MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS)

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS)



A. Tinjauan Manajemen Berbasis Sekolah MBS

1.   Pengertian

Manajemen berbasis sekolah merupakan istilah yang berasal dari tiga kata yaitu : manajemen, berbasis, dan sekolah. Masing-masing mepunyai arti pertama, manajemen adalah “pengkoordinasian dan penyerasian sumber daya melalui sejumlah input manajemen untuk mencapai tujuan atau untuk memenuhi kebutuhan pelanggan, kedua, berbasis adalah berdasarkan pada atau berfokus pada, ketiga, sekolah adalah suatu organisasi terbawah dalam jajaran Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) yang bertugas memberikan ‘bekal kemampuan dasar’ kepada peserta didik atas dasar ketentuan-ketentuan yang bersifat legalistik (makro, meso, mikro) dan profesionalistik.[1]
Manajemen berbasis sekolah menurut Rahmat dan Edi Suharto yaitu “pendelegasian otoritas pengambilan keputusan untuk mengelola sumber daya keuangan, kurikulum, serta profesionalisme guru ketingkat sekolah.”[2]   
Manajemen berbasis sekolah adalah “pengkoordinasian dan penyerasian sumber daya yang dilakukan secara otomatis (mandiri) oleh sekolah melalui sejumlah input manajemen untuk mencapai tujuan sekolah dalam kerangka pendidikan nasional, dengan melibatkan semua kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan”.[3]
Menurut Myer dan Stinehill (1993) yang dikutip oleh Taufiqurrahman, Mendefinisikan MPBS “sebagai suatu strategi untuk memperbaiki pendidikan dengan cara mengalihkan wewenang pengambilan keputusan-keputusan signifikan dari pejabat state dan district kepada masing-masing sekolah”.[4]
Menurut Peterson (1991) yang dikutip oleh Taufiqurrahman  MPBS adalah “ upaya mendesentralisasikan keputusan-keputusan distrik dengan cara menempatkan upaya itu ke dalam institusi sekolah. Dalam istilah lain, proses pengambilan keputusan dilakukan pada level dan oleh sekolah dengan melibatkan stakeholders yaitu kepala sekolah, guru, orang tua siswa, dan unsur-unsur anggota masyarakat”.[5]
Secara umum manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah dapat diartikan sebagai “pengkoordinasian dan penyerasian sumber daya yang dilakukan  secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok  kepentingan yang terkait dengan sekolah (stakeholders) secara lansung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan mutu sekolah dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional”.[6] Dalam manajemen  ini sekolah diberi keleluasaan untuk mengelola sumber daya  dan sumber dana dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat.

2.   Konsep Dasar MBS

a.       Tujuan manajemen berbasis sekolah
Secara umum dan menyeluruh MBS bertujuan untuk :
menjadikan sekolah mampu mandiri dalam segala aspek mamajemen pendidikannya sehingga sekolah dapat menentukan arah pengembangan yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan objektif masyarakat. Oleh karena itu program-program pembelajaran yang disajikan sekolah harus relevan dengan kebutuhan masyarakat sehingga masyarakat dapat terlibat, ikut ber-peranserta, dan mendukung kegiatan dan proses pendidikan dalam sekolah. Hubungan yang harmonis antara sekolah dan masyarakat merupakan jalinan yang harus senantiasa dibina agar produk (outcomes) pendidikan tidak lagi asing dari masyarakat lingkungannya.[7]
b.   Karakteristik ciri-ciri manajemen berbasis sekolah
Manajemen berbasis sekolah memiliki karakteristik yang harus dipahami oleh sekolah yang akan menerapkannya untuk memperjelas karakteristik  MBS. Maka pendekatan sistem input–proses-output akan digunakan.
1)      Output
Pendekatan yang pertama  yaitu output  karena  output akan digunakan pendekatan yang pertama yaitu output karena output memiliki tingkat  kepentingan tertinggi. “Output adalah kinerja sekolah. Kinerja sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan dari proses sekolah”. [8] Output bisanya dibagi dalam dua kategori yaitu academik achievement dan non academic achievement.
2)      Proses
Menurut Umaedi pada proses  yang kedua, ada beberapa kategori yang harus diperhatikan diantaranya efektifitas proses belajar mengajar, kepemimpinan sekolah yang kuat, pengolahan yang efektif tenaga pendidikan, sekolah memiliki budaya mutu,  sekolah memiliki team work yang kompak, cerdas dan dinamis, sekolah memiliki kewenangan (kemandirian) dan (tranparansi), manajemen sekolah memiliki kemauan untuk berubah, sekolah melakukan evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan, sekolah responsive dan antisipatif terhadap kebutuhan dan sekolah memiliki akuntabilitas dan sustainabilitas. [9]
3)      Input kependidikan
Input kependidikan merupakan bagian yang tak kalah penting dengan proses  dan output. Yang merupakan indikator input diantaranya yaitu keadaan guru (profesionalisme), kondisi siswa, sarana dan prasarana yang memadai.
Menurut Umaedi bagian-bagian yang penting dalam input diantaranya yaitu sekolah harus memiliki kebijakan mutu, sumber daya yang tersedia, harapan prestasi yang tinggi, fokus pada pelanggan (khususnya peserta didik), input manajemen.

