PENGAJARAN KITAB TA'LIMUL MUTA'ALLIM
DALAM PEMBENTUKAN SIKAP TA’DZIM
A. Pengajaran
Kitab Ta’limul Muta’allim
Manusia
adalah makhluk individu dan makhluk sosial, serta makhluk religius. Dalam
hubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial, terkandung suatu maksud
bahwa bagaimanapun juga manusia tidak dapat terlepas dari individu yang lain.
Secara kodrati manusia akan hidup bersama. Hidup bersama antara manusia akan
berlangsung dalam berbagai bentuk komunikasi dan situasi. Dalam kehidupan
semacam inilah terjadi suatu pembelajaran baik langsung maupun tak langsung,
terutama pengajaran tentang nilai-nilai etika, seperti sopan santun, rasa
menghormati dan sebagainya. Dalam melakukan interaksi dengan sesamanya inilah
secara sadar dan tidak sadar manusia melakukan proses pengajaran walaupun tidak
secara formal, akan tetapi hasil dari interaksi ini terkadang bisa menunai
hasil.
Dari
berbagai bentuk interaksi, khususnya interaksi yang disengaja, ada istilah
interaksi edukatif. Interaksi edukatif ini adalah interaksi yang berlangsung
dalam suatu ikatan untuk tujuan pengajaran. Dalam arti yang lebih spesifik pada
bidang pengajaran, dikenal adanya istilah interaksi belajar mengajar. Dengan
kata lain apa yang dinamakan interaksi edukatif, secara khusus adalah sebagai
interaksi belajar mengajar (proses pengajaran).[1]
Dimana pengajaran itu sendiri memiliki arti tersendiri dan perlu adanya sebuah
evaluasi untuk lebih meningkatkan hasil dari pengajaran, sebagaimana
dengan uraian berikut :
1. Pengertian
Pengajaran
Pengajaran
merupakan salah satu dari bagian dari keseluruhan kegiatan mengajar. Termasuk
di dalamnya menyiapkan pengalaman-pengalaman yang dimiliki guru untuk dipakai
dalam menopang keberhasilan proses pengajaran, mengadakan pendekatan dengan
siswa dan sebagainya. Dalam hal ini untuk lebih jelasnya penulis akan mencoba
memaparkan beberapa pendapat para ahli tentang pengajaran itu sendiri.
Merril
dalam bukunya Abdul Ghafur mengatakan bahwa pengajaran adalah suatu kegiatan
dimana seseorang dengan sengaja diubah dan dikontrol, dengan maksud agar ia
dapat bertingkah laku atau bereaksi terhadap kondisi tertentu.[2]
Roestiyah NK.
Mengartikan pengajaran dalam beberapa arti:
a. Pengajaran
adalah transfer pengetahuan kepada siswa.
b. Pengajaran
adalah mengajar siswa bagaimana caranya belajar.
c. Pengajaran
adalah hubungan interaktif antara guru dan siswa dalam proses belajar mengajar.[3]
Menurut
James B. Russel, “pengajaran adalah mengorganisir proses belajar mengajar”.[4]
Dari
pemaparan para ahli tersebut di atas, dapat penulis tarik sebuah benang merah
bahwa pengajaran merupakan bentuk usaha, bagaimana caranya ilmu pengetahuan
bisa memenuhi otak anak didik dengan baik sehingga diperlukan ilmu tersendiri.
Dan pendidikan itu erat sekali dengan belajar, tetapi tidak sama, sebab belajar
itu merupakan proses yang berlangsung seumur hidup, sedangkan pengajaran itu
berlangsung manakala usaha tertentu telah dibuat untuk mengubah suatu keadaan
yang sedemikian rupa, sehingga suatu hasil belajar tertentu dapat dicapai.
2. Tujuan
Pengajaran
Sebelum
penulis memebicarakan tujuan pengajaran Kitab Ta’limul Muta’allim, terlebih
dahulu penulis ingin mengemukakan tujuan pengajaran yang bersifat umum dari
beberapa ahli, sebagaimana berikut:
Robert
F. Mearger, dalam bukunya Muhammad Ali mengatakan bahwa tujuan pengajaran
adalah maksud yang dikomonikasikan melalui pernyataan yang digambarkan tentang
perubahan yang diharapkan dari siswa.[5]
Sardiman
AM. berpendapat bahwa: tujuan pengajaran yang sudah umum dikenal dengan tujuan
intruksional dan ada juga yang menyebut tujuan pembelajaran. Tujuan inilah yang
merupakan hasil belajar bagi siswa setelah melakukan proses belajar di bawah
bimbingan guru dalam kondisi yang kondusif.[6]
Jadi
di dalam sistem pengajaran ini, tujuan adalah merupakan arah dan sasaran yang
akan di tuju. Maka tujuan harus bisa memberikan gambaran yang jelas tentang
bentuk-bentuk prilaku yang di harapkan.
