PROFESIONALISME GURU DAN KEAKTIFAN BELAJAR

PROFESIONALISME GURU DAN KEAKTIFAN BELAJAR



A.    Profesionalisme Guru

1.      Pengertian Profesionalisme
Dalam menelusuri pengertian profesionalisme, terdapat beberapa definisi yang telah diberikan oleh beberapa ahli, yaitu:
a.      Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, profesional adalah: “bersangkutan dengan profesi”, “memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya”.[1]
Adapun pengertian profesi adalah: “jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian dan etika khusus serta aku (standar) layanan.[2]
b.      Menurut Muhibbin Syah, M.Ed., dalam bukunya Psikologi Pendidikan mengartikan :”sangat mampu melakukan pekerjaan”.[3]
c.       Menurut Prof. Soecipto dan Drs. Aflis Kosasi, M.Sc. dalam buku profesi keguruan mengartikan profesional sebagai orang yang mempunyai kemampuan sesuai dengan tuntutan profesi.[4]
Dari beberapa definisi di atas dapat dirumuskan bahwa prfesional adalah orang yang memegang suatu jabatan atau pekerjaan yang mana pekerjaan tersebut menuntut adanya bidang ilmu, ketrampilan, keahlian dan kemampuan tertentu di luar jangkauan khalayak ramai (tidak setiap orang dapat melakukannya) dan memerlukan pendidikan dan pelatihan dalam waktu yang panjang.

2.      Ciri-Ciri Profesionalisme
Dalam pembahasan tentang kriteria-kriteria yang harus dipenuhi agar suatu pekerjaan dapat disebut profesional, terdapat beberapa pendapat.
Menurut Nana Sudjana, ciri-ciri pokok pekerjaan yang bersifat profesional, adalah:
      a.      “Pekerjaan itu dipersiapkan melalui proses pendidikan dan latihan secara formal.
      b.      Pekerjaan tersebut mendapat pengakuan dari masyarakat
        c.       Adanya organisasi profesi, dan
d.     Mempunyai landasan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab pekerjaan profesi tersebut.”[5]

Persyaratan tersebut relevan dengan apa yang diungkapkan oleh Moh. Uzer Usman tentang persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjadi pemegang jabatan yang profesional, syarat-syarat tersebut yaitu:
a.      “Menuntut adanya ketrampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam
b.      Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya
c.       Menuntut adanya tingkat pendidikan yang memadai
d.     Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya.
e.      Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehIdupan
f.        Memiliki kode etik, sebagai acuan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
g.      Memiliki klien atau obyek layanan yang tetap
h.      Diakui oleh masyarakat karena jasanya yang diperlukan.”[6]

Tidak jauh berbeda dengan ciri-ciri di atas Sanusi dkk, mengutarakan ciri-ciri utama suatu pekerjaan yang profesional sebagai berikut:
a.      “Suatu jabatan yang memiliki fungsi dan berarti signifikasi sosial yang menentukan (Crusial).
b.      Jabatan yang menuntut keterampilan/keahlian tertentu
c.       Keterampilan atau keahlian yang dituntut jabatan itu di dapat melalui pemecahan masalah dengan menggunakan teori.
d.     Jabatan itu memerlukan pendidikan tingkat perguruan tinggi dengan waktu yang cukup lama.
e.      Jabatan itu berdasarkan pada batang tubuh disiplin ilmu yang jelas, sistematik, eksplisit, yang bukan Hanya sekedar pendapat khalayak umum.
f.        Proses pendidikan untuk jabatan itu juga merupakan aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai profesional itu sendiri.
g.      Dalam memberikan layanan kepada masyarakat, anggota profesi itu berpegang teguh pada kode etik dikontrol oleh organisasi profesi.
h.      Tiap anggota profesi mempunyai kebebasan dalam memberikan judgement terhadap permasalahan profesi yang dihadapinya.
i.        Dalam prakteknya melayani masyarakat, anggota profesi otonom dan bebas dari campur tangan orang luar.
j.        Jabatan itu mEmpunyai prestise yang tinggi dalam masyarakat, dan karenanya memperoleh imbalan yang tinggi pula”.[7]

Sudarwan Danim, karena bukunya berpendapat mengenai karakteristik profesional, yaitu:
a.      “Kemampuan intelektual yang diperoleh melalui pendidikan
b.      Memiliki pengeTahuan spesialisasi
c.       Memiliki pengetahuan praktis yang dapat digunakan langsung oleh orang lain atau klien.
d.     Memiliki kapasitas mengorganisasikan kerja secara mandiri atau self organization
e.      Memiliki teknik kerja yang dapat dikomunikasikan atau communicable.
f.        Mementingkan kepentingan orang lain (altruism).”[8]

Dari uraian di atas menurut Piet Sahertian bahwa jabatan seorang guru memenuhi kriteria tersebut karena beberapa hal sebagai berikut:
a.      “Jabatan ini lebih mementingkan tugas layanan sosial dari pada mencari keuntungan seNdiri.
b.      Jabatan ini membutuhkan pendidikan dan latihan dalam jangka waktu yang lama.
c.       Selalu menambah pengetahuan terus menerus tumbuh dalam jabatannya.
d.     Memiliki kode etik
e.      Memiliki kemampuan intelektual untuk menjawab masalah-masalah yang dihadapi.
f.        Selalu ingin belajar terus-menerus mengenai bidang keahlian yang ditekuni.
g.      Jabatan itu dipandang sebagai karir hidup.”[9]

