MINAT BELAJAR PAI DAN INTENSITAS SHOLAT WAJIB SISWA


 MINAT BELAJAR PAI DAN INTENSITAS SHOLAT WAJIB SISWA


A.    Minat Belajar

  1. Pengertian Minat
Minat dapat diartikan sebagai “perhatian; kesukaan (kecenderungan hati) kepada sesuatu; keinginan”[1]
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa minat adalah kecenderungan hati seseorang terhadap sesuatu, yang disebabkan oleh adanya perhatian yang terus menerus.
2.   Pengertian Belajar
1)      Hintzman (1978) dalam bukunya The Psichology of Learning and Memory berpendapat bahwa “learning is change in organism due to experience which can effect the organism’s behavior” (belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme (manusia atau hewan) disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut”[2]
2)      Witherington mengemukakan bahwa: "Belajar adalah suatu perubahan didalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari pada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian”[3]



Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses usaha atau aktivitas yang dilakukan dengan sengaja oleh individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku atau pola yang baru serta upaya untuk mendapatkan suatu peningkatan kepandaian, ketrampilan, kemampuan dan sebagainya, sehingga diperoleh adanya suatu kecakapan atau kepandaian sesuai dengan yang diinginkan. Proses usaha itu dapat dilakukan dengan membaca buku, berlatih dan lain sebagainya untuk mendapatkan ilmu sebanyak-banyaknya yang dapat memberi manfaat bagi hidupnya.
            Dari penjelasan tentang minat dan belajar tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa minat belajar adalah kecenderungan seseorang terhadap sesuatu yang disebabkan oleh suatu proses usaha atau aktivitas yang dilakukan dengan sengaja untuk memperoleh perubahan tingkah laku atau pola yang baru serta upaya untuk mendapatkan suatu peningkatan kepandaian, ketrampilan, kemampuan dan sebagainya, sehingga diperoleh adanya suatu kecakapan atau kepandaian sesuai dengan yang diinginkan.

B.     Pendidikan Agama Islam

Islam sebagai agama memiliki makna yang cukup luas, ia merupakan petunjuk jalan hidup manusia dan merupakan rahmat bagi seluruh alam. Islam sebagai agama yang teralahir memiliki kebenaran yang bersifat universal dan absolut, tidak bertentangan dengan kebenaran akal, sungguhpun kebenaran akal itupun bersifat relatif. Akal dapat menerima kebenaran agama yang bersifat absolut dan universal ini tidak berarti bahwa kebenaran akal itu sama dengan kebenaran agama.
Demikian juga Islam sebagai agama terakhir mengandung prinsip­prinsip yang lengkap meliputi seluruh aspek hidup manusia, sebagaimana ditegaskan Allah SWT dalam surat A1 Maidah, ayat 3 sehagai berikut :
... الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْأِسْلامَ دِيناً فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لإِثْمٍ فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ. (المائدة:3)

Artinya : "...Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Aku ridloi Islam sebagai agamamu ..." (QS. A1 Maidah : 3 )[4]
Dengan sifat kesempurnaan dari agama Islam inilah, maka dalam menetapkan garis-garis kehidupan manusia pada dasarnya dapat mencukupkan diri dengan berpedoman kepada Al Quran dan Hadits, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW, bahwa :
 





Artinya : "Aku telah meninggalkan kepadamu dua perkara, jika kamu berpegang teguh kepadanya tidak sesat sesudahku, yaitu kitabullah dan sunnahku". (HR. Al Hakim )[5]
Selanjutnya untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang pendidikan agama Islam, maka penulis akan menguraikan tentang pengertian, dasar dan tujuan pendidikan agama Islam.
  1. Pengertian Pendidikan Agama Islam
Dalam rangka memperoleh gambaran yang jelas mengenai pengertian pendidikan agama Islam, terlebih dahulu akan penulis kernukakan pengertian pendidikan secara umum.
Menurut UU No. 20 Tahun 2003, tentang sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1, ayat 1, dijelaskan bahwa : "Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang”.[6] Team Dosen FIP-IKIP dalam buku Pengantar Dasar-:Dasar Kependidikan, dijelaskan bahwa : : "Education is the getting and giving of knowledge so as to pass on our culture from one generation on the next”[7] (Pendidikan adalah kegiatan memperoleh dan menyampaikan pengetahuan, sehingga memungkinkan transmisi kebudayaan kita dari generasi yang satu kepada yang berikutnya).
Drs. Ahmad D. Marimba dalam buku Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, mengemukakan bahwa : "Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama”[8]
Berdasarkan beberapa definisi tentang pendidikan di atas dapatlah disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pendidikan adalah suatu proses pembinaan terhadap anak didik untuk mengembangkan kemampuan yang dimilikinya baik berupa pengetahuan maupun keterampilan guna terbentuknya kepribadian yang utama yang tercermin dalam cara berfikir, bersikap dan bertingkah laku sehari-hari.
Adapun pengertian pendidikan agama Islam, akan penulis sampaikan definisi dari para ahli pendidikan di antaranya adalah :

