MANAJEMEN
BERBASIS SEKOLAH (MBS)
A. Tinjauan Manajemen Berbasis Sekolah MBS
1. Pengertian
Manajemen berbasis
sekolah merupakan istilah yang berasal dari tiga kata yaitu : manajemen,
berbasis, dan sekolah. Masing-masing mepunyai arti pertama, manajemen adalah “pengkoordinasian dan penyerasian sumber
daya melalui sejumlah input manajemen untuk mencapai tujuan atau untuk memenuhi
kebutuhan pelanggan, kedua, berbasis
adalah berdasarkan pada atau berfokus pada, ketiga,
sekolah adalah suatu organisasi terbawah dalam jajaran Departemen Pendidikan
Nasional (Depdiknas) yang bertugas memberikan ‘bekal kemampuan dasar’ kepada
peserta didik atas dasar ketentuan-ketentuan yang bersifat legalistik (makro,
meso, mikro) dan profesionalistik.[1]
Manajemen berbasis
sekolah menurut Rahmat dan Edi Suharto yaitu “pendelegasian otoritas
pengambilan keputusan untuk mengelola sumber daya keuangan, kurikulum, serta
profesionalisme guru ketingkat sekolah.”[2]
Manajemen berbasis
sekolah adalah “pengkoordinasian dan penyerasian sumber daya yang dilakukan
secara otomatis (mandiri) oleh sekolah melalui sejumlah input manajemen untuk
mencapai tujuan sekolah dalam kerangka pendidikan nasional, dengan melibatkan
semua kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam
proses pengambilan keputusan”.[3]
Menurut Myer dan
Stinehill (1993) yang dikutip oleh Taufiqurrahman, Mendefinisikan MPBS “sebagai
suatu strategi untuk memperbaiki pendidikan dengan cara mengalihkan wewenang
pengambilan keputusan-keputusan signifikan dari pejabat state dan district
kepada masing-masing sekolah”.[4]
Menurut Peterson
(1991) yang dikutip oleh Taufiqurrahman
MPBS adalah “ upaya mendesentralisasikan keputusan-keputusan distrik
dengan cara menempatkan upaya itu ke dalam institusi sekolah. Dalam istilah
lain, proses pengambilan keputusan dilakukan pada level dan oleh sekolah dengan
melibatkan stakeholders yaitu kepala sekolah, guru, orang tua siswa, dan
unsur-unsur anggota masyarakat”.[5]
Secara umum
manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah dapat diartikan sebagai
“pengkoordinasian dan penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan
semua kelompok kepentingan yang terkait
dengan sekolah (stakeholders) secara lansung dalam proses pengambilan
keputusan untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan mutu
sekolah dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional”.[6]
Dalam manajemen ini sekolah diberi
keleluasaan untuk mengelola sumber daya
dan sumber dana dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas
kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat.
2.
Konsep Dasar MBS
a. Tujuan manajemen berbasis sekolah
Secara umum dan menyeluruh MBS bertujuan untuk :
menjadikan sekolah mampu mandiri dalam segala aspek
mamajemen pendidikannya sehingga sekolah dapat menentukan arah pengembangan
yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan objektif masyarakat. Oleh karena itu
program-program pembelajaran yang disajikan sekolah harus relevan dengan
kebutuhan masyarakat sehingga masyarakat dapat terlibat, ikut ber-peranserta,
dan mendukung kegiatan dan proses pendidikan dalam sekolah. Hubungan yang
harmonis antara sekolah dan masyarakat merupakan jalinan yang harus senantiasa
dibina agar produk (outcomes) pendidikan tidak lagi asing dari
masyarakat lingkungannya.[7]
b.
Karakteristik ciri-ciri manajemen
berbasis sekolah
Manajemen berbasis
sekolah memiliki karakteristik yang harus dipahami oleh sekolah yang akan
menerapkannya untuk memperjelas karakteristik
MBS. Maka pendekatan sistem input–proses-output akan digunakan.
1)
Output
Pendekatan yang
pertama yaitu output karena
output akan digunakan pendekatan yang pertama yaitu output karena
output memiliki tingkat
kepentingan tertinggi. “Output adalah kinerja sekolah. Kinerja
sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan dari proses sekolah”. [8] Output
bisanya dibagi dalam dua kategori yaitu academik achievement dan
non academic achievement.