3.      Tugas Guru
Jabatan guru memiliki banyak tugas, baik yang terikat oleh dinas maupun diluar dinas dalam bentuk pengabdian. Tugas guru tidak hanya sebagai profesi, tetapi juga sebagai suatu tugas kemanusiaan dan kemasyarakatan.
Tugas guru sebagai suatu profesi menuntut kepada guru untuk membangun profesionalitas diri sesuai dengan ilmu pengetahuan  dan tekhnologi. Mendidik, mengajar dan melatih anak adalah tugas guru sebagai suatu profesi. Tugas guru sebagai pendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup kepada siswa. Tugas guru sebagai pengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada siswa. Tugas guru sebagai pelatih berarti mengembangkan keterampilan dan menerapkannya dalam kehidupan demi masa depan siswa.
Tugas kemanusiaan salah satu segi dari tugas guru. Sisi ini tidak bisa guru abaikan, karena guru harus terlibat dengan kehidupan di masyarakat dengan interaksi sosial. Guru harus menanamkan nilai-nilai kemanusiaan kepada siswa. Dengan begitu siswa dididik agar mempunyai sifat kesetiakawanan sosial.[10]
Guru harus dapat menempatkan diri sebagai orang tua kedua, dengan mengemban tugas yang dipercayakan orang tua kandung/wali siswa dalam jangka waktu tertentu. Untuk itu pemahaman terhadap jiwadan watak siswa diperlukan agar dapat dengan mudah memahami jiwa dan watak siswa. Begitulah tugas guru sebagai orang tua kedua, setelah orang tua siswa  didalam keluarga di rumah.
Di bidang kemasyarakatan merupakan tugas guru yang juga tidak kalah pentingnya. Pada bidang ini guru mempunyai tugas mendidik dan mengajar masyarakat untuk menjadi warga negara Indonesia yang bermoral pancasila. Memang tidak dapat dipungkiri bila guru mendidik siswa sma halnya guru mencerdaskan bangsa indonesia.
Bila dipahami, maka tugas guru tidak hanya sebatas dinding sekolah, tetapi juga sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat. Bahkan bila dirinci lebih jauh, tugas guru tidak hanya yang telah disebutkan. Menurut Roestiyah N.K, bahwa guru dalam mendidik siswa bertugas untuk:
a.      “Menyerahkan kebudayaan kepada siswa yang berupa kepandaian, kecakapan dan pengalaman-pengalaman.
b.      Membentuk kepribadian anak yang harmonis sesuai dengan cita-cita dan dasar negara kita pancasila.
c.       Menyiapkan anak menjadi warga negara yang baik sesuai dengan Undang-Undang pendidikan yang merupakan keputusan MPR No. 11 tahun 1983.
d.     Sebagai perantara dalam belajar
Didalam proses belajar guru hanya sebagai perantara/medium, anak harus berusaha sendiri mendapatkan suatu pengertian/insting, sehingga timbul perubahan dalam pengetahuan, tingkah laku dan sikap.
e.      Guru adalah pembimbing untuk membawa siswa ke arah  kedewasaan, pendidik tidak maha kuasa, tidak dapat membentuk anak menurut kehendaknya.
f.        Guru sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat
Anak nantinya akan hidup dan bekerja, serta mengabdikan diri dalam masyarakat, dengan demikian anak harus dilatih dan dibiasakan di sekolah dibawah pengawasan guru.
g.      Sebagai penegak disiplin, guru menjadi contoh dalam segala hal, tata tertib dapat berjalan bila guru dapat menjalani lebih dahulu.
h.      Guru sebagai administrator dan manajer
Disamping mendidik, seorang guru harus dapat mengerjakan urutan tata usaha, seperti membuat buku kas, daftar induk, rapor, daftar gaji, dan sebagainya, serta dapat mengkoordinasi segala ekerjaan di sekolah secara demokratis, sehingga suasana pekerjaanpenuh dengan rasa kekeluargaan.
i.        Pekerjaan guru sebagai suatu profesi
Orang yang menjadi guru karena terpaksa tidak dapat bekerja dengan baik, maka harus menyadari benar-benar pekerjaannya sebagai suatu profesi.
j.        Guru sebagai perencana kurikulum
Guru menghadapi anak-anak setiap hari, gurulah yang paling tahu kebutuhan anak-anak dan masyarakat sekitar, maka dalam penyusunan kurikulum, kebutuhan ini tidak boleh ditingkatkan.
k.      Guru sebagai pemimpin
Guru mempunyai kesempatan dan tanggung jawab dalam banyak situasi  untuk membimbing anak ke arah pemecahan soal, membentuk keputusan, dan menghadapkan anak-anak pada problem.
h.      Guru sebagai sponsor dalam kegiatan anak-anak
Guru harus turut aktif dalam segala aktifitas anak, misalnya dalam ekstra kurikuler membentuk kelompok belajar dan sebagainya”.[11]