Ciri ciri MBS
1)      Organisasi sekolah :
a)      Menyediakan manajemen organisasi kepemimpinan transformatif dalam mencapai tujuan sekolah
b)      Menyusun rencana sekolah dan merumuskan kebijakan untuk sekolahnya sendiri
c)      Mengelola kegiatan operasional sekolah
d)     Menjamin adanya komunikasi yang efektif antara sekolah dan masyarakat terkait (school community)
e)      Menjamin akan terpeliharanya sekolah yang bertanggung jawab (akuntabek kepada masyarakat  dan pemerintah)
2)      Proses belajar mengajar :
a)      Meningkatkan kualitas belajar siswa
b)      Mengembangkan kurikulum yang cocok dan tanggap terhadap kebutuhan siswa dan masyarakat sekolah
c)      Menyelenggarakan pengajaran yang efektif
d)     Menyediakan program pengembangan yang diperlukan siswa
e)      Program pengembangan yang diperlukan siswa
3)      Sumber daya manusia :
a)      Memberdayakan sifat dan menempatkan periode yang dapat melayani keperluan semua siswa
b)      Memilih staf yang memiliki wawasan bermanajemen berbasis sekolah
c)      Menyediakan kegiatan untuk pengembangan proses pada semua staf
d)     Menjamin kesejahteraan staf dan siswa
e)      Kesejahteraan staf dan siswa



4)      Sumber daya dan administrator
a)      Mengidentifikasi sumber daya yang diperlukan dan mengalokasikan sumber daya tersebut sesuai dengan kebutuhan
b)      Mengelola dana sekolah
c)      Menyediakan dukungan administrative
d)     Mengelola dan memelihara  gedung dan sarana lainnya
e)      Memelihara gedung dan sarana lainnya. [10]

c.   Faktor –Faktor Yang Perlu Diperhatikan
“BPPN bekerjasama dengan bank dunia (1999) telah mengkaji beberapa faktor yang perlu diperhatikan sehubungan dengan manajemen berbasis sekolah.”[11]
1)      Kewajiban sekolah
Pelaksanaan manajemen berbasis sekolah, perlu disertai kewajiban–kewajiban monitoring dan tentukan pertanggungjawaban yang relatif  tinggi dalam hal ini sekolah diberikan otonomi yang secara otomatis sekolah tersebut mempunyai kewajiban melaksanakan kebijakan pemerintah dan memenuhi harapan masyarakat sekolah. Manajemen berbasis sekolah memberikan kesempatan yang seluas luasnya bagi kepala sekolah, guru dan pengelola pendidikan untuk melaksanakan  kewajiban yang telah diberikan oleh pemerintah dan memenuhi harapan masyarakat sekolah. Manajemen berbasis sekolah memberikan  kesempatan yang seluas luasnya bagi kepala sekolah, guru dan pengelola pendidikan untuk melaksanakan kewajiban yang telah diberikan oleh pemerintah pusat. Dengan hal tersebut  sekolah dituntut supaya dapat menampilkan sumber daya secara transparan, demokratis, tanpa memonopoli, dan bertanggung jawab baik terhadap masyarakat maupun pemerintah dalam rangka meningkatkan kapasitas pelayanan terhadap peserta didik. [12]
2)            Kebijakan dan prioritas pemerintah
Kebijakan pemerintah harus melihat prioritas apa yang ingin dicapai supaya sekolah dalam melaksanakan kebijakan pemerintah tidak salah. Untuk  itu pemerintah  harus membuat  pedoman umum tentang  pelaksanaan MBS. Agar hasil MBS dapat dievaluasi dengan baik dan dapat dilaksanakan secara efektif.
“Dalam birokrasi Depdiknas di Indonesia, direktorat Dikmenum mempunyai  tugas dan fungsi menentukan kebijakan dan strategi pada tatanan formulasi, penetapan, implementasi dan evaluasi kebijakan pada tingkat nasional”.[13] Di bawah direktorat Dikmenum terdapat Kanwil Depdiknas yang secara  umum mempunyai tugas dan fungsi yaitu menjabarkan kebijakan yang telah ditetapkan oleh Dikmenum. Kemudian pada tingkat Kandep mempunyai fungsi utama yaitu mengelola satuan pendidikan  yang lebih spesifik kemudian jajaran yang paling bawah yaitu sekolah yang merupakan pengelola penyeleggara  MBS di masing masing sekolah.
3)            Peran orang tua dan masyarakat
“Dalam MBS menuntut peran aktif orang tua dan masyarakat agar mereka merasa memiliki sekolah dan juga bertanggung jawab atas keberhasilan sekolah. Melalui dewan sekolah (school council) orang tua dan masyarakat dapat berpartisipasi dalam pembuatan berbagai keputusan.” [14] Supaya tidak terdapat tumpang tindih dalam pengelolalan sekolah antara orang tua, sekolah dan masyarakat. Maka pemerintah harus membuat pedoman bentuk partisipasi masyarakat.
Menurut Wayan Koster dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan menyebutkan 9 indikator partisipasi masyarakat
a)      Partisipasi dalam ikut menentukan kebijakan dan program sekolah
b)      Partisipasi dalam ikut mengawasi pelaksanaan kebijakan kebijakan program sekolah
c)      Partisipasi dalam pertemuan rutin sekolah
d)     Partisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler
e)      Partisipasi dalam pengawasan mutu sekolah
f)       Partisipasi dalam pertemuan BP3
g)      Partisipasi dalam membiayai pendidikan
h)      Partisipasi dalam menyumbangkan iklim sekolah
i)        Partisipasi dalam pengembangan sarana dan prasarana fisik sekolah.[15]