2) Proses
Menurut Umaedi
pada proses yang kedua, ada beberapa
kategori yang harus diperhatikan diantaranya efektifitas proses belajar
mengajar, kepemimpinan sekolah yang kuat, pengolahan yang efektif tenaga
pendidikan, sekolah memiliki budaya mutu,
sekolah memiliki team work yang kompak, cerdas dan dinamis, sekolah
memiliki kewenangan (kemandirian) dan (tranparansi), manajemen sekolah memiliki
kemauan untuk berubah, sekolah melakukan evaluasi dan perbaikan secara
berkelanjutan, sekolah responsive dan antisipatif terhadap kebutuhan dan
sekolah memiliki akuntabilitas dan sustainabilitas. [9]
3) Input kependidikan
Input kependidikan
merupakan bagian yang tak kalah penting dengan proses dan output. Yang merupakan indikator input
diantaranya yaitu keadaan guru (profesionalisme), kondisi siswa, sarana dan
prasarana yang memadai.
Menurut Umaedi
bagian-bagian yang penting dalam input diantaranya yaitu sekolah harus memiliki
kebijakan mutu, sumber daya yang tersedia, harapan prestasi yang tinggi, fokus
pada pelanggan (khususnya peserta didik), input manajemen.
Ciri
ciri MBS
1)
Organisasi sekolah :
a)
Menyediakan manajemen organisasi
kepemimpinan transformatif dalam mencapai tujuan sekolah
b)
Menyusun rencana sekolah dan
merumuskan kebijakan untuk sekolahnya sendiri
c)
Mengelola kegiatan operasional
sekolah
d)
Menjamin adanya komunikasi yang
efektif antara sekolah dan masyarakat terkait (school community)
e)
Menjamin akan terpeliharanya
sekolah yang bertanggung jawab (akuntabek kepada masyarakat dan pemerintah)
2)
Proses belajar mengajar :
a)
Meningkatkan kualitas belajar
siswa
b)
Mengembangkan kurikulum yang cocok
dan tanggap terhadap kebutuhan siswa dan masyarakat sekolah
c)
Menyelenggarakan pengajaran yang
efektif
d)
Menyediakan program pengembangan
yang diperlukan siswa
e)
Program pengembangan yang
diperlukan siswa
3)
Sumber daya manusia :
a)
Memberdayakan sifat dan
menempatkan periode yang dapat melayani keperluan semua siswa
b)
Memilih staf yang memiliki wawasan
bermanajemen berbasis sekolah
c)
Menyediakan kegiatan untuk
pengembangan proses pada semua staf
d)
Menjamin kesejahteraan staf dan
siswa
e)
Kesejahteraan staf dan siswa
4)
Sumber daya dan administrator
a)
Mengidentifikasi sumber daya yang
diperlukan dan mengalokasikan sumber daya tersebut sesuai dengan kebutuhan
b)
Mengelola dana sekolah
c)
Menyediakan dukungan
administrative
d)
Mengelola dan memelihara gedung dan sarana lainnya
e)
Memelihara gedung dan sarana
lainnya. [10]
c.
Faktor –Faktor Yang Perlu Diperhatikan
“BPPN bekerjasama
dengan bank dunia (1999) telah mengkaji beberapa faktor yang perlu diperhatikan
sehubungan dengan manajemen berbasis sekolah.”[11]
1) Kewajiban sekolah
Pelaksanaan
manajemen berbasis sekolah, perlu disertai kewajiban–kewajiban monitoring dan
tentukan pertanggungjawaban yang relatif
tinggi dalam hal ini sekolah diberikan otonomi yang secara otomatis
sekolah tersebut mempunyai kewajiban melaksanakan kebijakan pemerintah dan
memenuhi harapan masyarakat sekolah. Manajemen berbasis sekolah memberikan
kesempatan yang seluas luasnya bagi kepala sekolah, guru dan pengelola
pendidikan untuk melaksanakan kewajiban
yang telah diberikan oleh pemerintah dan memenuhi harapan masyarakat sekolah.
Manajemen berbasis sekolah memberikan
kesempatan yang seluas luasnya bagi kepala sekolah, guru dan pengelola
pendidikan untuk melaksanakan kewajiban yang telah diberikan oleh pemerintah
pusat. Dengan hal tersebut sekolah
dituntut supaya dapat menampilkan sumber daya secara transparan, demokratis,
tanpa memonopoli, dan bertanggung jawab baik terhadap masyarakat maupun
pemerintah dalam rangka meningkatkan kapasitas pelayanan terhadap peserta
didik. [12]
2)
Kebijakan dan prioritas pemerintah
Kebijakan
pemerintah harus melihat prioritas apa yang ingin dicapai supaya sekolah dalam
melaksanakan kebijakan pemerintah tidak salah. Untuk itu pemerintah harus membuat
pedoman umum tentang pelaksanaan
MBS. Agar hasil MBS dapat dievaluasi dengan baik dan dapat dilaksanakan secara
efektif.