Adapun
tujuan yang dari pengajaran Kitab Ta’limul Muta’allim menurut pengarangnya
adalah sebagai berikut :
رايت كثيرا من طلا ب العلم في زما ننا يجد
ون الي العلم ولا يصلون او من منا فعه و ثمرا ته وهي العمل به والنشر يحرمون لما انهم
اخطؤا طرائقه وتركوا شرائطه وكل من أخطأ الطريق ضل ولا ينا ل المقصود قل اوجل اردت
واحببت ان ابين لهم طريق التعلم
Artinya
: “Aku melihat banyak santri pada masa kita, mereka bersungguh-sungguh mencari
ilmu tetapi tidak berhasil dan tidak bisa memetik buahnya, yaitu mengamalkan
dan menyebarluaskannya, karena mereka salah jalan dan mengabaikan
syarat-syaratnya. Barang siapa salah jalan, maka ia sesat dan sama sekali tidak
dapat memperoleh maksud yang diharapkan, maka dengan senang hati kami bermaksud
menjelaskan mereka tentang jalan mempelajari ilmu.”[7]
Jadi
pengajaran Kitab Ta’limul Muta’allim dalam tujuan adalah memberi bimbingan para
santri untuk mencapai ilmu yang bermanfaat dengan cara dan etika diamalkan
secara kontinue
3. Metode
Pengajaran
Metode pengajaran adalah sebuah cara menyampaikan
bahan ajar (materi) di mana metode ini mempunyai peranan yang signifikan dalam
menstransfer ilmu pengetahuan. Peranan itu dapat dilihat jika dipandang kembali
kepada pendidikan sebagai sebuah sistem (lembaga pendidikan), berkaitan dengan
ini adalah lembaga pendidikan Islam. Dalam melihat pendidikan sebagai sebuah
sistem terhadap berbagai komponen dan faktor yang harus dipenuhi, semua
komponen tersebut mempunyai hubungan signifikan guna mencapai tujuan yang
maksimal dengan jalan yang efektif dan efisien.
Dalam interaksi edukasi (proses pembelajaran) metode
pembelajaran mempunyai peranan sentral, guru sebagai pendidik, pengajar,
pelatih, pembimbing dan penstansfer ilmu yang merupakan subyek untuk menentukan
bagaimana agar interaksi tersebut dapat hidup dan sesuai dengan apa yang
diharapkan. Metode pengajaran adalah cara yang digunakan oleh guru untuk menyampaikan
pesan (materi) kepada anak didik (siswa) atau dapat dikatakan bahwa metode
mengajar adalah cara yang digunakan oleh guru dalam rangka mengadakan hubungan
dengan anak didik pada saat berlangsungnya pengajaran.[8]
a. Pengertian Metode Pengajaran
Sebelum
dibicarakan tentang metode pengajaran Kitab Ta’limul Muta’allim, terlebih
dahulu akan dimukakan pengertian metode pengajaran dari sebagian para ahli,
sebagai berikut:
Winarno
Surahmad, dalam bukunya B. Suryabrata, mengatakan bahwa metode pengajaran adalah
cara-cara pelaksanaan dari pada proses pengajaran atau soal bagaimana tehnisnya
suatu bahan pengajaran diberikan kepada murid di sekolah.[9]
Ign.
S, mengatakan bahwa metode pengajaran adalah pembicaraan tentang cara atau
jalan yang harus dilalui di dalam proses pengajaran berlangsung.[10]
Jadi
pengajaran mempunyai tujuan agar sampai kepada apa yang diharapkan harus
menggunakan metode yang dianggap baik dan cocok.
b. Metode Pengajaran Kitab Ta’limul Muta’allim.
Dalam
pengajaran Kitab Ta'limul Muta'allim peranan kualifikasi guru (kompetensi
kurikulum, bidang stusi ta’limul Muta’allim sangat berpengaruh bagi hasil yang
diperoleh kelak, artinya jika dalam materi ta’limul muta’allim terdapat
penekanan untuk bagaimana siswa mendapatkan cara mencari ilmu yang benar dengan
menggunakan sikap ta’dzim sebagai dasar, maka peranan guru dan metode
pengajarannya sangat menentukan seberapa besar hasil yang didapatkan dari
belajar Kitab Ta'limul Muta'allim, walaupun di sisi lain faktor pribadi siswa
turut serta mempengaruhi.
Dalam
Kitab Ta’limul muta’allim tersajikan beberapa bentuk uraian yang mengandung
tutur kata yang lembut, kisah-kisah atau dongeng dan syair-syair pada waktu
dulu, dimana penyajian yang semacam ini diharapkan bagi siapapun yang
mempelajarinya akan mendapatkan kemudahan dalam memahaminya. Dari bentuk yang
semacam ini maka metode pengajaran yang digunakan dalam pengajaran Kitab
Ta’limul Muta’allim adalah :
1)
Metode ceramah (Learning by knowing)
Yang
dimaksud ceramah disini ialah penerangan dan penuturan secara lisan oleh guru
di dalam kelas. Dalam pelaksanaan ceramah untuk menjelaskan uraiannya, guru
dapat menggunakan alat-alat pembantu seperti gambar-gambar para tokoh, tetapi
metode pertama berhubungan guru dengan siswa adalah berbicara.