 4)     Peran profesionalisme dan manajerial
Manajemen berbasis sekolah menuntut banyak perubahan-perubahan tingah laku kepada sekolah sekolah guru dan adminstrasi yang harus memiliki sifat profesional dan manajemen. Kepala sekolah sebagai pucuk pimpinan diharuskan mempunyai kemampuan (skill) yang baik  supaya dapat mengarahkan semua kebijakan-kebijakan dari sekolah itu sendiri. Untuk kebutuhan sekolah kepala sekolah harus :
a)      Memiliki kemampuan untuk berkolaborasi dengan guru dan masyarakat sekitar.
b)      Memiliki kemampuan dan wawasan yang luas tentang teori pendidikan dan pembelajaran
c)      Memiliki kemampuan dan ketrampilan untuk menganalisis situasi sekarang, berdasarkan apa yang seharusnya serta mampu memperkirakan kejadian di masa depan berdasarkan situasi sekarang.
d)     Mampu memanfaatkan berbagai peluang, menjadikan tantangan sebagai peluang, serta mengkonseptualkan arah baru untuk  perubahan. [16]
5)      Pengembangan profesi
Dalam melaksanakan MBS pemerintah harus membuka sedini mungkin pelatihan-pelatihan pengembangan profesi. Pusat pengembangan profesi ini berfungsi sebagai penyedia jasa bagi pelatihan tenaga kependidikan untuk MBS.
Sebaiknya sekolah dan masyarakat perlu dilibatkan secara langsung dengan cara melibatkan diri dengan diskusi-diskusi tentang MBS.
3.      Implementasi MBS
a.       Strategi Implementasi MBS
Supaya implementasi MBS berlangsung dengan baik harus didukung pula dengan tenaga pengajar yang profesioanal. Lembaga sekolah yang memadai, sarana dan prasarana yang cukup dan tak kalah pentingnya adalah masalah dana dan peran aktif orang tua. Namun akibat krisis yang dialami bangsa kita telah membawa sedikit banyak kerugian bagi dunia pendidikan. Dilihat dari peserta didik dari tahun ke tahun yang selalu menurun, peran aktif dari  masyarakat juga menurun karena mereka lebih memprioritaskan pikiran dan tenaga serta uang mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Karena sekolah yang bervariasi mulai dari bentuk fisik sekolah yang bagus hingga yang tidak layak pakai, ada sekolah yang lokasinya di tengah kota sampai sekolah yang letaknya terpencil. Pada suatu kondisi dimana sekolah mendapat dukungan aktif dari masyarakat sampai yang kurang bahkan tidak mendapat dukungan aktif dari masyarakat. Untuk itu dalam implementasi MBS sekolah harus dikelompok-kelompokkan menurut kemampuan manajemen masing-masing. Pengelompokan ini bukan dimaksud untuk membedakan tetapi agar pihak-pihak terkait lebih mudah memberikan dukungan.


