PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
A.
Pengertian,
Dasar, Tujuan dan Fungsi Pendidikan Agama Islam
Pendidikan Agama Islam (PAI) di Indonesia sebagai sub
sistem pendidikan nasional mempunyai peran yang sama dengan pendidikan pada
umumnya dalam proses pembangunan nasional. Pendidikan agama meliputi beberapa
macam, salah satu diantaranya ialah Pendidikan Agama Islam (PAI). Pendidikan
Agama Islam mempunyai peran yang sangat penting dalam pembangunan nasional
yaitu dalam rangka pembentukan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang
beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (YME), berilmu pengetahuan, dan
berbudi pekerti luhur. [3]
Pelaksanaan pendidikan agama Islam tidak hanya dilakukan di
sekolah-sekolah formal saja, tetapi dilaksanakan pula dalam berbagai jenis dan
bentuk pendidikan, seperti dalam pendidikan non formal dan informal. Adapun
keberhasilan pendidikan agama Islam (PAI) menjadi tanggung jawab bersama antara
keluarga, sekolah, dan masyarakat.
1.
Pengertian Pendidikan Agama Islam (PAI)
Sebelum membahas tentang pendidikan agama Islam, akan
dibahas terlebih dahulu pengertian pendidikan secara umum. Menurut
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) Nomor 20 Tahun 2003,
pengertian pendidikan adalah sebagai berikut :
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.
|
Dalam ketetapan MPR No. VI/MPR/1999 berkenaan dengan
pendidikan dikemukakan sebagai berikut :
Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan dalam
lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat disekitarnya.2
Disebutkan bahwa memberdayakan lembaga pendidikan,
baik di sekolah maupun luar sekolah sebagai pusat pembudayaan nilai, sikap dan
kemampuan, serta meningkatkan partisipasi keluarga dan masyarakat yang didukung
oleh sarana yang memadai. Maka dari itu, pendidikan merupakan tanggung jawab
bersama antara masyarakat, keluarga dan pemerintah. Peran serta masyarakat
dalam pendidikan yang tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
No 20 tahun 2003 adalah dalam rangka mengupayakan peningkatan mutu dan kualitas
pendidikan serta peningkatan pemerataan, efisiensi, maupun relevansinya dengan
kebutuhan masyarakat, pasal 54 berbunyi : Peran serta masyarakat dalam
pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi
profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelengaraan dan
pengendalian mutu pelayanan pendidikan.3
Selanjutnya George F. Kneller mendefinisikan pengertian
pendidikan adalah : “Education is the process of self-realization, in which
the self realizes and develops all its potentialities”, yang artinya
pendidikan ialah suatu proses keinsyafan atau penyadaran diri dalam
merelisasikan dirinya dan mengembangkan semua potensinya.[4]
Berpijak dari pengertian di atas, dapat dirumuskan
pengertian Pendidikan Agama Islam (PAI) ialah sebagai suatu usaha bimbingan dan
asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan dapat
memahami apa yang terkandung di dalam Islam secara keseluruhan, menghayati
makna dan maksud serta tujuannya dan pada akhirnya dapat mengamalkannya serta
menjadikan ajaran-ajaran agama Islam yang telah dianutnya itu sebagai pendangan
hidupnya sehingga dapat mendatangkan keselamatan dunia dan akhiratnya kelak.[5]
Dalam hal ini Pendidikan Agama Islam tidak hanya sekedar
mengajarkan atau mentransfer ilmu-ilmu tentang agama kepada peserta didik,
tetapi juga berupaya melestarikan dan menginternalisasikan nilai-nilai Islami
dalam kehidupan, baik individu maupun sosial. Dalam Islam nilai-nilai tersebut
dimaksudkan untuk mensucikan pribadi (tazkiyyat an-nafs).
2.
Dasar Pendidikan Agama Islam
Yang dimaksud dengan dasar pendidikan agama Islam ialah
sesuatu yang dijadikan sebagai bahan pijakan (fondamen) dan juga menjadi sumber
pijakan untuk berdiri tegaknya pendidikan agama Islam. Pelaksanaan pendidikan
agama Islam mempunyai dasar yang sangat kuat, baik dari segi religius (agama),
yuridis (hukum), maupun dari segi sosial dan psikologis.[6]
Ketiga dasar pendidikan agama Islam tersebut di atas akan
diuraikan dengan penjelasan sebagai berikut :
a.
Dasar Religius (Agama)
Yang dimaksud dengan dasar religius adalah suatu fondamen (dasar)
yang menjadi pijakan dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam. Dan ini berasal
dari ajaran Islam itu sendiri.
Dasar Pendidikan Agama Islam (PAI) ialah sesuai dengan sumber ajaran
Islam. Sumber pokok ajaran Islam secara garis besar terbagi menjadi dua, yaitu
Al-Qur’an dan Al-Hadis.[7]
1)
Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah kalam Allah yang menjadi sumber dari segala sumber
hukum dalam Islam, dan menjadi pedoman pokok dalam segala aspek ajaran agama
Islam, termasuk di dalamnya dalam hal pendidikan. Dalam Al-Qur’an banyak sekali
disebutkan ayat-ayat yang berhubungan dengan pendidikan.
Dalam Islam, pendidikan merupakan suatu perintah dari Allah SWT yang
harus dilaksanakan dan sekaligus merupakan sarana untuk beribadah kepada-Nya.
Di bawah ini ayat Al-Quran yang berkenaan dengan masalah pendidikan yaitu :
واذ قال لقمان لابنه وهو يعظه يبني لا تشرك
بالله ان الشرك لظلم عظيم. ( لقمان : 13)
Artinya : Dan
(ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran
kepadanya : “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar. (Q.S. Luqman :
13)[8]
Dalam ayat lain disebutkan bahwa pendidikan agama merupakan salah satu
tugas penting bagi orang yang beriman untuk menjaga, memelihara, atau mendidik,
baik kepada dirinya sendiri, kepada keluarganya dan juga kepada masyarakat.