“Dalam birokrasi
Depdiknas di Indonesia, direktorat Dikmenum mempunyai tugas dan fungsi menentukan kebijakan dan
strategi pada tatanan formulasi, penetapan, implementasi dan evaluasi kebijakan
pada tingkat nasional”.[13]
Di bawah direktorat Dikmenum terdapat Kanwil Depdiknas yang secara umum mempunyai tugas dan fungsi yaitu
menjabarkan kebijakan yang telah ditetapkan oleh Dikmenum. Kemudian pada
tingkat Kandep mempunyai fungsi utama yaitu mengelola satuan pendidikan yang lebih spesifik kemudian jajaran yang
paling bawah yaitu sekolah yang merupakan pengelola penyeleggara MBS di masing masing sekolah.
3)
Peran orang tua dan masyarakat
“Dalam MBS
menuntut peran aktif orang tua dan masyarakat agar mereka merasa memiliki
sekolah dan juga bertanggung jawab atas keberhasilan sekolah. Melalui dewan
sekolah (school council) orang tua dan masyarakat dapat berpartisipasi
dalam pembuatan berbagai keputusan.” [14]
Supaya tidak terdapat tumpang tindih dalam pengelolalan sekolah antara orang
tua, sekolah dan masyarakat. Maka pemerintah harus membuat pedoman bentuk
partisipasi masyarakat.
Menurut Wayan
Koster dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan menyebutkan 9 indikator
partisipasi masyarakat
a) Partisipasi dalam ikut menentukan kebijakan dan program sekolah
b) Partisipasi dalam ikut mengawasi pelaksanaan kebijakan kebijakan
program sekolah
c) Partisipasi dalam pertemuan rutin sekolah
d) Partisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler
e) Partisipasi dalam pengawasan mutu sekolah
f) Partisipasi dalam pertemuan BP3
g) Partisipasi dalam membiayai pendidikan
h) Partisipasi dalam menyumbangkan iklim sekolah
i)
Partisipasi dalam pengembangan
sarana dan prasarana fisik sekolah.[15]
4) Peran
profesionalisme dan manajerial
Manajemen berbasis
sekolah menuntut banyak perubahan-perubahan tingah laku kepada sekolah sekolah
guru dan adminstrasi yang harus memiliki sifat profesional dan manajemen.
Kepala sekolah sebagai pucuk pimpinan diharuskan mempunyai kemampuan (skill)
yang baik supaya dapat mengarahkan semua
kebijakan-kebijakan dari sekolah itu sendiri. Untuk kebutuhan sekolah kepala
sekolah harus :
a) Memiliki kemampuan untuk berkolaborasi dengan guru dan
masyarakat sekitar.
b) Memiliki kemampuan dan wawasan yang luas tentang teori
pendidikan dan pembelajaran
c) Memiliki kemampuan dan ketrampilan untuk menganalisis situasi
sekarang, berdasarkan apa yang seharusnya serta mampu memperkirakan kejadian di
masa depan berdasarkan situasi sekarang.
d) Mampu memanfaatkan berbagai peluang, menjadikan tantangan
sebagai peluang, serta mengkonseptualkan arah baru untuk perubahan. [16]
5) Pengembangan
profesi
Dalam melaksanakan MBS
pemerintah harus membuka sedini mungkin pelatihan-pelatihan pengembangan
profesi. Pusat pengembangan profesi ini berfungsi sebagai penyedia jasa bagi
pelatihan tenaga kependidikan untuk MBS.
Sebaiknya sekolah
dan masyarakat perlu dilibatkan secara langsung dengan cara melibatkan diri
dengan diskusi-diskusi tentang MBS.
3. Implementasi MBS
a. Strategi Implementasi MBS
Supaya
implementasi MBS berlangsung dengan baik harus didukung pula dengan tenaga
pengajar yang profesioanal. Lembaga sekolah yang memadai, sarana dan prasarana
yang cukup dan tak kalah pentingnya adalah masalah dana dan peran aktif orang
tua. Namun akibat krisis yang dialami bangsa kita telah membawa sedikit banyak
kerugian bagi dunia pendidikan. Dilihat dari peserta didik dari tahun ke tahun
yang selalu menurun, peran aktif dari
masyarakat juga menurun karena mereka lebih memprioritaskan pikiran dan
tenaga serta uang mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Karena sekolah
yang bervariasi mulai dari bentuk fisik sekolah yang bagus hingga yang tidak
layak pakai, ada sekolah yang lokasinya di tengah kota sampai sekolah yang
letaknya terpencil. Pada suatu kondisi dimana sekolah mendapat dukungan aktif
dari masyarakat sampai yang kurang bahkan tidak mendapat dukungan aktif dari
masyarakat. Untuk itu dalam implementasi MBS sekolah harus
dikelompok-kelompokkan menurut kemampuan manajemen masing-masing. Pengelompokan
ini bukan dimaksud untuk membedakan tetapi agar pihak-pihak terkait lebih mudah
memberikan dukungan.