Menurut Dr. Munir Mursyi, yang dikutip Drs. Achmad Sudja'ie, dalam buku Pemikiran Pendidikan Islam mendefinisikan sebagai berikut :



Artinya : 
"Pendidikan Islam adalah pendidikan fitrah manusia karena sesungguhnya Islam adalah agama fitrah dan segala perintahnya dan larangannya serta kepatuhannya dapat menghantarkan mengetahui fitrah ini."[9]
Drs. Ahmad D. Marimba, dalam buku Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, memberikan pengertian sebagai berikut:"Pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani-rohani berdasarkan hukum-hukum Agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama rnenurut ukuran-ukuran Islam"[10]
Sedangkan Drs. H.M. Chabib Thoha, MA, memberikan definisi sebagai berikut : "Pendidikan Islam adalah pendidikan yang falsafah, dasar dan tujuan serta teori-teori yang dibangun untuk melaksanakan praktek pendidikan didasarkan nilai-nilai dasar Islam yang terkandung dalam Al Qur'an dan Hadits Nabi"[11]
Dengan mengacu kepada beberapa definisi pendidikan agama Islam di atas jelaslah bahwa pendidikan Islam itu mempunyai dua sasaran pokok yaitu kepentingan dunia dan akherat. Oleh karena itu pendidikan agama Islam dapat disimpulkan sebagai suatu usaha untuk membina rohani dan jasmani seseorang menuju terbentuknya kepribadian muslim agar tercapai kebahagiaan dunia dan akherat.
DR.Fadhil A1 Djamaly, sebagaimana yang dikutip Prof. H.M. Arifin, M.Ed, " ... menggambarkan kepribadian muslim sebagai muslim yang berbudaya, yang hidup bersama Allah dalam tiap iangkah hidupnya. Dia hidup dalam lingkungan yang luas tanpa batas kedalamannya, dan tanpa akhir ketinggiannya”[12]
  1. Dasar Pendidikan Agama Islam
Dasar pelaksanaan pendidikan agama Islam di Indonesia mempunyai dasar yang cukup kuat. Dasar-dasar tersebut dapat ditinjau dari segi : a. Yuridis /Hukum, b. Religius, c. Social psychologis"[13]
a.      Dasar dari segi Yuridis/Hukum
Adapun dasar dari segi yuridis ada tiga macam yakni :
1).  Dasar Ideal, yaitu dasar dari falsafah negara Pancasila, dimana sila yang pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Ini mengandung pengertian bahwa seluruh bangsa Indonesia harus percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa atau tegasnya harus beragama.
2). Dasar Struktural/Konsritusional, yaitu dasar dari UUD 1945 dalam BAB XI Pasa129, ayat 1 dan 2 yang berbunyi :
"(1) Dasar Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu"[14]
Bunyi UUD 1945 tersebut mengandung pengertian bahwa bangsa Indonesia harus beragama, dan melindungi umatnya untuk menjalankan agamanya. Untuk mewujudkan hat tersebut perlu adanya pembinaan melalui upaya pendidikan agama baik di lembaga pendidikan maupun dalam keluarga.
3).  Dasar Operasional, yaitu dasar yang secara langsung mengatur pelaksanaan pendidikan agama di lembaga pendidikan di Indonesia, sebagaimana yang disebutkan pada TAP MPR No. II MPR/1993 tentang GBHN, yang pada pokoknya dinyatakan bahwa : "pelaksanaan pendidikan agama secara langsung dimasukkan ke dalam kurikulum di sekolah-sekolah, mulai dari sekolah dasar sampai dengan Universitas­-universitas Negeri."[15]
b.      Dasar Religius
Yang dimaksud dasar religius adalah dasar yang bersumber dari pedoman Al Qur'an dan Al Hadits. Ajaran substantif dari A1 Qur'an dan Sunnah Nabi yang merupakan nilai Ilahiyah harus dilaksanakan oleh setiap muslim. Karena itu merupakan standar norma atau nilai yang memberikan motivasi dan bimbingan bagi manusia dalam perilaku sosialnya, dan melaksanakan pendidikan itu sendiri adalah termasuk ibadah.
Banyak ayat - ayat Al Qur'an dan Sunnah Nabi yang secara langsung atau tidak langsung mewajibkan umat Islam rnelaksanakan pendidikan, khususnya pendidikan agama. Adapun kewajiban melaksanakan pendidikan agama Islam itu ditujukan kepada :
1)      Kewajiban bagi orang tua mendidik anaknya
Firman Allah:

Artinya : "Hai orang - orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka ... " (QS. At Tahrim : 6)[16]
      Hadits Nabi Muhammad SAW yang berbunyi :

                                                                     [17]

Artinya : "Tiap - tiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah sampai berubah lisannya, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi”.[18]
Berdasarkan ayat Al Qur’an dan Hadits tersebut di atas, pendidikan agama sepenuhnya menjadi tanggung jawab orang tua. Namun rnengingat keterbatasan kemampuan orang tua, maika orang tua dapat melimpahkan sebagian tanggung jawannya kepada orang lain yaitu guru atau sesekolah.
2)   Kewajiban bagi setiap orang Islam untuk belajar agama
Sebagaimana Firman Allah yang berbunyi :



Artinya : Tidak sepatutya bagi orang-orang yang mukmin     itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetanuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya" (QS. At Taubah : 122 )[19]
3)   Kewajiban mengajarkan agama Kepada orang lain
Sesuai dengan Firman Allah yang berbunyi :



Artinya : "Hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang mengajak kepada kebaikan, menyuruh berbuat baik dan mencegah dari perbuatan yang mungkar ..." (QS. Ali Imran: 104)[20]
Firman Allah:


Artinya :
"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu, dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan berbantahlah dengan jalan yang baik.....”(QS. An Nahl : 125)[21]
Di dalam Hadits Nabi Muhammad SAW, dijelaskan bahwa :


Artinya : "Sampaikanlah ajaranku kepada orang walaupun hanya seayat saja". (HR. Ahmad, Bukhari, dan Tirmidzi).[22]


c.       Dasar dari Sosial Psikologi
Semua manusia didalam hidupnya di dunia ini selalu membutuhkan suatu pegangan hidup yang disebut agama. Mereka merasakan bahwa dalam jiwanya ada suatu perasaan yang mengakui adanya Dzat yang Maha Kuasa, tempat mereka berlindung dan tempat mereka memohon pertolongan-Nya.Hal semacam ini terjadi pada rnasyarakat yang masih primitif maupun masyarakat yang sudah modern. Mereka akan merasa tenang dan tentram hatinya kalau mereka dapat mendekat dan mengabdi pada Dzat Yang Maha Kuasa. Hal semacam ini sesuai dengan Firman Allah SWT yang berbunyi :



Artinya : "(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram." (QS. Ar-Ra’ad: 28) [23]
Karena itu maka manusia akan selalu berusaha untuk mendekatkan diri kepada Allah, hanya saja cara mereka mengabdi clan mendekatkan diri kepada Allah itu berbeda-beda sesuai dengan agama yang dianutnya. Itulah sebabnya bagi orang-orang Islam diperlukan adanya  pendidikan  agama Islam agar dapat mengarahkan fitrah mereka  tersebut ke arah yang benar sehingga mereka dapat mengabdi dan beribadah sesuai dengan ajaran Islam.
  1. Tujuan Pendidikau Agama Islam
Sebagaimana diketahui bahwa pendidikan Islam pada hakekatnya adalah pendidikan yang berdasarkan atas Al Qur’an dan A1 Hadits, oleh karena itu pendidikan Islam bertujuan uintuk membantu perkembangan manusia rnenjadi ke arah yang lebih baik. Hal ini lebih lanjut dikemukakan Drs.HM. Chabib Thoha, MA, bahwa :
"Tujuan pendidikan Islam, seeara umum adalah untuk meneapai tujuan hidup muslim, yakni menumbuhkan kesadaran manusia sebagai makhluk Allah SWT, agar mereka tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang berakhlak mulia dan beribadah kepada-Nya".[24]
Dalam Konferensi Pendidikan Islam pertama di Mekah (1977), para ahli sepakat, bahwa tujuan pendidikan Islam adalah "untuk membina insan yang beriman dan bertakwa yang mengabdikan dirinya hanya kepada Allah, membina serta memelihara alam sesuai dengan syariah serta memanfaatkannya sesuai dengan akidah dan akhlak Islam”.[25]
Sedangkan menurut Imam Al Ghazali, sebagaimana yang dikutip Drs. Ahmad Sudjaie, merumuskan bahwa :
"Tujuan pendidikan Islam ialah mendekatkan diri kcpada Allah, mencari ilmu dan membentuk akhlak karimah, sehingga beliau menganjurkan kepada para pelajar di dalam menuntut ilmu supaya berniat baik, yaitu mendekatkan diri kepada Allah, bukan agar jadi pemimpin dan bermegah-megahanan dalam dunia”.[26]
Selanjutnya apabila rumusan tujuan-tujuan pendidikan dikaitkan dengan ayat-ayat A1 Qur'an dan Hadits, maka tujuan pendidikan Islam mencakup :
a.   Tujuan pertama adalah menumbuhkan dan mengembangkan ketaqwaan kepada Allah SWT, sebagaimana Firman Allah SWT bahwa :