Ayat tersebut berbunyi :
ياايها الذ ين امنوا قوا انفسكم واهليكم نارا…… (التحر يم :
6)
Artinya : Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari siksaan api
neraka. (QS. At-Tahrim : 6).[9]
Ayat tersebut memerintahkan kepada orang-orang yang beriman, pemimpin keluarga
(orang tua), untuk memelihara atau menjaga anaknya, keluarganya dari siksaan
api neraka. Salah satu usaha untuk menghindarkan diri dan keluarganya dari
siksaan api neraka adalah melalui pendidikan agama Islam. Dengan pendidikan
agama Islam diharapkan anak beserta keluarga dapat memahami, meyakini, dan
melaksanakan agama Islam. Dengan usaha tersebut pula, maka diri dan keluarganya
akan terhindar dari siksaan api neraka.
Dari beberapa keterangan ayat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
Al-Qur’an tidak hanya sebagai dasar dalam pendidikan agama Islam, tetapi juga
merupakan sumber ajaran dalam rangka Pendidikan Agama Islam (PAI).
2)
Al-Hadis
Al-Hadis merupakan sumber ajaran kedua sesudah Al-Qur’an yang berisi
petunjuk (pedoman) untuk kemashlahatan hidup manusia dalam segala aspeknya,
untuk membina umat menjadi manusia seutuhnya atau muslim yang bertaqwa. Hadis
yang menerangkan tentang hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan agama Islam,
yang meliputi hal-ihkwal menuntut ilmu, belajar, mengajar, mendidik manusia
ialah sangat penting. Beberapa Hadis yang terkait dengan hal-ikhwal di atas
yaitu tentang pentingnya pendidikan agama Islam, meski pada dasarnya manusia
dilahirkan ke dunia telah dibekali fitrah adalah sebagai berikut :
كل مولود يولد على الفطرة فابواه يهودانه
او ينصرانه او يمجسانه (رواه البخارى ومسلم) [10]
Artinya : Setiap anak
dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan
anak tersebut menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi. (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis lain yang menerangkan masalah pendidikan agama Islam,
diantaranya adalah kewajiban orang tua untuk memerintah kepada anaknya agar
mengerjakan sholat. Hadis tersebut berbunyi :
مروا اولادكم بالصلاة وهم ابناء بسبع سنين
واضربوهم عليها وهم ابناء عشر سنين. (رواه ابو داود) [11]
Artinya : Perintahlah kepada anak-anakmu untuk mengerjakan sholat
ketika telah berusia 7 (tujuh) tahun, dan pukulah mereka (apabila
meninggalkannya) ketika berusia 10 (sepuluh) tahun. (HR. Abu Dawud).
Hadis di atas secara tidak langsung memerintahkan kepada
orang tua untuk mendidik anaknya sejak dini (masa kanak-kanak). Sebagai wujud
dalam rangka pembentukan manusia muslim dan masyarakat Islam yang beriman dan
bertaqwa kepada Allah SWT.
b. Dasar Yuridis
(hukum) dalam Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam (PAI)
Pelaksanaan pendidikan agama Islam di Indonesia pada
umumnya mempunyai kedudukan yang sangat kuat dari segi hukum. Secara hukum,
pendidikan agama Islam dapat dilaksanakan pada lembaga formal, non formal dan
informal.
Adapun dasar yuridis formal pendidikan agama Islam, antara lain ialah :
1)
Dasar Ideal, yaitu berupa falsafah negara Republik Indonesia yakni
Pancasila, terutama tersebut dalam sila pertama, yang berbunyi : “Ketuhanan
Yang Maha Esa”
2)
Dasar Konstitusional, yakni UUD 1945, dalam pasal 29 ayat 1 dan 2.
Bunyinya ialah sebagai berikut :
(1)
Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
(2)
Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama
masing-masing dan untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannya itu.[12]
3)
Dasar Operasional, ialah dasar yang mengatur secara langsung
pelaksanaan pendidikan agama di sekolah-sekolah di Indonesia. Seperti
disebutkan dalam Tap. MPR No. IV/MPR/1999. Perundang-undangan tersebut
menyatakan bahwa pelaksanaan pendidikan agama secara langsung dimaksudkan dalam
kurikulum di sekolah-sekolah, mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
Perundang-undangan tersebut telah disempurnakan dengan Undang-Undang
baru yaitu Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No. 20, tahun 2003.
Disebutkan dalam pasal 16 bahwa : “Jalur, jenjang, dan jenis pendidikan dapat
diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah,
pemerintah daerah, dan masyarakat”. Juga dalam pasal 15 berbunyi : “Jenis
pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi,
keagamaan, dan khusus.[13]
Eksistensi pendidikan agama
sangat penting dan dominan. Hal ini dijelaskan UUSPN No. 20 tahun 2003, pasal
30 ayat 2 yang berbunyi : “Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta
didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai
ajaran agama dan atau menjadi ahli ilmu agama”.[14]
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa kedudukan Pendidikan
Agama Islam (PAI) di Indonesia secara yuridis sangat kuat. Karena itu,
Pendidikan Agama Islam merupakan sub sistem pendidikan nasional.
c. Dasar Sosial Psikologis
Semua manusia dalam hidupnya di dunia ini selalu membutuhkan adanya
pegangan hidup, yang disebut dengan agama. Mereka merasakan bahwa dalam jiwanya
ada suatu perasaan yang mengakui adanya Dzat Yang Maha Kuasa, tempat mereka
meminta pertolongan dan perlindungan.
Aspek kehidupan masyarakat ada beberapa hal, seperti sistem
kepercayaan, ritual, norma, tingkah laku, budaya dan lain-lain. Aspek tersebut
biasanya tak pernah lepas dari pengaruh agama pada suatu masyarakat dari satu
agama, yang dijadikan standarisasi nilai-nilai sosial di masyarakat dan
berfungsi memberikan inspirasi dalam perkembangan sosial kemasyarakatan.