Peranan
murid dalam metode ceramah ini adalah mendengarkan dengan teliti serta mencatat
pokok penting yang dikemukakan oleh guru.[11]
2.
Metode tanya jawab (Learning by daing)
Dalam
metode tanya jawab pada umumnya guru berusaha mengetahui apakah siswa telah
menguasai materi tertentu yang sudah
diajarkan, atau pemikiran yang disampaikan sudah diterima oleh siswa atau
belum.
Metode
tanya jawab ini dimaksudkan agar dapat memperoleh sambutan yang lebih aktif
dari materi pelajaran yang telah diajarkan, dan di
sisi lain memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menggunakan hal-hal yang belum jelas atau belum
dimengerti sehingga guru dapat menjelaskan kembali dan yang lebih penting lagi
adalah untuk mengetahui stratifikasi pemahaman siswa terhadap materi pelajaran
yang diajarkan dan mengetahui perbedaan pendapat antara siswa yang akan dapat
membawa ke arah suatu diskusi.[12]
3) Metode praktek (Learning by teing)
Untuk
lebih bisa mengapresiasikan diri dan mengaktualisasikan terhadap apa yang telah
dipelajari, maka perlu adanya suatu tindakan praktis terhadap pengetahuan yang
telah dimiliki siswa agar dapat sempurna dan disiapsiagakan dalam kehidupan
sehari-hari.[13]
Dengan
metode praktek siswa dapat terdorong untuk senantiasa melakukan apa yang telah
dipelajari dan dipraktekkan, karena dengan metode ini siswa benar-benar
mengerti dan memahami dari materi yang diajarkan oleh seorang guru, sehingga
dalam melaksanakannya secara individu tidak ada lagi ganjalan-ganjalan atau
pertanyaan-pertanyaan yang dapat meragukan dalam merealisasikannya.
Dalam
hal ini mungkin masih banyak lagi metode-metode yang pas yang dapat diterapkan
dalam pengajaran Kitab Ta’lim muta’allim, namun dalam pelaksanaannya juga perlu
melihat situasi, kondisi dan waktu yang ada. Dari berbagai metode yang ada,
dipandang ketiga metode di ataslah yang lebih pas dengan ditambah metode
dongeng, akan tetapi metode dongeng itu sendiri sudah terakumulasikan dalam
metode ceramah. Mungkin dari ketiga metode di atas sseorang guru bisa memilih
sesuai dengan ; situasi, kondisi dan waktu yang ada.
4. Pengertian
Kitab Ta’limul Muta’allim
Kitab
Ta’limul Muta’allim adalah salah satu Kitab klasik yang dikarang oleh Syeh
Al-Zarnuji kurang lebih pada abad VI Hijriyah. Yaitu zaman kemerosotan dan
kemunduran Daulah Bani Abasiyah atau periode kedua Dinasti Abasiyah sekitar
tahun 296-656 H.
Dalam
Al-Mausu’ah disebutkan bahwa Imam Zarnuji nama lengkapnya adalah Burhanuddin
Al-Zarnuji (Nu’man bin Ibrahim), seorang ahli bahasa dari Bukhara, wafat tahun
1242 H, mempunyai karangan Kitab Al-Muwadhah “Syarah Kitab Maqamat”, karangan
Al-Nariri. Dan yang terkenal dengan Kitabnya “Ta’limul Muta’allim Thariq
Al-Ta’allum” yang telah diterjemahkan dalam bahasa Latin sekitar tahun 1200.[14]
Kitab
ini menurut pengarangnya sendiri diberi nama “Ta’limul Muta’allim Thariq Al-Ta’allum”
yang mempunyai pengertian bahwa Kitab ini merupakan bimbingan terhadap santri
atau siswa dalam belajar atau menuntut ilmu.[15]
Pada
pokoknya Kitab Ta’limul Muta’allim mempunyai pengertian sebuah kitab yang
memberikan bimbingan kepada siswa dalam proses menuntut ilmu agar ilmu yang
diperoleh bisa bermanfaat atau dengan kata lain berhasil atau berguna.
5. Kandungan Kitab Ta’limul Muta’allim
Kitab
Ta’limul Muta’allim ini pada abad XIV M, yaitu pada masa pemerintahan Murad
Khan bin Salim Khan, pernah dicintai dan digemari oleh para siswa yang hidup
pada masa itu[16].
Selain tata bahasanya yang santun dan indah, Kitab ini juga memiliki kandungan
makna yang spektakuler dan signifikan. Oleh karena itu wajarlah kalau Kitab ini
menjadi buku pegangan dan pedoman bagi para siswa (pelajar) dan para siswa pada
masa itu. Kini Kitab Ta’limul Muta’allim dipelajari dan dijadikan pegangan
serta pedoman oleh para pencari ilmu (pelajar) diseluruh belahan dunia.