1)      Pengelompokan sekolah
“Dalam rangka mengimplementasikan MBS, perlu dilakukan pengelolaan sekolah berdasarkan kemampuan manajemen dengan memperkembangkan kondisi lokasi dan kualitas sekolah”. [17] “Pada dasarnya sekolah dapat dipilah pilah menjadi tiga kelompok”. [18]  Masing-masing adalah sekolah dengan kemampuan manajemen tinggi, sedang dan rendah. Untuk lebih.  jelasnya dapat dilihat dari tabel Rumini dan Jiono (1999) yang dikutip oleh Prof. Suyanto dan kawan-kawan.
Kriteria pembagian sekolah
Diantaranya adalah :
a)      Sekolah  dengan kemampuan manajemen rendah :
(1)   Kepala sekolah dan guru berkompetensi rendah (termasuk kepemimpinan)
(2)   Anggaran sekolah diluar anggaran pemerintah kecil / tidak ada
(3)   Pendapatan daerah dan orang tua kurang
(4)   Partisipasi masyarakat kurang, termasuk dukungan dana
b)      Sekolah dengan kemampuan manajemen sedang :
(1)   Kepala sekolah dan guru berkompetensi sedang (termasuk kepemimpinan)
(2)   Anggaran sekolah diluar anggaran pemerintah sedang
(3)   Pendapatan daerah dan orang tua sedang
(4)   Partisipasi masyarakat sedang, termasuk dukungan dana
c)      Sekolah dengan kemampuan manajemen tinggi :
(1)   Kepala sekolah dan guru berkompetensi tinggi (termasuk kepemimpinan)
(2)   Anggaran sekolah (di luar anggaran pemerintah) besar
(3)   Pendapatan daerah dan orang tua tinggi
(4)   Partisipasi yang tinggi termasuk dukungan dana.[19]
2)      Pembahasan implementasi
Sebagai suatu paradigma baru, selain perlu mempertahankan kondisi sekolah, implementasi MBS juga memerlukan  pentahapan yang tepat adapun tahap-tahap yang dilaksanakan yaitu :
a)      Mensosialisasikan konsep MBS ke seluruh warga sekolah
b)      Melakukan analisis situasi sasaran (out put)
c)      Merumuskan sasaran
(1)   Visi
(2)   Misi
(3)   Tujuan
(4)   Sasaran
d)     Melakukan analisis SWOT
e)      Menyusun rencana peningkatan mutu
f)       Melakukan  evaluasi pelaksanaan
g)      Merumuskan sasaran mutu baru.[20]
Dalam kaitannya dengan pentahapan implementasi MBS ini, secara garis besar, Fattah (2000) yang dikutip oleh Mulyasa membaginya menjadi tiga tahap yaitu : sosialisasi, ploting dan desiminasi.[21]
3)   Perangkat implementasi MBS
a) Kesiapan sumber daya manusia yang terkait  dengan pelaksanaan SBM
b)      Kategori sekolah dan daerah
c)      Peraturan/kebijakan dan pedoman
d)     Rencana sekolah
e)      Rencana pembiayaan
f)       Monitoring dan evaluasi internal
g)      Monitoring dan evaluasi eksternal
h)      Laporan akhir.[22]
b.      Strategi pelaksanaan di tingkat sekolah
Untuk dapat mengimplementasikan manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah, maka sekolah harus melakukan tahapan kegiatan sebagai berikut:
1)      Penyusunan basis data dan profil sekolah yang lebih representatif akurat, valid dan sistematis  yang menyangkut semua aspek
2)      Melakukan evaluasi diri (self assesment)
3)      Setelah evaluasi diri dan analisis maka,  berdasarkan analisa tersebut sekolah mulai mengadakan penyusunan, identifikasi kebutuhan sekolah serta merumuskan visi, misi dan tujuan  serta hal-hal yang dapat menunjang  proses belajar mengajar.
4)      Berangkat dari visi, misi dan tujuan peningkatan mutu, tersebut sekolah bersama sama dengan masyarakat merencanakan dan menyusun program jangka panjang dan jangka pendek (tahunan) perencanaan program sekolah ini  harus mencakup indikator / target mutu apa yang akan dicapai dalam tahun tersebut sebagai proses peningkatan mutu pendidikan
5)      Prioritas sering kali tidak  dapat dicapai dalam jangka waktu satu tahun program sekolah, oleh karena itu sekolah harus membuat strategi perencanaan dan pengembangan jangka panjang melalui identifikasi kunci kebijakan dan prioritas.
6)      Melakukan monitoring dan evaluasi untuk dapat meyakinkan apakah program yang telah direncanakan dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan, apakah tujuan telah tercapai dan sejauh mana pencapaiannya. Karena fokus kita adalah mutu siswa, maka kegiatan monitoring dan evaluasi harus memenuhi kebutuhan untuk  memenuhi proses dan hasil belajar siswa.