Sesuai dengan urgensi agama di masyarakat, dalam rangka mengembangkan
dan melestarikan budaya Islam yang sudah ada, maka masyarakat Islam
menyelenggarakan pendidikan agama Islam. Di samping merupakan kebutuhan sosial,
secara psikologis, agama juga dibutuhkan setiap individu. Peran agama secara
psikologis, antara lain sebagai dukungan psikologis dalam menghadapi percobaan
dan kegoncangan hidup, menstabilkan jiwa, memberikan ketenangan, kebahagiaan,
dan lain-lain. Karena itu secara psikologis, pendidikan agama Islam mempunyai
eksistensi yang sangat penting.[15]
Dengan mengingat dan mendekatkan diri kepada Allah SWT, maka manusia
akan merasa tenang dan tentram. Oleh karena itu bagi orang muslim perlu adanya
Pendidikan Agama Islam (PAI). Dengan tujuan untuk memberikan bimbingan, arahan,
pengajaran bagi setiap orang muslim agar dapat beribadah dan mengabdi kepada
Allah SWT, serta dapat hidup secara benar dan sesuai dengan ajaran Islam.[16]
3.
Tujuan dan Fungsi Pendidikan Agama Islam
a.
Tujuan Pendidikan Agama Islam
Tujuan Pendidikan Agama Islam (PAI) yaitu sasaran yang akan dicapai
oleh seseorang atau sekelompok orang setelah dilakukan Pendidikan Agama Islam
(PAI). Sasaran yang akan dicapai dalam Pendidikan Agama Islam (PAI) ialah
adanya perubahan yang diingini, yang diusahakan oleh proses pendidikan atau
usaha pendidikan untuk mencapainya, baik pada tingkah laku individu dan pada
kehidupan pribadinya atau pada kehidupan masyarakat dan pada alam sekitar atau
pada proses pendidikan itu sendiri.[17]
Tujuan Pendidikan Agama Islam (PAI) secara garis besar ialah untuk
meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan siswa tentang
ajaran agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa
kepada Allah SWT, serta berakhlaq mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Sebagaimana Firman Allah yang berbunyi :
ياايهاالذين أمنوا اتقوالله حق تقته ولا
تموتن الا وانتم مسلمون. (ال عمران : 102)
Artinya : Hai
orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa
kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama
Islam. (QS. Ali Imron : 102)[18]
Secara lebih terperinci Omar Muhammad El-Toumi Al-Syaibani
menyebutkan beberapa tujuan pendidikan agama Islam dan akhlak, antara lain :
1)
Memperkenalkan kepada generasi muda akan akidah Islam, dasar-dasarnya,
asal-usul ibadat, cara-cara melaksanakan dengan betul dan membiasakan dengan
mereka, mematuhi dengan akidah-akidah agama, menjalankan serta menghormati
syiar-syiar agama.
2)
Menumbuhkan kesadaran yang betul
pada diri peserta didik terhadap agama termasuk prinsip-prinsip dan
dasar-dasar akhlaq yang mulia.
3)
Menanamkan rasa cinta penghargaan kepada Al-Qur’an, berhubungan
dengannya, membacanya dengan baik dan mengamalkan ajarannya.
4)
Menanamkan iman yang kuat kepada Allah SWT pada diri mereka, menguatkan
perasaan agama dan menyuburkan hati mereka dengan kecintaan, dzikir, taqwa,
serta takut kepada Allah SWT.
5)
Membersihkan hati mereka dari dengki, hasad, iri hati, benci,
kekerasan, kedzaliman, pengkhianatan dan perselisihan.[19]
Dengan demikian bahwa tujuan Pendidikan Agama Islam (PAI) seperti
tersebut di atas, tentunya menyangkut dimensi-dimensi, baik yang berbentuk
kognitif, afektif dan psikomotorik.
b.
Fungsi Pendidikan Agama Islam
Pendidikan Agama Islam (PAI) memiliki beberapa fungsi yang bersifat
esensial. Beberapa rumusan dari fungsi pendidikan agama Islam, khususnya di
sekolah, adalah sebagai berikut :
1.
Pengembangan, yaitu meningkatkan ketaqwaan dan keimanan kepada Allah
SWT, yang telah ditanamkan dalam keluarga. Pada dasarnya, pertama-tama
kewajiban menanamkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT ialah dilakukan
dalam keluarga, sedangkan sekolah berfungsi untuk menumbuhkan lebih lanjut
dalam diri siswa melalui kegiatan bimbingan, latihan, dan pengajaran agar
keimanan dan kataqwaan tersebut bisa berkembang.
2.
Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan siswa yang memiliki bakat khusus di
bidang agama agar bakat tersebut dapat berkembang dan bermanfaat bagi dirinya
sendiri dan juga untuk orang lain.
3.
Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan, kekurangan-kekurangan dan
kelemahan siswa dalam keyakinan, pemahaman, dan pengalaman ajaran Islam dalam
kehidupan sehari-hari.
4.
Pencegahan, yaitu untuk menyangkal hal-hal yang negatif bagi siswa atau
dari budaya lain yang dapat membahayakan dan menghambat perkembangan dirinya.
5.
Penyesuaian, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya, baik
lingkungan fisik maupun lingkungan sosial, dan dapat mengubah lingkungannya
sesuai dengan ajaran Islam.
6.
Sumber Nilai, yaitu untuk memberikan pedoman hidup untuk mencapai
kebahagiaan hidup di dunia dan di akherat.
7.
Pengajaran, yaitu menyampaikan pengetahuan keagamaan yang fungsional.[20]
Demikian uraian tentang tujuan Pendidikan Agama Islam dan
beberapa fungsinya sehingga dapat dijadikan ajaran atau pedoman agar Pendidikan
Agama Islam (PAI) dapat dilaksanakan secara sistematis dan komprehensif.