Syeh
Ibrahim bin Ismail menjelaskan sebagai berikut:
رأيت
الكتاب المسمى بتعليم المتعلم مرغوبا ومقبولا. بين أولى التعليم والتعلم
خصوصا بين الطالبين الساكنين
فى حرم أشرف الملوك
والسلا طين وكان فى بعض نظمه ونثره موا ضع
محتاجة لكشف استاره.[17]
Artinya
: “…… aku melihat Kitab Ta’limul Muta’allim
dicintai dan diterima dihadapan para pengajar dan para pelajar )santri(,
khususnya para pelajar yang tinggal di negeri kekuasaan paduka raja yang mulia.
Di dalam
sebagian nadlom (syair) dan nasarnya (kalimat yang berbentuk prosa) terdapat
pokok-pokok pikiran yang sangat dibutuhkan untuk dijelaskan rahasia-rahasia
yang terkandung di dalamnya
….”.
Oleh karena itu wajarlah bilamana
kitab ini menjadi pegangan dan pedoman bagi para siswa atau santri-santri di
pesantren yang masih mengajarkan kitab-kitab klasik. Dimana kitab ini mempunyai
kandungan yang maha besar dalam mengatur tata cara seorang siswa dalam menuntut
ilmu agar ilmunya menjadi ilmu yang bermanfaat dan mempunyai nilai keberkahan
yang tinggi.
Kitab Ta’limul Muta’alim ini
disyarahi oleh Syeh Ibrahim bin Ismail, tebalnya
kira-kira 48 halaman yang berisikan satu mukaddimah dan 13 pasal atau bab,
dimana tiap-tiap bab selalu bertalian dengan tata cara siswa dalam melakukan
proses pembelajaran dan pra-belajar atau pra-sekolah, juga hal-hal yang
berkaitan dengan cara-cara belajar.
Lebih singkatnya Kitab Ta’limul
Muta’allim ini menerangkan permasalahan yang dimulai dari niat mencari ilmu dan
memilih ilmu sampai hal-hal yang menjadikan ilmu itu busa manfaat yang
diantaranya siswa harus memiliki sikap ta’dzim pada seorang guru dan
menghormati kawan-kawan atau teman-temannya yang sama-sama mencari ilmu
dengannya, serta cara-cara yang memudahkan mereka untuk mempertahankan ilmu
yang dimiliki atau dengan kata lain hafal atau ingat selamanya.
Sikap ta’dzim yang
tertuliskan di atas lebih lanjut diterangkan bahwa sikap itu haruslah dimiliki
siswa dalam melalui proses pembelajaran dan selamanya. Sikap ta’dzim ini
merupakan sikap memulyakan atau mengagungkan guru serta sopan atau raman
terhadap siapapun. Dengan memulyakan pendidik (guru) inilah salah satu jalan
akan membawa siswa untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat.
Adapun
kandungan Kitab Ta’limul Muta’allim yaitu memuat beberapa hal :
a. Bimbingan
belajar dan etika belajar bagi penuntut ilmu.
b. Kata-kata
nasehat dan tentang akhlak bagi penuntut ilmu.
c. Kata-kata
mutiara yang dibumbui kisah-kisah para ulama’ yang telah berhasil mendapatkan
ilmu bagi penuntut ilmu.
d. Syair-syair
yang tata bahasanya sangat indah.[18]
Disisi
lain kandungan Kitab Ta’limul Muta’allim khusus membahas tentang pendidikan dan
pengajaran. Oleh karena itu Kitab tersebut mendapatkan pujian dari Ahmad Fuad
Al-Ahwani, sebagai berikut :
وعند نا أ ن السر في شهرة
هذاالكتا ب راجع الي عنوا نه من جهة والي انه كتا ب خا ص بالتر بية والتعليم فقط و مثل هذه التأ ليف الخا
صة
Menurut
kami bahwa rahasia tenarnya Kitab ini (Ta’limul Muta’allim) dari satu segi
disebabkan karena judulnya dan segi lain karena Kitab tersebut membicarakan
pendidikan dan pengajaran khususnya bimbingan belajar bagi siswa. Karangan
seperti ini sedikit sekali dipangkuan kaum muslimin.[19]
6. Evaluasi Hasil Pengajaran
Evaluasi
adalah merupakan salah satu dari pendidikan dan pengajaran yang paling penting
untuk menilai keberhasilan yang telah dicapai. Adapun pengertian evaluasi
menurut Zuhairini adalah alat untuk mengukur sampai dimana penguasaan murid
terhadap bahan atau meteri yang diajarkan.[20]
Sedangkan
menurut Muhammad Ali bahwa evaluasi adalah sebagai alat penilaian hasil
pencapaian tujuan dalam pengajaran. Maka evaluasi itu tidak hanya sekedar untuk
menentukan angka keberhasilan belajar, akan tetapi adalah sebagai dasar untuk
umpan balik dari proses belajar mengajar yang dilaksanakan.[21]
a. Jenis evaluasi
Untuk
meningkatkan belajar para siswa dan untuk mengetahui keberhasilan pengajaran,
maka diadakan evaluasi sebagai berikut :
1).