B. Kualitas Pendidikan

1.      Pengertian Pendidikan
“Secara etimologi pengertian pendidikan sama dengan ‘education’ dalam bahasa Inggris yang berasal dari bahasa Latin ‘educere’ yang berarti memasukkan sesuatu”.[23] Dimaksudkan memasukkan sesuatu ilmu kepada seseorang (anak didik). Sedangkan dalam konteks bahasa Arab, ada beberapa istilah yang biasanya dipergunakan dalam pengertian pendidikan, diantaranya  ta’lim (              ), tarbiyah (              ), dan ta’dhib (                     ).
Sedangkan secara terminologi, antara lain :
a. Menurut Ahmad D. Marimba  memberikan definisi pendidikan sebagai           berikut :
“Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani sebelum si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama”.[24]   
b. George F. Kneller memberikan batasan pendidikan sebagai berikut :
Education is the process of self realization in wich the self realizies and develop all its potentieties”.[25]

Artinya : “Pendidikan adalah suatu proses keinsyafan atau penyadaran diri dalam merealisasikan dirinya dan mengembangkan semua potensinya”.
Dari pengertian tersebut, maka penulis dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa pendidikan adalah suatu aktifitas yang disengaja, memberikan bimbingan jasmani dan rohani dari si pendidik kepada si terdidik berupa menanamkan akhlak yang mulia, latihan moral, mental dan fisik, sehingga mengahasilkan perubahan yang dimanifestasikan dalam kehidupan nyata.
Sedangkan kualitas atau mutu pendidikan adalah “gambaran dan karakteristik menyeluruh darai barang/jasa yang menunjukkan kemampuannya dlam memuaskan kebutuhan yang ditentukan atau yang tersirat”.[26] Secara umum, mutu juga bisa/dapat berarti derajat (tingkat) keunggulan suatu produk (hasil kerja) baik berupa barang maupun jasa, baik yang tangible (yang dapat diraba atau berujud) maupun yang intangible (tidak dapat diraba atau tidak berujud). “Dalam kontek pendidikan pengertian mutu pendidikan mengacu pada proses dan hasil pendidikan”.[27] Pada proses pendidikan yang bermutu juga terlibat berbagai input seperti bahan ajar, metodologi, sarana prasarana, sumber daya, serta penciptaan suasana yang kondusif.
2. Proses Pendidikan
Menurut Umaedi, proses pendidikan adalah berubahnya “sesuatu” menjadi “sesuatu yang lain”. Sedangkan yang mempengaruhi proses adalah input, dan hasil dari proses adalah output. Dalam pendidikan di tingkat sekolah dasar, proses yang dimaksud adalah :
a. Proses pengambilan keputusan
b. Proses pengelolaan kelembagaan
c. Proses pengelolaan program
d. Proses belajar mengajar[28]
Meskipun pada dasarnya proses pendidikan mencakup empat proses di atas, akan tetapi proses belajar mengajar mempunyai tingkat kepentingan yang paling tinggi dibandingkan dengan proses yang lain. Proses dapat dikatakan bermutu tinggi apabila pengkoordinasian dan penyerasian serta pemaduan input dilaksanakan secara harmonis, sehingga mampu menciptakan situasi pembelajaran yang nikmat.
a. Proses Pengambilan Keputusan
Esensi proses pengambilan keputusan partisipatif (Cangemi, 1985) yang dikutip oleh Slamet, PH adalah untuk mencari “ wilayah kesamaan”  antara kelompok-kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah atau (stakeholder) yaitu kepala sekolah, guru, siswa, orang tua siswa dan pemerintah/yayasan.[29]
Dengan semangat untuk mencari wilayah kesamaan inilah yang dijadikan tomggak/dasar untuk dapat menumbuhkan rasa memiliki kepada semua kelompok yang berkepentingan dengan sekolah.
Namun, dalam mengikutsertakan kelompok kepentingan dalam proses pemgambilan keputusan harus mepertimbangkan keahlian, yuridiksi dan relevansinya deangan pengambilan keputusan. Karrena tidak semua wilayah dalam pengambilan keputusan harus melibatkan semua kelompok kepentingan. Ada batas-batas ertentu yang harus dipahami oleh pihak sekolah terutama kepala sekolah sebagai orang tertinggi ditimgkat sekolah.
Ada empat petunjuk untuk mengidentifikasi pengambilan keputusan yang harus melibatkan para kelompok kepentingan yairu pertama, adalah tingkat relevansinya. Sekiranya keputusan yang akan diambil relevan dengan kenbutuhan kelompok kepentingan tertentu (kelompok yang bakal terkena dampak keptusan), maka pengambilan keputusan sebaiknya melibatkan kepentingan tersebut. Kedua, adalah uji keahlian. Artinya, kelompok harus memiliki sesuatu untuk dikontribusikan. Mereka harus memiliki kompetensi untuk ikut serta dalam memecahkan persoalan-persoalan yang terkait dengan kepentingan. Ketiga, Uji uridiksi. Sekolah didirikan untuk menjalankan funginya melaluai struktur-hirarkis. Karena itu ada batas-batas yuridiksi yang memang tidak semua kelompok kepentinngan harus terlibat dalam pemgambilan keputusan. Keempat, Uji kompabilitas tujuan. Apabila kompabilitas tujuan dari seua kelompok kepentingan diinginkan, maka pellibatan mereka dalam proses pengambilan keputusan sangat diperlikan.[30]
b. Pengelolaan kelembagaan
Menurut Slamet, sekolah sebagai lembaga pendidikan harus dekelola secara profesional agar menjadi “sekolah belajar” (learning school) yang mampu menjamin kelangsungan hidup dan perkebangannya. Menurut Bovin (1998) yang dikutip oleh Slamet, untuk menjadi sekolah belajar maka sekolah harus:
1)  Memberdayakan SDM-nya seoptimal mungkin
2) Memfasilitasi warga sekolahnya untuk belajar terus dan belajar       kembali
3)   Mendorong kemandirian (otonomi) setiap warganya
4)   Memberikan tanggung jawab kepada warganya
5) Mendorong setiap warganya untuk “mempertanggunggugatkan”  (accountability) terhadap hasil kerjanya
6)   Mendorong adanya teamwork yang kompak dan cerdas dan shared of values bagi setiap warganya
7)   Merespon dengan cepat terhadap pasar (pelangan)
8)   Mengajak warganya untuk menjadikan sekolahnya customer service
9)   Mengajak warganya untuk menikmati dan siap terhadap perubahan
10)  Mendororng warganya untuk berpikir sistem, baik dalam cara berfikir,
cara mengelola, maupun cara menganalisis sekolahnya
11) Megajak warganya untuk komitmen terhadap “keunggulan kualitas”
12) Mengajak warganya untuk melakukan perbaian secara terus menerus
13) Melibatkan warganya secara total dalam penyelerggaraan sekolah[31]
Dalam proses kelembagaan tercantum pemberdayaan SDM  secara optimal, pada proses pendidikan agar dapat menghasilkan pendidikan yang bermutu, maka guru sebagai pelaku dalam proses belajar mengajar harus lebih ditingkatkan lagi dalam hal kemampuannya.
Pada hakekatnya manusia dapat meningkatkan kemampuannya. Bila yang bersangkutan memiliki kemauan dan bersedia melakukan tindakan yang diperlukan untuk meningkatkan diri. Sesuai firman Allah SWT dalam al-Qur’an surat at-Tin :4-6