Dengan meneliti poin-poin tersebut, tahulah bahwa tugas guru tidak ringan. Profesi guru harus berdasarkan panggilan jiwa, sehingga dapat menunaikan tugas dengan baik dan ikhlas. Guru harus mendapatkan haknya secara proporsional dengan gaji yang patut diperjuangkan melebihi profesi yang lain, sehingga keinginan peningkatan kompetensi guru dan kualitas belajar siswa bukan hanya sebuah slogan di atas kertas.
4.      Peranan Guru
Sehubungan dengan fungsinya sebagai pengajar, pendidik dan pembimbing, maka diperlukan adanya berbagai peranan pada diri guru. Peranan guru ini akan senantiasa menggambarkan pola tingkah laku yang diharapkan dalam berbagai interaksinya, baik dengan siswa, sesama guru, maupun dengan staf lain. Dari berbagai kegiatan interaksi belajar mengajar dapat dipandang sebagai sentral bagi peranannya. Sebab baik disadari atau tidak, bahwa sebagian dari waktu dan perhatian guru banyak dicurahkan untuk menggarap proses belajar mengajar dan berinteraksi dengan siswa.
Mengenai apa peranan guru itu ada beberapa pendapat:
a.      Prey Kate menggambarkan peranan guru sebagai komunikatir, sahabat yang dapat memberikan nasehat-nasehat, motivator sebagai pemberi inspirasi dan dorongan, pembimbing dalam pengembangan sikap dan tingkah laku serta nilai-nilai, orang yang meguasai bahan yang diajarkan.
b.      Havighurst menjelaskan bahwa peranan guru disekolah sebagai pegawai (employee) dalam hubungan kedinasan, sebagai bawahan (subordinate) terhadap atasannya, sebagai kolega kolega dalam hubungannya dengan teman sejawat, sebagai mediator alam hubungannya dengan siswa, sebagai pengatur disiplin, evaluator dan pengganti orang tua.
c.       James W. Brown, mengemukakan bahwa tugas dan peranan guru antara lain: menguasai dan mengembangkan materi pelajaran, merencana dan mempersiapkan pelajaran sehari-hari, mengontrol dan mengevaluasi kegiatan siswa.
d.     Federasi dan Organisasi Guru Sedunia, mengungkapkan guru bahwa peranan guru disekolah, tidak hanya sebagai transmitter dari ide tetapi juga berperan sebagai transformer dan katalisator dari nilai dan sikap.[12]
Dari beberapa pendapat diatas, maka secara rinci peranan guru dalam kegiatan belajar mengajar, secara singkat dapat disebutkan sebagai berikut:
a.      Informator
Sebagai pelaksana cara mengajar informatik, laboratorium, studi lapangan dan sumber informasi kegiatan akademik maupun umum.
b.      Organisator
Guru sebagai organisator, pengelola kegiatan akademik, silabus workshop, jadwal pelajarn dll.
c.       Motivator
Guru harus dapat merangsang dan memberikn dorongan serta reinforcement untuk mendinamisasikan potensi siswa, menumbuhkan swadaya (aktivitas) dan daya cipta 9kreativitas) sehingga akan terjadi dinamika di dalam proses belajar mengajar.
d.     Pengarah/direktor
Jiwa kepemimpinan bagi guru dalam peranan ini lebih menonjol. Guru dalam hal ini harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.
e.      Inisiator
Guru dalam hal ini sebagai pencetus ide-ide dalam proses belajar. Sudah barang tentu ide-ide itu merupakan ide-ide kreatif yang dapat  dicontoh oleh anak didiknya. Jadi termasuk pula dalam lingkup semboyan “Ing Ngarso Sung Tulodo”
f.        Transmitter
Dalam kegiatan belajar, guru juga akan bertindak selaku penyebar kebijaksanaan pendidikan dan pengetahuan.
g.      Fasilitator
Berperan sebagai fasilitator, guru dalam hal ini akan memberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses belajar mengajar, misalnya saja dengan menciptakan suasana kegiatan belajar yang sedemikian rupa, serasi dengan perkembangan sisw, sehingga interaksi belajar akan berlangsung secara efektif. Hal ini bergayut dengan semboyan “Tut Wuri Handayani”.
h.      Mediator
Guru sebagai mediator dapat diartikan sebagai penengah dalam kegitan belajar siswa. Misalnya menengahi atau memberikan jalan keluar kemacetan dalam kegiatan diskusi siswa. Mediator juga diartikan penyedia media, bagaimana cara memakai dan mengorganisasikan penggunaan media.
i.        Evaluator
Sebagai evaluator, guru dituntut untuk menjadi seorang evaluator yang baik dan jujur, dengan memberikan penilaian secara obyektif, tidak hanya menilai produk (hasil pengajaran) tetapi juga menilai proses (jalannya pengajaran).[13]
j.        Dalam upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan, peranan guru mengalami perluasan, yaitu guru sebagai : pelatih, konselor, manajer pembelajaran, partisipan, pemimpin, pembelajar dan pengarang. Sebagai pelatih, guru harus bisa memberikan peluang yang sebesar-besarnya bagi siswa untuk mengembangkan cara-cara pembelajarannya sendiri sesuai dengan kondisi masing-masing. Guru hanya memberikan prinsip-prinsip dasarnya saja dan tidak memberikan suatu cara yang mutlak.
Sebagai konselor, guru harus mampu menciptakan situasi interaksi belajar mengajar, dimana siswa melakukan perilaku pembelajaran dalam suasana psikologis yang kondusif da tidak ada jarak, yang kaku dengan guru. Disamping itu guru diharapkan mampu memahami kondisin setiap siswa dan membantunya ke arah perkembangan yang optimal.
Sebagai manajer pembelajaran, guru memiliki kemandirian dan otonomi yang seluas-luasnya dalam mengelola keseluruhan kegiatan belajar mengajar dengan mendinamisasikan seluruh sumber-sumber penunjang pembelajaran.
Sebagai partisipan, guru tidaak hanya berperilaku mengajar tetapi juga berperilaku belajar dari interaksinya dengan siswa. Hal ini mengandung makna bahwa bukanlah sartu-satunya sumber beljar bagi anak akan tetapi ia sebagai fasilitator pembelajaran siswa.
Sebagai pemimpin, diharapkan guru mampu menjadi seorang yang mampu menggerakkan orang lain untuk mewujudkan perilaku menuju tujuan bersama.
Sebagai pembelajar, guru harus secara terus menerus belajar dalam rangka menyegarkan kompetensinya serta meningkatkan kualitas profesionalnya.[14]
Sebagai pengarang guru harus selalu kreatif dan inovatif menghasilkan berbagai karya yang akan digunakan untuk melaksanakan tugas-tugas profesionalnya. Dalam menghadapi tantangan desentralisasi pendidikan serta peningkatan mutu pendidikan, kreativitas dan kemandirian guru sangat diperlukan agar mampu beradaptasi dengan berbagai perubahan yang ada.
5.      Tanggung Jawab Guru
Guru adalah orang yang bertanggung jawab mencerdaskan kehidupan siswa. Pribadi susila yang cakap adalah yang diharapkan ada pada diri setiap siswa. Pribadi susila yang cakap adalah yang diharapkan siswanya menjadi sampah masyarakat. Untuk itulah guru dengan penuh dedikasi dan loyalitas berusaha membimbing dan membina agar siswa dimasa yang akan datang menjadi orang yang berguna bagi nusa dan bangsa.
Karena profesinya sebagai guru adalah berdasarkan panggilan jiwa maka bila guru melihat siswanya senang berkelahi, meminum minuman keras, menghisapganja, datang ke komplek pelacuran dan sebagainya. Guru meraa sakit hati. Siang ataun malam selalu memikirkan bagaimana caranya agar siswanya itu dapat dicegah dari perbuatan yang krang baik, asusila dan amoral.
Menjadi tanggung jawab guru untuk memberikan sejumlah norma itu kapada siswa agar tahu mana perbuatan yang susila dan asusila, mana perbuatan yang bermoral dan amoral. Semua norma itu mesti harus guru berikan ketika di kelas, diluar kelas sebaiknya guru mencontohkan melalui sikap, tingkah laku, dan perbuatan. Pendidikan dilakukan tidak semata-mata dengan perkataan, tetapi dengan sikap, tingkah laku, dan perbuatan.[15]
Menurut Wens Tanlain bahwa guru yang bertanggung jawab memiliki beberapa sifat sebagai berikut:
a.      “Menerima dan mematuhi norma, nilai-nilai kemanusiaan.
b.      Memikul tugas mendidik dengan bebas, berani, gembira (tugas bukan menjadi beban baginya).
c.       Sadar akan nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatannya serta akibat-akibat yang timbul (kata hati).
d.     Menghargai orang lain, termasuk siswa
e.      Bijaksana dan hati-hati (tidak nekat, tidak sembrono, tidak pendek akal) dan;
f.        Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.”[16]