Evaluasi harian, yaitu evaluasi yang dilakukan sehari-hari setelah materi
pelajaran diajarkan (disampaikan), ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana
penangkapan siswa terhadap materi yang disampaikan, evaluasi ini dilakukan
dengan bentuk lesan dan tulis dengan non-teks books, artinya murni dari
ketajaman pemikiran, daya ingat dan pemahaman siswa.
2).
Ulangan umum, yaitu kegiatan evaluasi yang dilakukan pada catur wulan atau
semester dan evaluasi akhir tahun.[22]
b. Bentuk evaluasi
Beberapa
evaluasi di atas memiliki beberapa bentuk evaluasi yang membentuk ini merupakan
tehnis pelaksanaan dari evaluasi tersebut.
1). Evaluasi tertulis
Evaluasi
tertulis di sini lebih ditekankan pada kemampuan kognitifnya dan penguasaan
materi secara teoritis.
2). Evaluasi langsung (lesan)
Evaluasi
ini dalam pelaksanaannya selain ditekankan pada kognitif dan penguasaan meteri
juga pada perilaku dan afektif atau
psikis serta akhlak siswa.
3). Evaluasi praktik
Dalam
evaluasi ini seorang guru (sebagai penguji) membuat suatu modal materi yang
sudah diajarkan untuk dipraktekkan (aplikatif) oleh siswa didepan penguji
(guru). [23]
B. Sikap Ta’dzim Siswa Kepada Guru
Pelajar
(siswa) adalah manusia yang terdidik, di mana pandangan umum mengatakan bahwa
orang yang terdidik pastilah memiliki akhlak atau prilaku yang baik dibanding
dengan yang tidak, karena dalam pendidikan dan pengajaran terdapat nilai-nilai
yang luhur dan suci yang disampaikan oleh seorang guru, yang dalam dunia modern
dikatakan bahwa, pengajaran bukan hanya transfer of knowledge
saja, akan tetapi juga transfer of volue.
1. Pengertian
Sikap Ta’dzim
Sebelum penulis berbicara panjang lebar tentang sikap ta’dzim
terlebih dahulu penulis kemukakan pengertian sikap ta’dzim.
Ta’dzim dalam bahasa inggrisnya adalah “respect”
yang mempunyai makna sopan-santun, menghormati dan mengagungkan orang yang
lebih tua atau yang dituakan.[24]
W.J.S.
Poerwadarminta mengatakan bahwa sikap ta’dzim adalah perbuatan atau
prilaku yang mencerminkan kesopanan dan menghormati kepada orang lain terlebih
kepada orang yang lebih tua darinya atau pada seorang kyai, guru dan orang yang
dianggap dimulyakan. [25]
Menurut
A. Ma’ruf Asrori sikap ta’dzim diartikan lebih luas lagi yaitu bukan
hanya bersikap sopan dan menghormati saja akan tetapi lebih dari itu, yaitu :
a) Konsentrasi dan
memperhatikan.
b) Mendengarkan
nasehat-nasehatnya.
c) Meyakini dan
merendahkan diri kepadanya.[26]
Lebih
lanjut oleh ma’ruf dijelaskan bahwa sikap-sikap tersebut diatas merupakan wujud
dari sikap mengagungkan seorang guru.
Dari beberapa pendapat
di atas dapat penulis simpulkan bahwa sikap ta’dzim adalah suatu
totalitas dari kegiatan ruhani (jiwa) yang di realisasikan dengan prilaku
dengan wujud sopan-santun, menghormati orang lain dan mengagungkan guru.
Sikap
ta’dzim ini wajib dilakukan oleh siswa kepada gurunya, sebagaimana
syairan Syekh Salamah Abi Abdul Hamid yang diterjemahkan oleh Mas’ud bin Abdur Rohman
sebagai berikut :
ذاان تكن متعلما فا
متثلن #
متعلما فيما يحل وعظم
Artinya : “Siswa itu wajib taat kepada gurunya,
menurut apa yang diperintahkan guru di dalam perkara yang halal, dan wajib ta’dzim
(mengagungkan) kepada gurunya”.[27]
2. Ciri-ciri
Sikap Ta’dzim
Menurut
A. Ma’ruf ciri-ciri sikap ta’dzim ada 5 (lima) hal yaitu :
a) Apabila duduk
di depan guru selalu sopan.
b) Selalu
mendengarkan perkataan guru.
c) Selalu
melaksanakan perintah guru.
d) Berfikir
sebelum berbicara dengan guru..