Artinya : Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalian dia ketempat yang serendah-rendahnya (neraka), kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.[32]
Ada beberapa usaha yang menurut M. Jihad Helmi dapat ditempuh untuk meningkatkan mutu tenaga pendidikan yaitu :
a) Belajar sendiri/otodidak
b) Study lanjut ke jenjang yang lebih tinggi
c) Mengikuti penataran, seminar, disusi-diskusi dan pelatihan
d) Pemanfaatan   guru   untuk   memberikan dorongan guna peningkatan
    berbagai kemampuan yang diberikan oleh guru
e) Pertemuan  guru-guru  bidang   studi sejenis, untuk menggalang kerja
    sama
f) Usaha-usaha lain yang perlu dalam rangka meningkatkan mutu tenaga
    pendidik[33]

c.  Proses pengelolaan program
“Manajemen kurikulum dan program pengajaran mencakup kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan penilaian”.[34]
Pengelolaan program merupakan pengkoordinasian dan penyerasian program sekolah, yang meliputi:
1) Perencanaan, pengembangan, dan evaluasi program sekolah
2) Pengembangan kurikulum
3) Pengembangan PBM
4) Pengelolaan SDM
5) Pelayanan siswa
6) Pengelolaan fasilitas
7) Pengelolaan keuangan
8) Perbaikan program
9) Pembinaan hubungan antara sekolah dan mayarakat[35]

