dalam kegiatan belajar. Salah satu
metode membaca yang baik dan banyak dipakai dalam belajar adalah metode survey
(meninjau), write (menulis), Question (mengajukan pertanyaan), read (membaca),
recite (menghafal), write (menulis), dan review (mengulang kembali).[37]
6) Membuat ihtisar atau merangkum
Banyak
orang merasa terbantu dalam belajar, karena menggunakan ihtisar. Ihtisar
bermnfaat membantu mengingat dan mencari kembali materi dalam buku untuk masa
yang akan datang.[38]
Selain itu penggaris bawah (underlining) juga membantu dalam usaha menemukan
kembali materi di kemudian hari.
7) Latihan atau praktek
Seseorang
yang melaksanakan kegiatan dengan berlatih tentu mempunyai dorongan untuk
mencapai tujuan tertentu yang dapat mengembangkan suatu aspek dalam dirinya.
Dalam berlatih akan terjadi interaksi antara subyek dengan lingkungan.[39]
Dan hasil dari praktek tersebut dapat berupa pengalaman yang dapat mengubah
diri seseorang yang melakukan aktifitas belajar dengan latihan dan lingkungan
yang mendukung.
4. Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Belajar
Hasil
belajar tergantung pada banyak hal atau faktor. Tidak semua faktor mempunyai
pengaruh sama, ada yang besar dan kecil dalam berpengaru. Belajar yang baik
jika didukung dengan beberapa faktor yang menjadi komponen.
Belajar
merupakan proses kegiatan untuk mengubah tingkah laku si subyek belajar, banyak
faktor yang mempengaruhinya. Dan sekian banyak faktor secara garis besar dapat
dibagi dalam dua kategori, yaitu faktor intern yang datang dari si subyek
belajar dan faktor ekstern yang datang dari luar subyek.
Faktor-faktor
psikologi yangdikatakan memiliki peranan penting itu dapatdipandang sebagai
cara-cara berfungsinya pikiran siswa dalam hubungan dengan pemahaman bahwa
pelajaran, sehingga penguasaan terhadap bahan yang disajikan lebih mudah dan
efektif.[40]
Tomas Staton menguraikan enam macam faktor sebagai berikut:
a.
Motivasi : dorongan atau keinginan untuk belajar
b.
Konsentrasi : segenap kekuatan pada
situasi belajar
c.
Reaksi : bertindak untuk melakukan belajar
d.
Organisasi : menata pelajaran tau menempatkan bagian-bagian bahan pelajaran ke dalam suatu pengaturan
e.
Pemahaman : menguasai sesuatu
f.
Ulangan :
mengulang-ulang
suatu pelajaran atau faktor yang telah dipelajari, kemampuan para siswa untuk
mengingatkan semakin bertambah
Ternyata
dalam proses belajar mengajar tidak begitu mudah untuk dilaksanakan melainkan
perlu adanya perhatian yang khusus mengenai hal proses belajar ini, sehingga
tujuan belajar akan terwujud dengan gemilang. Untuk mewujudkan ini perlu adanya
beberapa syarat yang diperhatikan meliputi faktor-faktor sebagai berikut:
a.
Kesehatan jasmani
Badan
yang sehat berarti tidak mengalami gangguan penyakit tertentu, cukup vitamin
dan seluruh fungsi badan berjalan baik.
b. Rohani yang sehat
Tidak
berpenyakit saraf, tidak mengalami gangguan emisional, tenang dan stabil,
kondisi rohani sangat mempengaruhi konsentrasi pikiran, kemauan dan perasaan.
c. Lingkungan tenang
Tidak ribut, serasi, bila
mungkin jauh dari keramaian
d. Tempat belajar
Cukup udara, sinar matahari, penerangan dan lain-lain.
e. Tersedia cukup alat
Bahan dan alat yang
menjadi sumber pembantu belajar.
Dari
uraian tentang hal-hal yang mempengaruhi belajar, dapat diambil kesimpulan
bahwa ada dua klasifikasi yang berpengaruh terhadap belajar, yaitu:
a. Faktor intern (faktor yang datangnya dari
dalam diri subyek) antara lain: kemampuan memahami pelajaran dan kekuatan
ingatan berpikir dan sebagainya.
b. Faktor ekstern (faktor yang datangnya dari
luar diri subyek), diantaranya: lingkungan, tempat belajar, sarana prasarana
cukup dan sebagainya.
Kedua faktor tersebut
sangat penting untuk diperhatikan dalam pelaksanaan proses belajar dalam
mencapai tujuan belajar yang maksimal.
C.
Hubungan antara
tingkat profesionalisme guru dengan keaktifan belajar siswa
Guru
memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan kuantitas dan kualitas
pengajaran yang dilaksanakannya, oleh sebab itu, guru harus memikirkan dan
membuat perencanaan secara seksama dalam meningkatkan kesempatan belajar bagi
siswanya.
Gurulah yang memikul tanggung jawab
atas keberhasilan dan kegagalan program pendidikan. Oleh karena itu mengajar
merupakan pekerjaan profesionalisme, bukan pekerjaan yang bersifat sampingan.