B.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Pendidikan Agama Islam
Dalam melaksanakan Pendidikan Agama Islam perlu di
perhatikan beberapa faktor yang ikut mempengaruhi keberhasilannya. Zuhairini
mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi terhadap keberhasilan pendidikan
ialah ada lima hal, yaitu : anak didik, pendidik, tujuan, alat-alat pendidikan,
dan lingkungan (millieu). Kelima faktor tersbeut mempunyai peranan yang
penting dalam menentukan terhadap berhasil tidaknya pendidik agama Islam
tersebut.[21]
Beberapa faktor pendidikan tersebut di atas akan diuraikan
dalam penjelasan berikut ini :
1.
Anak Didik (Peserta Didik)
Menurut UUSPN No. 20 tahun 2003, Pasal 1 menyebutkan
sebagai berikut : Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha
mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran pada jalur, jenjang, dan
jenis pendidikan tertentu.[22]
Anak didik ialah orang yang menerima pengetahuan,
bimbingan, petunjuk dalam mempelajari ilmu-ilmu agama Islam. Anak didik dalam
istilah lain disebut juga murid, siswa, Tholib, santri dan lain-lain. Menurut
Langeveld, anak manusia itu memerlukan pendidikan karena dilahirkan dalam
keadaan lemah tidak berdaya[23]
Menurut Omar El-Toumi Al-Syaibani memandang bahwa manusia secara kodrati mempunyai dua
sifat yaitu sifat baik dan sifat jelek. Manusia ialah makhluk yang mempunyai akal, badan dan ruh,
mempunyai motivasi dan kebutuhan. Dari situlah, maka manusia memerlukan
pendidikan agama Islam, guna membimbing dan mengarahkan perkembangan sifat dan
perilakunya agar tidak menyimpang dari ajaran Islam.[24]
Secara kodrati anak memerlukan pendidikan atau bimbingan
dari orang dewasa. Dasar kodrati dapat dimengerti dari kebutuhan-kebutuhan
dasar yang dimiliki setiap manusia yang hidup di dunia. Dalam Islam, manusia
dipandang sebagai obyek sekaligus subyek dalam pendidikan, dan ia diperintahkan
untuk tetap melakukan kegiatan pendidikan seumur hidupnya.
2.
Pendidik
Pendidik agama Islam adalah orang yang memberikan bimbingan
pengajaran dan memberikan petunjuk tentang ilmu-ilmu keislaman kepada para
peserta didik. Sinonim dari kata pendidik ialah kata guru, mudaris, ustadz,
kyai, dan lain-lain.
Athiyyah Al-Abrasyi mengklasifikasikan pendidik ke dalam
tiga kelompok yaitu :
a.
Pendidik kuttab, ialah pendidik yang pada umumnya mengajarkan kepada
anak-anak didiknya di kuttab.
b.
Pendidik umum, ialah pendidik pada umumnya yang mengajar di
lembaga-lembaga pendidikan dan mengelola atau melaksanakan Pendidikan Agama
Islam (PAI), seperti pada madrasah, pondok pesantren, pendidik di masjid/ surau.
c.
Pendidik khusus (muaddib) ialah pendidik yang memberikan
pelajaran khusus kepada seseorang atau lebih dari seorang anak pembesar,
pemimpin dan lainnya yang biasanya dilaksanakan di rumah-rumah.[25]
Tugas dan tanggung jawab yang diemban oleh para pendidik agama Islam
adalah sangat berat, karena ia bertanggung jawab dalam membentuk pribadi
manusia agar sesuai dengan ajaran Islam. Selain itu ia juga harus bertanggung
jawab dihadapan Allah SWT.
Pendidik Agama Islam mempunyai beberapa tugas penting yaitu :
a.
Mengajarkan pengetahuan agama Islam
b.
Menanamkan keimanan ke dalam jiwa anak
c.
Mendidik anak agar tetap taat menjalankan ajaran agama.
d.
Mendidik anak agar berbudi pekerti yang mulia (akhlaqul Karimah).[26]
Sesuai dengan beratnya tugas yang harus di emban oleh seorang guru
Pendidikan Agama Islam (PAI) maka diperlukan beberapa syarat, agar tugas
tersebut dapat dilaksanakan dengan baik.
Dalam hal ini Direktorat Jenderal pembinaan Agama Islam menetapkan
syarat-syarat yang harus dimiliki sebagai seorang guru agama ialah :
a.
Memiliki pribadi yang mukmin, muslim dan muhsin.
b.
Taat menjalankan agama (menjalankan syari’at Islam, dapat memberi
contoh tauladan yang baik bagi anak didiknya).
c.
Memiliki jiwa pendidik dan memiliki rasa kasih sayang kepada anak
didiknya dan ikhlas jiwanya.
d.
Mengetahui dasar-dasar ilmu pengetahuan tentang keguruan, terutama
didaktik dan metodik.
e.
Menguasai ilmu pengetahuan agama (Islam).
f.
Tidak mempunyai cacat rohaniah dan cacat jasmaniah.[27]
Demikianlah beberapa syarat yang diperlukan sebagai seorang guru agama
Islam dengan tujuan agar ia dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan dapat
mencapai keberhasilan dalam pendidikan. Di antara syarat terpenting dari syarat
di atas adalah hendaknya ia dapat menjadi suri tauladan yang baik (uswatun
hasanah) dalam segala tingkah lakunya dengan akhlaq yang mulia sesuai
dengan ajaran Islam. Berbeda dengan syarat yang harus dimiliki oleh para
pengajar atau pendidik materi pelajaran yang bersifat umum (non PAI), syarat
yang harus dipenuhi lebih diperhatikan hanya pada aspek kognitif yakni
pengetahuan, pengajaran, dan penguasaan materi pelajaran dan tidak ada syarat
harus seorang yang muslim atau mukmin.
3.
Tujuan
Faktor tujuan dalam pendidikan agama Islam merupakan salah satu faktor
yang sangat berpengaruh berhasil tidaknya PAI, karena faktor tujuan tersebut
sebagai sasaran, arahan dan pedoman dalam menentukan langkah dan kebijakan
pendidikan agama Islam.