e) Selalu
merendahkan diri kepadanya. [28]
Sedangkan
menurut Sidik Tono, et.al., ciri-ciri sikap ta’dzim adalah sebagai
berikut :
a) Selalu bersikap
hormat kepada guru.
b) Selalu datang
tepat waktu.
c) Senantiasa
berpakaian rapi.
d) Mendengarkan
saat guru menerangkan.
e) Menjawab saat
guru bertanya.
f) Berbicara
ketika sudah diberi izin.
g) Selalu
melaksanakan tugas yang diberikan oleh guru.[29]
Menurut
Syeikh Salamah dalam Kitab Jauharul Adab ciri-ciri sikap ta’dzim adalah
sebagai berikut;
a) Selalu
mengucapkan salam ketika bertemu dengan guru.
b) Mengerjakan
pekerjaan yang membuatnya senang.
c) Senantiasa
menundukkan kepala ketika duduk didekat guru.
d) Ketika bertemu
guru di jalan senantiasa berhenti di pinggir jalan seraya menaruh hormat
kepadanya.
e) Selalu
mendengarkan ketika guru menerangkan seraya mencatat.
f) Selalu menaruh
hormat kepada siapapun.
g) Menjaga nama
baik guru dimanapun berada.[30]
Jadi
secara umum ciri-ciri dari sikap ta’dzim adalah : Bila dihadapan guru selalu
menundukkan kepala dengan niat hormat, selalu mendengarkan perkataan-perkataan
guru, selalu menjalankan perintahnya, menjawab ketika ditanya, selalu
merendahkan diri kepadanya, menjaga nama baik guru dan lain-lain.
3. Fungsi dan
Manfa’at Sikap Ta’dzim
a) Fungsi Sikap
Ta’dzim.
- Untuk menunjukkan sebagai orang yang
terdidik.
- Sebagai salah satu jalan untuk mendapatkan
ilmu yang bermanfa’at.
- Untuk mengharapkan rasa pertemanan.
- Memberikan penghormatan kepada sesama dan kepada orang yang lebih tua.
b) Manfa’at Sikap
Ta’dzim
- Mendapatkan ilmu yang bermanfaat.
- Dihormati orang lain.
- Dicintai orang lain.
- Banyak temannya.
- Disenangi teman-temannya.
- Disenangi guru.
Dari
uraian fungsi dan manfaat Sikap ta’dzim diatas adalah sudah bersifat
spesifik, adapun fungsi dan manfaat dari Sikap ta’dzim secara umum yaitu
dimana Sikap ta’dzim merupakan wahana untuk mencapai tujuan dari
berbagai fariasi tujuan dalam kehidupan manusia. Sebagai manfaatnya adalah akan
mendapatkan suatu tujuan yang diharapkan dengan tanpa menimbulkan permasalahan.
4. Proses
Pembentukan Sikap Ta’dzim
Sikap
ta’dzim itu bukan tumbuh dan berkembang dengan sendirinya, akan tetapi
harus dibentuk dan dipengaruhi oleh pendidikan dan lingkungan kearah tujuan
yang sesuai dan yang diinginkan.
Ada empat (4) unsur yang dapat membentuk sikap ta’dzim,
yaitu;
a. المتعلم
(Pelajar)
b. الا ستاذ (Guru/
Pengajar)
c. الاب (Orang
tua)
Jadi
bila melihat uraian di atas, proses pembentukan sikap ta’dzim
dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu;
a. Faktor Intern
b. Faktor Ekstern
1) Faktor Intern
adalah faktor dari siswa itu sendiri di mana setiap orang memiliki watak yang
dibawa sejak lahir (faktor gen) sendiri-sendiri.
2) Faktor Ekstern
merupakan faktor yang berada di luar diri siswa yaitu; Faktor guru dan tempat
pendidikan, faktor orang tua dan rumah tangga, dan faktor lingkungan teman dan
masyarakat.
Adapun
dalam pembentukan sikap ta’dzim siswa tersebut melalui tiga proses, yaitu;
a) Pengajaran dan
pembiasaan
Setelah
ilmu-ilmu pengetahuan dan ilmu akhlak disampaikan oleh seorang guru perlu dilakukan
suatu pembiasaan, pembiasaan membentuk aspek kejasmanian dan kerohanian dari
sikap atau kecakapanharus dilakukan secara kontinyu (terus menerus), dimana
pembiasaan adalah salah satu alat pendidikan untuk membentuk sikap yang ingin
dicapai. Al- Zarnuji juga menggunakan teori pembiasaan pengulangan dalam
belajar sebagai berikut:
فاما اذا طال السبق فى الا بتداء واحتاج المتعلم الى اعادة
عشر مرات
فهو فى الا نتهاء ايضا يكون كذلك لآنه
يعتاد ذلك ولا يترك تلك العادة الا بجهد كثير وقيل السبق حرف والتكرار الف
Artinya: Adapun pelajaran pertama yang diajarkan itu panjang dan pelajar
membutuhkan pengulangan sepuluh kali, maka ia sampai akhirnyapun demikian,
karena hal ini menjadi kebiasaan yang sulit dihilangkan kecuali dengan susah
payah, dan dikatakan; Pelajaran satu
huruf pengulangannya seribu kali. [32]
b) Pembentukan
kognitif
Pembentukan
kognitif adalah proses yang berlaku pada seseorang dengan memberikan
interpretasi pada millieu. Sehubungan dengan ini Samoel mengatakan sebagai
berikut;
“Memperkenalkan sesuatu
kepada anak yang beraneka ragam pengertiannya melalui proses kognitif.