1)
Pengelompokan sekolah
“Dalam rangka
mengimplementasikan MBS, perlu dilakukan pengelolaan sekolah berdasarkan
kemampuan manajemen dengan memperkembangkan kondisi lokasi dan kualitas
sekolah”. [17] “Pada
dasarnya sekolah dapat dipilah pilah menjadi tiga kelompok”. [18] Masing-masing adalah sekolah dengan kemampuan
manajemen tinggi, sedang dan rendah. Untuk lebih. jelasnya dapat dilihat dari tabel Rumini dan
Jiono (1999) yang dikutip oleh Prof. Suyanto dan kawan-kawan.
Kriteria pembagian sekolah
Diantaranya adalah :
a) Sekolah dengan kemampuan
manajemen rendah :
(1) Kepala sekolah dan guru berkompetensi rendah (termasuk
kepemimpinan)
(2) Anggaran sekolah diluar anggaran pemerintah kecil / tidak ada
(3) Pendapatan daerah dan orang tua kurang
(4) Partisipasi masyarakat kurang, termasuk dukungan dana
b) Sekolah dengan kemampuan manajemen sedang :
(1) Kepala sekolah dan guru berkompetensi sedang (termasuk
kepemimpinan)
(2) Anggaran sekolah diluar anggaran pemerintah sedang
(3) Pendapatan daerah dan orang tua sedang
(4) Partisipasi masyarakat sedang, termasuk dukungan dana
c) Sekolah dengan kemampuan manajemen tinggi :
(1) Kepala sekolah dan guru berkompetensi tinggi (termasuk
kepemimpinan)
(2) Anggaran sekolah (di luar anggaran pemerintah) besar
(3) Pendapatan daerah dan orang tua tinggi
(4) Partisipasi yang tinggi termasuk dukungan dana.[19]
2)
Pembahasan implementasi
Sebagai suatu
paradigma baru, selain perlu mempertahankan kondisi sekolah, implementasi MBS
juga memerlukan pentahapan yang tepat
adapun tahap-tahap yang dilaksanakan yaitu :
a) Mensosialisasikan konsep MBS ke seluruh warga sekolah
b) Melakukan analisis situasi sasaran (out put)
c) Merumuskan sasaran
(1) Visi
(2) Misi
(3) Tujuan
(4) Sasaran
d) Melakukan analisis SWOT
e) Menyusun rencana peningkatan mutu
f) Melakukan evaluasi
pelaksanaan
g) Merumuskan sasaran mutu baru.[20]
Dalam kaitannya dengan
pentahapan implementasi MBS ini, secara garis besar, Fattah (2000) yang dikutip
oleh Mulyasa membaginya menjadi tiga tahap yaitu : sosialisasi, ploting dan
desiminasi.[21]
3) Perangkat
implementasi MBS
a) Kesiapan sumber daya manusia yang terkait dengan pelaksanaan SBM
b)
Kategori sekolah dan daerah
c)
Peraturan/kebijakan dan pedoman
d)
Rencana sekolah
e)
Rencana pembiayaan
f)
Monitoring dan evaluasi internal
g)
Monitoring dan evaluasi eksternal
h)
Laporan akhir.[22]
b.
Strategi pelaksanaan di tingkat
sekolah
Untuk dapat mengimplementasikan
manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah, maka sekolah harus melakukan
tahapan kegiatan sebagai berikut:
1)
Penyusunan basis data dan profil
sekolah yang lebih representatif akurat, valid dan sistematis yang menyangkut semua aspek
2)
Melakukan evaluasi diri (self
assesment)
3)
Setelah evaluasi diri dan analisis
maka, berdasarkan analisa tersebut
sekolah mulai mengadakan penyusunan, identifikasi kebutuhan sekolah serta
merumuskan visi, misi dan tujuan serta
hal-hal yang dapat menunjang proses belajar
mengajar.
4)
Berangkat dari visi, misi dan
tujuan peningkatan mutu, tersebut sekolah bersama sama dengan masyarakat
merencanakan dan menyusun program jangka panjang dan jangka pendek (tahunan)
perencanaan program sekolah ini harus
mencakup indikator / target mutu apa yang akan dicapai dalam tahun tersebut
sebagai proses peningkatan mutu pendidikan
5)
Prioritas sering kali tidak dapat dicapai dalam jangka waktu satu tahun
program sekolah, oleh karena itu sekolah harus membuat strategi perencanaan dan
pengembangan jangka panjang melalui identifikasi kunci kebijakan dan prioritas.
6)
Melakukan monitoring dan evaluasi
untuk dapat meyakinkan apakah program yang telah direncanakan dapat
dilaksanakan sesuai dengan tujuan, apakah tujuan telah tercapai dan sejauh mana
pencapaiannya. Karena fokus kita adalah mutu siswa, maka kegiatan monitoring
dan evaluasi harus memenuhi kebutuhan untuk
memenuhi proses dan hasil belajar siswa.