Secara garis besar tujuan pendidikan agama Islam ialah untuk
meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan siswa tentang
ajaran Islam, sehingga menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa karena Allah
SWT. Oleh karena itu, tujuan pendidikan agama Islam harus dirumuskan secara
jelas. Pembahasan tentang ini telah dijelaskan dalam keterangan sebelumnya.
4.
Alat Pendidikan
Alat pendidikan adalah segala sesuatu yang dipergunakan
dalam usaha mencapai tujuan pendidikan, dalam hal ini yang di maksud adalah
dalam pendidikan agama Islam. Dalam pelaksanaan pendidikan dan pengajaran agama
Islam diperlukan beberapa macam alat maupun peraga. Adapun jenis alat atau
peraga dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu :
a.
Alat pengajaran agama, yang dapat dibedakan menjadi empat, yaitu :
1)
Alat peraga klasikal, yaitu alat yang dipergunakan oleh guru bersama
murid seperti papan tulis, kapur, tempat shalat buku-buku dan sebagainya.
2)
Alat pengajar individual, ialah alat yang dimiliki oleh masing-masing
guru dan murid, sebagai contohnya yaitu buku-buku pelajaran, alat-alat tulis,
dan lainnya.
3)
Alat peraga, ialah alat yang berfungsi untuk memperjelas ataupun
pemberian gambaran konkrit terhadap materi yang diajarkannya. Alat peraga itu
dapat berupa alat peraga langsung pada bendanya (objeknya) atau tak langsung
ada bendanya, misalnya demontrasi dalam wudhu, shalat, gambar orang shalat dan
lainya.
4)
Alat-alat pendidikan modern, yaitu alat-alat peraga atau media
pendidikan yang diciptakan dalam dunia modern.[28]
b.
Alat pendidikan langsung
Alat pendidikan langsung ialah menanamkan pengaruh yang
positif kepada murid dengan memberikan contoh, teladan, nasehat-nasehat, dan
perintah berbuat amal shaleh, melatih, dan membiasakan suatu amalan yang baik,
dan sebagainya.[29]
c.
Alat pendidikan tak langsung
Alat pendidikan tak langsung ialah alat yang bersifat kuratif agar
dengan demikian anak menyadari perbuatannya yang salah, dan berusaha
memperbaikinya serta tidak mengulanginya.[30] Metode ini dapat dilakukan dengan cara memberikan hadiah
dan hukuman kepada anak didik setelah melihat hasil kerjanya atau perbuatannya.
5.
Lingkungan (Milleu)
Keberhasilan dalam pendidikan agama Islam, selain dipengaruhi atau
ditentukan oleh beberapa faktor di atas juga ditentukan pula oleh lingkungan di
mana Pendidikan Agama Islam (PAI) itu dilaksanakan, Lingkungan tempat memberi
pengaruh kepada seseorang, baik yang bersifat positif maupun negatif. Pengaruh ini
merasuk atau mewarnai ke dalam perkembangan jiwa, akhlak, sikap dan perasaan
agama seseorang.
Suatu lingkungan dikatakan positif apabila dapat memberi rangsangan dan
motivasi pada anak untuk dapat berbuat yang sesuai dengan ajaran Islam.
Sedangkan lingkungan dikatakan negatif apabila dalam lingkungan tersebut tidak
dapat dilaksanakan ajaran-ajaran Islam, atau dengan kata lain lingkungan
memberikan pengaruh yang jelek sehingga dapat merusak moralitas, akhlak, dan
sikap seseorang yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.[31]
C.
Ruang Lingkup
Pendidikan Agama Islam
Ruang lingkup pendidikan agama Islam mencakup usaha
mewujudkan keserasian, keselarasan keseimbangan hubungan antara manusia dengan
Allah SWT, manusia dengan sesama manusia, manusia dengan dirinya sendiri, dan
hubungan manusia dengan makhluk lain dan lingkungan. Hal ini dimaksudkan agar
segala hubungan dan aktivitas yang dilakukan manusia sesuai dengan syariat
Islam ada keserasian antara duniawi dan
ukhrowi serta keseimbangan individu dan sosial.[32]
Pendidikan Islam mempunyai ruang lingkup yang sangat luas,
tetapi secara garis besar menurut Zuhairini dapat digolongkan menjadi 3 (tiga)
bagian yaitu :
1. Aqidah, adalah
bersifat i'tikad batin yang mengajarkan ke-Esaan Allah SWT, Esa sebagai Tuhan
yang mencipta, mengatur dan meniadakan alam ini.
2. Syari’ah, adalah
berhubungan dengan amal lahir dalam rangka mentaati semua peraturan dan hukum
Tuhan Yang Maha Esa, guna mengatur pergaulan hidup dan kehidupan manusia.
3. Akhlak, adalah
suatu amalan yang bersifat pelengkap, penyempurna bagi kedua hal di atas, dan
yang mengajarkan tata pergaulan hidup manusia.[33]
Tiga inti ajaran pokok tersebut kemudian dijabarkan dalam
bentuk rukun iman, rukun Islam dan ikatan (akhlak). Tiga hal ini aplikasinya
didasarkan pada sumber pokok ajaran yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah (al-Hadis).
Dari sini lahirlah beberapa ilmu-ilmu agama, elaborasi ilmu-ilmu agama adalah
sebagai berikut :
1.
Keimanan (tauhid)
2.
Ibadah
3.
Al-Qur’an
4.
Muamalah
5.
Syari’ah
6.
Tarikh.[34]
Berdasarkan pada pendapat di atas menurut hemat penulis
bahwa materi pendidikan agama Islam yang diajarkan di sekolah tergantung pada
tingkat, jenjang pendidikan, dan disesuaikan dengan tingkat usia siswa, baik
secara kronologis maupun psikologis. Adapun lingkup materi PAI yang diajarkan
di sekolah itu meliputi : Ilmu Aqidah, Akhlak, Fiqih, Al-Qur’an, Tafsir, Hadis,
Bahasa Arab, Tarikh Tasryi’, dan Sejarah Islam.
D.