d. Proses belajar
             Proses belajar mengajar merupakan rangkaian kegiatan belajar mengajar untuk mencapai suatu tujuan pengajaran yang telah ditetapkan. Betapapun sempurnanya rumusan tujuan jika cara untuk mencapai tujuan itu tidak akan dikelola dengan baik maka pencapaian tujuan itu tidak akan berhasil dengan sempurna. Dalam kaitannya dengan hal di atas kadang dijumpai seorang guru yang menhadapi peserta didiknya yang mengalami kesulitan belajar. Karna seorang guru harus meguasai ketrampilan  dalam proses belajar mengajar dalam kelas.
Adapun beberapa hal yang penting yang dapat dijadikan acuan dasar bagi peningkatan proses belajar mengajar, yaitu :
1). Tujuan
Tujuan pendidikan dan pengajaran haruslah dipahami dan dimengerti betul sebab dan tujuan itulah yang nanti menjadi gambaran, sasaran dan pengarah bagi tindakan guru didalam menjalankan fungsinya.
Dalam UU No. 4 tahun 1950 tentang pendidikan dan pengajaran Bab II pasal 3 disebutkan bahwa : “ Tujuan pendidikan dan pengajaran ialah membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteran masyarakat dan tanah air.”[36]
Disamping itu, tujuan  juga berfungsi sebagai kriteria dalam pemilihan dan penentuan baik dari materi,alat dan metode serta evaluasi yang akan digunakan dalam mengajar.
2).  Materi
Materi merupakan bahan yang akan disampaikan dalam kegiatan belajar mengajar. Menurut Nasution, bahwa pelajaran itu terdapat tiga sumber yaitu masyarakat dan kebudayaannya, anak dengan minat dan kebutuhannya, serta pengetahuan yang telah dikumpulkan oleh manusia sebagai hasil pengalamannya dan telah disusun secara sistematis oleh para ilmuan dalam sejumlah disiplin ilmu.[37]
Namun demikian walaupun sumber-sumber materi telah diketahui akan tetapi memilih materi itu sendiri tetap komplek. Untuk itu menurut Hilda Taba sebagaimana yang telah dikutip oleh Nasution, mengemukakan kriteria materi harus memenuhi validitas pengetahuan, relevansi, keseimbangan, keanekaan tujuan, kemampuan murid, serta kebutuhan dan minat murid.[38]
3).   Metode
Metode merupakan suatu cara yang fungsinya tidak lebih sebagai alat untuk menyampaikan pengetahuan, ketrampilan, sikap kepada peserta didik. Menurut Winarno S. mengemkakan 10 metode mengajar, yaitu :
a). Metode ceramah
b). Metode latihan siap / Drill
c). Metode tanya jawab
d). Metode diskusi / musyawarah
e). Metode demonstrasi
f). Metode resitasi
g). Metode karya wisata
h). Metode kerja kelompok
i). Metode sistem regu
j). Metode sosio drama[39]
Dalam kenyataannya tidak semua metode digunakan dalam satu pertemuan. Banyaknya metode ini menurut Winarno Surahmad disebabakan karena dipengaruhi banyak faktor antara lain :
a.       Tujuan yang berbagai jenis dan fungsinya
b.      Anak didik yang berbagai tingkat kematangannya
c.       Situasi yang berbagai keadaannya
d.      Fasilitas yang berbagai kualitas dan kuantitas
e.       Pribadi guru serta kemampuan profesionalnya yang berbeda[40]
Hal penting yang harus diperhatikan guru dalam menggunakan metode adalah batas-batas kebaikan dan kelemahan metode yang dipergunakannya untuk dapat merumuskan kesimpulan mengenai hasil evaluasi usahanya itu.
4). Alat
Alat merupakan sarana pengajaran yang fungsinya untuk membantu tercapainya suatu tujuan. Selain itu alat juga membantu terjalinnya komunikasi yang harmonis antara guru dan peserta didik dalam prosesbelajar mengajar. Ahmad D. Marimba membagi karakteristik alat pendidikan sesuai dengan taraf perkembangan dan kesulitan yang akan diterima anak (peserta didik) yaitu :
a) Alat-alat yang memberi perlengkapan berupa percakapan, berbuat dan pengetahuan, hafalan, alat-alat ini dapat disebut alat-alat untuk pembiasaan.
b) Alat-alat untuk memberi pengertian, membuat sikap, minat dan cara berfikir.
c) Alat-alat yang membawa kearah keheningan batin kepercayaan  dan penyerahan diri sepenuhnya kepada-Nya.[41]
5). Evaluasi
Evaluasi yang merupakan bagian integral proses belajar mengajar, harus dilaksanakan secara kontinyu dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Evaluasi ini tidak hanya dilakukan guru terhadap siswanya saja, melainkan juga dapat dilakukan siswa terhadap guru maupun evaluasi yang dilakukan guru terhadap dirinya sendiri. Evaluasi ini akan membantu untuk mengetahui sejauh mana hasil belajar mengajar telah tercapai.
3. Hasil Pendidikan
Hasil pendidikan atau “output pendidikan merupakan kinerja sekolah. Kinerja sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan dari proses/prilaku seklah. Dalam konteks pendidikan ‘hasil pendidikan’”.[42] Prestasi yang dapat dicapai oleh suatu sekolah dalam suatu pross pendidikan (student achievement) dapat dibagi menjadi dua yaitu pada bidangn akademik dan non akademik.Kemampuan akademik misalnya dapat dilihat dari niali hasil ulangan, EBTA/EBTANAS. Sedangkan dalam bidang non akademik misanya pada suatu cabang olahraga, ketrmpilan, seni suara dan lain-lain. Dari contoh di atas merupakan prestasi sekolah yang tangible. Sedangkan contoh prestasi sekolah yang intangible seperti, disiplin, saling menghormati, beribadah dan lain-lain.
Untuk tingkat madrasah Ibtida’iyah hasil prestasi pendidikan bidang akademik dapat diwujudkan dengan anak didik yang berhasil lulus dan dapat diterima di sekolah lanjutan tingkat pertama negeri.