B. Kualitas Pendidikan
1. Pengertian
Pendidikan
“Secara etimologi pengertian pendidikan sama dengan ‘education’
dalam bahasa Inggris yang berasal dari bahasa Latin ‘educere’ yang
berarti memasukkan sesuatu”.[23]
Dimaksudkan memasukkan sesuatu ilmu kepada seseorang (anak didik). Sedangkan
dalam konteks bahasa Arab, ada beberapa istilah yang biasanya dipergunakan
dalam pengertian pendidikan, diantaranya
ta’lim ( ), tarbiyah ( ), dan ta’dhib ( ).
Sedangkan secara terminologi, antara lain :
a. Menurut Ahmad D. Marimba memberikan definisi pendidikan sebagai berikut :
“Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si
pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani sebelum si terdidik menuju
terbentuknya kepribadian yang utama”.[24]
b. George F. Kneller memberikan batasan
pendidikan sebagai berikut :
“Education is the process of self
realization in wich the self realizies and develop all its potentieties”.[25]
Artinya : “Pendidikan adalah suatu proses keinsyafan atau penyadaran
diri dalam merealisasikan dirinya dan mengembangkan semua potensinya”.
Dari pengertian tersebut, maka penulis dapat mengambil
suatu kesimpulan bahwa pendidikan adalah suatu aktifitas yang disengaja,
memberikan bimbingan jasmani dan rohani dari si pendidik kepada si terdidik
berupa menanamkan akhlak yang mulia, latihan moral, mental dan fisik, sehingga
mengahasilkan perubahan yang dimanifestasikan dalam kehidupan nyata.
Sedangkan kualitas atau mutu pendidikan adalah
“gambaran dan karakteristik menyeluruh darai barang/jasa yang menunjukkan
kemampuannya dlam memuaskan kebutuhan yang ditentukan atau yang tersirat”.[26]
Secara umum, mutu juga bisa/dapat berarti derajat (tingkat) keunggulan suatu
produk (hasil kerja) baik berupa barang maupun jasa, baik yang tangible (yang
dapat diraba atau berujud) maupun yang intangible (tidak dapat diraba
atau tidak berujud). “Dalam kontek pendidikan pengertian mutu pendidikan
mengacu pada proses dan hasil pendidikan”.[27]
Pada proses pendidikan yang bermutu juga terlibat berbagai input seperti bahan
ajar, metodologi, sarana prasarana, sumber daya, serta penciptaan suasana yang
kondusif.
2. Proses Pendidikan
Menurut Umaedi, proses pendidikan adalah berubahnya
“sesuatu” menjadi “sesuatu yang lain”. Sedangkan yang mempengaruhi proses
adalah input, dan hasil dari proses adalah output. Dalam pendidikan di tingkat
sekolah dasar, proses yang dimaksud adalah :
a. Proses pengambilan keputusan
b. Proses pengelolaan kelembagaan
c. Proses pengelolaan program
d. Proses belajar mengajar[28]
Meskipun pada dasarnya proses pendidikan mencakup
empat proses di atas, akan tetapi proses belajar mengajar mempunyai tingkat
kepentingan yang paling tinggi dibandingkan dengan proses yang lain. Proses
dapat dikatakan bermutu tinggi apabila pengkoordinasian dan penyerasian serta
pemaduan input dilaksanakan secara harmonis, sehingga mampu menciptakan situasi
pembelajaran yang nikmat.
a. Proses Pengambilan Keputusan
Esensi proses pengambilan keputusan partisipatif
(Cangemi, 1985) yang dikutip oleh Slamet, PH adalah untuk mencari “ wilayah
kesamaan” antara kelompok-kelompok
kepentingan yang terkait dengan sekolah atau (stakeholder) yaitu kepala
sekolah, guru, siswa, orang tua siswa dan pemerintah/yayasan.[29]
Dengan semangat untuk mencari wilayah kesamaan inilah
yang dijadikan tomggak/dasar untuk dapat menumbuhkan rasa memiliki kepada semua
kelompok yang berkepentingan dengan sekolah.
Namun, dalam mengikutsertakan kelompok kepentingan
dalam proses pemgambilan keputusan harus mepertimbangkan keahlian, yuridiksi
dan relevansinya deangan pengambilan keputusan. Karrena tidak semua wilayah
dalam pengambilan keputusan harus melibatkan semua kelompok kepentingan. Ada
batas-batas ertentu yang harus dipahami oleh pihak sekolah terutama kepala
sekolah sebagai orang tertinggi ditimgkat sekolah.
Ada empat
petunjuk untuk mengidentifikasi pengambilan keputusan yang harus melibatkan
para kelompok kepentingan yairu pertama,
adalah tingkat relevansinya. Sekiranya keputusan yang akan diambil relevan
dengan kenbutuhan kelompok kepentingan tertentu (kelompok yang bakal terkena
dampak keptusan), maka pengambilan keputusan sebaiknya melibatkan kepentingan
tersebut. Kedua, adalah uji keahlian.