Metode dan
Pendekatan Pendidikan Agama Islam (PAI)
1. Metode PAI
Metode merupakan salah satu faktor penting dalam proses
penyampaian materi pengajaran dan pendidikan. Dengan menggunakan metode yang
tepat dan menarik maka materi pendidikan agama Islam akan mudah dipahami oleh
siswa. Oleh karena itu keahlian dalam menentukan dan memilih metode dalam
pendidikan agama Islam ikut menentukan berhasil tidaknya proses pengajaran atau
pendidikan agama Islam.
M. Athiyah Al-Abrasy mengemukakan gagasannya tentang
metode sebagai berikut :
الطريقة هى الوسيلة التى نتبعها لتفهيم
التلاميذ أي درس من الدرس فى ايه ما دة من المواد
Artinya : “Metode merupakan jalan yang harus diikuti untuk
menanamkan anak didik terhadap beberapa materi pelajaran”. [35]
Banyak sekali metode yang dapat digunakan dalam pendidikan agama Islam,
antara lain metode ceramah, diskusi, eksperimen, demontrasi, resitasi, sosio
drama, latihan (drill), kerja kelompok, dan metode proyek.[36]
Menurut Omar El-Toumi Al-Syaibani menyebutkan beberapa metode yang
dapat digunakan dalam Pendidikan Agama Islam (PAI) atau yang lazimnya disebut
dengan metode mengajar umum (general metodology) itu antara lain metode
deduktif, analogi, kuliah, membaca, mendengar, berfikir, dan melawat (kunjungan
study).[37]
Selain metode di atas Abdurrahman An-Nahlawi menyebutkan beberapa
metode yang dapat digunakan dalam Pendidikan Agama Islam (PAI), yaitu metode
dialog qur’ani dan nabawi yang meliputi dialog kitabi, ta’abbudi, deskriptif,
naratif, dan argumentatif. Metode kisah qur’ani dan nabawi, meliputi metode perumpamaan,
metode keteladanan, ibrah, mauidah, serta targib dan tarhib.[38]
Dari beberapa metode di atas akan dijelaskan beberapa metode
pembelajaran yang biasa digunakan dalam pendidikan agama Islam seperti uraian
berikut ini :
a.
Metode ceramah, ialah suatu metode dalam pendidikan yang cara
penyampaian pengertian-pengertian materi kepada anak didik dengan jalan
menerangkan atau penuturan secara lesan. Untuk penjelasan uraiannya dalam
metode ini biasanya menggunakan alat bantu, seperti, gambar, peta, dan peraga lain.
b.
Metode tanya jawab, ialah penyampaian pelajaran dengan jalan guru
menyampaikan beberapa pertanyaan dan murid menjawabnya atau sebaliknya.
c.
Metode diskusi, ialah suatu metode yang di dalam pembahasan materi
dengan cara mendiskusikannya, bertukar pikiran, pendapat, gagasan (brain
stroming).
d.
Metode resitasi (penugasan), yaitu suatu metode pendidikan dengan cara
guru memberikan tugas kepada peserta didik. Tugas ini bisa berupa menulis,
menghafal atau mengerjakan sesuatu.
e.
Metode demontrasi, yaitu metode mengajar dengan menggunakan peragaan,
untuk memperjelas suatu pengertian, pemahaman atau untuk memperlihatkan
bagaimana melakukan sesuatu.[39]
f.
Metode eksperimen, yang metode pengajaran di mana guru dan murid
bersama-sama mengerjakan sesuatu sebagai latihan praktis dari apa yang
diketahui.
g.
Metode keteladanan, yaitu suatu metode pendidikan yang diberikan dengan
memberikan contoh melalui sikap, perbuatan atau tingkah laku menurut ajaran
Islam, sehingga tingkah lakunya tersebut dapat di tiru dan diteladani oleh
peserta didik.
h.
Metode targhib dan tarhib. Metode targhib ialah metode pembelajaran
yang dilaksanakan dengan memberi janji disertai dengan bujukan dan rayuan untuk
menunda dan meninggalkan perbuatan yang membahayakan. Sedangkan tarhib ialah
metode pembelajaran yang dilaksanakan dengan memberi ancaman atau intimidasi
disebabkan oleh terlaksananya kesalahan atau dosa. Menurut penulis metode ini
biasanya disebut dengan metode pemberian hadiah dan hukuman yang diberikan
kepada peserta didik atas hasil usaha atau prestasi yang di raih.
i.
Metode sosio drama, yaitu suatu metode pengajaran dengan drama atau
sandiwara yang dilakukan oleh sekelompok orang atau peserta didik untuk
memainkan suatu cerita yang telah disusun naskah ceritanya dan dipelajari
sebelum dimainkan. Metode sosiodrama ini dapat dilaksanakan terutama dalam
bidang studi kesenian atau sejarah. Dalam bidang studi agama dapat dilaksanakan
terutama dalam bidang sejarah Islam.
j.
Metode drill (latihan), yaitu suatu metode mengajar dengan
menggunakan latihan daya pikir peserta didik agar pengetahuan dan kecakapan
terhadap pelajaran dapat diserap dan dikuasai sepenuhnya.
k.
Metode kerja kelompok, ialah kelompok kerja dari beberapa individu yang
bersifat pedadogis, yang di dalamnya terdapat hubungan timbal balik (kerja
sama) antara individu dan saling mempercayai.
l.
Metode proyek, ialah suatu metode pendidikan di mana anak didik di
suguhi bermacam-macam masalah dan anak didik bersama-sama menghadapi masalah
tersebut dengan mengikuti langkah-langkah tertentu secara ilmiah, logis dan
sistematis.[40]
2.
Pendekatan dalam Pendidikan Agama Islam (PAI)
Pendidikan Agama Islam (PAI) yang dilaksanakan di
sekolah-sekolah, biasanya menggunakan pendekatan dengan menerapkan
metode-metode yang tepat sesuai dengan pendekatan tersebut. Hal ini dilakukan
dengan tujuan agar materi pendidikan agama Islam benar-benar dapat dimengerti,
dipahami, dihayati, agar bisa diamalkan secara baik dan benar menurut ajaran
Islam.