Artinya : "Wahai orang-orang yang beriman bertaqwalah kamu kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa kepada-Nya, dan janganlah kamu mati  kecuali dalam keadaan muslim"(QS. Ali Imran : 102)[27]
b.   Tujuan Pendidikan Islam adalah untuk menumbuhkan sikap dan jiwa yang selalu taat beribadah kepada Allah SWT, sebagaimana Firman Allah SWT bahwa :
 



Artinya: "Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku" (QS. Adz Dzariyat: 56)[28]
c.   Tujuan pendidikan Islam adalah untuk membina dan membentuk manusia yang berakhlakul karimah, sebagaimana dalam sabda Nabi Muhammad SAW, yang berbunyi :

Artinya :
"Sesungguhnya Aku diutus adalah untuk menyempurnakan budi pekerti yang luhur"(HR. Bukhari, Hakim clan Baihaqi)[29]
Dari berbagai rumusan tersebut jelas sekali bahwa tujuan pendidikan Islam itu bukan hanya menciptakan atau membentuk manusia yang cerdas saja, akan tetapi jauh lebih dari itu mendidik akhlak manusia supaya dapat berbakti dan beribadah kepada Allah. Secara tepat           M. Athiyah Al Abrasyi, mengemukakan bahwa:
"...Tujuan pokok dan terutama dari pendidikan Islam ialah mendidik budi pekerti dan pendidikan jiwa. Semua mata pelajaran haruslah mengandung pelajaran-pelajaran akhlak, setiap guru haruslah memperhatikan akhlak, setiap guru didik haruslah memikirkan akhlak keagamaan sebelum yang lain-lainnya, karena akhlak keagamaan adalah akhlak yang tertinggi"[30]
  1. Materi Pendidikan Agama Islam
1.   Akidah / Iman
Dalam Islam, akidah ialah iman atau kepercayaan. Sumbernya yang asasi ialah Al Quran. Untuk pelajaran ini diberikan penjelasan-penjelasan tentang dasar-dasar iman, rukun-rukun iman. Lebih lanjut DR. Abdullah Nasih Ulwan, menjelaskan bahwa: "Yang dimaksud dengan pendidikan iman adalah mengikat anak dengan dasar-dasar keimanan, sejak ia mengerti, membiasakannya dengan rukun Islam sejak ia memahami dan mengajarkan kepadanya dasar-dasar syariah sejak usia tamyiz”[31]
Materi pendidikan akidah atau keimanan adalah sangat urgen dalam pembinaan generasi yang kokoh iman dan Islamnya, karena iman atau akidah itulah yang menunjukkan tingkat kualitas dan yang merupakan awal mula seorang Muslim. Secara tepat hal ini dijelaskan Drs. Nasruddin Razak, bahwa:
“Akidah adalah masalah fundamental dalam Islam, ia menjadi titik tolak permulaan muslim. Sebaliknya tegaknya aktivitas keislaman dalam hidup dan kehidupan seseorang itulah yang dapat menerangkan bahwa orang itu memiliki akidah atau menunjukkan kualitas iman yang ia miliki.”[32]
2.   Alqur’an Hadits
Seperti yang dikemukakan oleh Prof. Dr. H. Rachmat Syafei, MA : “AL Qur’an adalah merupakan Kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan bahasa arab yang diawali dari surat Al Fatihah dan di akhiri dengan surat An Nas”[33]
Sedangkan hadits adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW baik perkataan perbaikan maupun ketetapannya.[34]
3.   Fiqih
Menurut Drs. Syaifudin Zuhri, MA, fiqih adalah :
1)      Ilmu garapan manusia (Al Muhtasab) berbeda dengan ilmu malaikat yang tidak Muhtasab. Begitu pula ilmu Rosul yang berkaitan dengan wakyu karena tidak Muhtasab. Lantaran fiqih ilmu Al Muhtasab maka peran akal (Ru’yu) mendapat tempat dan diakui dalam batas-batas tertentu.
2)      Obyek fiqih adalah Al Ahkam Al amaliyah. Ia terkait dengan aturan dan penataan kegiatan manusia yang bersifat positif dan riil dan tidak bersifat teoritis, yang bersumber pada wahyu dalam bentuk yang rinci baik yang termuat dalam al kitab maupun al sunnah.[35]
4.   SKI
               Sejarah sebagai pengetahuan yang merupakan ranah kognitif dianggap capaian paling luar. Hal yang lebih mendasar adalah terletak pada kemampuan menggali nilai-nilai, makna dalil dari teori dari fakta sejarah yang ada.[36]
               SKI tidak hanya dipahami sebagai sejarah tentang kebudayaan Islam saja, tetapi juga menampilkan kekuasaan raja-raja, perkembangan ilmu agama, ilmu pengetahuan dan teknologi dalam Islam. Aktor yang diangkat tidak hanya nabi, sahabat, dan raja akan tetapi akan dilengkapi ulama’ intelektual dan filosof, juga faktor-faktor sosial dimunculkan guna menyempurnakan penanaman anak didik.