Perkembangan sikap pada anak dipengaruhi oleh pengertian-pengertian yang
dikuasai anak”.[33]
Yang
dimaksud samuel adalah pada proses ini perlu adanya perluasan pemikiran dan
pengertian yang dimiliki oleh anak, karena anak akan bersikap sesuai dengan apa
yang diketahuinya.
Dalam
membentuk sikap perlu diperhatikan bahwa manusia yang dibentuk adalah manusia
secara keseluruhan melalui tenaga-tenaga aspek kepribadian, dengan
mempergunakan fikiran dapat ditanamkan pengertian Akhlak dan yang lain yang
akan membentuk pemikiran anak (siswa) untuk bersikap.
c) Pembentukan
rohani
Proses
yang ketiga adalah membentuk ruhani, dimana dalam proses ini tertanamkan suatu
keyakinan untuk melakukan hal-hal yang baik dan akan membawa kemanfaatan hidup
di dunia dan akhirat.
Ruhani
(jiwa) merupakan inti atau suatu hal yang halus dan akan membentuk hakekat
manusia. Dari sinilah akan muncul suatu kehendak untuk melakukan sesuatu,
karena ruhani (jiwa) merupakan pemimpin bagi anggota-anggota tubuh lainnya.[34]
Maka
dari itu untuk memunculkan sikap ta’dzim perlu tersentuh terlebih dahulu
aspek rohani dari manusia (siswa). Dengan tersentuhnya rohani sebagai unsur
yang dalam akan dapat mempengaruhi seluruh anggota tubuh dan dapat membawa
siswa kepada sifat kebaikan, terutama sikap ta’dzim kepada gurunya.
C. Pengaruh Pengajaran Kitab Ta’limul Muta’allim
terhadap Pembentukan Sikap Ta’dzim Siswa Kepada Guru
Kitab
Ta’limul Muta’allim merupakan Kitab pegangan bagi orang-orang yang sedang
menuntut ilmu, dimana didalam Kitab Ta’limul Muta’allim terpaparkan bagaimana
tatacara orang yang menuntut ilmu dan bagaimana ilmu dan bagaimana cara
mendapatkan ilmu yang bermanfaat serta pesan-pesan tentang nilai-nilai akhlak. Jika seseorang yang
menuntut ilmu tidak berpegangan atau tidak mengetahui Kitab Ta’limul
Muta’allim, maka dia tidak tahu bagaimana tatacara mencari ilmu yang benar dan
baik. Sebaliknya jika seseorang yang baru menuntut ilmu itu berpegangan atau
mengetahui Kitab Ta’limul Muta’allim, maka dia akan tahu bagamana caranya
menuntut ilmu agar menjadi ilmu yang bermanfaat.[35]
Ahklak
(sikap ta’dzim) siswa dalam pembentukannya sangat ditentukan oleh
pengajaran, terutama pengajaran-pengajaran tentang akhlak walaupun tidak
dipungkiri bahwa ada faktor lain yang ikut membantu dalam pembentukan sikap ta’dzim.
Pengajaran Kitab Ta’limul Muta’allim dapat kita jadikan sebagai salah satu
contoh dari pengajaran ilmu yang menentukan dalam pembentukan sikap ta’dzim
siswa. Maka seyogyanya Kitab Ta’limul Muta’allim ini dapat diajarkan diseluruh
lapisan atau jenjang pendidikan, sehingga ajaran–ajaran tentang akhlak (sikap ta’dzim)
dapat diresapi oleh anak (siswa) sejak dini mungkin.
Dalam
pengajaran Kitab Ta’limul Muta’allim, pelajaarn yang dapat diperoleh anak atau
siswa adalah menghormati orang lain terutama yang lebih tua, menghormati guru,
sopan santun, taat, memulyakan kitab serta pelaksanaan nilai-nilai moral
lainnya.[36]
Sikap-sikap
di atas merupakan serpihan dari sikap ta’dzim, maka hal tersebut
hendaknya diterapkan oleh dunia pendidikan sejak dini mungkin, agar dikelak
kemudian hari mereka menjadi anak yang baik dan selalu mengedepankan sikap ta’dzim
dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.