Beberapa pendekatan yang digunakan dalam pendidikan agama
Islam ialah :
a.
Pendekatan pengalaman, yaitu pemberian pengalaman keagamaan kepada
peserta didik dalam rangka menanamkan nilai-nilai keagamaan.
b.
Pendekatan pembiasaan, yaitu pemberian kesempatan kepada peserta didik
untuk senantiasa mengamalkan ajaran agamanya (Islam). Metode yang perlu dipertimbangkan dalam pendekatan ini ialah
metode drill (latihan), pendisiplinan, resitasi dan pengalaman langsung
di lapangan.
c.
Pendekatan emosional, yaitu usaha untuk mengugah perasaan dan emosi
anak didik dalam menyakini, memahami dan menghayati ajaran Islam. Metode yang
perlu dipertimbangkan ialah metode sosio drama, bercerita dan berceramah.
d.
Pendekatan rasional, yaitu usaha memberikan peranan kepada akal (rasio)
dalam memahami dan menerima kebenaran Islam. Metode yang perlu dipertimbangkan
antara lain metode tanya jawab, diskusi dan kerja kelompok.
e.
Pendekatan fungsional, yaitu usaha menyajikan ajaran Islam dengan
menekankan kepada segi kemanfaatannya bagi peserta didik di dalam kehidupan
sehari-hari sesuai dengan tingkat perkembangannya.[41]
Demikianlah ulasan tentang beberapa metode dan pendekatan
yang digunakan dalam Pendidikan Agama Islam (PAI). Diharapkan dengan
digunakannya metode dan pendekatan yang variatif dan tepat akan dapat membuat
daya tarik tersendiri bagi siswa dalam memahami, menghayati dan untuk
mengamalkan ajaran Islam.
E.
Tanggung Jawab
Pendidikan Agama Islam (PAI)
Pendidikan merupakan proses budaya/ sosial untuk
meningkatkan harkat dan martabat manusia. Pendidikan berlangsung seumur hidup
dan dilaksanakan dalam keluarga, sekolah dan masyarakat. Karena itu, pendidikan
merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, sekolah, pemerintah, dan
masyarakat. Hal ini tersirat dalam UUSPN No. 20 tahun 2003 yang intinya : “Pada
dasarnya pendidikan merupakan tanggung jawab bersama-sama antara keluarga, masyarakat,
dan pemerintah, yang berlaku juga dalam hal pembiayaan pendidikan”.[42]
Dengan memperhatikan penjelasan di atas, maka dalam uraian
ini akan dikemukakan secara berturut-turut tentang tanggung jawab pendidikan
dalam keluarga, masyarakat dan pemerintah.
1.
Tanggung Jawab Keluarga (Orang Tua)
Asumsi bahwa keluarga atau orang tua sebagai pendidik pertama dan utama
kiranya tetap akan berlaku, lebih-lebih bagi proses pendidikan agama Islam.
Karena di keluargalah yang mula-mula menanamkan pondasi perasaan keagamaan dan
menanamkan nilai-nilai moralitas agama, yang selanjutnya akan dikembangkan
dalam pendidikan agama. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW yang
berbunyi :
كل مولود يولد على الفطره فابواه يهودانه
او ينصرانه او يمجسانه. (رواه البخارى ومسلم) [43]
Artinya : Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka
kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut Yahudi, Nasrani atau
Majusi. (HR. Bukhari dan Muslim)
Tanggung jawab untuk melaksanakan Pendidikan Agama Islam (PAI) itu
teletak di tangan orang tua sehingga anak-anak itu terhindar dari kerugian dan
keburukan dari api neraka yang senantiasa menantikan manusia yang ingkar dan
jauh dari ajaran Allah SWT. Sebagaimana diisyaratkan dalam firman-Nya yang
berbunyi :
ياايها الذين امنوا قوا انفسكم واهليكم نارا......( التحريم : 6 )
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu
dan keluargamu dari api neraka ….” (QS. At-Tahrim : 6)[44]
Kewajiban orang tua dalam mendidik anaknya hendaklah di mulai sejak
sedini mungkin dan dilakukan secara terus menerus sampai anak mencapai tingkat
dewasa atau sampai menikah.
2.
Tanggung Jawab Sekolah
Yang dimaksud dengan sekolah ialah lembaga yang menyelenggarakan
pendidikan dan pengajaran secara formal. Tugas dan tanggung jawab sekolah
terhadap pendidikan agama ialah karena sekolah mendapatkan amanat atau limpahan
sebagaimana tugas dan tanggung jawab orang tua untuk menyelenggarakan
pendidikan, termasuk Pendidikan Agama Islam (PAI). Sekolah memberikan
Pendidikan Agama Islam (PAI) sesuai dengan kurikulum yang berlaku pada setiap
jenis dan jenjang di sekolah.
3. Tanggung Jawab
Masyarakat
Tanggung jawab masyarakat terhadap pendidikan adalah mutlak, agar
warisan budaya, keilmuan dapat dilestarikan dan dikembangkan pada generasi
berikutnya. Bagi masyarakat muslim ia mempunyai tanggung jawab untuk mendidik
dan mengajarkan ajaran Islam kepada generasi penerusnya.
Tanggung jawab masyarakat muslim terhadap Islam secara tidak langsung
tersirat dalam firman Allah SWT sebagai berikut :
ولتكن منكم امة يدعون الى الخير وياءمرون
بالمعروف وينهون عن المنكر والئك هم المفلحون. (ال عمران : 104)
Artinya : Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar.
Merekalah orang-orang yang beruntung. (QS. Ali Imran : 104)[45]
Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam (PAI) di masyarakat
muslim biasanya dilaksanakan di sekolah-sekolah, madrasah-madrasah, pondok
pesantren, majlis ta’lim, pengajaran di masjid-masjid dan sebagainya. Dari
situlah Pendidikan Agama Islam (PAI) dilaksanakan oleh masyarakat Islam dan
untuk masyarakat Islam.