Untuk menjalankan pekerjaan yang bersifat profesionalisme itu, maka seorang
guru haruslah seorang yang telah mempunyai kewenangan profesionalisme yakni
seorang yang secara khusus benar-benar
telah dididik dan dipersiapkan untuk melaksanakan tugas sebagai guru.[41]
Guru merupakan key person,
sebagai seseorang yang harus bisa menumbuhkan motivasi anak untuk belajar
sehingga anak selalu aktif dalam melaksanakan kegiatan belajar baik di kelas
maupun memotivasi belajar mandiri di rumah. Tugas seperti mustahil dilakukan
jika guru tidak mempunyai semangat profesionalisme dalam kinerjanya. Guru yang
baik menjadikan murid suka dan dekat dengan guru, murid senantiasa patuh
menuruti apa yang diajarkan oleh guru. Dan sebaliknya jika guru tidak
profesional maka murid cepat lelah dan bosan dengan materi pelajaran karena tidak ada variasi dalam pembelajaran
dan semua penyampaiannya bersifat monoton (membosankan), dan juga tidak
memberikan tugas-tugas untuk belajar di rumah, maka keberhasilan pendidikan
adalah tergantung pada unsur manusianya.
Unsur manusia yang paling menentukan keberhasilannya pendidikan adalah
pelaksanaan pendidikan yaitu guru.[42] Semakin profesional guru maka anak
didik akan semakin aktif dalam belajar.
[1] Depdikbud, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1997, hlm. 789.
[2] Soecipto dan Raflis Kosasi,
Profesi Keguruan, Rineka Cipta, Jakarta, 1999, hlm. 262.
[3] Muhibbin Syah, Psikologi
Pendidikan, Remaja Rosda Karya, Bandung, 1999, hlm. 230.
[4] Soecipto dan Kosasi, Op.
Cit., hlm. 262
[5] Nana Sudjana, Dasar-Dasar
Proses Mengajar, Sinar Baru Algesindo, Bandung, 1998, hlm. 14.
[6] M. Uzer Usman, Menjadi
Guru Profesional, Remaja Rosda Karya, Bandung, 1999, hlm. 15.
[7] Soecipto dan Kosasi, Op.
Cit., hlm. 17.
[8] Sudarwan Hanim. Op. Cit.,
hlm. 25
[9] Piet Sahertian, Profil
Pendidik Profesional, Andi Offset, Yogyakarta, 1994, hlm. 28
[10] Nana Sujana, Dasar-Dasar
Proses Belajar Mengajar, Sinar Baru, Bandung, 1989, hlm. 47.
[11] Ibid., hlm. 49.
[12] Ibid., hlm. 47.
[13] Syaiful Bahri Djamarah, Op.
Cit., hlm. 43-45.
[14] Aulia Reza bastian, Reformasi
Pendidikan, Lappera Pustaka Utama, Yogyakarta, 2000, hlm. 35.
[15] Fuad Hasan, Dasar-Dasar
Kependidikan, PT Rineka Cipta, Jakarta, 1997, hlm. 41.
[16] Syaiful Bahri Djamarah, Op.
Cit., hlm. 36.
[17] H.A.R. Tilaar, Paradigma Baru
Pendidikan Nasional, Rineka Cipta, Jakarta, 2000, hal. 18-19.
[18] Arifin, Ilmu Pendidikan
Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 2000, hlm. 10
[19] Al-Qur’an, Surat Al-Baqarah
Ayat 44, Yayasan Penyelenggara Penerjemah Penafsir Al-Qur’an, Al-Qur’an dan
Terjemahnya, Departemen Agama, hlm. 16.
[20] A. Samana, Profesionalisme
Keguruan, PT. Kanisius, Yogyakarta, 1994, hlm. 117.
[21] Oemar Hamalik, Metode Belajar
Dan Kesulitan-Kesulitan Belajar, Tarsito, Bandung, 1983, hlm. 21.
[22] Slameto, Belajar Dan
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, Rineka Cipta, Jakarta, 1991, hlm. 2.
[23] Oemar Hamalik, Op. Cit.,
hlm. 22.
[24] Nana Sudjana, Cara
Belajar Siswa Aktif Dalam Proses Belajar Belajar Mengajar, Sinar Baru,
Bandung, 1989, hlm. 5.
[25] Sardiman, Op. Cit.,
hlm. 25.
[26] Azzarmuji, Ta’lim
Muta’allim, Toha Putra, Semarang, t.th., hlm. 10.
[27] Sardiman, Op. Cit.,
hlm. 30.
[28] Sriyono, dkk., Teknis
Belajar Mengajar Dalam CBSA, Rineka Cipta, Jakarta, 1992, hlm. 75.
[29] Sardiman, Op. Cit.,
hlm. 43.
[30] Al-Qur’an, Surat Al-An’am
ayat 11, Penyelenggara Penerjemah dan Penafsir Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya,
Departemen Agama RI, hlm. 187.
[31] Al-Qur’an, Surat An-Nahl
Ayat 78, Penyelenggara Penerjemah dan Penafsir Al-Qur’an, Al-Qur’an dan
Terjemahnya, Departemen Agama RI, hlm. 187.
[32] Sriyono, Op. Cit.,
hlm. 76-77.
[33] Slameto, Op. Cit.,
hlm. 69.
[34] Ibid., hlm. 58
[35] Abu Ahmadi, dkk., Psikologi
Belajar, Rineka Cipta, Jakarta, 1991, hlm. 127.
[36] Sardiman, Op. Cit.,
hlm. 41.
[37] Abu Achmadi, dkk., Op.
Cit., hlm. 85-86.
[38] Ibid., hlm. 128.
[39] Ibid., hlm. 130
[40] Sardiman, Op. Cit.,
hlm. 39.
[41] Nana Sudjana, CBSA Dalam
Proses Belajar Mengajar, Sinar Baru, Bandung, 1989, hal.1
[42].Ibid., hal. 2
0 Response to "PROFESIONALISME GURU DAN KEAKTIFAN BELAJAR"
Post a Comment