Artinya, kelompok harus memiliki sesuatu untuk dikontribusikan. Mereka harus
memiliki kompetensi untuk ikut serta dalam memecahkan persoalan-persoalan yang
terkait dengan kepentingan. Ketiga,
Uji uridiksi. Sekolah didirikan untuk menjalankan funginya melaluai
struktur-hirarkis. Karena itu ada batas-batas yuridiksi yang memang tidak semua
kelompok kepentinngan harus terlibat dalam pemgambilan keputusan. Keempat, Uji kompabilitas tujuan.
Apabila kompabilitas tujuan dari seua kelompok kepentingan diinginkan, maka
pellibatan mereka dalam proses pengambilan keputusan sangat diperlikan.[30]
b. Pengelolaan kelembagaan
Menurut Slamet, sekolah sebagai lembaga pendidikan
harus dekelola secara profesional agar menjadi “sekolah belajar” (learning school) yang mampu menjamin
kelangsungan hidup dan perkebangannya. Menurut Bovin (1998) yang dikutip oleh
Slamet, untuk menjadi sekolah belajar maka sekolah harus:
1) Memberdayakan SDM-nya seoptimal mungkin
2) Memfasilitasi warga sekolahnya untuk belajar terus dan belajar kembali
3) Mendorong kemandirian
(otonomi) setiap warganya
4) Memberikan tanggung jawab
kepada warganya
5) Mendorong setiap warganya untuk “mempertanggunggugatkan” (accountability)
terhadap hasil kerjanya
6) Mendorong adanya teamwork
yang kompak dan cerdas dan shared of
values bagi setiap warganya
7) Merespon dengan cepat
terhadap pasar (pelangan)
8) Mengajak warganya untuk
menjadikan sekolahnya customer service
9) Mengajak warganya untuk
menikmati dan siap terhadap perubahan
10) Mendororng warganya untuk berpikir sistem, baik dalam cara
berfikir,
cara
mengelola, maupun cara menganalisis sekolahnya
11) Megajak warganya untuk komitmen terhadap “keunggulan kualitas”
12) Mengajak warganya untuk melakukan perbaian secara terus menerus
13) Melibatkan warganya secara total dalam
penyelerggaraan sekolah[31]
Dalam proses kelembagaan tercantum pemberdayaan
SDM secara optimal, pada proses
pendidikan agar dapat menghasilkan pendidikan yang bermutu, maka guru sebagai
pelaku dalam proses belajar mengajar harus lebih ditingkatkan lagi dalam hal
kemampuannya.
Pada hakekatnya manusia dapat meningkatkan
kemampuannya. Bila yang bersangkutan memiliki kemauan dan bersedia melakukan
tindakan yang diperlukan untuk meningkatkan diri. Sesuai firman Allah SWT dalam
al-Qur’an surat at-Tin :4-6
Artinya :
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.
Kemudian Kami kembalian dia ketempat yang serendah-rendahnya (neraka), kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, maka bagi mereka pahala
yang tiada putus-putusnya.[32]
Ada beberapa usaha yang menurut M. Jihad Helmi dapat
ditempuh untuk meningkatkan mutu tenaga pendidikan yaitu :
a) Belajar
sendiri/otodidak
b) Study
lanjut ke jenjang yang lebih tinggi
c) Mengikuti
penataran, seminar, disusi-diskusi dan pelatihan
d) Pemanfaatan guru untuk
memberikan dorongan guna peningkatan
berbagai kemampuan yang
diberikan oleh guru
e) Pertemuan guru-guru bidang
studi sejenis, untuk menggalang kerja
sama
f) Usaha-usaha lain yang perlu dalam rangka meningkatkan mutu tenaga
pendidik[33]
c. Proses
pengelolaan program
“Manajemen kurikulum dan program pengajaran mencakup
kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan penilaian”.[34]
Pengelolaan program merupakan pengkoordinasian dan
penyerasian program sekolah, yang meliputi:
1) Perencanaan, pengembangan, dan evaluasi program sekolah
2) Pengembangan kurikulum
3) Pengembangan PBM
4) Pengelolaan SDM
5) Pelayanan siswa
6) Pengelolaan fasilitas
7) Pengelolaan keuangan
8) Perbaikan program
9) Pembinaan hubungan antara sekolah dan mayarakat[35]
d. Proses belajar
Proses belajar
mengajar merupakan rangkaian kegiatan belajar mengajar untuk mencapai suatu
tujuan pengajaran yang telah ditetapkan. Betapapun sempurnanya rumusan tujuan
jika cara untuk mencapai tujuan itu tidak akan dikelola dengan baik maka
pencapaian tujuan itu tidak akan berhasil dengan sempurna. Dalam kaitannya
dengan hal di atas kadang dijumpai seorang guru yang menhadapi peserta didiknya
yang mengalami kesulitan belajar. Karna seorang guru harus meguasai
ketrampilan dalam proses belajar
mengajar dalam kelas.