C.  Ibadah Shalat
  1. Pengertian shalat
               Kata shalat berasal dari bahasa Arab, para Fuqaha pada umumnya mengartikan shalat secara bahasa adalah berdoa.
               Drs. Nasruddin Razak, mengemukakan bahwa shalat adalah : "... suatu sistem ibadah yang tersusun dari beberapa perkataan dan laku perbuatan dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salarn, berdasar atas syarat-syarat dan rukun-rukun tertentu".[37]
Senada dengan di atas Zainuddin bin Abd. Aziz A1 Malibari, mengemukakan bahwa :
               [38]

Artinya : "Perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam dengan syarat khusus"
               Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud ibadah shalat adalah suatu ibadah yang terdiri dari beberapa perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam dengan adanya syarat- syarat dan rukun-rukun tertentu menurut syariat Islam.
  1. Dasar Hukum Ibadah Shalat
Mengenai kewajiban ibadah shalat bagi tiap-tiap muslim yang dewasa telah ditegaskan di dalam Al Quran secara umum. Di antaranya adalah firman Allah SWT yang berbunyi :



Artinya : "... dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar". (QS. Al Ankabut: 45)[39]
Allah SWT berfrman bahwa:


Artinya : "Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat" (Qs. A1 Baqarah: 110)” [40]
Dari kedua ayat tersebut jelas sekali menerangkan tentang hukum shalat bagi orang Islam itu fardlu a'in bagi tiap-tiap muslim yang telah baligh.
Adapun shalat yang difardlukan ada lima waktu yakni ; shalat Shubuh, shalat Dhuhur, shalat Ashar, shalat Maghrib dan shalat Isya'.
  1. Kedudukan Ibadah Shalat dalam Islam
Dalam ajaran Islam shalat mempunyai kedudukan. yang sangat penting yang menduduki urutan kedua setelah tertanamnya iman atau akidah dalam hati. Ia menjadi salah satu indikator bagi orang yang bertakwa. Ibadah shalat tentu didasarkan atas sesuatu keimanan. Kedudukan iman sebagai akar yang jika tertanam kuat dalam hati insan tentu dapat memancarkan satu bentuk ibadah shalat. Dan tentunya sebagai seorang Muslim yang beriman untuk memelihara iman, shalat memiliki peranan yang penting bagi kehidupannya. Dijelaskan Drs. Nasruddin Razak, bahwa:
"Sebagai seorang muslim tentu hidupnya didasari suatu akidah atau iman seperti yang terkandung dalam rukun-rukun iman. Maka untuk mmelihara iman itu, memperbaharui dan meningkatkannya, ibadah shalat itulah yang berperanan. Bacaan-bacaan dalam shalat adalah ucapan-ucapan yang bersangkut paut dengan iman kepada Allah clan kepada apa yang diwajibkannya kepada kita."[41]
                  Penjelasan tersebut adalah relevan dengan firman Allah:
Artinya: "Alif laam miim, Kitab (A1 Quran) ini tidak ada keraguan padanya: petunjuk bagi mereka yang bertakwa. (Yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat clan menatkahkan sebahagian rezki yang kami anugerahkan kepada mereka" (QS. Al-Baqoroh : 1-3) [42]

Adapun kedudukan ibadah shalat dalam Islam adalah sebagai tiang agama, sebagaimana yang disabdakan Nabi Muhammad SAW, bahwa:



Artinya : "Shalat adalah tiang agama, maka barang siapa yang menegakkan shalat, maka telah menegakkan agama dan barang siapa meninggalkannya, maka dia merobohkan agama" (HR. Thabrani)[43]
Dari Hadits tersebut di atas dapat dipahami bahwa shalat itu merupakan tiang agama Islam. Jika ibadah shalat itu sudah tidak dijalankan lagi dalam arti ditinggalkan, maka lenyaplah agama Islam. Secara tepat Imam Al Ghazaly, dalatn Kitab Ihya’ Ulumuddin, mengemukakan bahwa : "Shalat adalah tiang agama, tali keyakinan, modal pendekatan diri kepada Allah, dan sebesar-besar ketaatan."[44]
Dari uraian di atas jelas sekali bahwa shalat dalam agama Islam menempati kedudukan yang sangat tinggi, hal ini dapat terlihat dari pernyataan-pernyataan yang terdapat pada Al Quran dan Sunnah, yang antara lain :
  1. Shalat dinilai sebagai tiang agama, sebagai sabda Nabi Muhammad Saw bahwa :



Artinya : "Pokok urusan ini adalah Islam, barang siapa memeluk Islam, maka ia selamat, dan tiangnya adalah shalat, dan puncak dari puncaknya adalah jihad" (HR. Thabrani dari Mua'adz).[45]
2.   Shalat merupakan ibadat yang paling pertama diwajibkan oleh Allah SWT, yang disampaikan langsung oleh-Nya tanpa perantara, dengan berdialog dengan Rasul-Nya pada malam Mi'raj, sebagaimana tersebut dalam Hadits berikut ini :




Artinya : “Sejak itu difardlukan atas Nabi SAW, pada malam ia diIsro’kan sebanyak lima puluh kali, kemudian dikurangi hingga lima, lalu ia dipanggil. “Hai Muhammad! Putusan-Ku tak dapat diubah lagi, dan dengan shalat lima waktu itu, kau tetap mendapat ganjaran lima puluh kali”. (HR. Ahmad, Nasai dan Turmudzi)[46]
               45)  
3.   Sholat merupakan wasiat terakhir Nabi Muhammad SAW, sebagaimana yang dijelaskan Sayyid Sabiq, bahwa :
               “Ia adalah wasiat terakhir yang diamanatkan oleh Rasulullah SAW, kepada umatnya sewaktu hendak berpisah meninggalkan dunia. Demikian Ia bersabda dalam saat-saat Ia hendak menghembuskan nafasnya yang terakhir: “Jagalah sholat, sholat, begitupun hamba sahayamu !”[47]

 



D.  Macam Sholat

                  Menurut Prof. Dr. H. Chairul Umam, dkk, sholat dibagi menjadi dua :
1.      Sholat Mahtubah, yaitu sholat wajib (sholat lima waktu yang dimulai dari sholat Subuh, Dhuhur, ‘Ashar, Magrib, Isyak
2.      Sholat Nggoiru Mahtubah, yaitu sholat sunah yang meliputi sholat rowatib, sholat malam, sholat kusuf, dan lain-lain. 

E.  Sholat Wajib

                     Sayyid Sabiq mengemukakan : “sholat fardhu yang diwajibkan oleh Allah Ta’ala dalam sehari semalam adalah lima”

      Sholat itu mempunyai waktu-waktu tertentu, disaat dimana ia harus dikerjakan berdasarkan Firman Allah :

                           (                       )                   

      Artinya :
                     Sesungguhnya sholat itu bagi kaum mukmin suatu kitab yang mempunyai waktu-waktu tertentu (An Nisa’ : 103)
Berdasarkan Firman Allah tersebut, sholat wajib terdiri dari lima kali selama sehari semalam yang dibatasi oleh waktu, antara lain :
1.   Sholat Subuh
      Yaitu sholat yang bermula dari saat terbitnya fajar shodik dan berlangsungnya sampai terbitnya matahari.
2.   Sholat Dhuhur
      Yaitu sholat yang waktunya bermula dari tergelincirnya matahari dari tengah-tengah langit dan berlangsung sampai bayangan sesuatu sama panjang dengan bayangannya.
3.   Sholat ‘Ashar
      Yaitu sholat yang bermula bila bayang-bayang sesuatu itu telah sama panjang dengan benda itu sendiri, yakni setelah bayangan waktu tergelincir dan berlangsung sampai terbenamnya matahari.


4.   Sholat Maghrib
      Yaitu sholat yang dinulai bila matahari telah terbenam dan tersembunyi dibalik tirai, dan berlangsung sampai terbenam syafak atau awan merah.
5.   Sholat Isya’
      Yaitu sholat yang bermula diwaktu lenyapnya syafak merah dan berlangsung hingga seperdua malam.