Jadi guru harus bertanggung jawab atas segala sikap, tingkah laku, dan perbuatannya dalam rangka membina jiwa dan untuk siswa. Dengan demikian, tanggung jawab guru adalah untuk membentuk siswa agar menjadi orang yang bersusila, cakap, berguna bagi agama, nusa dan bangsa di masa yang akan datang
6.      Profesionalisme Guru
Guru adalah orang seharusnya profesional artinya secara formal mereka harus telah disiapkan secara formal mereka tekah disiapkan oleh lembaga atau institusi pendidikan yang berwenang, mereka dididik secara khusus untuk memperoleh kompetensi sebagai guru, yaitu meliputi pengetahuan, ketrampilan dan sikap kepribadian, serta pengalaman dalam bidang kependidikan. Kompetensi mengacu kepada kemampuan menjalankan tugas-tugas pelayanan pendidikan.
Secara mandiri kemampuan yang dimaksud berbentuk yang nampak yang dapat diamati, yang diukur, perbuatan yang nampak tersebut didasari antara lain: pengetahuan, asas, konsep, prosedur, teknik, keputusan, pertimbangan, wawasam, sikap serta sifat-sifat pribadi. Guru di dalam menjalankan tugas-tugas pekerjaannya akan baik bila didasarkan pada kompetensi tugas-tugas pekerjaannya.
Guru merupakan suatu profesi pekerjaan yang menuntut keahlian, artinya pekerjaan sebagai guru ini tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak terlatihdan tidak disiapkan secara khusus terlebih dahulu untuk melakukan pekerjaan itu. Kegiatan dan pembelajaran disekolah terhadap siswa tidak bisa diakukan oleh semabarang orang karena untuk melakukan kegiatan tersebut dituntut keahlian atau kompetensi sebagai guru.
Pendidikan dan pembelajaran yang dilakukan oleh guru harus merebut kepercayaan publik (publik trust), melalui peningkatan kualitas guru dan kwalitas layanan pendidikan dan pembelajaran. Publik trust menjadi faktor kunci bagi mengokohkan profesi seiring upaya tersebut sebagai suatu profesi guru harus selalu meniingkatkan dirinya dan layanan sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman.[17]
Guru adalah tenaga profesional yang dituntut untuk menguasai kemampuan selidik reflektif, selalu bertanya dan menjawab pertanyaan. Guru harus mempunyai komitmen yang tinggi untuk meningkatkan ketrampilan yang memungkinkan dalam (1) mengidentifikasikan dan mengatasi masalah; (2) berfikir kreatif; (3) berfikir kritis; (4) produktif; (5) mengambil keputusan; (6) kemampuan kerjasama antara guru; (7) ecermatan mengelola informasi yang makin canggih.
Untuk dapat menjalan tugas dan peranannya, guru arus memiliki karakteristik yang menunjang tugasnya, antara lain interes pada semua orang, sabar, sensitif terhadap sikap dan reaksi orang lain, stabil emosinya, subyektif, menghargai fakta, sifat yang layak dipercaya, memenuhi janji, bertanggung jawab, terbuka, mengerti terhadap dirinya dan memeiliki tanggung jawab profesional.di samping itu juga harus mempunyai sifat-sifat bersahabat, penuh pengertian, rasa hormat dan kepercayaan terhadap martabat individu, sikap penerimaan, permisif, empati, perasaan humor, pikiran sehat, obyektif dan bebas dari prasangka.[18]
Guru sebagai pendidik yang baik di masyarakat apabila dapat mewujudkan kepada masyarakat bahwa ia layak menjadi panutan/teladan masyarakat disekitarnya.
Sebagaimana firman Allah SWT yang dijelaskan
اتأمرون الناس بالبر و تنسون انفسكم. (البقرة: 44)
Artinya: “Mengapa kamu suruh orang lain (mngerjakan) kebaikan, sedang kamu melupakan  dendiri (kewajiban)mu sendiri”. (Q.S. Al-Baqarah: 44)[19]
Jadi segala tingkah laku, sikap dan perbuatan sehari-hari guru itu selalu diperhatikan oleh masyarakat sekitar, apakah ia patut diteladani/tidak, bagaimana guru itu meningkatkan layanannya, pengetahuannya, memberi arahan dan dorongan kepada peserta didiknya.
7.      Kode Etik Guru
Guru Indonesia menyadari, bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian kepada Tuhan yang masa esa, bangsa dan negara, serta kemanusiaan pada umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila dan setia pada Undang-Undang dasar 1945, turut bertanggung jawab atas terwujudnya cita-cita proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Oleh karena itu, guru indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan memedomani dasar-dasar sebagai berikut:
a.      “Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk mausia Indonesia seutuhnya yang berjiwa pancasila.
b.      Guru memiliki dan melaksankan kejujuran profesional
c.       Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.
d.     Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar.
e.      Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitar untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
f.        Guru memelihara hubungan profesinya, semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial.
g.      Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
h.      Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.”[20]