Adapun beberapa hal yang penting yang dapat dijadikan
acuan dasar bagi peningkatan proses belajar mengajar, yaitu :
1). Tujuan
Tujuan pendidikan dan pengajaran haruslah dipahami dan
dimengerti betul sebab dan tujuan itulah yang nanti menjadi gambaran, sasaran
dan pengarah bagi tindakan guru didalam menjalankan fungsinya.
Dalam UU No. 4 tahun 1950 tentang pendidikan dan
pengajaran Bab II pasal 3 disebutkan bahwa : “ Tujuan pendidikan dan pengajaran
ialah membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab tentang kesejahteran masyarakat dan tanah air.”[36]
Disamping itu, tujuan
juga berfungsi sebagai kriteria dalam pemilihan dan penentuan baik dari
materi,alat dan metode serta evaluasi yang akan digunakan dalam mengajar.
2). Materi
Materi merupakan bahan yang akan disampaikan dalam
kegiatan belajar mengajar. Menurut Nasution, bahwa pelajaran itu terdapat tiga
sumber yaitu masyarakat dan kebudayaannya, anak dengan minat dan kebutuhannya,
serta pengetahuan yang telah dikumpulkan oleh manusia sebagai hasil
pengalamannya dan telah disusun secara sistematis oleh para ilmuan dalam
sejumlah disiplin ilmu.[37]
Namun demikian walaupun sumber-sumber materi telah
diketahui akan tetapi memilih materi itu sendiri tetap komplek. Untuk itu
menurut Hilda Taba sebagaimana yang telah dikutip oleh Nasution, mengemukakan
kriteria materi harus memenuhi validitas pengetahuan, relevansi, keseimbangan,
keanekaan tujuan, kemampuan murid, serta kebutuhan dan minat murid.[38]
3).
Metode
Metode merupakan suatu cara yang fungsinya tidak lebih
sebagai alat untuk menyampaikan pengetahuan, ketrampilan, sikap kepada peserta
didik. Menurut Winarno S. mengemkakan 10 metode mengajar, yaitu :
a). Metode ceramah
b). Metode latihan siap / Drill
c). Metode tanya jawab
d). Metode diskusi / musyawarah
e). Metode demonstrasi
f). Metode resitasi
g). Metode karya wisata
h). Metode kerja kelompok
i). Metode sistem regu
j). Metode sosio drama[39]
Dalam kenyataannya tidak semua metode digunakan dalam satu
pertemuan. Banyaknya metode ini menurut Winarno Surahmad disebabakan karena
dipengaruhi banyak faktor antara lain :
a.
Tujuan yang berbagai jenis dan
fungsinya
b.
Anak didik yang berbagai tingkat
kematangannya
c.
Situasi yang berbagai keadaannya
d.
Fasilitas yang berbagai kualitas
dan kuantitas
e.
Pribadi guru serta kemampuan
profesionalnya yang berbeda[40]
Hal penting yang harus diperhatikan guru dalam menggunakan
metode adalah batas-batas kebaikan dan kelemahan metode yang dipergunakannya
untuk dapat merumuskan kesimpulan mengenai hasil evaluasi usahanya itu.
4). Alat
Alat merupakan sarana pengajaran yang fungsinya untuk
membantu tercapainya suatu tujuan. Selain itu alat juga membantu terjalinnya
komunikasi yang harmonis antara guru dan peserta didik dalam prosesbelajar
mengajar. Ahmad D. Marimba membagi karakteristik alat pendidikan sesuai dengan
taraf perkembangan dan kesulitan yang akan diterima anak (peserta didik) yaitu
:
a) Alat-alat yang memberi perlengkapan berupa percakapan, berbuat dan
pengetahuan, hafalan, alat-alat ini dapat disebut alat-alat untuk pembiasaan.
b) Alat-alat untuk memberi pengertian, membuat sikap, minat dan cara
berfikir.
c) Alat-alat yang membawa kearah keheningan batin kepercayaan dan penyerahan diri sepenuhnya kepada-Nya.[41]
5). Evaluasi
Evaluasi yang merupakan bagian integral proses belajar
mengajar, harus dilaksanakan secara kontinyu dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan. Evaluasi ini tidak hanya dilakukan guru terhadap siswanya saja,
melainkan juga dapat dilakukan siswa terhadap guru maupun evaluasi yang
dilakukan guru terhadap dirinya sendiri. Evaluasi ini akan membantu untuk
mengetahui sejauh mana hasil belajar mengajar telah tercapai.