 

F.   Intensitas

      1.   Rajin
            Yang dimaksud rajin adalah melaksanakan terus menerus setiap waktu. Maksudnya dalam melaksanakan sholat tanpa ada yang menyuruh mulai sholat Subuh sampai Isya’, dan melakukannya dengan senang hati.
2.   Tepat Waktu
            Maksudnya dalam melaksanakan sholat selalu tepat waktu. Maksudnya sholat yang dijalankan sesuai dengan waktu yang ditetapkan oleh Al Qur’an dan Sunnahnya baik awal maupun akhir.
      3.   Khusuk
            Artinya dalammelaksanakan sholat bisa konsentrasi hanya karena Allah, sehingga dari awal hingga akhir menjalankannya dengan tumakninah.
      4.   Urutan untuk melaksanakan : selalu sesuai dengan aturan, baik aturan waktu maupun syarat dan rukunnya sholat.

G.  Hubungan Pendidikan Agama Islam dengan Intensitas Sholat Wajib Siswa
Pada dasarnya tujuan yang diharapkan setelah mengikuti pendidikan secara umum adalah anak didik diharapkan terjadi adanya perubahan baik dalam bentuk pengetahuan, sikap maupun keterampilaan. Demikian juga halnya dengan pelaksanaan pendidikan agama Islam tujuan yang diharapkan adalah agar anak didik mempunyai pengetahuan, nilai sikap, keterampilan dan tingkah laku yang sesuai dengan ajaran agama.
Untuk sampai pada tujuan pendidikan agama Islam yang dimaksud ada materi-materi pendidikan agama yang merupakan bidang pengetahuan yang tersusun rapi dan menjadi dasar bagi segala aktivitas pendidikan agama Islam. Dari materi itu jika dipelajari dengan sungguh-sungguh dan anak didik memiliki sikap yang positif terhadapa materi yang diajarkan maka anak didik akan rnemiliki pengetahuan dan pemahaman yang akan dijadikan bekal hidup dalam mengamalkan ajaran Islam kaitannya dengan ibadah sehari-hari terutama ibadah shalat, baik yang maktubah maupun ghairu maktubah.
Dengan demikian pelaksanaan Pendidikan Agama Islam yang diajarkan di lembaga-lembaga pendidikan ada korelasinya yang cukup signifikan dengan pelaksanaan ibadah sholat wajib bagi siswa. Sebab dalam pendidikan agama Islam itu ada materi bidang fiqih yang membahas tentang ibadah sholat. Oleh karena itu jika siswa itu memiliki sikap yang positif terhadap pelaksanan pendidikan agama Islam yang diajarkan di sekolah, tentunya akan menjadi bekal bagi dirinya dalam melaksanakan ibadah kepada Allah, khususnya ibadah shalat lima waktu. Apalagi jika di dalam keluarga itu anak dibiasakan oleh orang tua untuk diajak shalat, berdoa sebelum dan sesudah tidur atau makan dengan sendirinya anak akan melakukan kewajiban-­kewajibannya tanpa disuruh oleh orang tua. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan Prof. DR. Zakiah Daradjat, sebagai berikut :
"Latihan-latihan keagamaan yang menyangkut ibadah seperti sembahyang, doa, membaca A1 Quran (atau menghafalkan ayat-ayat atau surat-surat pendek), sembahyang berjamaah, di sekolah, masjid atau langgar, harus dibiasakan sejak kecil, sehingga lama kelamaan akan tumbuh rasa senang melakukan ibadah tersebut. Dia dibiasakan sedemikian rupa, sehingga dengan sendirinya la akan terdorong untuk melakukannya, tanpa suruhan dari luar, tapi dorongan dari dalam".[48]