[3]M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam (Suatu Tinjauan
Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner), Bumi Aksara,
1996, 41-42.
2Tim Redaksi Rineka Cipta, Perubahan
UUD 45 dan Ketetapan SU MPR Th. 1999, PT Rineka Cipta, Jakarta, 1999, hal
94. Lihat Undang-undang SISDIKNAS Antara Peluang dan Tantangan, Rindang,
Jakarta September, 2003, hal 24. Lihat ketetapan No. IV/MPR/1987 sebelum adanya
perubahan tahun 1999 dalam Fuad Hasan, Sistem Pendidikan Nasional, CV.
Aneka Ilmu, Semarang, 1989. hal. 4.
3Undang-undang SISDIKNAS, Antara
Peluang dan Tantangan, Rindang, Jakarta, September 2003, hal. 27.
[5]Murni Djamal, Ilmu
Pendidikan Islam, Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Penguruan Tinggi
Agama/ IAIN, Jakarta, 1984, hal. 83.
[6]Zuhairini.,
et.al. Metodik Khusus Pendidikan Agama, Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan
Ampel, Malang, 1981, hal. 19.
[7]Ibid, hal 21.
[8]Al-Qur’an, Surat Luqman Ayat 13, Yayasan Penyelenggara
Penafsir Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Departemen Agama RI,
1989,
hal 654.
[9]Al-Qur’an, Surat At-Tahrim Ayat 6, Yayasan
Penyelenggara Penafsir Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahannya,
Departemen Agama RI, 1989.,hal. 951.
[10]Jalaluddin
Abdurrahman bin Abi Bakr As-Syuyuthi, Al-Jami’ As-Shaghir fi Al-Hadis
Al-Bashir Al-Nadhir, Dar Al-Fikr, Beirut, Lebanon, 911 Hijriyah, hal. 235.
[11]Abu Dawud, Sunan
Abi Dawud, Tahqiq, Shidqi Muhammad Jamil, Dar Al- Fikr, Beirut Lebanon,
1994, hal. 127.
[12]H.A.M. Effendy,
Falsafah Negara Pancasila, Duta Grafika, Semarang, 1995, hal. 214.
[13]Undang-Undang
SISDIKNAS, Op Cit., hal. 26.
[14]Ibid.
[15]Chalifah Hasan, Dimensi-dimensi Psikologi
Pendidikan, Al-Ikhlas, Surabaya, 1994, hal. 172.
[16]Undang-Undang
SISDIKNAS, Op Cit, hal. 25-26.
[17]Omar El-Toumi
Al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, Terjemah Hasan Langgulung, Bulan
Bintang, Jakarta, hal. 339.
[18]Al-Qur’an, Surat Ali Imran Ayat 102, Yayasan
Penyelenggara Penafsir Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahannya,
Departemen Agama RI, 1989,hal. 92.
[19] Omar El-Toumi
Al-Syaibani, Op. Cit., hal. 423-424.
[20]Atho’ Mudzar, Petunjuk
Pelaksanaan Kurikulum/ GBPP PAI/ SMU Tahun 1994, Dirjen Kelembagaan Agama
Islam, 1993, hal. 1.
[21]Zuhairini,
et.al., Op Cit., hal. 28-29.
[22]Undang-Undang
SISDIKNAS, Op Cit., hal. 25.
[23]Sutari Imam
Barnadib, Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis, Andi Offset, Yogyakarta,
1995, hal. 98.
[24]Omar El-Toumi
Al-Syaibani, Op. Cit., hal. 75.
[25]Omar El-Toumi
Al-Syaibani, Op. Cit., hal. 78.
[26]Zuhairini,
et.al., Op Cit., hal. 33.
[27]Zuhairini,
et.al., Op Cit, hal. 34.
[28]Zuhairini,
et.al., Op Cit, hal. 52-53.
[29]Ibid., hal. 53.
[30]Zuhairini,
et.al., Op Cit., hal. 54.
[31]Ibid., hal. 55-56
[32]M. Atho’
Mudzar, et.al., Petunjuk Pelaksanaan Kurikulum/ GBPP PAI SMU th. 1994, Dirjen
Kelembagaan Agama Islam, 1993, hal. 3.
[33]Zuhairini,
et.al. Op Cit., hal. 60.
[34]M. Atho’
Mudzar, et.al., Op. Cit., hal. 3.
[35]M. Athiyah
Al-Abrasy, Ruhut Tarbiyah Wat-Ta’lim, Darul Ihya’ Al Kutub, Al Arabiyah,
1950, hal. 267.
[36]Zuhairini, et.al, Op. Cit, hal. 361-365.
[37]Omar El-Toumi
Al-Asyaibani, Op. Cit., hal 361-365.
[38]Abdurrahman
An-Nahlawi, Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam dalam Keluarga, di
Sekolah dan di Masyarakat, CV. Diponegoro, Bandung, 1989, hal. 283-297.
[39]Zuhairini,
et.al., Op. Cit., hal. 83.
[40]Direktorat
Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Metodik Khusus Pengajaran Agama
Islam, Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/ IAIN,
Jakarta, 1984 / 1985, hal. 227-243.
[41]M. Atho Mudzar
, Op. Cit., hal. 15.
[42]Undang-Undang
SISDIKNAS. Op. Cit., hal. 27.
[43]Jalaluddin
Abdurrhman bin Abi Bakr-Asy-Syuyuthi, Op. Cit., hal. 235.
[44]Al-Qur’an, Surat At-Tahrim Ayat 6, Yayasan
Penyelenggara Penerjemah Penafsiran Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Departemen Agama, 1989, hal. 951.
[45]Al-Qur’an, Surat Ali Imron Ayat 104, Yayasan
Penyelenggara Penerjemah Penafsiran Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Departemen Agama, 1989, hal. 39.
0 Response to "PENDIDIKAN AGAMA ISLAM"
Post a Comment