3. Hasil Pendidikan
Hasil pendidikan atau “output pendidikan merupakan
kinerja sekolah. Kinerja sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan dari
proses/prilaku seklah. Dalam konteks pendidikan ‘hasil pendidikan’”.[42]
Prestasi yang dapat dicapai oleh suatu sekolah dalam suatu pross pendidikan (student achievement) dapat dibagi
menjadi dua yaitu pada bidangn akademik dan non akademik.Kemampuan akademik
misalnya dapat dilihat dari niali hasil ulangan, EBTA/EBTANAS. Sedangkan dalam
bidang non akademik misanya pada suatu cabang olahraga, ketrmpilan, seni suara
dan lain-lain. Dari contoh di atas merupakan prestasi sekolah yang tangible.
Sedangkan contoh prestasi sekolah yang intangible seperti, disiplin,
saling menghormati, beribadah dan lain-lain.
Untuk tingkat madrasah Ibtida’iyah hasil prestasi
pendidikan bidang akademik dapat diwujudkan dengan anak didik yang berhasil
lulus dan dapat diterima di sekolah lanjutan tingkat pertama negeri.
[1]
Slamet PH, Manajemen Berbasis Sekolah dalam Jurnal Pendidikan dan
Kebudayaan, Balitbang Depdiknas, Jakarta : November-2000, hlm. 609.
[2]
Rahmat dan Edi Suharto, Konsep Manajemen
bebasis sekolah, 25 Juni 2001
[3] Slamet PH, Op., Cit.
[4] Taufiqurrahman, M.Pd., Manajemen Berbasis
Sekolah dalam Jurnal Studi Keislaman, STAIN Pamekasan, Februari-2002, hlm
14
[5] Ibid.
[6] Umaedi, Op.Cit, Edisi II, hlm. 3
[7]
Taufiqurrahman, Op.,Cit., hlm. 20.
[8] Ibid, hlm. 11
[9] Ibid, hlm. 12-17
[10] E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah,
Rosda Karya, Bandung: 2002, hlm. 30
[11] Ibid., hlm. 26
[12] Ibid, hlm. 27
[13] Umaedi, Ed II, Op.Cit., hlm. 29
[14] E.
Mulyasa, Op.Cit., hlm. 28
[15] Wayan Koster, Restrukturisasi
Penyelenggaraan Pendidikan, Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan, No 026
Oktober, Balitbang Depdiknas, Jakarta: 2000
[16] E.
Mulyasa, Op.Cit., hlm. 2
[17] Ibid., hlm. 59
[18] Suyanto dan Abbas, Wajah Dinamika
Pendidikan Anak Bangsa, Adicita, Yogyakarta: 2001, hlm. 74
[19] Ibid.,
hlm. 71
[20] Umaedi, Op.Cit., hlm. 21-28
[21] E.
Mulyasa, Op.Cit., hlm. 62
[22] Ibid., hlm. 68-70
[23] Prof. Dr. Hasan Langgulung, Asas-Asas
Pendidikan Islam, Pustaka Al-Husna, Jakarta: 1987, hlm. 4
[24] Drs.Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat
Pendidikan Islam, PT Al-Ma’arif, Bandung: 1989, hlm. 19.
[25] George F. Kneller, Logic And Language Of
Education, Jhon Willey And Sons, Inc, New York: 1966, hlm. 14-15.
[26]
Umaedi, Op.Cit., Edisi II hlm. 5
[27] Ibid., Edisi I, hlm. 9
[28]
Slamet, PH, Op.Cit., hlm. 618
[29] Ibid., hlm. 619
[30] Ibid., hlm. 619-620
[31] Ibid.,
hlm. 622
[32] Al-Qur’an dan Terjemahannya, Semarang,
CV. Assyifa’, 1989, hlm. 1076
[33]
M. Jihad Helmi AF., Peningkatan Mutu
Tenaga Pendidikan, Dalam Majalah Akademika, Gunung Pesagi Offset, no.59, 25
April 2002
[34]
E. Mulyasa, Op.Cit., hlm. 40
[35]
Slamet, PH., OP.Cit., hlm. 623
[36] Dra. Zuhairini Dkk, Metodik Khusus
Pendidikan Agama, Biro Alamiah FT IAIN Sunan Ampel, Malang: 1991, hlm. 178
[37] Drs. S. Nasution, Pengembangan Kurikulum,Cetakan
V, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung: 1993,
hlm. 54
[38] Ibid, hlm. 76
[39] Prof. Dr Winarno S., Msc., Metodologi
Pengajaran Nasional, Jemmars, Bandung: 1980, hlm. 77-103
[40] Ibid., hlm. 76
[41] Drs. Ahmad D. Marimba, Op.Cit., hlm.
50
[42]
Slamet, PH., Op.cit., hlm. 617
0 Response to "MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS)"
Post a Comment