B.     Keaktifan Belajar Siswa

1.      Belajar
a.      Pengertian Belajar
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dalam pokok bahasan di atas, maka perlu diadakan pembatasan mengenai belajar. Dalam hal ini penulis lebih dahulu mengemukakan beberapa definisi tentang belajar.
1)      Menurut Drs. Oemar Hamalik: “belajar adalah suatu bentuk perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara tingkah laku yang baru, berkat pengalaman dan latihan.[21]
2)      Menurut Drs. Slameto, belajar adalah suatu perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya.[22]
3)      Ahli belajar modern mengemukakan dan merumuskan definisi belajar sebagai berikut: Belajar adalah suatu bentuk perubahan atau pertumbuhan dalam diri individu yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru, berkat pengalaman dan latihan.[23]
4)      Menurut Nana Sudjana, belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman, yang belajar itu dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuan, pemahaman sebagai suatu tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kebiasaan serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar.[24]
Bertitik tolak dari beberapa tanggapan tersebut maka dapat diambil kesimpulan bahwa:
1)      Belajar itu membawa perubahan.
2)      Perubahan itu pada dasarnya diperolah suatu kecakapan baru.
Dengan demikian pendapat-pendapat yang menyatakan bahwa belajar pada dasarnya membawa pada diri seseorang. Mengenai perubahan tersebut, menurut pendapat Bloom meliputi 3 ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.[25] Dan disini lebih dilakukan atau mengarah pada ranah afektif.
b.     Tujuan Belajar
Setiap perbuatan adalah mempunyai suatu tujuan termasuk belajar, pendidikan dan pengajaran adalah suatu proses yang sadar akan tujuan maksudnya kegiatan belajar itu sesuatu yang terkait dan terarah serta dilaksanakan untuk mencapai adanya suatu tujuan yang ditetapkan.
Tujuan belajar sebagaimana yang dikemukakan Azzarnuji adalah:

وينبغى  ان ينوي المتعلم بطلب العلم رضاالله تعالى. [26]

Artinya: “Seyogyanya seorang yang belajar berminat mencari ilmu itu karena ingin mendapatkan keridloan Allah SWT.