[1] WJS. Poewodarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1976, hlm. 650.
[2] Muhibbin Syah, M.Ed., Psikologi Belajar, Jakarta: Departemen Agama RI, 1995, hlm. 60.
[3] Dra. M. Ngalim Purwanto, M.P., Psikologi Pendidikan, Bandung: PT Rosdakarya, 1990, hlm. 84.
[4] Prof. RHA. Soenarjo, SH., Al-Qur'an dan Terjemahnya, Semarang: Toha Putera, 1984, hlm. 157.
[5] Imam Jalaluddin Abdur Rahman ibn Abi Bakr As-Syuyuthi, Al-Jami Al-Shaghir, Surabaya: Toko Kitab al-Hidayah, t.th., hlm. 130
[6] UU No. 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Surabaya: Karina, 2004.
[7] Tim Dosen FIP-IKIP Malang, Pengantar Dasar-Dasar Kependidikan, Surabaya: Usaha Nasional, 1986, hlm. 19.
[8] Drs. Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: PT Al-Ma’arif, 1986, hlm. 19.
[9] Drs. Abdul Kholiq, et all, Pemikiran Pendidikan Islam, Semarang:  Fakultas Tarbiyah IA1N Walisongo, Bekerja Sama Dengan  Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1999, hlm. 38.
[10] Drs. Ahmad D. Marimba, Op.Cit., hlm. 19.
[11] Drs. HM. Chabib Thoha, MA, Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996, hlm. 99.
[12] Prof. HM. Arifin, M.Ed, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1991, hlm. 170.
[13] Dra. H. Zuhairini, dkk, Metodik Khusus Pendidikam Agama, Surabaya: Usaha Nasional, 1983, hlm.  21.
[14] UUD 1945, Undang - Undang Dasar Negara RI 1945, Surabava: Bina Pustaka Tama, 2000, hlm. 11.
[15] Dra. H. Zuhairini, dkk, Op. Cit., hlm. 23.
[16] Prof. RHA. Soenarjo, SH, dkk, Al Qu'an Dan Terjemahnya, Semarang: Toha Putra, 1985,hlm. 951.
[17] Imam Jalaluddin Abdur Rahman ibn Abi Bakr As Suyuthi, Op.Cit., hlm. 94.
[18] Ibid., hlm. 94
[19] Ibid, hlm. 408.
[20] Ibid., hlm. 93.
[21] Ibid.,421.
[22] Imam Jalaluddin Abdur Rahman ibn Abi Bakr As Suyuthi, Op.Cit., hlm. 126.
[23] Prof. RHA. Soenarjo, Sh dkk, Op.Cit., hlm. 373.
[24] Drs. HM. Chabib Thoha, MA, Op.Cit., hlm. 100.
[25] Prof. H. Mohammad Daud Ali, SH, Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada 2000, hlm. 182-182.
[26] Drs. Abdul Kholiq, et all, Op.Cit., hlm.48.
[27] Prof. RHA. Soenarjo, SH, dkk, Op Cit., hlm. 92
[28] Ibid., hlm. 862.
[29] Imam Jalaluddin Abdur Rahman ibn Abi Bakr As Suyuthi, OpCit., hlm. 103.
[30] Prof. DR. M. Athiyah al Abrasy, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Alihbasa Prof. H. Bustami A. Gani, Djohar Bahry L.LS, Jakarta: Bulan Bintang, 1990, hlm. 1-2.
[31] DR. Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam, Jilid 1, Jakarta: Pustaka Amani, 2002, hlm. 165 
[32] Drs. Nasraddin Razak, Dienul Islam, Bandung: PT. Maarif, 1986, hlm. 120.
[33] Prof. Dr. H. Rachmat Syafei, MA, Ushul Fiqih, Pustaka Setia, hlm. 50.
[34] Ibid., hlm. 53.
[35] Saifudin Zuhri, MA, Metode Pengajaran Syari’ah, hlm. 146.
[36] Kurikulum Pendidikan Agama Islam SMP, Tahun 1994, hlm. 383.
[37] Drs. Nasruddin Razak, Op.Cit., hlm. 178.
[38] Zainuddin bin Abdui Aziz Al Malibari, Fathul Mu’in, Semarang: Toha Putera, t.th. hlm. 3.
[39] Prof. RHA. Soenarjo, SH, dkk, Op.Cit., hlm. 635.
[40] Ibid.., hlm. 30
[41] Drs. Nasruddin Razak, Op.Cit., hlm. 180.
[42] Prof. RHA. Soenarjo, SH, dkk, Op.Cit., halaman 8.
[43] Imam Jalaluddin Abdur Rahman ibn Abi Bakr As Suyuthi, Op.Cit., hlm. 51.
[44] Imam Al Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Alih Bahasa Drs. H. Moh. Zuhri, Asy Syifa’, Semarang, 1990, hlm. 479.
[45] Imam Jalaluddin Abdur Rahman ibn Abi Bakr As Suyuthi, Op.Cit., hlm. 21.
[46] Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Jilid 2, Alih Bahasa Mahyudin Syaf, Bandung: Al Maarif, 1990, hlm. 7.
[47] Ibid., hlm. 206.
[48] Prof. Dr. Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 1976, hlm. 79-80.

0 Response to "MINAT BELAJAR PAI DAN INTENSITAS SHOLAT WAJIB SISWA"

Post a Comment