Dari
uraian-uraian di atas, dapatlah dipahami bahwa pengajaran Kitab Ta’limul
Muta’allim sangat menentukan dan berpengaruh terhadap pembentukan sikap ta’dzim
siswa terutama dalam penanaman sikap menghormati orang lain, guru, teman, orang
tua, memulyakan Kitab dan nilai-nilai moral lainnya untuk dijadikan dasar dalam
melaksanakan kehidupan sehari-hari terutama menuntut ilmu.
[1]Sardiman, Interaksi
dan Motivasi Belajar Mengajar, Grafindo Persada, Jakarta,
2000, hal 1 – 2.
[2]Abdul Ghofur, Desain
Intruksional, Tiga Serangkai, Solo, 1978, hal. 22.
[3]Roestiyah NK, Masalah
Pengajarn Sebagai Suatu Sistem, Bina Aksara, Jakarta, 1982, hal 49 – 50.
[4]James B. Russel, Pengajaran
Berhasil, UI Press, Jakarta, 1975, hal 25
[5]Muhammad Ali, Guru
dalam Proses Belajar Mengajar, Sinar Baru, Bandung, 1984, hal 21-22.
[6]Sardiman AM, Op.
Cit, hal 68.
[7]Syeh Al-Zarnuji, Ta’limul
Muta’allim, Toha Putra, Semarang, hal. 3.
[8]Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam
Departemen Agama RI, Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta, 2001,
hal. 88.
[9]Suryabrata, Mengenal
Metodologi Pengajaran di Sekolah, Amarta, Jogyakarta, 1986, hal 3.
[10]Ign. S, Metodologi
Pengajaran, CV. Saudara, Salatiga, 1981, hal 4.
[11]Muhaimin, MA, Strategi
Belajar Mengajar, Citra Media, Surabaya, 1996, hal 83.
[12]Team Didaktik Metodik Kurikulum IKIP Surabaya, Pengantar Didaktik Metodik Kurikulum PBM,
CV. Rajawali, Jakarta, 1986, hal 47 – 48.
[14]Muhammad Syarif Ghorbal, Al-Mausu’ah Al-Arabiyah
Al-Muyassaroh, Darul Qaumiyah Littab’ah wan Nashr, Mesir, 1965, hal 923.
[16]Aly Musthofa Ya’kub, Etika Pelajar Menurut Al-Zarnuji, Majalah Pesantren P3M, No III/
Vol. 03/ 1986, hal 79.
[17]Ibrahim bin Ismail, Syarah Ta’limul Muta’allim,
Syirkah al-Ma’arif, Bandung, t.th., hal. 3.
[18]Ali As’ad, Terjemah
Ta’lim Muta’allim, CV. Menara Kudus, Kudus, 1988, hal 10 – 11.
[19]Ahmad Fuad Al-Ahwani,
At-Tarbiyah Fil Islam, Darul Ma’arif, Jakarta, 1988, hal. 238.
[20]Zuhairini, Metodik
Khusus Pendidikan Agama, Usaha Nasional, Surabaya, 1981, hal 154.
[21]Muhammad Ali,
Op. Cit, hal 93.
[22]Zuhairini, Op.
Cit, hal 156-157.
[23]Soekartawi, et.al., Meningkatkan Rancangan Intruksional (Untuk Memperbaiki Kwalitas Belajar
Mengajar), Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, hal 88-95.
[24]Rinold A. Nicholson, The Idea Of Respect,
Insafism, Idaroh I, Adawiyah I, Delli t,th. Hal. 1-2.
[25]W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia,
Jakarta, Balai Pustaka, 1976, hal. 995.
[26]A. Ma’ruf Asrori, Etika Bermasyarakat, Al-
Miftah, Surabaya, 1996, hal. 11-12
[27]Syeikh Salamah Abi Abdul hamid, Jauharul Adab,
Toha Putra, Semarang, 1967, hal. 3-4.
[28]A. Ma’ruf, Etika Bermasyarakat, Al-Miftah,
Surabaya, 1996, hal. 11.
[29]Sidik Tono, et.al., Ibadah dan Akhlak dalam Islam,
Yogyakarta, 2002, hal. 107
[31]Ibrahim bin Ismail, Op. Cit., hal. 21.
[33] Samuel
Soetione, Psikologi Pendidikan II, Lembaga Penerbit Fak. Ekonomi,
UI, Jakarta, 1982, hal. 54.
[34]Sumarkan Fanidin, Konsep Al-Qolb dalam Al-Qur’an,
Qualita Ahsana, III, I, April 2001, hal. 105.
[35]Aly Musthofa Ya’kub, Etika Pelajar Menut Al-Zarnuji,
Qualita Ahsana, vol. 3, 2001, hal. 113
[36]H. Aliy As’ad, Bimbingan bagi Penuntut Ilmu
Pengetahuan, Manara Kudus, Kudus, 1978, hal. 21-23.
0 Response to "PENGAJARAN KITAB TA'LIMUL MUTA'ALLIM DALAM PEMBENTUKAN SIKAP TA’DZIM"
Post a Comment