Tujuan belajar menurut Sardiman, pada intinya yang menjadi tujuan dari belajar yaitu ingin mendapatkan pengetahuan, keterampilan dan penanaman sikap atau nilai-nilai, pencapaian tujuan belajar berarti akan menghasilkan belajar. Relevan dengan uraian tersebut, maka hasil dari belajar yaitu:
1)      Hal ihwal keilmuan dan pengetahuan konsep atau fakta (kognitif)
2)      Hal ihwal kepribadian
3)      Hal ihwal kelakuan, keterampilan (psikomotorik).[27]
Dari berbagai pendapat diatas, dapat diambil suatu pengertian bahwa tujuan belajar adalah mendapatkan pengetahuan, keterampilan, penanaman sikap mental dan mendapatkan ridlo Allah SWT.
2.      Keaktifan
a.      Pengertian Keaktifan
Yang dimaksud dengan keaktifan adalah keadaan siswa yang selalu giat dan sibuk diri baik jasmani maupun rohani dalam mengikuti kegiatan belajar yang berlangsung di sekolah. Keaktian jasmani dan rohani meliputi:
1)      Keaktifan indera
Didalam kelas atau dalam mengikuti belajar mengajar hendaknya berusaha mendayagunakan alat indera sebaik-baiknya seperti pendengaran, penglihatan, peraba dan sebagainya.
2)      Keaktifan akal
Dalam melakukan kegiatan belajar, akal harus selalu aktif atau diaktifkan untuk memecahkan masalah seperti menimbang-nimbang, menyusun pendapat dan mengambil suatu kesimpulan.
3)      Pada waktu belajar, siswa harus aktif dalam menerima bahan pelajaran yang disampaikan guru dan berusaha menyimpannya dalam otak, kemudian mampu mengutarakannya kembali.
4)      Keaktifan emosi
Bagi seorang siswa hendaknya senantiasa berusaha mencintai apa  yang telah dipelajari karena senang maupun tidak adalah tanggung jawab diri sendiri.[28]
Dalam kegiatan belajar mengajar, Rosseau sebagaimana dikutip Sardiman memberikan penjelasan bahwa “Segala pengetahuan itu harus diperoleh dengan pengalaman sendiri, penyelidikan, bekerja dengan fasilitas yang diusahakan sendiri secara rohani maupun teknis.[29]
Dengan demikian, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang membutuhkan adanya kesiapan jasmani dan rohani untuk mendukung dalam melakukan aktifitas sehingga timbul suatu kebiasaan yang kuat tertanam kokoh dalam individu dan pada akhirnya akan terjadi keteraturan di dalam melakukan kegiatan belajar.
b.     Tujuan Asas Keaktifan
1)      Keaktifan siswa dalam mencoba atau mengerjakan sesuatu amat besar artinya dalam pendidikan dan pengajaran. Kegiatan belajar yang dilakukan akan memantapkan hasil studi bahkan lebih yaitu akan menjadi rajin, tekun serta percaya pada diri sendiri.
2)      Segi pengamatan
Diantara alat indera yang paling penting dalam memperoleh pengetahuan adalah pendengaran dan penglihatan. Akan tetapi juga tidak dapat lepas dari alat indera lainnya yang turut berperan. Dalam Al-Qur’an ditegaskan bahwa manusia dididik untuk mempergunakan alat indera penglihatan, pendengaran dan lainnya. Dinyatakan dalam surat Al-An’am ayat 11:
قل سيروا فى الأرض ثم انظروا كيف كان عقبة المكذبين.
Artinya: “Katakanlah! Berjalanlah kmu di muka bumi kemudian lihatlah bagaimana akhirnya hal ikhwal orang-orang yang berdusta”. (Q.S. Al-An’am: 11)[30]

3)      Segi berpikir
Tidak dapat dipungkiri bahwa seluruh tugas dan kegiatan sekolah memerlukan proses pemikiran, oleh karena itu pendengaran, penglihatan dan akal harus diusahakan dalam firman-Nya yaitu Al-Qur’an Q.S. An-Nahl ayat 78.
و الله اخرجكم من بطون أمهتكم لا تعلمون شيئا وجعل لكم السمع والأبصر والأفئدة لعلكم تشكرون.
Artinya: “Dan Allah mengeluarkanmu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui apapun dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati agar kamu bersyukur.[31]
4)      Segi kejiwaan
Kegiatan yang dilakukan siswa sesuai dengan keadaan dan naluri. Dengan demikian siswa dapat menggunakan alat indera dengan baik, terutama dalam situasi belajar. Siswa akan lebih mudah menerima dan menguasai pelajaran apabila mengerahkan kemampuannya baik secara jasmani dan rohani.[32]