[1] Slamet PH, Manajemen Berbasis Sekolah dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Balitbang Depdiknas, Jakarta : November-2000, hlm. 609.
[2] Rahmat dan Edi Suharto, Konsep Manajemen bebasis sekolah, 25 Juni 2001
[3] Slamet PH, Op., Cit.
[4] Taufiqurrahman, M.Pd., Manajemen Berbasis Sekolah dalam Jurnal Studi Keislaman, STAIN Pamekasan, Februari-2002, hlm 14
[5] Ibid.
[6] Umaedi, Op.Cit, Edisi II, hlm. 3
[7] Taufiqurrahman, Op.,Cit., hlm. 20.
[8] Ibid, hlm. 11
[9] Ibid, hlm. 12-17
[10] E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, Rosda Karya, Bandung: 2002, hlm. 30
[11] Ibid., hlm. 26
[12] Ibid, hlm. 27
[13] Umaedi, Ed II, Op.Cit., hlm. 29
[14] E.  Mulyasa, Op.Cit., hlm. 28
[15] Wayan Koster, Restrukturisasi Penyelenggaraan Pendidikan, Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan, No 026 Oktober, Balitbang Depdiknas, Jakarta: 2000
[16] E.  Mulyasa, Op.Cit.,  hlm. 2
[17] Ibid., hlm. 59
[18] Suyanto dan Abbas, Wajah Dinamika Pendidikan Anak Bangsa, Adicita, Yogyakarta: 2001,  hlm. 74
[19] Ibid., hlm. 71
[20] Umaedi, Op.Cit., hlm. 21-28
[21] E.  Mulyasa, Op.Cit., hlm. 62
[22] Ibid., hlm. 68-70
[23] Prof. Dr. Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam, Pustaka Al-Husna, Jakarta: 1987, hlm. 4
[24] Drs.Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, PT Al-Ma’arif, Bandung: 1989, hlm. 19.
[25] George F. Kneller, Logic And Language Of Education, Jhon Willey And Sons, Inc, New York: 1966, hlm. 14-15.
[26] Umaedi, Op.Cit., Edisi II hlm. 5
[27] Ibid., Edisi I, hlm. 9
[28] Slamet, PH, Op.Cit., hlm. 618
[29] Ibid., hlm. 619
[30] Ibid., hlm. 619-620
[31] Ibid.,  hlm. 622
[32] Al-Qur’an dan Terjemahannya, Semarang, CV. Assyifa’, 1989, hlm. 1076
[33] M. Jihad Helmi AF., Peningkatan Mutu Tenaga Pendidikan, Dalam Majalah Akademika, Gunung Pesagi Offset, no.59, 25 April 2002
[34] E. Mulyasa, Op.Cit., hlm. 40
[35] Slamet, PH., OP.Cit., hlm. 623
[36] Dra. Zuhairini Dkk, Metodik Khusus Pendidikan Agama, Biro Alamiah FT IAIN Sunan Ampel, Malang: 1991, hlm. 178
[37] Drs. S. Nasution, Pengembangan Kurikulum,Cetakan V, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung: 1993,  hlm. 54   
[38] Ibid, hlm. 76
[39] Prof. Dr Winarno S., Msc., Metodologi Pengajaran Nasional, Jemmars, Bandung: 1980, hlm. 77-103
[40] Ibid., hlm. 76
[41] Drs. Ahmad D. Marimba, Op.Cit., hlm. 50
[42] Slamet, PH., Op.cit., hlm. 617

0 Response to "MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS)"

Post a Comment