3.      Keaktifan Belajar
Kegiatan belajar merupakan kegiatan paling pokok dalam keseluruhan proses pendidikan. Hal ini berarti berhasil atau tidaknya pencapaian suatu tujuan pendidikan banyak bergantung pada bagaimana proses belajar yang dialami oleh siswa.
Dalam usaha pencapaian keberhasilan dalam kegiatan belajar, siswa dituntut aktif dalam beraktifitas belajar. Adapun bentuk-bentuk dari kegiatan belajar, antara lain:
1)      Mendengarkan
Untuk menanamkan semangat siswa dalam mengikuti pelajaran, terlebih dahulu ditumbuhkan minat sehingga terangsang dalam mengikuti pelajaran, minat adalah kecendrungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang berbagai kegiatan.[33] Kegiatan yang diminati seseorang akan memperhatikan secara kontinyu disertai rasa senang. Oleh karena itu minat besar pengaruhnya terhadap belajar. Apabila bahan pelajaran tidak menarik siswa, maka belajar tidak terdapat usaha yang maksimal.
2)      Perhatian
Adalah keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa itu semata-mata tertuju pada obyek atau sekumpulan obyek.[34] Perhatian dapat menjadikan siswa menghilangkan kebosanan dalam belajar karena mengarahkan pada fokus belajar.
3)      Mencatat
Membuat catatan akan berpengaruh dalam membaca. Catatan yang kurang jelas semrawut antara materi satu dengan lainnya akan menimbulkan rasa keengganan dalam membaca. Didalam membuat catatan sebaiknya diambil dari intisari, mencatat yang dimaksudkan dalam belajar yaitu dalam mencatat  seseorang menyadari akan kebutuhannya.[35] Dengan demikian, catatan tidak hanya sekedar fakta melainkan juga merupakan materi yang dibutuhkan untuk dipahami dan dimanfaatkan sebagai informasi bagi perkembangan wawasan otak pikir.
4)      Bertanya pada guru
Dalam belajar membutuhkan reaksi yang melibatkan ketangkasan mental, kewaspadaan, perhitungan dan ketekunan guna menangkap fakta dan ide-ide yang disampaikan guru.[36] Jadi kecepatan jiwa seseorang dalam memberikan respon suatu pelajaran merupakan faktor penting dalam proses kegiatan belajar.
5)      Membaca
Membaca merupakan alat belajar yang mendominasi dalam kegiatan belajar. Salah satu metode membaca yang baik dan banyak dipakai dalam belajar adalah metode survey (meninjau), write (menulis), Question (mengajukan pertanyaan), read (membaca), recite (menghafal), write (menulis), dan review (mengulang kembali).[37]
6)      Membuat ihtisar atau merangkum
Banyak orang merasa terbantu dalam belajar, karena menggunakan ihtisar. Ihtisar bermnfaat membantu mengingat dan mencari kembali materi dalam buku untuk masa yang akan datang.[38] Selain itu penggaris bawah (underlining) juga membantu dalam usaha menemukan kembali materi di kemudian hari.
7)      Latihan atau praktek
Seseorang yang melaksanakan kegiatan dengan berlatih tentu mempunyai dorongan untuk mencapai tujuan tertentu yang dapat mengembangkan suatu aspek dalam dirinya. Dalam berlatih akan terjadi interaksi antara subyek dengan lingkungan.[39] Dan hasil dari praktek tersebut dapat berupa pengalaman yang dapat mengubah diri seseorang yang melakukan aktifitas belajar dengan latihan dan lingkungan yang mendukung.
4.      Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Belajar
Hasil belajar tergantung pada banyak hal atau faktor. Tidak semua faktor mempunyai pengaruh sama, ada yang besar dan kecil dalam berpengaru. Belajar yang baik jika didukung dengan beberapa faktor yang menjadi komponen.
Belajar merupakan proses kegiatan untuk mengubah tingkah laku si subyek belajar, banyak faktor yang mempengaruhinya. Dan sekian banyak faktor secara garis besar dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu faktor intern yang datang dari si subyek belajar dan faktor ekstern yang datang dari luar subyek.
Faktor-faktor psikologi yangdikatakan memiliki peranan penting itu dapatdipandang sebagai cara-cara berfungsinya pikiran siswa dalam hubungan dengan pemahaman bahwa pelajaran, sehingga penguasaan terhadap bahan yang disajikan lebih mudah dan efektif.[40] Tomas Staton menguraikan enam macam faktor sebagai berikut:
a.      Motivasi  : dorongan atau keinginan untuk belajar
b.      Konsentrasi                     : segenap kekuatan pada situasi belajar
c.       Reaksi      : bertindak untuk melakukan belajar
d.     Organisasi                       : menata pelajaran tau menempatkan bagian-bagian                                       bahan pelajaran ke dalam suatu pengaturan
e.      Pemahaman                     : menguasai sesuatu
f.                                                               Ulangan :                          mengulang-ulang suatu pelajaran atau faktor yang telah dipelajari, kemampuan para siswa untuk mengingatkan semakin bertambah
Ternyata dalam proses belajar mengajar tidak begitu mudah untuk dilaksanakan melainkan perlu adanya perhatian yang khusus mengenai hal proses belajar ini, sehingga tujuan belajar akan terwujud dengan gemilang. Untuk mewujudkan ini perlu adanya beberapa syarat yang diperhatikan meliputi faktor-faktor sebagai berikut:
a.      Kesehatan jasmani        
Badan yang sehat berarti tidak mengalami gangguan penyakit tertentu, cukup vitamin dan seluruh fungsi badan berjalan baik.
b.      Rohani yang sehat
Tidak berpenyakit saraf, tidak mengalami gangguan emisional, tenang dan stabil, kondisi rohani sangat mempengaruhi konsentrasi pikiran, kemauan dan perasaan.
c.       Lingkungan tenang
Tidak ribut, serasi, bila mungkin jauh dari keramaian
d.     Tempat belajar
Cukup udara,  sinar matahari, penerangan dan lain-lain.
e.      Tersedia cukup alat
Bahan dan alat yang menjadi sumber pembantu belajar.
Dari uraian tentang hal-hal yang mempengaruhi belajar, dapat diambil kesimpulan bahwa ada dua klasifikasi yang berpengaruh terhadap belajar, yaitu:
a.      Faktor intern (faktor yang datangnya dari dalam diri subyek) antara lain: kemampuan memahami pelajaran dan kekuatan ingatan berpikir dan sebagainya.
b.      Faktor ekstern (faktor yang datangnya dari luar diri subyek), diantaranya: lingkungan, tempat belajar, sarana prasarana cukup dan sebagainya.
Kedua faktor tersebut sangat penting untuk diperhatikan dalam pelaksanaan proses belajar dalam mencapai tujuan belajar yang maksimal.

C.    Hubungan antara tingkat profesionalisme guru dengan keaktifan belajar siswa

Guru memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan kuantitas dan kualitas pengajaran yang dilaksanakannya, oleh sebab itu, guru harus memikirkan dan membuat perencanaan secara seksama dalam meningkatkan kesempatan belajar bagi siswanya.
Gurulah yang memikul tanggung jawab atas keberhasilan dan kegagalan program pendidikan. Oleh karena itu mengajar merupakan pekerjaan profesionalisme, bukan pekerjaan yang bersifat sampingan. Untuk menjalankan pekerjaan yang bersifat profesionalisme itu, maka seorang guru haruslah seorang yang telah mempunyai kewenangan profesionalisme yakni seorang yang secara khusus benar-benar  telah dididik dan dipersiapkan untuk melaksanakan tugas  sebagai guru.[41]
Guru merupakan key person, sebagai seseorang yang harus bisa menumbuhkan motivasi anak untuk belajar sehingga anak selalu aktif dalam melaksanakan kegiatan belajar baik di kelas maupun memotivasi belajar mandiri di rumah. Tugas seperti mustahil dilakukan jika guru tidak mempunyai semangat profesionalisme dalam kinerjanya. Guru yang baik menjadikan murid suka dan dekat dengan guru, murid senantiasa patuh menuruti apa yang diajarkan oleh guru. Dan sebaliknya jika guru tidak profesional maka murid cepat lelah dan bosan dengan materi pelajaran  karena tidak ada variasi dalam pembelajaran dan semua penyampaiannya bersifat monoton (membosankan), dan juga tidak memberikan tugas-tugas untuk belajar di rumah, maka keberhasilan pendidikan adalah  tergantung pada unsur manusianya. Unsur manusia yang paling menentukan keberhasilannya pendidikan adalah pelaksanaan pendidikan yaitu  guru.[42] Semakin profesional guru maka anak didik akan semakin aktif dalam belajar.





[1] Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1997, hlm. 789.
[2] Soecipto dan Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, Rineka Cipta, Jakarta, 1999, hlm. 262.
[3] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, Remaja Rosda Karya, Bandung, 1999, hlm. 230.
[4] Soecipto dan Kosasi, Op. Cit., hlm. 262
[5] Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Mengajar, Sinar Baru Algesindo, Bandung, 1998, hlm. 14.
[6] M. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, Remaja Rosda Karya, Bandung, 1999, hlm. 15.
[7] Soecipto dan Kosasi, Op. Cit., hlm. 17.
[8] Sudarwan Hanim. Op. Cit., hlm. 25
[9] Piet Sahertian, Profil Pendidik Profesional, Andi Offset, Yogyakarta, 1994, hlm. 28
[10] Nana Sujana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Sinar Baru, Bandung, 1989, hlm. 47.
[11] Ibid., hlm. 49.
[12] Ibid., hlm. 47.
[13] Syaiful Bahri Djamarah, Op. Cit., hlm. 43-45.
[14] Aulia Reza bastian, Reformasi Pendidikan, Lappera Pustaka Utama, Yogyakarta, 2000, hlm. 35.
[15] Fuad Hasan, Dasar-Dasar Kependidikan, PT Rineka Cipta, Jakarta, 1997, hlm. 41.
[16] Syaiful Bahri Djamarah, Op. Cit., hlm. 36.
[17] H.A.R. Tilaar, Paradigma Baru Pendidikan Nasional, Rineka Cipta, Jakarta, 2000, hal. 18-19.
[18] Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 2000, hlm. 10
[19] Al-Qur’an, Surat Al-Baqarah Ayat 44, Yayasan Penyelenggara Penerjemah Penafsir Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Departemen Agama, hlm. 16.
[20] A. Samana, Profesionalisme Keguruan, PT. Kanisius, Yogyakarta, 1994, hlm. 117.
[21] Oemar Hamalik, Metode Belajar Dan Kesulitan-Kesulitan Belajar, Tarsito, Bandung, 1983, hlm. 21.
[22] Slameto, Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, Rineka Cipta, Jakarta, 1991, hlm. 2.
[23] Oemar Hamalik, Op. Cit., hlm. 22.
[24] Nana Sudjana, Cara Belajar Siswa Aktif Dalam Proses Belajar Belajar Mengajar, Sinar Baru, Bandung, 1989, hlm. 5.
[25] Sardiman, Op. Cit., hlm. 25.
[26] Azzarmuji, Ta’lim Muta’allim, Toha Putra, Semarang, t.th., hlm. 10.
[27] Sardiman, Op. Cit., hlm. 30.
[28] Sriyono, dkk., Teknis Belajar Mengajar Dalam CBSA, Rineka Cipta, Jakarta, 1992, hlm. 75.
[29] Sardiman, Op. Cit., hlm. 43.
[30] Al-Qur’an, Surat Al-An’am ayat 11, Penyelenggara Penerjemah dan Penafsir Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Departemen Agama RI, hlm. 187.
[31] Al-Qur’an, Surat An-Nahl Ayat 78, Penyelenggara Penerjemah dan Penafsir Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Departemen Agama RI, hlm. 187.
[32] Sriyono, Op. Cit., hlm. 76-77.
[33] Slameto, Op. Cit., hlm. 69.
[34] Ibid., hlm. 58
[35] Abu Ahmadi, dkk., Psikologi Belajar, Rineka Cipta, Jakarta, 1991, hlm. 127.
[36] Sardiman, Op. Cit., hlm. 41.
[37] Abu Achmadi, dkk., Op. Cit., hlm. 85-86.
[38] Ibid., hlm. 128.
[39] Ibid., hlm. 130
[40] Sardiman, Op. Cit., hlm. 39.
[41] Nana Sudjana, CBSA Dalam Proses Belajar Mengajar, Sinar Baru, Bandung, 1989, hal.1
[42].Ibid., hal. 2

0 Response to "PROFESIONALISME GURU DAN KEAKTIFAN BELAJAR"

Post a Comment